Anda di halaman 1dari 22

1

A. Konsep Dasar Sosiologi Pendidikan

1. Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Pendidikan

Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte

(1798-1857), sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang

mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan

sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Mengingat banyaknya realitas

sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi

kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan,

sosiologi pendidikan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh

masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang

sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer,  Emile Durkheim, Ferdinand

Tonnies, George Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin.

Pada tahun 1876 di Inggris Herber Spencer  mempublikasikan 

sosiologi dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang

memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang

terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Kemudian tak

terkecuali Karl Marx  memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis,

yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi pemicu permasalahan

sosiologi.

2. Landasan Dalam Sosiologis Pendidikan

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang

bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa.

Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus


2

memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar

kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan

masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam

perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan

bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut

oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme,

(3) paham integralistik.

Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir

merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja

menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang

lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih

mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat.

Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, 

antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi

sehingga menimbulkan dampak yang kuat. 

Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan

kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan

hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. Sedangkan paham integralistik

dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling

berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.

Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis

melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga


3

merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan

tanpa merugikan kepentingan pribadi.

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham

integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1)

kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk

mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat,

(3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang

antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak

hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang

3. Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan

Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman

pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat

majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal

maupun vertical masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan

sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun

dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia

serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan.

Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang kokoh, berbagai

upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang

kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin

mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain memasukkannya

muatan local di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang didasarkan

pada kebhinekaan masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat


4

diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa

nasional akan tetapi memahami dan menyatu dengan lingkungan.dilakukan,

baik melalui jalur sekolah (seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah)

maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran, P4, Pemasyarakaatn P4

non penaratan ) telah mulai menumbuhkan benih-benih.

4. Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan

1. Fungsi eksplanasi

Fungsi Eksplanasi adalah menjelaskan atau memberikan

pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup

pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi

mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-

hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian

lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari

lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang

dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan

memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat

menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara akurat.

Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media

komunikasi.

2. Fungsi Prediksi

Fungsi Prediksi adalah meramalkan kondisi dan permasalahan

pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang.

Sejalan dengan  itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang


5

akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke

dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi

ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna

mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.

3. Fungsi Utilisasi

Fungsi Utilisasi artinya, sosiologi berusaha menangani

permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat

seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial,

kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan

pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri. Jadi,

secara umum  sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan

fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi,

prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-

fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model

pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.

Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk

menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-

orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi

peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan

komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan

pranata kehidupan lain.

5. Ruang Lingkup Landasan Sosiologis Pendidikan


6

Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai

dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga

Educational Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya

diperlukan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru,

dan pemikir pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.

Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan

adanya empat pokok bahasan berikut: (a) Hubungan sistem pendidikan

dengan sistem social lain, (b) Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,

(c) Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan, (d) Pengaruh sekolah

terhadap perilaku anak didik (dalam Rochman Natawidjaja, 2007: 81).

Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi

mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan

proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung

menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional

maupun lokal. Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi

sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari

hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara

unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-

orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan

peserta didik.

B. Pendidikan Dasar dan Perubahan Sosial

1. Pendidikan
7

Pendidikan merupakan sarana utama untuk mensukseskan

pembangunan nasional, karena dengan pendidikan diharapkan dapat

mencetak sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan dalam

pembangunan. Titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada

peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan

kesempatan belajar pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan juga

merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf

hidup suatu bangsa agar tidak sampai menjadi bangsa yang terbelakang dan

tertinggal dengan bangsa lain.

Pendidikan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan

intelektual semata, sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya

dan hilangnya identitas lokal dan nasional (Tilaar, 2004). Perubahan yang

global dengan liberalisasi pendidikan sehingga menuntut lembaga

pendidikan untuk mampu menghasilkan kualitas peserta didik yang dapat

bersaing secara kompetitif agar dapat diterima pasar. Tuntutan untuk

memenuhi kebutuhan pasar ini pada akhirnya akan mendorong lembaga

pendidikan menjadi lebih bercirikan knowledge based economy institution.

Pendidikan yang hanya berorientasi untuk mencetak generasi yang bisa

diterima pasar secara ekonomis hanya akan mampu mencetak peserta didik

yang berpikir dan bertindak global sehingga mereka tidak memiliki

kecerdasan emosional yang akhirnya bermuara pada terjadinya krisis moral

dari peserta didik.


8

Jhon Dewey (2001:6) mengemukakan: Education, in its broadest

sense, is the means of this social continuity of life. Every one of the

constituent elements of a social group, in a modern city as in a savage tribe,

is born immature, helpless, with out language, beliefs, ideas, or social

standards. Each individual, each unit who is the carrier of the life

experience of his group, in time passes away. Yet the life of the group goes

on. Pengertian pendidikan secara luas berarti kelanjutan kehidupan sosial.

Masing-masing dari unsur memilih kelompok sosial, kota modern seperti di

suku yang kejam kehidupannya, lahir belum matang, tidak berdaya, dengan

keluar bahasa, kepercayaan, ide, atau standar sosial. Tiap individu dan setiap

satuan yang membawa pengalaman hidup kelompok masing-masing dan

pada waktu tertentu melampaui batas pengalaman sehingga individu terus

dapat hidup dengan kelompoknya.

Berdasarkan uraian tersebut pendidikan berfungsi membekali

pengalaman dan keterampilan kepada peserta didik untuk dapat

mengembangkan kemampuannya untuk mempertahankan hidupnya.

Keadaan masyarakat yang majemuk akibat perubahan jaman menuntut

peserta didik dapat aktif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat

sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Oliva (1992:6) yang

mengemukakan bahwa curriculum can be conceived in a narrow way (as

subjects taught) or in a broad way as all the experiences of learners, both in

school and out, directed by the school. Disimpulkan bahwa kurikulum

dalam artian sempit merupakan sebagai pokok mengajar dan arti luas
9

sebagai semua pengalaman belajar, baik dalam dan keluar sekolah, di bawah

pengawasan sekolah sehingga pelajaran berupaya menciptakan pengalaman

belajar bagi siswa perlu mendapat prioritas yang utama dalam kegiatan

pembelajaran.

Landasan sosial budaya pendidikan mencakup kekuatan sosial

masyarakat yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan

perkembangan jaman. Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan

potensial yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan dan sosial

budaya seiring dengan dinamika masyarakat. Sehingga kondisi sosial

budaya diasumsikan mempengaruhi terhadap program pendidikan yang

tercermin dalam kurikulum. Hunt (1975) mengemukakan: Study hits base

social and culture from education aims to supply teacher with erudition that

deepen about society and where they alive and to help student teacher to

detect that explanation hits society and culture of vital importance mean to

realize about education problem.

Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa kajian mengenai

dasar sosial dan budaya dari pendidikan bertujuan untuk membekali guru

dengan pengetahuan yang mendalam tentang masyarakat dan kebudayaan di

mana mereka hidup dan untuk membantu calon guru untuk mengetahui

bahwa pengertian mengenai masyarakat dan kebudayaan sangat penting

artinya guna memahami tentang masalah pendidikan.

Pendidikan sebagai proses transformasi budaya merupakan kegiatan

pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain (Tirtarahardja dan
10

Sulo, 2005:33). Pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk

menjadikan manusia memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa,

dan manusia seutuhnya agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi

secara penuh dan mengembangkan budaya.

Kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup

bermasyarakat yang berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama anggota

manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Salah satu fungsi

dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam menjalankan fungsi

sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga mereka

nantinya bisa merubah diri mereka dan merubah masyarakatnya.

Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab

kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan

kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik

secara formal, nonformal, dan informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan

pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di

mana proses pendidikan itu berlangsung (Tirtarahardja dan Sulo, 2005).

Pendidikan jika diabaikan dapat diasumsikan sosial budaya suatu bangsa

akan mengalami kepunahan karena tidak ada proses transfer budaya

sehingga tidak ada yang melestarikan dan mengembangkan budaya.

2. Perubahan Sosial

Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami

perubahan-perubahan. Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi bukan


11

hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah

kemunduran. Perubahan sosial yang terjadi memang telah ada sejak zaman

dahulu. Ada kalanya perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung

demikian cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang

menghadapinya.

Perubahan sosial merupaka gejala yang melekat di setiap

masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat akan

menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada didalam

masyarakat, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai

dengan fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan. Selanjutnya dalam

literatur mengenai kehidupan masyarakat dan kebudayaan beberapa istilah

penting selalu muncul sebagai pencerminan dinamika kehidupan manusia

dari dahulu sampai sekarang. Dinamika tersebut mencerminkan adanya

proses perubahan baik yang bersifat lambat, maupun yang bersifat cepat.

Ada perobahan yang bersifat evolusioner dan ada yang bersifat

revolusioner. Perobahan yang bersifat evolusioner memakan waktu ribuan

atau ratusan tahun, suatu proses perubahan yang berkelanjutan dari bentuk

yang lebih rendah, lebih sederhana ke bentuk-bentuk yang lebih tinggi, lebih

kompleks. Sedangkan perobahan yang bersifat revolusioner adalah

perobahan yang berlangsung dalam waktu yang lebih pendek, yang bersifat

tiba-tiba, radikal dan menyeluruh (dalam Manan, 1989: 49).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa

perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial


12

dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya

merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap

masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar

manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan

bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Gillin dan Gillin menyatakan bahwa perubahan sosial sebagai suatu

variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan

kondisi geografis, kebudayaan, dinamika dan komposisi penduduk, ideologi,

ataupun karena adanya penemuan-penemuan baru di dalam masyarakat.

Samuel Koenig menjelaskan bahwa perubahan sosial menunjuk pada

modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.

Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab intern atau sebab-

sebab ekstern.Berikutnya Selo Soemardjan menjelaskan bahwa perubahan

sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di

dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di

dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompokkelompok

dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa perubahan sosial adalah perubahan unsur-unsur atau struktur sosial

dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan

yang lain. Perubahan sosial budaya itu biasanya terjadi karena adanya

dorongan dari beberapa faktor baik yang berasal dari dalam masyarakat

(internal) maupun yang berasal dari luar masyarakat (eksternal). Faktor-


13

faktor internal, merupakan faktor-faktor perubahan yang berasal dari dalam

masyarakat, misalnya (1) perubahan aspek demografi (bertambah dan

berkurangnya penduduk), (2) konflik antar-kelompok dalam masyarakat, (3)

terjadinya gerakan sosial dan/atau pemberontakan (revolusi), dan (4)

penemuan-penemuan baru, yang meliputi (a) discovery, atau penemuan 

ide/alat/hal baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya (b) invention,

penyempurnaan penemuan-penemuan pada discovery oleh individu atau

serangkaian individu, dan (c) inovation, yaitu diterapkannya ide-ide baru

atau alat-alat baru menggantikan atau melengkapi ide-ide atau alat-alat yang

telah ada.

Faktor-faktor eksternal, atau faktor-faktor yang beasal dari luar

masyarakat, dapat berupa: (1) pengaruh kebudayaan masyarakat lain,  yang

meliputi proses-proses difusi (penyebaran unsur kebudayaan), akulturasi

(kontak kebudayaan), dan asimilasi (perkawinan budaya), (2)  perang

dengan negara atau masyarakat lain, dan (3) perubahan lingkungan alam,

misalnya disebabkan oleh bencana. Menurut Murdock berbagai penomena

yang dapat menjadi faktor penyebab timbulnya perobahan sosial budaya

adalah : Pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk, perobahan

lingkungan  geografis, perpindahan ke lingkungan baru, kontak dengan

orang yang berlainan  kebudayaan, persoalan alam dan sosial, kelahiran atau

kematian seorang pemimmpin,  penemuan / Inovasi.

Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan,

misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain;


14

perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat

tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam

masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika

terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan

ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan.

C. Implementasi Sosiologi dalam Pendidikan Dasar

Pendidikan sebagai suatu proses yang mengubah perilaku individu

dalam konteks teori perubahan social akan mempunyai dampak terjadinya

perubahan baik pada tingkat individu sebagai agen maupun tingkat

kelembagaan yang mampu mengubah struktur social yang ada dalam

masyarakat. Pendidikan dapat menimbulkan perubahan dalam masyarakat dan

sebaliknya, jika masyarakat mengalami perubahan, secara tidak langsung sitem

pendidikan juga mengalami perubahan.

Arah pembangunan dibidang pendidikan sangat ditentukan oleh

tuntutan masyarakat sesuai dengan kebudayaan. Dalam pelaksanaan otonomi

daerah, pemerintah daerah memegang peranan penting karena daerah

mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Terdapat beberapa

factor terjadinya tuntutan penerapan desentralisasi pendidikan (NCREL, 1995),

antara lain sebagai berikut;


15

1. Tuntutan orang tua, kelompok masyarakat, para legislator, bisnis dan

perhimpunan guru untuk turut serta mengotrol sekolah dan penilaian

pendidikan.

2. Adanya anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat

bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa.

3. Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif

kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.

4. Penampilan fisik sekolah dinilai tidak memenuhi tunututan baru dari

masyarakat.

5. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan pendanaan dari

privatisasi.

Disamping beberapa factor tersebut, terdapat bebebrapa factor yang

lain tentang desentarlisasi pendidikan di Indonesia. Beberapa factor tersebut

menurut Sutopo (2004) antara lain sebagai berikut;

1. Terjadinya tuntutan reformasi di segala bidang termasuk bidang pendidikan.

2. Kurangnya persaingan antar daerah dalam memajukan pendidikan karena

tuntutan nasional yang seragam.

3. Tuntutan masyarakat untuk mandiri sesuai dengan kemampuan daerah

untuk menyelenggarakan dan memajukan bidang pendidikan.

4. Ketidaksesuaian tuntutan nasional dengan potensi sunber daya yang dimiliki

daerah.

5. Adanya ketergantungan pemerintah daerah ke pemerintah pusat.


16

6. Kurangnya kreatifitas daerah, sekolah dan personil penyelenggara dan lain-

lainnya.

7. Kurangnya kemandirian lembaga pengelola dan pelaksana pendidikan

karena besarnya ketergantungan terhadap pemerintah.

Berdasarkan tuntutan desentralisasi tersebut, maka sistem pendidikan

juga mengalami perubahan dan demikian pula implementasinya, semua daerah

merasa mempunyai kepentingan untuk mengembangkan daerahnya melalui

pendidikan. Pemerintah daerah berusaha untuk menemukan potensi yang ada di

daerahnya dan dikembangkan sedemikian rupa menjadi paket-paket pendidikan

yang kental dengan karakteristik kedaerahannya. Kurikulum dikembangkan

berdasarkan potensi daerah, pengajaran tidak lagi menggunakan pola-pola

pengajaran terpusat pada guru tetapi terpusat pada murid berdasarkan potensi

masing-masing.

Dalam UU RI NO 20 Tahun 2003 pada pasal 1,2,3, dalam ayat-ayat

tersebut dapat diartikan bahwa penyelenggara pendidikan berkembang sesuai

dengan perkembangan daerah masing-masing, baik dalam hal pendanaan,

manajemen, kurikulum dan system evaluasinya. PBM (Pendidikan Berbasis

Masyarakat) dimaknai sesuai dengan pemahaman masing-masing daerah

berdasarkan kondisi social ekonomi. Owens (1996) mengemukakan bebebrapa

asumsi penting yang dapat dijadikan landasan PBM. Beberapa asumsi tersebut

adalah sebagai berikut;

1. Pendidikan harus dipandang sebagi suatu bentuk keberlanjutan sejak usia

prasekolah hingga melalui proses pendidikan sepanjang hayat.


17

2. Belajar adalah apa yang kita lakukan untuk kita sendiri. Oleh sebab itu si

pembelajar harus sadar keterlibatannya dalam proses pembelajaran.

3. Pekerjaan di masa mendatang tidak hanya memerlukan latar belakang

pendidikan yang lebih tinggi namun juga memerlukan latar belakang yang

berbeda termasuk di dalamnya yang mampu membelajarkan cara belajar

kritis, membangun sebuah tim, serta kemampuan untuk menerapkan ilmu

pengetahuan.

4. Orang dewasa perlu terlibat dalam urusan masyarakat serta memberikan

perhatian seimbang kepada pekerjaan, keluarga dan masyarakat.

5. Masalah-masalah yang dapat di atasi sekolah. Oleh karena itu keterlibatan

keluarga, dunia kerja, masyarakat serta pihak-pihak lain yng terkait menjadi

sangat penting.

Adanya resistensi dari guru, sekolah dan masyarakat terhadap perubahan-

perubahan sebagaimana tersebut di atas harus diakui keberadaanya sehingga

memerlukan bantuan agar resistensi dapat dikelola dengan baik oleh para

pemimpin dunia pendidikan untuk mencapai visi pendidikan abad 21.


18

PERTANYAAN

1. Siapa yang pertama kali memperkenalkan nama sosiolosi?

2. Jelaskan fungsi masing-masing Landasan Sosiologi dalam Pendidikan !

3. Jelaskanlah yang dimaksud perubahan sosial ?

4. Jelaskanlah faktor eksternal perubahan sosial !

5. Jelaskan faktor-faktor yang dapat menghambat perubahan!


19

KUNCI JAWABAN

1. August Comte

2. Fungsi eksplanasi

Fungsi Eksplanasi adalah menjelaskan atau memberikan pemahaman

tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya.

Fungsi Prediksi

Fungsi Prediksi adalah meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan

yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang.

Fungsi Utilisasi

Fungsi Utilisasi artinya, sosiologi berusaha menangani permasalahan-

permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah

lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan

lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah

penyelenggaraan pendidikan sendiri.

3. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan

pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan

gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan

itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin

mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia

sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

4. Faktor-faktor eksternal, atau faktor-faktor yang beasal dari luar masyarakat,

dapat berupa: (1) pengaruh kebudayaan masyarakat lain,  yang meliputi proses-

proses difusi (penyebaran unsur kebudayaan), akulturasi (kontak kebudayaan),


20

dan asimilasi (perkawinan budaya), (2)  perang dengan negara atau masyarakat

lain, dan (3) perubahan lingkungan alam, misalnya disebabkan oleh bencana.

Menurut Murdock berbagai phenomena yang dapat menjadi faktor penyebab

timbulnya perobahan sosial budaya adalah : Pertambahan atau pengurangan

jumlah penduduk, perobahan lingkungan  geografis, perpindahan ke

lingkungan baru, kontak dengan orang yang berlainan  kebudayaan, persoalan

alam dan sosial, kelahiran atau kematian seorang pemimmpin,  penemuan /

Inovasi.

5. Beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang

intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan

IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada

kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat;

prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan

pada masyarakat bila terjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat

atau kebiasaan
21

YEL-YEL

(Indonesia raya)

August comte memperkenalkan nama sosiologi

Mempelajari masyarakat dan tindakan sosial

Guru harus memahami sosiologi ini

Agar tau interaksi sosial para siswa-siswanya

Sosiologi pendidikan perlu diskolah dasar

Sosiologi disingkat menjadi huruf sp

Blajarlah sp..blajarlah sp

Blajarlah para guru….


22

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, I. 2010. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Nasution. 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Nuraini, S. Sosiologi Pendidikan .Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Makalah di website http://chadliq.blogspot.co.id/2013/04/makalah-sosiologi-pen-

didikan-dan-ruang.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai