Anda di halaman 1dari 13

ARSITEKTUR KLASIK EROPA

“ARSITEKTUR CAROLINGIAN DAN ROMANESQUE

Sejak Abad IX”

DISUSUN SEBAGAI TUGAS KEDUA MATA KULIAH


PERKEMBANGAN ARSIEKTUR I

DOSEN :

GATOR TIMBANG, ST., MT

FRATIKA JULIA, ST., MT

FIDELIN DJILOY

F 221 19 051

KELAS A

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
BAB V

ARSITEKTUR CAROLINGIAN DAN ROMANESQUE

Sejak Abad IX

Sejarah dan Geografi

Budaya barat tidak berhenti mendapat “warna” Romawi, meskipun


imperium itu runtuh pada abad V. Wilayah-wilayah bekas jajahan Romawi pasa
masa itu jatuh ke berbagai kelompok suku antara lain : dari Jerman menguasai
wilayah Lombard di Itali bagian utara, kelompok suku Burgundy menguasai
wilayah Gaul, Anglo-Saxon di Britania. Sementara itu pada abad VII, Visigoths di
Spanyol jatuh ke tangan Arab, namun ekspansi Arab ke Eropa melalui Spanyol,
terhenti di Poitiers (Perancis bagian selatan) pada 732 oleh Charles Martel seorang
pemimpin Frankish. Selanjutnya pada abad IX, Eropa Barat dan Wilayah Laut
Mediterania, terbagi dalam berbagai imperium, terlihat pada peta di atas. Wilayah
dan penguasanya antara lain Carolingian di utara-barat, Bisantin di tengah yaitu
kawasan Mediterania dan Abbasiyah di Wilayah Arab, Mesir dan Afrika Utara.

Carolingian adalah istilah dipakau untuk menyebut wilayah, kekuasaan


dan imperium didirikan Charlemagne, menjadi raja mulai dari 768, dinobatkan
menjadi imperior 800 – 14. Dinasti Charlemagne berkuasa hingga abad XX,
wilayah kekuasaannya meliputi Perancis, Jerman dan Belanda.

Carolingian Renaissance

Penobatan Charlemagne dilaksanakan di S. Peter Roma, menandai jaman


baru di Eropa, yaitu jaman negara Jerman-Kristen, dimana secara politik dan
keagamaan di bawah Tahta Suci Romawi (Holy Roman Emperor).

Jaman itu disebut Carolingian Renaissance yang mempunyai dasar budaya


Jerman, terkait langsung dengan budaya tradisi Romawi, mendapat pengaruh
besar dari Bisantin dan Oriental. Jaman Carolingian juga sering disebut awal atau
Pra-Romanesque, pada akhir abad VIII dan IX. Arsitektur Carolingian
mempunyai ciri tersendiri terdapat terutama di Jerman dan Perancis.

Contoh sangat representatif dari arsitektur jaman tersebut adalah Istana


Aix-la Chapelle dimana di dalamnya terdapat Kapel Palatine, di Aachen (792 –
805). Aachen saat ini menjadi bagian dari Republik Federasi Jerman, terletak di
bagian barat, dekat dengan perbatasan Belgia. Kompleks dibangun oleh
Charlemagne dalam kompleks seluas lebih kurang 20 Ha. Secara Keseluruhan,
Kompleks terbagi menjadi tiga bagian berupa unit-unit satu dengan lain terpisah,
namun dihubungkan oleh sebuah selasar cukup panjang. Paling utara adalah unit
untuk audiensi (Sala Regalis), termasuk di dalamnya terdapat singgasana yang
diletakkan di depan apse (Posisinya sama dengan altar di gereja). Ruang audensi
mempunyai porche di sebelah selatan. Unit kedua berupa hall di tengah-tengah,
ke kiri atau ke ruang audiensi, melalui sebuah selasar di bawah atap, sepanjang
lebih kurang 50 M.

Ke arah kanan atau selatan dari hall juga terdapat lagi selasar dengan
bentuk dan panjang sama dengan yang disebut pertama, menghubungkan hall
dengan Kapel. Bagian di mana terdapat kapel, selain kapelnya sendiri, ada tiga
unit lain, masing-masing tersusun dalam pola silang salib atau huruf T. Pada kaki
terdapat atrium cukup luas dibanding dengan kapel yang tidak terlalu besar.
Bagian ini dihubungkan langsung dengan bagian sentral dari kapel. Gang atau
ruang peralihan antara atrium dengan kapel, diapit kembar di kiri-kanan oleh
sebuah tangga naik menuju ke menara (turret).

Arsitektur kapel sangat mirip dengan S. Vital di Ravenna, telah dibahas


pada bab terdahulu. Denah kapel poligonal bersisi 16, garis tengahnya 32 M. Nave
atau bagian sentral dari kapel dikelilingi oleh delapan kolom, masing-masing bila
ditarik garis antara dua kolom berdampingan terbentuk segi delapan. Kolom-
kolom cukup besar dengan dengan penampang segi banyak tidak beraturan,
menyangga sebuah kubah garis tengahnya 14,5 M. Kubah ini dahulu ditutup
dengan atap piramidal bersisi delapan. Aisle dua lantai mengelilingi nave, bagian
dalam segi delapan, namun dinding bagian luarnya segi enam belas. Lantai dua
untuk gang atau balkon, membentuk mezzanine di atas nave.

Sejak didirikan kapel cukup banyak mengalami perubahan, terutama pada


masa antara 1353 hingga 1413, apse diperpanjang ke belakang (timur) untuk
ruang koor (choir) dengan gaya Gotik. Bidang-bidang segi tiga pada ujung-ujung
dari atap pelana (gable) dibuat pada abad XIII. Kapel tambahan di kiri, kanan
dibangun pada abad XIV dan XV. Hiasan-hiasan runcing-piramidal (steeple)
diambahkan pada jaman modern abad XX.

Pengaruh Bisantin dalam arsitektur Kapel Palatine terlihat antara lain pada
jendela atas di setiap sisi tambur. Kolom-kolom silindris dan dekorasinya pada
lantai atas (balkon) mengelilingi mezzanine, konstruksi dan ambang atas
pelengkung adalah bagian khas dari arsitektur Romawi.

Arsitektur Romanesque di Italia (abad IX hingga XII)

Runtuhnya kekuasaan Romawi membuat berdiri negara-negara merdeka di


Eropa terutama bagian barat. Sebagian negara-negara tersebut tidak besar,
merupakan bekas koloni Romawi, berdiri di bawah raja-raja dengan sistem
monarki, berawal dari para tuan-tuan tanah. Dengan demikian perkembangan
budaya termasuk arsitekturnya menjadi bersifat regional, meskipun ada corak
umumnya juga cukup menonjol seperti misalnya corak Romanesque dibahas pada
bagian ini.

Setelah kematian Charlemagne pada 814 Italia mengalami disintegrasi


akibat terjadinya perang saudara dan invasi dari luar. Akibatnya Italia terpecah-
pecah menjadi belasan negara-negara kecil, bagian utara dikuasai orang-orang
Hungaria, di selatan orang-orang Muslim mengambil Sisilia dan sebagian
semenanjung selatan. Di Roma para Paus yang lemah menjadi boneka dari para
bangsawan.
Ketika Otto I raja Jerman bergerak pada 962 menguasai Itali pada 962, ia
mengangkat Berenger II menjadi pengusaha Italia dan dianggap menjadi Emperor
Tahta Suci Romawi. Setelah pemerintahan Otto III, kekuasaan kekaisaran menjadi
semakin lemah, sehingga Itali kembali pada keadaan anarki.

Para bangsawan lokal menjadi penguasa propinsi-propinsi bekas wilayah


kekuasaan kekaisaran. Pada 1046, ada tiga penguasa menyatakan diri sebagai
paus, sehingga Henry III (1039-1056) dari Jerman campur tangan dengan
mengangkat seorang uskup dari Jerman menduduki tahta Paus. Sejak 1056 di
mana Henry IV mulai berkuasa, Italia di bawah kekuasaan Jerman yang akhirnya
dapat menguasai Roma pada 1085. Setelah Henry meninggal pada 1106, orang-
orang Norman mulai menguasai wilayah-wilayah di Italia, termasuk Sisilia yang
sebelumnya dikuasai oleh orang-orang Muslim. Pada masa itu berkembang antara
lain kota-kota Genoa, Venesia, Pavia, Milan, Lucca dan Florence menjadi pusat
perdagangan, keuangan dan industri.

Pisa sebuah kota di dekat pantai barat utara Italia tidak menjadi salah satu
pusat perdagangan tersebut di atas, namun karena letaknya di titik simpul di antara
pusat-pusat dan terutama sebagai pelabuhan di pantai barat utara Italia. (Laut
Tirenia), maka juga menjadi kota penting dan berkembang pesat di Jaman
Pertengahan (Medieval).

Pada abad XI, Pisa menjadi kota pelabuhan dan perdagangan penting di
Italia, bersaing dengan Venesia, Genoa. Di kota ini terdapat salah satu monumen
termasyur di dunia dalam satu kompleks terkenal dengan sebutan Piazza del
Duomo, terdiri dari Compo Santo, Katedral, Babtistery dan Menara Condong atau
Campanile Pisa.

Katedral disebut Katedral Pisa, adalah bangunan pertama didirikan di


dalam kompleks, antara 1063-1118 dilanjutkan antara 1261-72. Denahnya khas
Romanesque, memanjang berbentuk T, simetris, terdiri dari nave diapit di kiri-
kanan oleh aisle pada kaki huruf T. Lengan huruf T berupa nave melintang, juga
mempunyai aisle di kiri-kanan. Atap nave baik yang melintang maupun yang
membujur berbentuk pelana, sedangkan aisle berkemiringan tunggal. Konstruksi
atap semacam ini identik dengan model atap kebanyakan gereja Kristen Awal.
Pada titik persilangan lengan dan kaki terdapat empat kolom besar penyangga
tambur dari sebuah kubah, runcing-patah, pada puncaknya dihias dengan cunduk
dan salib kecil. Berbeda dengan gereja-gereja Carolingian, apse-nya tunggal di
ujung selatan-timur berdenah setengah lingkaran.

Seperti sebagian besar raung dalam termasuk kubah utama, bagian dalam
atap apse yang berupa setengah kubah dihias dengan lukisan mosaik antara lain
terbesar adalah gambar Yesus Kristus. Wajah depan katedral merupakan profil
dari konstruksi atap dan sisi-sisinya, bagian atas miring simetris ke kiri-kanan
sama dengan bentuk konstruksi atap yang pelana dengan dua sisi miring. Di kiri
kanan agak ke bawah bentuknya satu sisi miring sama dengan penampang dari
aisle.

Ciri dari Romanesque Italia, terlihat pada wajah depan (dan juga bagian-
bagian lain), sangat ramai dengan hiasan. Deretan.kolom dengan pelengkung
bertingkat-tingkat menghias seluruh bagian atas dari wajah depan. Kolom-kolom
yang berfungsi sebagai hiasan tersebut silindris, langsing dan pendek, kepalanya
berpola hiasan Korinten. Dindig-dinding luar termasuk bagian depan ini dilapis
dengan marmer berwarna putih dan coklat, disusun dalam pola kotak-kotak dan
garis-garis sebagai hiasan luar.

Babtistery Pisa didirikan kemudian setelah katedral, yaitu antara 1153-


1265, dirancang oleh Dioti Salvi, terletak di sebelah utara-barat pada satu garis
sumbu membujur dari katedral. Denahnya lingkaran dengan nave di tengah
(diameter 18.30 M), dikelilingi aisle, merupakan pola tata ruang identik dengan
gereja-gereja pada jaman Kristen Awal yang berdenah melingkar.

Campanil Pisa mulai dibangun pada 1174 (masa pembangunan hampir


bersamaan dengan Babtistery) selesai pada 1271, berdasarkan rancangan Bonanno
dan Pisano. Menara lebih terkenal dengan sebutan Menara Miring karena
keadaannya miring. Penyebab kemiringan hingga sekarang masih menjadi
perdebatan, ada yang memperkirakan karena kerusakan pondasi, ada pula yang
berpendapat karena tanahnya mengalami penurunan. Campanil Pisa adalah
menara untuk lonceng gereja, yang kemudian termasyur karena kemiringan tidak
disengaja, terletak di sebelah timur-selatan katedral.

Ciri Arsitektur Romanesque Italia terlihat pada Katedral Pistoia,


dibanguna pada abad XIII. Pengaruh Pisa sangat kuat pada katedral di Pistoia
(sebuah kota di Italia utara-tengah) ini, terutama pada wajah depan yang sama
dengan penampangnya.

Ciri-ciri arsitektur bangunan penting bersejarah peninggalan jaman


Romanesque di wilayah Itali bagian selatan tidak terlalu berbeda dibanding
dengan wilayah utara, terutama dari segi denah dan dekorasinya.

Arsitektur Romanesque di Perancis

Kehidupan biara (monastic) pada abad XI di Eropa Barat termasuk di


wilayah jaman modern sekarang menjadi bagian dari Perancis berkembang sangat
pesat. Keadaan tersebut merupakan hasil dari landasan kuat didirikan oleh
kelompok-kelompok keagamaan didukung oleh para raja sehingga berpengaruh
langsung pada arsitektur dan seni. Di wilayah selatan Perancis bangunan gereja
didirikan pada masa itu, mempunyai ciri antara lain berdenah silang salib (bentuk
T/T shape) yang merupakan ciri umum dari arsitektur Romanesque.

Di Angoulême sebuah kota di selatan-barat Perancis, terdapat sebuah


katedral namanya mengambil nama kota di mana ia berada yaitu Katedral
Angoulême, dibangun antara 1105-28. Ciri khas telah disebut di atas yaitu
denahnya berbentuk T atau silang salib. (cruciform) terlihat jelas pada denah
gereja ini. Hal yang unik, berbeda dengan gereja-gereja berarsitektur Romanesque
dikemukakan di depan dari gereja ini adalah tidak mempunyai aisle. Keunikan
lain dari katedral ini adalah adanya dua kapel lateral di depan pada transept
(biasanya bagian dari sanctuary). Mulanya kedua kapel tersebut kembar, di
atasnya ada menara, namun yang sebelah kanan (selatan) hancur pada 1586.

Arsitektur Romanesque di Spanyol, Portugal dan Palestina (Abad IX-XIII).

Antara wilayah daratan Spanyol dan Portugis (disebut Semenanjung


Iberia) dan wilayah Benua Eropa lainnya dibatasi oleh Pegunungan Pirene. Oleh
karena itu, hubungan dengan wilayah di selatannya yaitu Afrika Utara relative
lebih mudah, hanya dipisahkan oleh Selat Gibraltar.

Secara alami semenanjung terbagi menjadi kawasan-kawasan terbentuk


oleh pegunungan melintang dari timur ke barat, membentuk dataran tinggi.
Kondisi geografis dan topografis wilayah ini membuat sejarah dan terkait
langsung dengan kebudayaan, wilayah ini mempunyai perkembangan yang
spesifik, agar berbeda dengan wilayah lainnya di Eropa.

Pada Jaman Pertengahan (Middle Ages), kondisi fisik-topografis wilayah


menjadi batas wilayah dan pertahanan dari kerajaan-kerajaan merdeka,
berkembang setelah Kerajaan Romawi terpecah-pecah. Keadaan seperti itu sampai
jaman modern masih terlihat dengan terpisahnya Portugis di sebelah barat dan
Spanyol di timur dan negara-negara kecil lainnya di Eropa. Pengaruh Perancis
dominan di wilayah utara semenanjung. Pengaruh Moorish di wilayah selatan
sangat kuat di wilayah semenanjung bagian tengah dan Afrika Utara. Pengaruh
tersebut berakhir pada abad XV, dengan jatuhnya kaum Muslim.

Kaum Visigotik (Visigothic) menyebrang Pegunungan Pirene dan


menguasai wilayah Semenanjung Iberia mengalahkan orang-orang Vandal dan
Suevei, pada sekitar abad III. Kekuasaan orang-orang Visigotik di wilayah Iberia
berlangsung selama tiga abad hingga orang-orang Muslim menguasai wilayah
Semenanjung Iberia hingga hampir seluruhnya pada awal abad VIII. Kekalahan
kaum muslim di Poitiers (Perancis Selatan) pada 732 membuat wilayah ini
kembali didominasi orang-orang Kristen hingga abad XIV.

Sejarah Spanyol tidak hanya mendapat pengaruh dari Perancis saja, namun
juga dengan wilayah-wilayah bertetangga melalui perkawinan antar kerajaan-
kerajaan di Itali antara lain seperti Agevins, Napoli, Sisilia juga denga orang-
orang Moors dari Afrika. Hal tersebut membuat perkembangan arsitektur di
Spanyol dan Portugis menjadi lebih bervariasi dibanding dengan berbagai tempat
di Eropa, terutama pada jaman Romanesque. Di jaman ini berkembang kota-kota
pusat pemerintahan dan budaya Kristen secara bersamaan termasuk di Porugis
seperti misalnya Castile, Leon, Navarre, Aragon.

Santigo de Compostela adalah salah satu kota bersejarah terpenting di


Spanyol, terletak di utara-barat Pantai Samudera Atlantik. Seperti pada berbagai
kota antik di Eropa, di kota lama Santiago terdapat banyak gereja, di antaranya
yang terbesar adalah gereja ini. Ciri umum arsitektur gereja Romanesque terlihat
jelas pada menara kembar dalam hal ini mengapit dinding depan dimana terdapat
pintu masuk utama. Denah menara bujur sangkar seperti kebanyakan gereja
Romanesque, atapnya piramidal.

Di wilayah Palestina, arsitektur peninggalan Jaman Romanesque, sebagian


besar berupa puri atau istana di dalam benteng yang kokoh berfungsi sebagai
pertahanan. Salah satu diantaranya adalah Château de Mer yang artinya “Puri di
laut” di Sidon di Libanon, pantai timur Laut Mediterania, didirikan pada 1228.
Saat ini tinggal reruntuhan, terbuat dari konstruksi batu dan beberapa pelengkung
model Romawi untuk pintu dan pintu gerbang. Nama sesuai dengan letak puri
dikelilingi benteng ini berada di laut, dihubungkan dengan jalan berfungsi sebagai
jembatan. Kemungkinan besar selain karena memanfaatkan lokasi dengan
pemandangan luas dan indah, juga strategis dari segi pertahanan, terlindung air
dan pengamatan ke arah luas terbuka lebih baik.
Pada wilayah pedalaman (Bukan pesisir) wilayah Palestina arsitektur
peninggalan Jaman Romanesque cenderung berupa kastel di ketinggian bukit. Di
Saone sebuah kota sekarang masuk dalam wilayah Siria, sekitar 50 Km dari pantai
timur Laut Mediterania, terdapat reruntuhan sebuah puri dikelilingi benteng,
semua bagian dalam merupakan konstruksi batu. Kastel Saone terletak di
perbukitan, sangat efektif untuk mengamati musuh karena tinggi dan terbuka.
Selain itu, musush juga mendapat kesulitan memasuki lingkungan kastel selain
oleh benteng juga ketinggian di atas perbukitan.

Romanesque di Inggris dan Skandinavia (Abad I-XII)

Kristen berkembang di Kepulauan Inggris (British Isles) sejak jaman


penjajahan Romawi. Namun pada tahun-tahun permukiman Anglo-Saxon setelah
pertengahan abad IV, baru mulai dibangun gereja-gereja besar, sedangkan di
Irlandia, pada abad V. Saint Alban martir pertama dari Inggris meninggal pada
305 dan pada 314 Bishop (Uskup) dari York, London dan Lincoln tercatat sebagai
Council dan Arles, namun pada masa itu pengaruh keagamaan di dalam arsitektur
masih belum berarti.

Lama kemudian, pada 1042, Edward anak dari raja Inggris Ethelred naik
tahta. Penaklukan Normandia pada 1066 menyatukan seluruh Inggris daratan dan
sistem feodal mulai dijalankan, kemudian menjadi sistem pemerintahan paling
efisien dibanding sistem lain yang ada di Eropa. Banyak istana dibangun pada
masa itu menandakan kemakmuran dan besarnya kekuasaan pemerintah feodal,
juga ditujukan untuk meningkatkan kewibawaan dan posisi para raja. Sekitar
gereja-gereja besar berkembang menjadi pusat perdagangan, kemudian juga
menjadi pusat pmerintahan kota. Masa-masa itulah berkembang bentuk-bentuk
arsitektur mempunyai ciri khas.

Mengenai sejarah Skandinavia pada abad-abad awal tidak banyak


diketahui, namun yang jelas kerajaan pertama berdiri adalah Denmark dan
Norwegia, yang pada tahun 1000 keduanya disatukan oleh Kerajaan Svear.
Ekspansi Viking pada abad IX di mana termasuk permukiman awal Denmark di
utara-timur Inggris. Kolonisasi Normandia dan berdirinya koloni Svear di Latvia,
semuanya membawa pengaruh pada perkembangan seluruh Eropa.

Pada 1030, Raja Kristen Norwegia Olav Haraldsson terbunuh dalam


sebuah peperangan, untuk makam dan peringatannya didirikan Katedral di
Trondheim. Selama abad XI, didirikan pusat agama Kristen didirikan berturut-
turut di wilayah Swedia utara, di Lund dan Sigtuna dan pada 1130 sebuah
keuskupan didirikan di Gamla Uppsala, sesudah penghancuran sebuah kuil
penyembah berhala (pagan), pada awal abad itu. Aliran-aliran keuskupan menjadi
unsur penting di dalam pembentukan hubungan antara Skandinavia dan Eropa.

Bangunan paling awal dari Jaman Kristen Skandinavia dibangun oleh


kelompok misionaris Frankish, dengan konstruksi dari kayu. Arsitektur kayu
berkembang dominan di Jerman dan Denmark. Pola sejarah jaman pertengahan di
Skandinavia berjalan seiring dengan konflik antara Denmark dan Swedia.
Solidaritas orang-orang Denmark menjadi berkurang dengan adanya peperangan
tuan tanah yang menjadi penguasa pada masa itu.

Kondisi politik, sosial dan ekonomi dengan adanya konflik tersebut


berpengaruh besar pada arsitektur masa itu antara lain menjadi ciri dari jamannya
yaitu akhir jaman Romanesque berbentuk “arsitektur benteng”. Puri, istana pusat-
pusat pemerintahan feodal berada dalam benteng, dengan bentuk arsitektur dan
dekorasi sangat khas.

Pada jaman Anglo-Saxon, telah disebut di atas, konstruksi utama dalam


bangunan menggunakan kayu, namun peninggalannya hampir tidak ada.
Konstruksi kayu berkembang sejalan dengan berkembangnya konstruksi kapal
yang juga dari kayu. Bangunan berkonstruksi batu mulai berkembang sekitar
pertengahan abad VII, sehingga ketergantungan terhadap kayu berkurang.
Arsitektur Romanesque di Kepulauan Inggris

Hampir semua peninggalan arsitektur Romanesque di Kepulauan Inggris


berupa gereja dan hanya sedikit yang masih dalam keadaan utuh hingga sekarang.
Salah satu gereja konstruksi batu contoh dari arsitektur jaman itu adalah Gereja S.
Lawrence di Bradford-on-avon, Inggris dibangun sekitar tahun 1000. Denah
gereja berbentuk silang salib, atap masing-masing bagian berbentuk pelana. Ciri
Romanesque pada gereja ini adalah bentuk meninggi dari dinding-dinding,
konstruksi batu. Atap sederhana berbentuk pelana, dekorasi tidak banyak, dinding
tebal kokoh juga merupakan ciri lain dari arsitektur Romanesque yang terdapat
pada gereja ini.

Sayap kiri-kanan sudah runtuh saat ini, untuk menjaga agar bagian utama
yang berdinding tinggi tidak runtuh ditahan dengan dua pilaster, masing-masing
cukup tebal mengapit sebuah pintu berbentuk pelengkung.

Gereja All Saints, Earls Barton dibangun sekitar akhir abad IX dan X,saat
ini hanya tinggal menaranya saja. Keberadaan menara tinggi dengan mahkota
berupa bettlement, merupakan salah satu ciri sangat khas dari Arsitektur
Romanesque. Kemungkinan besar konstruksi semacam ini terbentuk oleh
lingkungan di dalam dinding benteng, sehingga cenderung membuat bangunan
meninggi. Selain agar mudah terlihat dari mana-mana, menjadi tanda lingkungan
(landmark), dahulu arsitektur seperti ini juga berfungsi sebagai menara
pengawas, untuk melihat jauh. Dinding tebal, kokoh dan kuat juga merupakan
salah satu ciri utama dari arsitektur Romanesque, dalam hal ini dihias dengan
garis-garis pliaster tipis vertical, horizontal dan silang. Hiasan semcam itu
terdapat pada konstruksi kayu sebagai kerangka. Kemungkinan besar bentuk
tersebut merupakan hasil dari inspirasi konstruksi kayu. Telah disebut di atas
konstruksi kayu cukup dominan pada jaman sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sumalyo, Yulianto. 2014. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Anda mungkin juga menyukai