PENDAHULUAN
Untuk mengetahui sakit apa yang kita alami, umumnya dokter akan
menghitung kadar eosinofil dalam tubuh. Eosinofil adalah sel darah putih didalam
tubuh, kadar eosinofil yang normal 0-450 eosinofil per milimeter darah. Sel ini
memiliki banyak fungsi, antara lain membasmi bakteri dan parasit, dan
mengendalikan sistem tubuh. Kadar eosinofil yang normal bisa nol atau tidak
sama sekali. Biasanya, apabila baru sekali melakukan tes darah ini dan
menemukan jenis sel darah putih rendah, biasanya belum tentu mengindikasikan
adanya masalah.
1
rendah di pagi hari dan akan mencapai kadar tertingginya di malam hari. Namun,
apabila seluruh jenis sel darah putih terhitung rendah, mungkin patut waspada
sebab hal itu bisa menjadi penanda adanya masalah dengan susum tulang.
Tingkat eosinofil tinggi berkisar antara 500 dan 1.500 per mikroliter darah.
Ketika kadar eosin dalam tubuh menjadi tinggi, kondisi ini dikenal dengangan
eosinophilia. Eosinophilia adalah sel darah putih yang berperan dalam sistem
kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa infeksi pada
makhluk vertebrata. Munculnya alergi disebabkan oleh paparan terhadap alergen,
yaitu unsur asing yang secara keliru dianggap berbahaya oleh sistem kekebalan
tubuh, sehingga jika terpapar bisa mengakibatkan reaksi alergi. Pemeriksaan bisa
dilakukan dipuskesmas, kelinik, rumah sakit, atau lab kesehatan. Dengan cara
pengambilan sample darah dari lengan yang nantinya akan diperiksa. Hal tersebut
juga merupakan salah satu alasan penting untuk melakukan pemeriksaan eosinofil
pada pasien alergi. Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan pemeriksaan
untuk mengetahui gambaran pemeriksaan diff eosinofil pada pasien alergi.
Pemeriksaan eosinofil bisa dilakukan memakai alat manual dan juga bisa
diperiksa dengan alat otomatis.
2
1.2 Tujuan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alergi
2.1.1 Definisi
4
yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit alergi adalah pegagan
(centella asiatica).
Gejala alergi pada tiap orang berbeda, bisa ringan atau berat.
Gejala bisa berupa bersin-bersin, hidung berair, mata memerah dan
gatal, ruam kulit yang terasa gatal, hingga sesak napas.
5
munculnya gejala tersebut, serta melakukan pemeriksaan fisik. Dokter
juga dapat melakukan tes pada kulit serta tes darah pada penderita untuk
membuktikan terjadinya reaksi alergi.
6
makanan tidak terdegradasi sempurna oleh enzim pencernaan kemudian
menimbulkan hipersensitivitas( Kay AB, 2014)
7
meninggikan sekresi mukosa lambung dan bila penglepasan histamin
terjadi sistemik maka aktivitas otot polos usus dapat meningkat
menyebabkan diare dan hipermotilitas. Newly synthesized mediator terdiri
dari leukotrien, prostaglandin dan tromboksan. Leukotrien dapat
menimbulkan efek kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas dan
sekresi mukus. Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi otot polos
dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1
dan E2 secara langsung menyebabkan dilatasi otot polos bronkus.
Eosinophyl chemotacting factor-anaphylazsis (ECF-A) dilepaskan segera
waktu degranlasi. ECF-A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi alergi
untuk memecah kompleks antigen-antibodi dan menghalangi aksi newly
synthesized mediator dan histamin. Plateletes Activating Factor (PAF)
menyebabkan bronkokonstriksi dan meninggikan permeabilitas pembuluh
darah. PAF juga mengaktifkan faktor XII yang akan menginduksi
pembuatan bradikinin. Bradikinin dapat menyebabkan kontraksi otot
bronkus dan vaskular secara lambat, lama dan hebat. Serotonin tidak
ditemukan dalam sel mast manusia tetapi dalam trombosit dan dilepaskan
waktu agregasi trombosit yang juga akan menyebabkan kontraksi otot
bronkus tapi hanya sebentar.
8
Fase ini dimulai pada 2-6 jam setelah paparan alergen dan
puncaknya setelah 6-9 jam. Mediator inflamasi akan menginduksi sel imun
seperti basofil, eosinofil dan monosit bermigrasi ke tempat kontak dengan
paparan alergen. Selsel tersebut akan mengeluarkan substansi inflamasi
spesifik yang menyebabkan aktivitas imun berkepanjangan serta kerusakan
jaringan.
9
yang tidak menimbulkan reaksi apa-apa terhadap orang lain. Zat tersebut
pada penderita alergi menjadi alergen. Sistem imun akan menganggap
benda-benda pemicu alergi atau alergen tersebut sebagai zat berbahaya,
sehingga sistem kekebalan tubuh akan bereaksi dan menimbulkan reaksi
alergi. Seseorang lebih mudah mengalami alergi jika ada anggota
keluarganya yang memiliki alergi, meski jenis alerginya tidak selalu sama.
Faktor lingkungan juga dapat memengaruhi risiko alergi. Menurut
penelitian, makin lama dan sering seseorang terkena alergen tertentu, maka
risikonya untuk memiliki alergi akan makin tinggi.
10
2.2 Leukosit
11
2.2.1 jenis-jenis leukosit
1. Netrofil
a. Netrofil segmen
b. Netrofil batang
12
(eosin) dan warna basa (metilen biru), sedang pada granula menghasilkan
warna ungu atau merahmuda yang samar (Nugraha,2015).
Basofil adalah jenis sel darahh putih. Basofil adalah yang paling
umum dari granulosit, mewakili sekitar 0,5 hingga 1% dari sel darah putih
yang beredar. Namun mereka adalah serta dalam pembentukan penyakit
alergi akut dan kronis, termasuk anafillaksis, asma, dermatitis atopik dan
demam. Mereka juga menghasilkan senyawa yang mengoordinasikan
respon imun, termasuk histamin dan serotonin yang menyebabkan
13
peradangan, heparin yang mencegah pembekuan darah, meskipun ada
lebih sedeikit dari yang ditemukan pada butiran sel mast. Dulu dianggap
bahwa basofil yang telah berimigrasi dari darah kejaringan residen mereka
(jaringan ikat) dikenal sebagai jaringan mast, tetapi ini tidak lagi dianggap
sebagai kasus.
2. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumblahnya yaitu kira-
kira kurang dari 2% dari jumblah keseluruhan leukosit. Sel ini memiliki ukuran
sekitar 14ul, granula memiliki ukuran bervariasi dengan susunan tidak teratur
hingga menutuoi nukleas dan bersifat azofilik sehingga berwarna gelap jika
dilakukan pewarnaan giensa. Basofil memiliki granula kasar berwarna ungu atau
biru tua dan sering kali menutupi inti sel, dan bersegmen. Warna kebiruan
disebabkan karena banyaknya granula yang berisi histamin, yaitu sewatu senyawa
amina biogenik yang merupakan metabolit dari asam amino histidin. Basofil
jarang ditemukan dalam darah normal. Selama peroses peradangan akan
menghasilkan senyawa heparin, histamin, bradikinin, dan serotonin. Basofil
berperan dalam reaksi hipersensifitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E
(IgE).
14
3. Monosit
15
4. Limfosit
16
2.3 EOSINOFIL
2.3.1 Pengertian Eosinofil
17
yang dikeluarkan oleh parasit. Masa hidup eosinofil lebih lama dari
netrofil yaitu sekitar 8-12 jam. (kiswari,2014).
saat cek darah untuk mendeteksi sakit apa yang anda alami,
umumnya dokter akan menghitung kadar eosinofil dalam tubuh. Eosinofil
adalah sel darah yang bisa menjadi penentu sakit atau tidaknya, serta
keberadaan infeksi virus atau bakteri ditubuh. Kadar eosinofil yang normal
bisa nol atau tidak ada sama sekali melakukan tes darah ini dan
menemukan bahwa jenis sel darah putih yang ini rendah, biasanya belum
18
mengindikasi adanya masalah. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan
yang menyebabkan kadar sel darah putih ini menjadi rendah. Kondisi ini
disebut dengan eosinopenia. Eosinopenia salah satunya bisa disebabkan
karena mabuk atau terlalu banyak mengkonsumsi obat steroid. Kelebihan
produksi kortisol dalam tubuh juga dapat menahan sistem kekebalan tubuh
dan menyebabkan eosinopenia. Rendahnya jumblah eosinofil mungkin
juga dapat disebabkan oleh perubahan waktu. Misalnya saja, dalam
kondisi normal dan sehat, eosinofil akan memiliki jumlah yang paling
rendah dipagi hari dan akan mencapai kadar tertingginya dimalam hari.
Untuk melakukan tes darah ini, tidak harus ada persiapan khusus. Namun
baiknya katakan pada dokter jika anda mengkonsumsi obat jenis apapun.
Terlebih jika anda mengkonsumsi obat pengencer darah. Dokter mungkin
akan menyarankan untuk berhenti minum obat tertentu. Tes darah ini
umumnya bisa dilakukan dipuskesmas, rumah sakit, klinik, atau lab
kehatan. Nantinya dokter akan mengambil sample darah dari lengan.
Setelah mengambil cukup banyak darah, kemudian sample darah tersebut
dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. pemeriksaan eosinlakukan dengan
cara manual dan otomatis
CARA MANUAL:
Cara kerja :
a) Pipet larutan von dungern sebanyak 180ul dan sample darah
sebanyak 20ul.
b) Homogenkan dan istilah kamar hitung lalu tunggu 15 menit.
c) Hitung eosinofil pada semua kotak di bawah mikroskop
pergitungan : semua kotak x 11. Nilai normal 50-300/ul.
Darah. Pengencerannya 10 kali
19
CARA OTOMATIS
20
2.3.5 faktor-faktor yang mempengaruhi kadar eosinofil pada darah
Kadar normal eosinofil dalam tubuh adalah 350 sel eosinofil tiap
mikrofilter darah. Atau 0,0%-0,6% pada pemeriksaan hitung jenis
(differential count), namun rentang normal ini bervariasi antara beberapa
laboratorium. Kondisi saat kadar eosinofil lebih tinggi dari normal disebut
eosinofilia, yang mengindikasikan adanya reaksi alergi, kanker, ataupun
infeksi parasit. Orang dewasa disebut mengalami eosinofilia saat kadar
eosinofilnya lebih dari 500 per mikroliter darah.
a. Eksim.
b. Asma.
c. Alergi.
d. Scarlett Fever.
e. Lupus
f. Leukemia.
g. Kolitis ulserativa.
h. Penyakit crohn.
i. Peradangan kandung empedu.
j. Sindrom Hipereosinfilia.
k. Lymphatic filariasis.
l. Kanker ovarium, kanker paru, atau pun kanker lambung.
m. Infeksi cacing atau Trichinosis.
21
n. Penyakit yang menyerang jaringan penghubung: sindrom
Chrug, eosinophilic fasciitis, polyarteritis nodosa.
o. Rheumatoid arthritis.
p. Sindrom myalgia eosinophilia.
q. Emboli kolesterol.
22
23
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 METODE
Adapun metode yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah otometik optik.
3.2 TUJUAN
3.3 PRINSIP
Prinsip dari alat ini adalah “flow cytometry (FCM) semikonduktor. Laser semi
konduktor, Metode pewarna kimia, metode imdansi saluran bashopil
independen untuk WBC, RBC, PLT menghitung reagen bebas sianida untuk
hemoglobin.
3.4 Alat-alat
3.5 Bahan
24
2. Cara melakukan KALIBRASI
a) DARI MENU CALIBRASI CALIBRATION FACTOR
b) Ubah faktor sesuai dengan parameter mana yang ketinggian atau
kerendahan.
3. Cara Menjalankan Sample :
a) MENU WORK LIST NEW MASUKAN ID
pasien, nama pasien dan sebagai nya.
b) Lalu chek SAVE Lalu klick NEW untuk pasien berikutnya,
c) Jika sudah selesai lalu klick RUN untuk menjalankannya.
d) Masukan sample pada probe penghisapan, lalu tekan tombol START
(Aspiration).
4. Cara Mematikan Alat :
a) Dari MENU SHUTDOWN Tunggu hingga alat selesai
melakukan shutdown, lalu Click YES.
b) Matikan power swicth warna hijau pada ANALYZER.
c) SHUTDOWN komputer.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Jenis Kadar
No Nama Umur
Kelamin Eosinofil
1. Tn. Lb 40 th L 10%
2. Tn. Za 45 th L 4%
3. Ny. St 30 th P 9%
4. Tn. Sa 50 th L 7%
5. Ny. Ma 34 th P 9%
6. Ny. Wa 40 th P 10%
7. Ny. Za 33 th P 2%
8. By. Ny. Av 4 bln L 10%
9. Ny. Ea 37 th P 2%
Nilai normal
10. Tn. An 63 th L 6%
eosinofil :
11. Ny. Sa 54 th P 5%
0–4
12. Nn. Nurul 17 th P 5%
13. An. Ra 4 th P 3%
14. Ny. Aa 39 th P 8%
15. Ny. Wa 44 th P 7%
16. Ny. Di 51 th P 10%
17. An. Fa 5 th L 5%
18. Ny. As 47 th P 8%
19. An. Ha 9 th P 7%
20. By. Ny. Sk 8 bln L 6%
Table 4.1 : hasil eosinofil pada pasien alergi
26
DATA HASIL PEMERIKSAAN EOSINOFIL PADA
PASIEN ALERGI
Tinggi
40% Rendah
60%
4.2 Pembahasan
Pasien yang menjadi objek penelitian saya merupakan pasien
alergi. Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap
benda tertentu.Untuk mengetahui tingkat keparahan alergi dokter akan
meminta pemeriksaan paket, salah satunya pemeriksaan eosinofil.eosinofil
adalah sel darah putih dari kategori garanulosit yang berperan dalam
sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa
infeksi pada makhluk vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang,
eosinofil juga ikut mengendalikan mekanisme alergi. Eosinofil terbentuk
pada proses haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang sebelum
bermigrasi kedalam sirkulasi darah. Hasil pemeriksaan eosinofil pada
pasien alergi yang saya lakukan di RS. Medika Dramaga Bogor, yaitu
sebanyak 20 pasien, 60% diantaranya memiliki kadar eosinofil tinggi dan
40% lainnya memiliki kadar yang rendah. Pasien alergi yang menunjukan
kadar eosinofil tinggi menandakan adanya infeksi pada sistem kekebalan
tubuh akibat alergen. sedangkan pasien dengan nilai eosinofil normal
berkisaran 0-4% cenderung menandakan sistem kekebalan tubuh berjalan
dengan normal. Hasil tersebut merupakan penelitian yang saya lakukan
dalam rentan waktu 2 bulan yaitu ( 15 juli 2019 – 13 september 2019 ).
27
28
BAB V
5.1 Simpulan
5.2 Saran
1. Disarankan kepada penderita alergi agar melakukan hal berikut ;
a) Kenakan pakaian tertutup atau mengoleskan losion penolak
serangga saat bepergian.
b) Hindari memakai parfum yang bisa menarik perhatian serangga.
c) Gunakan masker saat keluar rumah.
d) Bersihkan rumah secara rutin, terutama ruangan yang sering
digunakan, seperti kamar tidur serta ruang keluarga, agar terhindar
dari tungau debu.
e) Hindari penggunaan kemoceng karena dapat menyebarkan alergen.
f) Bersihkan permukaan perabotan dengan kain bersih yang dibasahi
air atau cairan pembersih atau gunakan alat penyedot debu.
g) Buka jendela atau pintu agar sirkulasi udara lebih lancar sehingga
ruangan tidak terasa
h) Tempatkan hewan peliharaan di luar rumah atau di satu ruangan
tertentu saja.
i) Mandikan hewan peliharaan seminggu sekali dan bersihkan
kandangnya secara rutin.
j) Catat jenis makanan yang kemungkinan menjadi sumber alergi
sehingga dapat dihindari.
k) Baca label kemasan untuk mengetahui bahan-bahan yang
digunakan sebelum membeli makanan.
29
l) Bersihkan dapur agar terhindar dari lumut, terutama tempat cuci
piring dan cuci pakaian.
m) Jangan menjemur pakaian di dalam rumah.
30
LAMPIRAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Antonius HP, Badriul H, Setyo H, Nikmah SI, Ellen PG, Eva DH. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI; 2015
Martien LK, Catharien MUH, Tineke CMT, van der Pouw K, Eddy AW,
Pawel K. Atopic Allergy: A Failure of Antigen-Presenting Cells to Properly
Polarize Helper T Cells?. Am J Respir Crit Care Med [Internet]. 2014 [cited
2014 October 15]:162 ppS76-S80.
Scurlock AM, Lee LA, Burks AW. Food allergy in children. Immunol Allergy
Clin N Am [Internet]. 2014 [cited 2014 October 2];25:369-88
32
Res [Internet]. 2015 [cited 2014 October 15]; 15(Suppl. IV):227-232.
Wahn U, von Mutius E. Childhood risk factors for atopy and the importance
of early intervention. J Allergy Clin Immunol [Internet]. 2016 Apr [cited 2014
October 15];107(4):567-74.
Wardlaw, G.M. & Jeffrey, S. H. 2007. Perspectives in Nutrition. Seventh Edition.
Mc Graw Hill Companies Inc, New York.
World Health Organization. Prevention of Allergy and Allergic Asthma.
Geneva: WHO; 2014
33