Anda di halaman 1dari 8

1

POTRET INDONESIA KECIL

Oleh : Afrizal Harun

Indonesia merupakan negara kepulauan, memiliki keberagaman budaya,


ras, suku bangsa, ideologi politik, ekonomi, kepercayaan, agama, termasuk juga
bahasa. Keragaman ini pada dasarnya menjadi entitas, sekaligus jati diri bangsa
Indonesia semenjak kemerdekaan pada tahun 1945, kemudian diikat dalam moto
atau semboyan bangsa Indonesia yang ditulis dalam lambang negara Indonesia,
Garuda Pancasila yaitu Bhineka Tunggal Ika, berarti “Berbeda-beda tetapi tetap
satu”. Tentu saja, moto atau semboyan ini menjadi cermin bagi bangsa Indonesia
untuk bersikap, bertindak, dan berperilaku di dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh di dalam melihat keberagaman budaya, ras, suku
bangsa, ideologi politik, ekonomi, kepercayaan, agama, termasuk juga bahasa,
adalah pengalaman yang saya alami bersama istri tinggal selama empat tahun di
Komplek Perumahan Tower Hills Desa Plesungan, Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar-Jawa Tengah (disingkat dengan Tower Hills). Tentu saja,
masih banyak contoh-contoh lain yang lebih komprehensif dalam mencermasi
potret Indonesia kecil yang sangat beragam.
Perumahan Tower Hills terletak di RT III, diapit oleh komunitas Lemah
Putih yang pernah di kelola oleh Prapto Suryadarmo (alm), Taman Lemah Putih,
dan Studio Plesungan yang dikelola oleh Melati Suryadarmo. Komplek tersebut,
diisi lebih kurang sekitar empat puluh Kepala Keluarga dengan berbagai profesi,
budaya, bahkan agama yang dianut. Selama empat tahun tinggal bersama istri di
kompleks tersebut, kebersamaan adalah kunci utama, sehingga tercipta suasana
yang kondusif, termasuk juga kemampuan dalam menerima perbedaan cara
pandang dalam beragama, kepercayaan, gaya hidup, adat istiadat, dan lain-lain.
Kebersamaan ini diikat melalui Paguyuban warga Tower Hills. Tentu saja, situasi
ini menjadi ruang kontemplasi untuk melihat potret Indonesia yang ideal dan
seharusnya.
2

Berbagai konflik yang terjadi di Indonesia, bertolak pada isu suku, ras,
agama, dan antar golongan (SARA) sebagai pemantik intoleransi, dapat memecah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penyerangan rumah ibadah,
pelanggaran HAM, konflik agama di Ambon, konflik antaretnis di Kabupaten
Sambas dan Sampit, deskriminasi terhadap etnis minoritas, kerusuhan di Poso,
merupakan beberapa contoh kasus intoleransi yang pernah terjadi di Indonesia.
Berbagai konflik yang mengarah pada intoleransi di Indonesia, tentu saja merusak
esensi atas moto atau semboyan Bhinka Tunggal Ika yang menghargai
kemajemukan, heterogenitas dalam kehidupan berbangsa.
Beberapa konflik yang mengarah pada isu SARA di atas, tidak saya
temukan selama menetap di Perumahan Tower Hills tersebut. Kehidupan
bertetangga dengan agama, keyakinan berbeda-beda memperlihatkan aktivitas
kehidupan yang saling menjaga satu sama lain, dan saling berdampingan.
Menghargai perbedaan, secara tidak langsung tercipta dengan sendirinya di
perumahan tersebut. Menjadi potret yang biasa disaat Natal, masing-masing warga
mengucapkan selamat Natal kepada penganut Kristiani, termasuk juga di saat Hari
Raya Imlek, Nyepi, Waisak, Idul Fitri, dan Idul Adha, juga memberikan ucapan
selamat antara agama satu dengan agama yang lain. Tidak ada yang alergi di
dalam menyampaikan ucapan selamat terhadap hari besar di Perumahan Tower
Hills.
Akhir Desember tahun 2015, merupakan momen bersejarah bagi saya dan
istri pertama kali datang kota Solo-Surakarta setelah menikah. Menetap sementara
untuk menjalani Studi S3 di Pascasarjana ISI Surakarta, sementara istri
melanjutkan studi S2 di Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Perjalanan kami, tentu saja dihadapkan pada situasi yang unik. Berangkat dari
Bandara Internasional Minang Kabau (BIM), transit di Batam. Mengingat ada
persoalan teknis, akhirnya terjadi penundaan keberangkatan pesawat Lion Air
menuju Solo. Akhirnya, kami diinapkan di salah satu Hotel di Kota Batam. Besok
paginya, kami di jemput ke Hotel melanjutkan penerbangan dari Bandara Hang
Nadim Batam ke Bandara Adi Soemarmo Boyolali Jawa Tengah.
3

Pertemuan Warga Perumahan Tower Hills


Tradisi yang terus dilaksanakan oleh warga perumahan Tower Hills adalah
pertemuan yang dilaksanakan di minggu pertama setiap bulannya. Pertemuan ini
bertujuan untuk silaturahmi sesama warga perumahan, saling mengenal satu sama
lain, termasuk juga menjadi ruang berkumpul untuk berdiskusi sekaligus
mencarikan solusi atas persoalan yang dialami warga di dalam perumahan. Di
samping itu, hal yang menarik lainnya adalah program Arisan Pagayuban menjadi
salah satu daya tarik dan mengikat relasi warga.
Pertemuan ini dilakukan secara bergilir di masing-masing rumah warga,
sehingga tuan rumah tentu saja mempersiapkan segala kebutuhan seperti tikar,
aneka makanan dan minuman, termasuk snack kotak yang dibawa untuk pulang.
Dana konsumsi, diambilkan dari iuran warga yang pungut setiap bulannya.
Pertemuan ini pada dasarnya juga dilakukan secara fleksibel, tergantung kesiapan
pemilik rumah di dalam mempersiapkannya. Apabila kondisi rumah tidak
memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat pertemuan, dengan berbagai
alasan dan pertimbangan maka pertemuan dapat dilaksanakan di halaman rumah,
lapangan terbuka, angkringan, maupun di café.
Pertemuan warga tentu saja dibuka oleh Sekretaris Paguyuban, sambutan
oleh Ketua Paguyuban, kemudian membentangkan tentang kondisi kas keuangan
warga yang terdiri atas uang keamanan, dana sampah, dan dana sosial yang
dijelaskan secara transparan. Agenda selanjutnya adalah mendiskusikan tentang
berbagai persoalan yang dialami warga, misalnya tentang regulasi sampah, air,
kinerja tim keamanan, tamu perumahan, rencana kerja bakti, kondisi penerangan
perumahan, dan lain-lain. Diskusi ini dilakukan dengan santai, terkadang dipenuhi
kelakar, canda tawa, tetapi poin yang dibahas tetap dicarikan langkah solusi
dengan serius dan konkret.

Kerja Bakti
Kerja bakti merupakan program wajib yang dilakukan warga perumahan
setiap bulannya. Tentu saja, kesepakatan jadwal kerja bakti ini ditentukan disaat
pertemuan warga. Manfaat dilaksanakan kerja bakti ini adalah terciptanya
4

kesadaran warga terhadap pentingnya menjaga kebersihan di sekitar perumahan,


termasuk juga kebersihan di area RT III Desa Plesungan itu sendiri. Sehingga,
kerja bakti warga Perumahan Tower Hills dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu
(1) kerja bakti internal warga perumahan, dan (2) kerja bakti eksternal bersama
masyarakat RT III, Desa Plesungan.

1. Kerja Bakti Internal Warga Perumahan


Kerja bakti internal ini dilaksananan sekali dalam satu bulan. Kegiatan ini
biasanya dimulai sekitar pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB,
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi area perumahan yang dibersihkan.
Setelah membersihkan rumah masing-masing, warga berkumpul di area taman
komplek. Ketua Paguyuban atau Sekretaris memberikan arahan terkait tentang
area arau lokasi mana saja yang dibersihkan. Kegiatan kerja bakti yang pernah
saya ikuti bersama warga perumahan Tower Hills adalah membersihkan rumput di
area komplek, membuat tanggul, pemasangan CCTV, pemasangan lampu
penerangan perumahan, termasuk juga melakukan pengecatan di beberapa titik
dinding yang dipandang sudah mulai pudar karena lembab atau karena sinar
matahari.
Tentu saja, hal yang ditunggu di masa kerja bakti ini adalah aneka
gorengan, roti, cake, termasuk minuman dingin yang dihidangkan oleh kelompok
ibu-ibu. Kerja bakti yang didominasi oleh bapak-bapak ini, dilakukan dengan
santai, bekerja sembari ngobrol, bahkan selalu diisi oleh kelakar yang tentunya
memantik canda tawa disaat bekerja. Jam istirahat dimanfaatkan warga untuk
mencicipi konsumsi yang telah disediakan, hal ini tentu saja menjadi momen yang
ditunggu oleh bapak-bapak untuk mengobrol lebih intens, sembari menghisap
beberapa batang rokok. Tidak terasa, waktu kerja bakti di dalam undangan telah
melebihi waktu yang telah ditentukan. Aktivitas kerja bakti bersama warga
perumahan Tower Hills ini, merupakan momen penting dan pengalaman berharga
yang masih saya kenang sampai saat ini.
5

2. Kerja Bakti Eksternal bersama Masyarakat RT III, Desa Plesungan


Kerja bakti dalam konteks keterlibatan warga perumahan Tower Hills
dengan kerja bakti yang dilaksanakan oleh masyarakat RT III, Desa Plesungan
pada dasarnya bertujuan untuk menjalin relasi antara warga perumahan dengan
masyarakat sekitar. Mengingat, warga perumahan Tower Hills mayoritas
merupakan pendatang, dengan latar belakang budaya, etnisitas, dan agama yang
berbeda, mampu berbaur secara baik dengan masyarakat. Saya belum ada
menemukan kasus yang berkaitan dengan bahasa atau perilaku yang
mencerminkan tindakan rasialisme, maupun bentuk intoleransi. Artinya,
masyarakat Desa Plesungan terlihat terbuka, menerima kehadiran warga
Perumahan Tower Hills sebagai bagian dari warga RT III, Desa Plesungan
tersebut.
Beberapa kegiatan yang pernah diikuti oleh warga perumahan Tower Hills
bersama masyarakat RT III, Desa Plesungan yaitu memperbaiki, sekaligus
membersihkan saluran air, memperbaiki jalan utama, termasuk pemasangan
tanggul saluran air di area desa Plesungan. Momen yang persis sama dengan kerja
bakti internal warga perumahan Tower Hills adalah disaat suguhan mendoan
tempe, tahu, bakwan, agar-agar, kerupuk, roti, termasuk juga minuman dingin
berupa es the manis. Di sela-sela waktu istirahat, dimanfaatkan warga untuk saling
berinteraksi, mengobrol dengan masyarakat RT III Desa Plesungan. Tentu saja
mereka bercerita, berkelakar dengan bahasa Jawa, bercampur dengan bahasa
Indonesia. Bertolak dari obrolan warga perumahan Tower Hills dengan
masyarakat RT III Desa Plesungan ini, secara tidak langsung saya yang notabene
berasal dari budaya Minangkabau, banyak mendapatkan pembelajaran tentang
filosofi hidup orang Jawa, termasuk juga memaknai bahasa yang digunakannya.

Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia


Empat tahun tinggal di Perumahan Tower Hills, artinya sudah empat kali
Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang saya lewati bersama istri di
perumahan tersebut. Merespons peringatan hari kemerdekaan ini, warga atas nama
paguyuban melaksanakan pertemuan khusus membahas program apa saja yang
6

akan digulirkan di dalam pertemuan tersebut. Terdapat tiga program inti sebagai
bentuk respons atas peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu (1)
Malam Tirakatan, (2) Layar Tancap film bertema sejarah, dan (3) Rangkaian
Lomba.

1. Malam Tirakatan
Malam Tirakatan merupakan program inti dalam peringatan Hari
Kemerdekaan Republik Indonesia, dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atas
kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia terhadap kolonialisme
Belanda. Bentuk rasa syukur ini, tentu saja diimplementasikan dengan bentuk
yang berbeda di beberapa wilayah di Indonesia. Kebetulan, istilah Malam
Tirakatan ini baru saya ketahui saat menghadiri pertemuan pertama kali, bersama
warga perumahan Tower Hills.
Wujud rasa syukur ini diwujudkan keterlibatan warga untuk berkumpul di
lapangan terbuka, sembari membawa makanan dari rumah masing-masing untuk
dimakan secara bersama. Hal lain yang menarik adalah disediakannya tumpeng,
dihiasi bendera merah putih berukuran kecil di atasnya. Warga, terdiri dari anak-
anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, termasuk mengundang pejabat desa, dan
masyarakat berkumpul di lapangan terbuka taman Tower Hills. Rangkaian acara
dalam Malam Tirakatan ini terdiri atas sambutan dari Ketua Paguyuban
Perumahan Tower Hills, sambutan sekaligus refleksi kemerdekaan oleh Ketua RT,
pembacaan doa, pemotongan tumpeng, penyerahan hadiah lomba 17 Agustusan,
dan terakhir adalah makan bersama.

2. Layar Tancap film bertema sejarah


Pemutaran film bertema sejarah, berkaitan dengan perjuangan bangsa
Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda bertujuan untuk memberikan ruang
edukasi kepada generasi muda, termasuk anak-anak, tentang nilai-nilai perjuangan
dalam meraih kemerdekaan, memperkenalkan tokoh-tokoh sejarah penting yang
dipandang berpengaruh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia, tentu saja
tujuan lainnya adalah sebagai ruang hiburan bagi warga Perumahan Tower Hills
7

dan masyarakat RT III Desa Plesungan, untuk berbaur satu sama lain,
menyaksikan penayangan film bertema sejarah tersebut. Beberapa judul film yang
ditayangkan adalah Janur Kuning, Jenderal Soedirman, dan Soekarno: Indonesia
Merdeka.

3. Rangkaian Lomba 17 Agustusan


Kebersamaan juga diwujudkan melalui rangkaian lomba 17 Agustusan,
terdiri atas lomba yang diikuti oleh anak-anak, seperti (1) lomba makan kerupuk,
(2) lomba tepuk air dalam plastik, (3) lomba memasukkan pensil dalam botol, dan
(4) lomba bawa kelerang dengan sendok, dan lomba yang diikuti oleh bapak-
bapak, dan ibu-ibu seperti (1) main bola pakai daster, (2) main bola volly plastik,
dan (3) lomba merias wajah berpasangan. Semua rangkaian lomba tersebut, pada
dasarnya bertujuan untuk memperkuat semangat kebersamaan warga perumahan
Tower Hills.

Penyembelihan Hewan Qurban di Hari Raya Idul Adha


Hal unik yang kami temukan selama tinggal di perumahan Tower Hills
adalah disaat Hari Raya Idul Adha, dengan salah satu programnya adalah
penyembelihan hewan qurban berupa sapi dan kambing. Warga perumahan Tower
Hills yang memiliki latar belakang agama berbeda, seperti Islam, Kong Hu Cu,
Budha, Kristen, tanpa diminta ikut berpartisipasi bergabung dengan masyarakat
RT III Desa Plesungan untuk melakukan penyembelihan hewan qurban, kecuali
warga yang beragama Hindu tidak ikut terlibat dalam penyembelihan ini,
mengingat sapi merupakan hewan suci yang mereka sembah. Bagi pemeluk
agama Hindu, sapi merupakan wujud reinkarnasi Dewa Krisna.
Setelah penyembelihan dilakukan, warga juga terlibat mengumpulkan
potongan hewan qurban untuk dibagikan kepada masyarakat dengan cara
memasukkannya ke dalam kantong plastik. Tentu saja, semua warga perumahan
Tower Hills juga mendapatkan bagian dari hewan qurban ini. Warga yang
dipercaya sebagai panitia penyembelihan ini, kemudian menyerahkan kantong
plastik berisi hewan qurban kepada masing-masing kepala keluarga di Perumahan
8

Tower Hills. Semangat kebersamaan warga Perumahan Tower Hills disaat Hari
Raya Idul Adha. Seperti biasa, beberapa bapak-bapak berkumpul di taman
perumahan melaksanakan aktivitas ronda, sekaligus melakukan bakar sate hewan
qurban. Kegiatan ini, selalu dilakukan setiap tahunnya. Saya juga ikut bergabung
dengan mereka, menikmati sate daging qurban, mengobrol, menghisap beberapa
batang rokok, sampai akhirnya larut malam menyapa kami untuk kembali ke
rumah masing-masing.

Belajar dari Indonesia Kecil bernama Tower Hills


Tulisan ini hadir, tentu saja berdasarkan amatan saya di dalam melihat
situasi Indonesia dengan berbagai persoalan intoleransi yang menggerogoti
semangat berbangsa dan bernegara. Tentu saja, kita mengharapkan kondisi
Indonesia ideal yang betul-betul menjalankan empat pilar kebangsaan, yaitu
Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka
Tunggal Ika. Bukan berarti bangsa Indonesia belum menjalankan amanat empat
pilar ini, tetapi belum secara keseluruhan dapat diwujudkan dengan baik.
Mengingat, warga negara maupun beberapa kelompok yang tidak bersepakat
dengan empat pilar ini, tentu saja menjadi penghambat demokrasi, kemajemukan,
dan heterogenitas yang harus dijaga dan dirawat oleh bangsa Indonesia.
Perumahan Tower Hills, hanya salah satu contoh dari amatan dan
pengalaman saya bersama istri selama empat tahun tinggal, berbaur, berinteraksi
dengan warganya. Tentu saja, jalan yang kami tempuh tidak melulu manis untuk
mengerti tentang budaya yang berbeda, agama dan kepercayaan yang berbeda,
termasuk bahasa yang juga berbeda. Semua itu, kami pelajari secara baik untuk
lebih mengerti dan memahami betapa indonesia memiliki khasanah budaya, etnis,
bahasa, gaya hidup, agama yang kaya. Akhirnya, saya dan istri tidak lagi
mempersoalkan dari mana anda berasal, apa agama yang anda anut, tetapi yang
lebih penting adalah bagaimana anda menjadi manusia, yang benar-benar
menghargai manusia lainnya di sekitar anda.

Anda mungkin juga menyukai