Anda di halaman 1dari 14

PARABOLIC DRAMA: PENYANGKALAN TEORITIK

TERHADAP TEATER ABSURD


Susandro, Afrizal Harun
Prodi Seni Teater, Institut Seni Budaya Indonesia Aceh, Indonesia
Prodi Seni Teater, Institut Seni Indonesia Padangpanjang, Indonesia
Email: redaksiMAPJ@gmail.com, No. Hp: 081234254702

ABSTRACT
Samuel Beckett's Waiting for Godot is one of the dramas that Martin
Esslin calls the Absurd Theater. Furthermore, For Esslin, Theater of the Absurd is
not only a term but a theater theory to know conventions and understand the
meaning of a drama. In this way, Esslin puts the Absurd Theater into the
trajectory of the development of the world's theater arts style, as well as leading
the reader or audience to a perception that the life or routine that humans live
in is meaningless, pointless and futile.
However, the Theater of the Absurd, in the view of Michael Y. Bennett, a
term that is supported by unstructured and abstract concepts. Therefore, it is
necessary to develop an alternative, a term which he calls Parabolic Drama. A
more structured term in understanding Waiting for Godot and other dramas that
contain parallel philosophical values. This article tries to explain the dialectic of
the two theater theories above, the extent to which they can bind one drama and
encompass another drama.

Keywords: Waiting for Godot, Absurd Theater, Parabolic Drama

ABSTRAK
Waiting for Godot karya Samuel Beckett merupakan salah satu drama
yang disebut dengan istilah Teater Absurd oleh Martin Esslin. Lebih jauh, Bagi
Esslin, Teater Absurd tidak hanya suatu istilah melainkan teori teater untuk
mengetahui konvensi serta memahami makna suatu drama. Dengan begitu,
Esslin menempatkan Teater Absurd ke dalam lintasan perkembangan gaya
seni teater dunia, sekaligus menggiring pembaca atau penonton pada suatu
persepsi bahwa kehidupan atau rutinitas yang dijalani manusia tidaklah
bermakna, tidak ada tujuan dan sia-sia.
Namun, Teater Absurd, menurut pandangan Michael Y. Bennett, istilah
yang didukung oleh konsep-konsep yang tidak terstruktur serta abstrak. Oleh
karena itu, perlu dibangun suatu alternatif, istilah yang disebutnya dengan
Parabolic Drama. Istilah yang lebih terstruktur dalam memahami Waiting for
Godot serta drama lain yang mengandung nilai filosofis yang sejajar. Artikel ini
mencoba memaparkan dialektika kedua teori teater di atas, sejauh mana
keduanya dapat mengikat suatu drama dan melingkupi drama lainnya.

Kata kunci: Waiting for Godot, Teater Absurd, Parabolic Drama

1
1. PENDAHULUAN Ketidakjelasan persoalan atau
Drama Waiting for Godot karya kaburnya konflik menjadi alasan
Samuel Beckett ditulis antara 9 Oktober munculnya anggapan bahwa Beckett
1948 hingga 29 Januari 1949. Pertama tidak memiliki visi apa-apa sebagaimana
kali dipentaskan (berbahasa Perancis) dramawan lain dalam menyampaikan
di Paris, Theatre de Babylone, 5 Januari sebuah gagasan lewat karyanya. Seolah
1953, disutradarai oleh Roger Blin, tidak ada perihal yang ingin
aktor/sutradara berkebangsaan disampaikan Beckett dalam Waiting for
Perancis. Kemudian, pertunjukan Godot. Sebuah drama yang tidak jelas
berbahasa Inggris digelar perdana di ujung-pangkalnya (Bakdi Soemanto,
London pada tahun 1955. 2002: 93).
Pada mula kemunculannya di Perdebatan terus berlanjut ketika
Eropa, drama tersebut mendapat drama tersebut muncul di daratan
tanggapan yang kurang baik, terutama Amerika. Namun, di tengah sebagian
dari kalangan kritikus (Bakdi Soemanto, penonton; terutama kalangan akademisi
2002: 2). Drama ini sulit dinalar dan kritikus yang menghujami dengan
sebagaimana drama konvensional yang kritik, ada pula yang mampu menyelami
ada sebelumnya (drama bergaya kedalaman tanda-tanda pada drama
realisme), apa temanya, bagaimana tersebut. Mereka ialah para nara pidana
alurnya, siapa tokoh dan bagaimana San Quentin, sekelompok orang yang
karakternya, bagaimana konfliknya, diklaim paling keras, bermasalah,
kapan kejadiannya, di mana peristiwa ditambah tidak pula memiliki latar
berlangsung, dan lain sebagainya. pengetahuan atau pendidikan
Senada dengan Bakdi (2001: 154), ia sebagaimana akademisi atau kritikus
mengemukakan dua hal sebab demikian yang telah menghujat drama Beckett
terjadi; pertama, secara konvensi, teater (Bakdi Soemanto, 2002:2).
absurd cenderung menjungkar balikan Para nara pidana San Quentin
konvensi penikmat teater pada menyaksikan langsung pertunjukan
umumnya; kedua, pementasannya Waiting for Godot di Lapas tersebut pada
sukar. tahun 1957. Lalu, apa yang membuat
Perdebatan muncul dalam lingkup mereka dapat memahami pertunjukan
para akademisi maupun kritikus teater. Waiting For Godot tersebut, yang
Kegamangan bagaimana memahami, menurut sebagian besar penonton
mengukur dan di mana menempatkan membingungkan? Tidak lain ialah
Waiting for Godot dalam lintasan adanya kesejajaran nilai filosofis dan
perkembangan gaya teater dunia; drama pengalaman yang dialami oleh tokoh
realis, surealis, ekspresionis atau dalam drama dengan para napi. Suatu
bahkan bukanlah sebuah drama; hanya nilai yang mampu menggurat perasaan
semacam cerita yang tidak jelas mereka.
juntrungannya. Beberapa dari napi memberikan
komentar yang beragam. Ada yang

2
mengatakan Godot adalah masyarakat kemudian diterjemahkan pula ke dalam
di luar sana, Godot adalah keadaan di bahasa Indonesia berjudul “Teater
luar yang bebas, Godot adalah Absurd”, tahun 2008. Melalui bukunya,
kebebasan, kalaupun Godot datang Esslin berupaya membangun sebuah
hanya akan mengecewakan, dan lain teori teater berdasarkan pembacaannya
sebagainya (Bakdi Soemanto, 2002: 98). terhadap karya Samuel Beckett, Arthur
Drama Waiting for Godot Adamov, Eugene Ionesco, dan Jean
Diterjemahkan pertama kali ke dalam Genet. Sehingga Teater Absurd menjadi
bahasa Indonesia (tidak diterbitkan) suatu teori dan gaya tersendiri dalam
oleh W.S. Rendra dengan judul lintasan perkembangan seni teater
Menunggu Godot, tahun 1969. Kemudian dunia, dan dengan begitu pula para
dipentaskan pula pertama kali pada penonton/pembaca dapat memahami
tahun 1970 di Teater Besar Taman drama-drama yang ditulis oleh sejumlah
Ismail Marzuki (TIM), disutradarai oleh nama di atas sebagaimana teori yang
W.S. Rendra, produksi Bengkel Teater. dirumuskannya.
Berbeda halnya di indonesia, Salah satu pengamat seni teater
kedatangan drama Waiting for Godot Indonesia, Bakdi Soemanto, dalam
tidak disambut dengan perdebatan yang bukunya berjudul Godot di Amerika dan
pelik sebagaimana di Eropa dan Indonesia: Suatu Studi Banding,
Amerika, melainkan terbatas pada menyatakan bahwa teater absurd
munculnya tafsir yang beragam. sebagai suatu teori teater dianggap baku
Kalaupun ditemui kegamangan, ditandai dengan kemunculan buku
hanyalah persoalan dalam menerima Esslin pada tahun 1961 (2002: 81).
gaya drama tersebut yang tidaklah Bakdi kemudian menunjukkan
biasa, sebagaimana dengan pernyataan kesepahamannya dengan melakukan
Bakdi berikut, “sama halnya dengan di studi perbandingan terhadap drama-
Amerika, lakon dan teater di Indonesia drama di Amerika dan drama di
sebelumnya didominasi oleh gaya Indonesia yang terpengaruh oleh
realisme (2002:220).” Waiting for Godot hingga juga
Selain ketidakjelasan persoalan mengategorikannya sebagai teater
yang terkandung dalam Waiting for absurd.
Godot, teori yang telah dibangun juga Selain Waiting for Godot, drama
belum dapat menjelaskan dengan terang Amerika yang disinggung dalam buku
bagaimana konvensinya, selain Bakdi, di antaranya; The Zoo Story karya
rumusan pikiran yang terbilang abstrak Edward Albee, The Connection karya
dan tidak terstruktur. Jack Gelber. Sedangkan analisisnya
Salah satu buku yang mencoba terhadap drama Indonesia berjudul
menjelaskan drama Waiting for Godot Aduh karya Putu Wijaya. Bakdi
ialah berjudul ‘The Theatre of The melakukan analisis deskriptif terhadap
Absurd’ karya Martin Esslin, diterbitkan unsur intrinsik teks sebagaimana model
pada tahun 1961. Empat puluh tahun yang ditawarkan oleh Kernodle, yakni

3
struktur dan tekstur. Oleh sebab itu, Pernyataan Bennett tentunya
tidak berlebihan sekiranya dikatakan tidak serta-merta muncul begitu saja,
bahwa Bakdi menunjukkan Bennett meninjau kembali ke belakang
kesepahaman dengan Esslin, bahwa filsafat yang melatarbelakangi teater
Teater Absurd sebagai suatu teori dapat absurd. Ia mengajukan suatu teori
menjelaskan drama Waiting for Godot sebagai alternatif guna memahami
dan drama lain yang dianggap sejajar. drama Beckett. Teorinya terangkum
Sama halnya dengan Esslin, Bakdi dalam term yang didukung oleh premis-
juga tidak menjabarkan term Teater premis yang menurutnya jelas dan
Absurd serta premis-premis yang terstruktur, yakni Parabolic Drama.
mendukung teori tersebut secara jelas
dan terstruktur, selain menyajikan 2. TEATER ABSURD:
abstraksi unsur-unsur intrinsik dan KEKELIRUAN ESSLIN DALAM
ekstrinsik drama tersebut di halaman MEMAHAMI CAMUS, IONESCO DAN
yang berbeda. BECKETT
Sebagai sebuah teori, yang Teorisasi yang dilakukan Esslin
didukung oleh rumusan yang abstrak didorong oleh awal mula kemunculan
dan tidak terstruktur dalam bentuk drama Waiting for Godot yang
pernyataan-pernyataan tentulah tidak membingungkan penonton pada
cukup. Lebih jauh, apalagi teori tersebut umumnya. Oleh karena itu, Esslin
berupaya mengklaim sejumlah drama berupaya membangun suatu teori, yakni
yang memiliki kecocokan dengan pola- Teater Absurd agar dapat memahami
pola yang diajukan. Alih-alih drama tersebut. Dalam bukunya,
menemukan benang merah di antara didapati tiga tujuan yang mendorong
drama yang disinggung, pernyataan- penulisannya, di antaranya: 1) untuk
pernyataan yang dikemukakan oleh menentukan konvensi teater absurd
Esslin yang kemudian diulang kembali karena tidak sesuai dengan standar
oleh Bakdi terkesan tumpang-tindih. teater "konvensional”, 2) untuk
Menyoal ihwal di atas, teori Esslin menjelaskan makna dari drama
kemudian dinegasi oleh Michael Y. tersebut, dan 3) untuk menunjukkan
Bennett. Buah pikir Bennett terurai bahwa drama/teater ini adalah salah
dalam bukunya berjudul Reassessing the satu ekspresi yang paling representatif
Theatre of The Absurd: Camus, Beckett, dari situasi manusia Barat saat ini
Ionesco, genet, dan Pinter. Bennett (Martin Esslin, 2008:viii).
mengemukakan kesalahpahaman Esslin Menurut Bennett, Esslin
dalam memahami definisi term (istilah) merumuskan teorinya dimulai dari
absurd yang diungkapkan oleh Ionesco. (kekeliruan pemahamannya terhadap)
Lebih lanjut, Esslin dianggap keliru gagasan Camus yang tertuang dalam
karena memahami Camus sebagai sekumpulan esai berjudul The Myth of
seorang eksistensialis (Michael Y. Sisyphus; “...di alam semesta yang tiba-
Bennett, 2011:2). tiba kehilangan ilusi dan cahaya,

4
manusia merasa asing... Perceraian mendorongnya ke atas bukit. Karena
antara manusia dan hidupnya ini, aktor demikian, upaya tersebut nampak tidak
dan latar hidupnya, benar-benar masuk akal, tidak berguna dan sia-sia.
merupakan perasaan absurditas (dalam Gambaran kondisi Sisyphus
Michael Y. Benett, 2011: 5).” selaras pula dengan drama Waiting for
Akan tetapi, pernyataan di atas Godot karya Samuel Beckett. Waiting for
tidak cukup untuk mendefinisikan atau Godot menggambarkan kondisi ex
menjadikannya sebagai filososfi teater absentia, dalam artian meski godot dari
absurd. Pengertian Camus di atas tidak awal hingga akhir tidak hadir, namun
cukup jelas, spesifik, dan juga tidak (ketiadaan) Godot mengendalikan
dapat pula dipadankan dengan rentang tokoh/karakter. Kendali tersebut
peristiwa yang terdapat dalam drama nampak jelas ketika tokoh Vladimir dan
Waiting for Godot. Kemudian Esslin Estragon mendapat pesan bahwa
beralih pada pengertian yang diajukan mereka harus menunggu Godot datang.
Ionesco; “absurd adalah sesuatu yang Ketika telah sangat lama menunggu,
tidak memiliki tujuan. Terpisah dari hingga terkadang muncul keinginan
akar religius, metafisik, dan akar-akar untuk pergi, mereka tetap saja tidak
transendental, manusia kehilangan pergi karena alasan Godot akan datang.
hakikat keber-ada-annya; semua Namun Godot tidak juga kunjung datang.
tindakannya menjadi tidak masuk akal, Kondisi Vladimir dan Estragon
sia-sia, tidak berguna” (dalam Michael Y. mirip dengan Sisipus, di mana mereka
Bennett, 2011:8). sama-sama tidak mampu memilih untuk
Setelah menelusuri esai The Myth melawan, keluar dari rutinitas, selain
of Sisyphus, Esslin tidak kunjung tetap menunggu atau menggulingkan
menemukan definisi yang jelas sebagai batu terus-menerus. Singkat kata,
pijakan teorinya. Pada definisi Ionesco Waiting for Godot dapat dianggap mitos
di ataslah kemudian teori Esslin yang disusun kembali sebagaimana The
bersandar. Meskipun demikian, diakui Myth of Sisyphus (Michael Y. Bennett,
oleh Esslin, gagasannya juga bertumpu 2011:3). Waiting for Godot dan The Myth
pada esai Albert Camus, The Myth of of Sisyphus menghadirkan rutinitas,
Sisyphus. Karena gambaran peristiwa sehingga kehilangan hakikat keber-ada-
Sisyphus selaras dengan pengertian annya; semua tindakannya menjadi
absurd sebagaimana yang diajukan tidak masuk akal, sia-sia, tidak berguna.
Ionesco. Sisyphus sangat jelas Secara filosofis, teori teater
memperlihatkan ketidakberdayaan atas absurd dirumuskan Esslin berlandaskan
kondisi yang mau-tidak-mau terus pada definisi dari Ionesco. Sedangkan
dijalaninya, tanpa mampu menolak. bagaimana perumpamaan wujud
Seolah tidak ada pilihan lain yang dapat definisi tersebut, Esslin mengacu pada
diambil/dilakukan selain tetap terus The Myth of Sisyphus dan terutama sekali
mendorong batu ke atas bukit, pada Waiting for Godot. Selanjutnya
menggulingkan ke bawah, dan kembali kemudian, Esslin mencoba menerawang

5
drama-drama lain yang dianggapnya Waiting for Godot, Bakdi menyatakan,
mengandung unsur intrinsik dan “…Apakah plotnya, maka kita pun tak
ekstrinsik yang kurang-lebih sama akan bisa menjawabnya…” (Bakdi
dengan Waiting for Godot hingga sampai Soemanto, 2013: 85).
pada kesimpulan mengategorisasi Demikianlah bagaimana Bakdi
drama tersebut sebagai Teater Absurd. mengemukakan pernyataan terkait alur
Di Indonesia, teori teater absurd drama absurd berdasarkan
semakin mengakar ditandai dengan pembacaannya atas teori Esslin, hingga
buku yang ditulis oleh Bakdi Soemanto. sampai pada kesimpulannya terhadap
Namun, persoalannya ialah pernyataan teater absurd. Tepatnya Bakdi (2002:
yang diajukan Bakdi tidaklah runtut, 79) menyebut dengan ciri-ciri teater
tidak terstruktur, dan cenderung absurd, yaitu: “…ketidakberdayaan
tumpang-tindih atau kontradiktif. manusia, sebagai ciri lakon absurd”.
Terkesan Bakdi dibayangi karaguan Lebih jauh, Bakdi (2002: 309)
dalam menerangkan kecenderungan mengemukakan, “Lakon teater absurd,
(unsur intrinsik) drama absurd, biasanya, menampakkan gejala dialog
sebagaimana beberapa pernyataannya antartokoh yang melompat-lompat.
berikut ini: “Waiting for Godot tidak Tidak ada alur atau ada alur tetapi
mempunyai alur, yang disajikan dalam melingkar-lingkar, Lebih lanjut, tidak
teks adalah dilema” (2002: 15). ada pemecahan masalah secara tuntas.
“…peranan Boy mempertegas alur yang Penyajian tokoh yang dalam keadaan
melingkar-lingkar itu.” (2002: 39). “Alur tertindih oleh kondisi yang tidak dapat
yang ternyata melingkar, menjadikan dijelaskan, pemanfaatan nebentext lakon
drama itu tidak berakhir dengan suatu secara maksimal untuk menampilkan
solusi yang genah” (2002: 40). “Dengan medium nonverbal, menekankan
unsur dan topik pembicaraan yang penyajian hidup yang tanpa tujuan,
diulang-ulang sehingga menimbulkan terkandung unsur tragedi dan komedi
kesan alur yang melingkar…” (2002: 42). sekaligus”.
“…Waiting for Godot tidak memiliki alur Gagasan di atas cenderung
sebagai bingkai struktur dramatiknya…” merupakan abstraksi dari drama
(2002: 79). “…Lakon Waiting for Godot Waiting for Godot, bahkan sepenuhnya
tidak mempunyai alur (atau dapat pula cocok dengan struktur dan tekstur
disebut beralur melingkar) dan tidak (tema, alur, penokohan serta dialog,
mempunyai cerita…” (2002: 110). mood, spektakel) drama Beckett
“seperti sudah disinggung di depan, tersebut.
lakon The Connection, seperti halnya Pertanyaannya, apakah
Waiting for Godot dan The Zoo Story, dan abstraksi, ciri atau pola di atas cocok
akhirnya akan terlihat pula pada Aduh dengan drama lain yang disebut Esslin
karya Putu Wijaya, tidak mempunyai sebagai drama absurd? Apakah juga
alur” (2002: 125). Dalam judul dapat ditemukan alur yang melingkar
tulisannya yang lain menyoal alur drama atau tidak mempunyai alur? Apakah

6
dapat ditemui pula dialog yang akan ditemui ‘kebebasan’ yang hakiki?
melompat-lompat? Apakah tidak ada Jika hari pembebasan mereka tiba,
pemecahan masalah secara tuntas? mereka akan menghadapi teman-teman
Apakah penyajian tokoh pada drama yang mencurigai bahwa jangan-jangan
lain juga dalam keadaan tertindih oleh mereka telah membocorkan nama-nama
kondisi yang tidak dapat dijelaskan? teman-teman yang belum tertangkap.
Apakah juga memperlihatkan Pada akhirnya, manusia tidak benar-
ketidakberdayaan manusia? Apakah benar bebas.
drama lain memanfaatkan nebentext Sewajarnyalah penonton
lakon secara maksimal untuk memiliki persepsi yang berbeda. Akan
menampilkan medium nonverbal? tetapi, persepsi napi tersebut – sama
Apakah juga menekankan penyajian halnya dengan Esslin – jelas pesimistik;
hidup yang tanpa tujuan? Apakah pada berputus asa, menganggap hidup tanpa
drama lainnya juga terkandung unsur tujuan, hingga sekiranya bunuh diri
tragedi dan komedi sekaligus? menjadi satu-satunya jalan untuk
Jikalau keseluruhan atau memutus realitas nan absurd.
sebagian besar abstraksi di atas Pandangan para napi semakin
melingkupi drama lain atau drama- menguatkan keyakinan Esslin bahwa
drama yang digolongkan Esslin sebagai sekiranya sudah tepat teorinya
drama absurd, tentu teori teater absurd bersandar pada definisi yang diajukan
yang diajukan Esslin dapat diterima. Ionesco.
Namun sebaliknya, apabila keseluruhan Sejauh penulis pahami,
abstraksi di atas tidak melingkupi pemahaman Esslin itulah yang ditentang
drama lain, katakanlah hanya sebagian oleh Bennett. Realitas yang absurd
kecil – selain abstraksi yang cenderung justru harus dimaknai dengan cara
mengacu pada Waiting for Godot, tentu pandang yang optimis. Pandangan
gagasan Esslin perlu ditinjau kembali. Bennett berlandaskan pada
Selain itu, nilai filosofis pemahamannya yang jernih terhadap
(sebagaimana definisi yang diajukan pernyataan Camus (dalam Michael Y.
oleh Ionesco) yang menjadi landasan Bennett, 2011:28), “apabila kehidupan
teori Esslin cenderung pesimistis. telah kehilangan makna, manusia tidak
Namun, definisi yang diajukan Inesco harus mencari jalan keluar dengan
secara tidak langsung terkonfirmasi bunuh diri”. Kutipan tersebut jelas
ketika Waiting for Godot dipentaskan di merupakan suatu pernyataan dari
penjara San Quentin. Esslin (dalam Camus yang menafsirkan ‘absurditas’
Bakdi Soemanto, 2002: 98) mencatatkan bukan dalam arti sebagaimana definisi
kesan dari beberapa para nara pidana yang dirujuk Esslin pada Ionesco; hidup
setelah menonton pertunjukan. Ada tanpa tujuan, tidak bermakna, dan sia-
yang beranggapan Godot sebagai suatu sia. Namun, apakah Ionesco
‘kebebasan’, tetapi apabila ‘kebebasan’ berkesimpulan hidup adalah hal yang
itu datang (keluar dari penjara), apakah sia-sia hingga bunuh diri merupakan

7
satu-satunya solusi guna memutus dimengerti dan sangat tidak bisa
absuditas hidup manusia? dijelaskan.
Kekeliruan Esslin berlanjut Bennett mengungkapkan bahwa
ketika mengutip pernyataan Camus Camus menganggap absurditas sebagai
(dalam Michael Y. Bennett, 2011:5) yang “pemberian”, seseorang akan lebih baik
berbunyi “...di alam semesta yang tiba- jika menyadari bahwa itu adalah
tiba kehilangan ilusi dan cahaya, “pemberian”. Dan dengan
manusia merasa asing... Perceraian pandangannya tersebut, Camus
antara manusia dan hidupnya, aktor dan mengajukan pertanyaan, apa yang harus
latar hidupnya, benar-benar merupakan dilakukan, mengingat dunia ini absurd?
perasaan absurditas.” Sama halnya Kemudian, pertanyaan yang menyita
dengan Inesco, pernyataan tersebut perhatian Camus ialah bagaimana
hanya menafsirkan suatu kondisi, seseorang membuat makna dari dunia
bukanlah suatu kesimpulan yang secara dan situasi seperti itu? Apabila Esslin
tidak langsung menganjurkan berlandaskan pada definisi dari Ionesco,
bagaimana seyogianya manusia maka Bennett dilandasi pula oleh
bertindak di tengah kondisi tersebut. pertanyaan Camus di atas.
Menurut Bennett, meskipun Istilah absurd mengandung
Ionesco dan Camus mengutarakan makna yang cenderung pesimistik. Aksi
realitas yang dihayatinya, bukan berarti menunggu oleh tokoh dalam Waiting for
keduanya dapat dicap sebagai absurdis. Godot dimaknai terlalu sempit, yakni
Begitu pula dengan beberapa dramawan suatu kesia-siaan dan tanpa tujuan.
yang diklaim megusung gagasan absurd Sesungguhnya terdapat makna yang
lewat karyanya, bukan berarti lebih luas dari itu, menunggu
dramawan tersebut bersepakat dengan kedatangan Godot merupakan suatu
kondisi absurd tersebut; di mana harapan yang dapat diisi dengan
manusia tidak memiliki kuasa atas tindakan-tindakan, pilihan-pilihan.
hidupnya, tidak dapat menentukan Bennett (2011: 4) mencontohkan,
pilihan, dan menjalani hidup seperti mengatakan film Saving Private
sebagaimana adanya. Bennett Ryan dan Full Metal Jacket sebagai film
menambahkan, Beckett hanya sebatas perang. ‘Perang’ merupakan kata yang
mencocokkan filosofi dengan sangat sempit dalam menyebut film
estetikanya. Drama Waiting for Godot tersebut. Karena di dalamnya tidak
hanya berusaha mengungkapkan hanya menyajikan peperangan, tetapi
perasaannya yang tidak masuk akal atas tentang bagaimana manusia mengatasi,
kondisi manusia dan ketidakmampuan bertahan, menyerah, dan sebagainya.
pikiran menjelaskannya dengan Bennett menegaskan bahwa
rasional; dunia menurut Beckett, dalam Teater Absurd bukanlah tentang
beberapa hal, paradoks. Seperti halnya absurditas, tetapi tentang membuat
bagi Camus, hidup sangat bisa hidup lebih bermakna mengingat
situasinya yang absurd. Drama absurd

8
sesungguhnya bersifat performatif, mendefinisikan istilah absurd, dan 2)
pembaca/penonton diajak untuk Esslin keliru beranggapan bahwa Albert
mengevaluasi tindakan mereka di saat Camus sebagai eksistensialis (Michael Y.
atau setelah membaca/menonton Bennett, 2011:2).
pertunjukan Waiting for Godot atau Kesalahpamahaman Esslin
drama lain yang sejajar. Tidak hanya dalam merumuskan Teater Absurd
berempati, tetapi juga membangkitkan perlu ditinjau ulang dari akar
daya kritis penonton untuk mengatasi filosofisnya, perlu dipahami kembali
berbagai persoalan melalui tindakan- definisi absurd menurut Camus. Bennett
tindakan. berpendapat; “jika kita membaca Camus
Namun, sepanjang kekeliruan saat dia sekarang dipahami — bukan
Esslin, Bennett bersepakat dengan satu sebagai eksistensialis seperti dulu ia
hal dari pernyataannya (dalam Michael dipahami, tetapi sebagai seseorang yang
Y. Bennett, 2011:10), bahwa penulis memberontak terhadap
drama absurd tidak memperdebatkan eksistensialisme — maka seluruh
dunia ini absurd atau tidak, dan mereka pemahaman sebelumnya tentang Teater
tidaklah berupaya mendefinisikan rasa Absurd dapat diluruskan kembali”
absurditas tersebut, melainkan hanya (2011:2).
menyajikannya. Gagasan yang menjadi pondasi
dua teori di atas ialah Esslin
3. PARABOLIC DRAMA; berpendapat bahwa Teater Absurd
ALTERNATIF BARU UNTUK “merenungkan penderitaan metafisik
MEMAHAMI DRAMA (ABSURD) dari absurditas kondisi manusia.”
WAITING FOR GODOT Sebaliknya, Bennett kemudian
Setelah upaya Esslin menyarankan, teks drama tersebut
mendudukkan teater absurd sebagai seyogianya dipahami sebagai suatu
sebuah teori, Michael Y. Bennett ‘etikal parabel’; dimaknai agar dapat
berpandangan lain. Namun, ia “membuat hidup bermakna.”
bersepakat dengan Esslin, khususnya Dua pendapat di atas merupakan
pada poin ketiga; bahwa drama/teater kalimat kunci yang barangkali
ini adalah salah satu ekspresi yang sebelumnya luput dari amatan, suatu
paling representatif dari situasi manusia perbedaan mendasar antara Esslin
Barat saat ini. Sedangkan pada poin dengan Bennett tentang bagaimana
pertama dan kedua, ia menyimpulkan memahami pemikiran Ionesco, Camus,
bahwa Esslin menggolongkan drama- hingga Beckett. Pandangan dari Esslin
drama yang disebutnya absurd menyiratkan seolah tidak adanya upaya
berdasarkan pada dua selain berdiam diri meratapi nasib,
kesalahpamahaman: 1) Esslin keliru berputus asa, tidak ada harapan, tidak
menerjemahkan dan bernilainya segala tindakan, sia-sia,
mengontekstualkan kutipan Ionesco tidak memiliki tujuan. Sedangkan bagi
yang digunakannya untuk Bennett, manusia perlu bertindak lebih

9
dari itu, berupaya membuat hidup lebih Kata parabel mengacu pada
bermakna di tengah kondisi nan absurd. bahasa Yunani, parabolē, yang berarti
Drama-drama yang digolongkan menandakan. Secara umum diartikan,
sebagai drama absurd pada mula sebuah perbandingan, atau paralel, yang
kemunculannya dipahami sebagaimana dengannya satu hal digunakan untuk
Camus dan eksistensialisme; yang mengilustrasikan hal lain (John Dominic
menekankan ketidakberartian dunia Crossan dalam Michael Y. Bennett, 2011:
dan kehidupan. Menurut Bennett, 115). Lebih jauh dapat dikemukakan,
ketidakberartian dunia dan kehidupan “rahasia dalam menafsirkan sebuah
bukanlah makna sesungguhnya parabel adalah dengan memahami apa
dimaksudkan oleh Camus, melainkan yang diperbandingkan dan menemukan
eksistensialisme sebagai bukti kesesuaian/persamaan situasi antara
perlawanan Camus terhadap perlakuan keduanya. Inilah metode suatu parabel:
manusia seakan dunia dan kehidupan menceritakan sebuah kisah yang
tidaklah bermakna. mengarah pada suatu titik yang
Bennett beranggapan, Teater memiliki kesesuaian atau kemiripan
Absurd hanyalah label yang cenderung dengan pengalaman beberapa orang
tematik, karena tidak dapat dijelaskan yang kepadanya hal itu ditujukan”
secara sistematik. Maka dari itu, Bennett (Norman Perrin dalam Michael Y.
memiliki tiga tujuan dalam bukunya, di Bennett, 2011: 120).
antaranya: 1) memahami kembali Adapun premis-premis yang
gagasan Camus untuk membebaskan mendukung istilah ini, yaitu di
penulis drama dari penyematan label antaranya:
absurdis; 2) menyarankan suatu 1) Parabolic drama diciptakan
pandangan yang berbeda guna melalui metafora. Metafora dapat dilihat
menempatkan penulis drama yang dari judul beberapa drama yang
dicirikan Esslin sebagai absurdis, terkenal, seperti; Waiting for Godot,
tepatnya sebagai drama parabel; dan 3) Rhinoceros, The Room, Endgame, dan
menyarankan bacaan baru atas drama Krapp’s Last Tape. Lebih jauh, dapat
(absurd) yang kanonik. dilihat pula bagaimana judul yang
Beranjak dari tujuan di atas, metaforik tersebut memandu jalannya
Bennett merumuskan konsepnya secara peristiwa dalam drama.
terstruktur. Ia menyarankan ‘parabel’ 2) Parabolic drama bersifat
adalah suatu istilah yang sekiranya lebih performatif. Performatif ialah suatu
relevan untuk memahami drama-drama ucapan yang setelahnya diikuti dengan
yang sebelumnya dilabeli Teater tindakan (Robert Leach, 2008: 6).
Absurd. Sebagaimana paparan berikut Sedangkan menurut KBBI, performatif
ini, diawali dari definisi serta premis- ialah tentang cara menyatakan sesuatu
premis pendukung teori yang disebut yang diiringi dengan tindakan atau
Bennett dengan istilah "Parabolic perbuatan. Pada prinsipnya, kedua
Drama”. pengertian di atas mengandung makna

10
yang sama. Ucapan performatif tidak sebab, sebab untuk akibat, isi untuk
hanya menggambarkan suatu realitas menyatakan kulitnya, dan sebagainya
sosial, tetapi juga mampu mengubah (pusatbahasaalazhar.wordpress.com).
realitas sosial yang digambarkan. Menurut Djos Daniel Parera
Perubahan tidak hanya muncul dari aksi (pusatbahasaalazhar.wordpress.com),
yang mengucapkan, tetapi berdampak metonimia muncul dengan kata-kata
pula pada yang mendengarkan. yang telah diketahui secara umum dan
Misalnya, di saat suatu pemimpin negara saling berhubungan. Metonimia
menyatakan perang dengan negara lain, merupakan sebutan pengganti untuk
maka terjadilah perang hingga sebuah objek atau perbuatan dengan
melibatkan atau berdampak pada atribut yang melekat pada objek atau
seluruh penduduk negara yang sedang perbuatan yang bersangkutan. Misalnya,
berperang. Pilihannya, ikut berperang “rokok kretek” dikatakan “belikan saya
atau menjadi korban peperangan. Apa kretek”, ia menelaah Wisran Hadi
tindakan yang harus dilakukan? Contoh (karyanya), atau atlet itu hanya
lainnya antara aktor dan penonton. mendapat perunggu (medali), dan
Penonton dibiarkan menunggu dan sebagainya.
bertanya bagaimana aksi selanjutnya Gestur dan bahasa metonimik
dari Vladimir dan Estragon. Penonton yang paradoks terutama terlihat dari
bertanya-tanya apakah akan mampu bagaimana Estragon berusaha keras
melawan serangan rinosinusitis atau melepaskan sepatu botnya di Waiting
tidak. Penonton merasakan for Godot atau banyak pernyataan
claustrophobia (suatu penyakit, Vladimir yang secara metonimi
ketakutan terhadap tempat-tempat mengarahkan isi cerita, sebagaimana
gelap, sempit dan terjebak) dalam suatu dialog berikut:
ruangan (sebagaimana drama The Halaman 2
Room) dan ingin mencari tahu Vladimir : (terluka, dengan dingin)
bagaimana keluar dari situasi seperti itu. Bolehkah hamba tahu di manakah tuan
3) Gestur dan bahasa metonimik puteri menghabiskan malamnya?
yang paradoks seringkali digunakan. Estragon : Di selokan.
Kata metonimia diturunkan dari kata Vladimir : (Dengan kagum) Selokan? Di
Yunani, meta, yang berarti mana?
‘menunjukkan perubahan’ dan onoma, Estragon : (tanpa isyarat)Di sana.
yang berarti ‘nama’. Dengan demikian,
metonimia berarti suatu gaya bahasa Halaman 3
yang mempergunakan sebuah kata Vladimir : Pada awalnya, saling
untuk menyatakan suatu hal lain, karena bergandengan di puncak menara Eiffel.
mempunyai pertalian yang sangat dekat. Kita sangat cantik pada saat-saat itu. tapi
Hubungan itu dapat berupa penemu sekarang sudah terlambat. Mereka
untuk hasil temuannya, pemilik untuk bahkan tak akan pernah membiarkan
barang yang dimiliki, akibat untuk

11
kita naik lagi. (Estragon membuka gantung yang perlu ditafsirkan oleh
sepatunya) apa yang akan kau lakukan? penonton. Sebagaimana drama “Badak-
Estragon : Mencopot sepatu bootku. badak” karya Ionesco. Pada akhir cerita,
Apa kau tidak pernah melakukannya? semua tokoh telah bermetamorfosis
Vladimir : Sepatu harus dilepas setiap menjadi badak (secara metaforis).
hari. Aku telah mengatakan hal itu Kecuali satu orang tokoh karena telah
padamu. Kenapa kau tidak mencoba mempertahankan kepribadiannya. Hal
mendengarku? yang sama juga terdapat dalam Waiting
for Godot, bukan pada kekacauan yang
Halaman 4 terjadi seperti halnya peristiwa dalam
Estragon : (menuding) Kau mungkin lakon “Badak-badak”, tapi dilema
mengancingkannya. Sama saja. gantung yang perlu ditafsirkan oleh
Vladimir : (membungkuk) Benar (dia penonton. Di mana ladimir dan Estragon
mengancingkan tutup luarnya) jangan masih tetap menunggu, meski pada
pernah remehkan hal-hal kecil akhir cerita Godot tidak kunjung datang,
kehidupan. mereka tidak pun beranjak dari tempat
di mana cerita dimulai.
Halaman 6 5) Reorientasi. Bennett
Vladimir : Dua pencuri itu. kau ingat berpendapat bahwa plot pertama-tama
ceritanya? mengarahkan penonton kemudian
Estragon : Tidak. mengalihkan atau mengaburkannya.
Vladimir : Kamu ingin aku Reorientasi seyogianya dilakukan oleh
menceritakannya lagi untukmu? penonton di saat alur bergerak maju dan
Estragon : Tidak. pada akhirnya menghasilkan dilema
Vladimir : Akan melewatkan waktu. gantung. Dengan demikian, penonton
(pause) dua pencuri disalibkan pada dibiarkan bergulat dengan dirinya
saat yang bersamaan dengan sang sendiri (pikirannya) tentang apa
penyelamat kita. Seorang- sesungguhnya yang tengah disaksikan.
Estragon : Apa kita? Apakah pada akhirnya Godot akan
Vladimir : Sang penyelamat kita. Dua datang? Apa yang perlu dilakukan
pencuri. Yang seorang seharusnya telah sembari menunggu kedatangan Godot?
terselamatkan, sedang yang lain….(dia Kondisi demikian disebut Bennet
mencari lawan kata dengan “konfrontatif diri”. Menurut
terselamatkan)…terkutuk. Bennett, penonton perlu melakukan
Estragon : Terselamatkan dari apa? reorientasi atas apa yang telah
Vladimir : Neraka. disaksikannya, diperuntukkan bagi
Estragon : Aku pergi (dia tidak penonton itu sendiri.
bergerak) 6) Dunia parabolic drama
cenderung heterotopik; perbenturan
4) Alur cerita bergerak menuju sudut pandang. Hal demikian dapat
“kekacauan” yang menghasilkan dilema dilihat dari perselisihan pandangan

12
antara dua tokoh atau lebih, Barangkali, Esslin hanya
sebagaimana dalam lakon Rhincoeros mencoba menyajikan drama tersebut
(Badak-badak) dan Delire A Deux (Kura- apa adanya, berdasarkan penelitian
kura dan Bekicot) karya Ionesco dan yang telah dilakukannya. Mungkin saja,
Waiting for Godot (Menunggu Godot) tidak pula Esslin bersepakat dengan
karya Samuel Becket. cara tersebut. Namun, secara tidak
7) Parabolic drama tidaklah langsung, bagi penonton atau pembaca,
bersifat kontradiktif, tetapi hasil pembacaan yang dikemukakannya
merenungkan kontradiksi. Bennett mungkin saja berlabuh pada cara
berpendapat bahwa, jika kita demikian. Sekiranya, kemungkinan itu
menggunakan pandangan Camus yang yang coba diantisipasi oleh Bennett.
mutakhir untuk membaca Teater Bennett tidak hanya sekedar mengupas
Absurd, maka teater ini tidak hanya lebih jauh dramawan (karyanya) yang
terlihat menghadirkan dunia sebagai dilabeli Esslin sebagai absurdis. Namun,
sesuatu yang absurd, tetapi sebaliknya, menawarkan pemahaman baru dan
dengan merenungkan kontradiksi bagaimana menghadapi karya-karya
dalam drama dan dalam hidup kita, kita; “bernada suram” demikian.
sebagai manusia, akan lebih siap dalam Bennett beranggapan, drama
menjalani hidup dan bagaimana yang disebut Esslin absurd, tidaklah
membuat hidup bermakna. semata-mata hanya menyajikan kesia-
siaan, tanpa tujuan dan tidak bermakna.
4. PENUTUP Ia menekankan, penonton tidak harus
Teater Absurd dan Parabolic menghayatinya dengan nada yang sama,
Drama merupakan seperangkat teori melalui hidup – setelah beranjak dari
guna membaca suatu drama, terutama bangku penonton – dengan tindakan
konvensi dan maknanya. Keduanya yang pasif pula.
didasari oleh landasan gagasan yang Peristiwa yang disajikan, yang di
berbeda. Esslin membangun teorinya dalamnya terdapat berbagai
dengan bersandar pada definisi hingga pengalaman tokoh yang terkadang
sampai pada kesimpulan, bahwa drama terasa getir dan lucu secara bersamaan,
yang disebutnya absurd hanya merupakan sebentuk parabel,
menyajikan kehidupan yang ternyata perumpamaan. Penonton seyogianya
tidak memiliki tujuan, sia-sia, tidak belajar dari perumpamaan demikian,
bermakna. Teori yang diajukan Esslin agar tidak terjebak dalam persoalan
cenderung bernada pesimistik, yang yang sama. Oleh karena itu, drama yang
mungkin saja berdampak pada dilabeli absurd, seyogianya dianggap
penonton atau pembacanya; sebentuk sebagai sebuah parabel (Parabolic
tindakan pasif dalam menjalani Drama), menghadapinya dengan cara
kehidupan. Sekiranya kematianlah performatif, merenungkan kontradiksi,
(bunuh diri) yang dapat memutus reinterpretasi, dan reorientasi.
kondisi tersebut.

13
Dalam sepengetahuan penulis, https://pusatbahasaalazhar.wordpress.
teori Parabolic Drama masih terbilang com/hakikat-hakiki-
asing dalam lingkar akademisi ataupun kemerdekaan/makna-figuratif-
penggiat seni teater di Indonesia. Tujuan metafora-dan-metonimi/
penulisan artikel ini tidak lain mencoba (diakses 21 November 2020).
membuka dialektika seputar kebaruan
gagasan yang diajukan oleh Bennett.
Sangat disadari, barangkali banyak
kekurangan dalam penerjamahan dan
memahami apa yang dimaksudkannya.
Atas dasar demikian, sangat diharapkan,
akan ada pembacaan baru terkait
Parabolic Drama yang lebih
komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Esslin, Martin. 2008. Teater Absurd, terj.
Abdul Mukhid. Mojokerto:
Pustaka Banyumili.

Haryono, Edi (ed). 2013. Rendra dan


Teater Modern Indonesia. edisi
revisi. Yogyakarta: Kepel Press.

Lakon “Sementara Menunggu Godot”


karya Samuel Beckett,
terjemahan B. Verry Handayani-
Teater Garasi.

Leach, Robert. 2008. Theatre Studies:


The Basics. New York: Routledge.

Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater.


Jakarta: Pustaka Jaya.
. 2002. Godot di Amerika dan
Indonesia: Suatu Studi Banding.
Jakarta: Grasindo.

Y. Bennett, Michael. 2011. Reassessing


the Theatre of The Absurd: Camus,
Beckett, Ionesco, Genet, and
Pinter. New York: Palgrave
Macmillan.

14

Anda mungkin juga menyukai