Anda di halaman 1dari 9

KD 3.

12 TUGAS BAHASA INDONESIA

NAMA; YUANDHYTA F.A.P SUJIANA

KELAS: XII MIA

LATIHAN SOAL

1. Teks di atas termasuk ke dalam teks ESAI

2. Analisislah sistematika teks tersebut berdasarkan struktur yang sesuai!

SISTEMASIKA KUTIPAN TEKS


Pernyataan pendapat (1) Di depan kita pentas yang berkecamuk. Juga satu
suku kata yang meledak: ”Grrr”, ”Dor”, ”Blong”,
”Los”. Atau dua suku kata yang mengejutkan dan
membingungkan: ”Aduh”, ”Anu”. Di depan kita:
panggung Teater Mandiri.

(2) Teater Mandiri pekan ini berumur 40 tahun—sebuah


riwayat yang tak mudah, seperti hampir semua grup
teater di Indonesia. Ia bagian dari sejarah Indonesia
yang sebenarnya penting sebagai bagian dari cerita
pembangunan ”bangun” dalam arti jiwa yang tak
lelap tertidur. Putu Wijaya, pendiri dan tiang utama
teater ini, melihat peran pembangunan ini sebagai
”teror”—
dengan cara yang sederhana. Putu tak berseru, tak berpesan. Ia punya
pendekatan tersendiri kepada kata.
Argumen (3) Pada Putu Wijaya, kata adalah benda. Kata adalah materi yang punya
volume di sebuah ruang, sebuah kombinasi bunyi dan imaji, sesuatu yang
fisik yang menggebrak persepsi kita. Ia tak mengklaim satu makna. Ia tak
berarti: tak punya isi kognitif atau tak punya manfaat yang besar.

(4) Ini terutama hadir dalam teaternya—yang membuat Teater Mandiri


akan dikenang sebagai contoh terbaik teater sebagai peristiwa, di mana
sosok dan benda yang tak berarti dihadirkan. Mungkin sosok itu (umumnya
tak bernama) si sakit yang tak jelas sakitnya. Mungkin benda itu sekaleng
kecil balsem. Atau selimut—hal-hal yang dalam kisah-kisah besar dianggap
sepele. Dalam teater Putu Wijaya, justru itu bisa jadi fokus.

(5) Bagi saya, teater ini adalah ”teater miskin” dalam pengertian yang
berbeda dengan rumusan Jerzy Grotowski. Bukan karena ia hanya bercerita
tentang kalangan miskin. Putu Wijaya tak tertarik untuk berbicara tentang
lapisanlapisan sosial. Teater Mandiri adalah ”teater miskin” karena ia,
sebagaimana yang kemudian dijadikan semboyan kreatif Putu Wijaya,
”bertolak
dari yang ada”.
(6) Saya ingat bagaimana pada tahun 1971, Putu Wijaya memulainya. Ia
bekerja sebagai salah satu redaktur majalah Tempo, yang berkantor di
sebuah gedung tua bertingkat dua dengan lantai yang goyang di Jalan
Senen Raya 83, Jakarta. Siang hari ia akan bertugas sebagai wartawan.
Malam hari, ketika kantor sepi, ia akan menggunakan ruangan yang
terbatas dan sudah aus itu untuk latihan teater. Dan ia akan mengajak siapa
saja: seorang tukang kayu muda yang di waktu siang memperbaiki
bangunan kantor, seorang gelandangan tua yang tiap malam istirahat di
pojok jalan itu, seorang calon fotograf yang gagap. Ia tak menuntut mereka
untuk berakting dan mengucapkan dialog yang cakap. Ia membuat mereka
jadi bagian teater sebagai peristiwa, bukan hanya cerita.

(7) Dari sini memang kemudian berkembang gaya Putu Wijaya: sebuah
teater yang dibangun dari dialektik antara ”peristiwa” dan ”cerita”, antara
kehadiran aktor dan orang-orang yang hanya bagian komposisi panggung,
antara kata sebagai alat komunikasi dan kata sebagai benda tersendiri. Juga
teater yang hidup dari tarik- menarik antara patos dan humor, antara
suasana yang terbangun utuh dan disintegrasi yang segera mengubah
keutuhan itu.

(8) Orang memang bisa ragu, apa sebenarnya yang dibangun (dan
dibangunkan) oleh teater Putu Wijaya. Keraguan ini bisa dimengerti.
Indonesia didirikan dan diatur oleh sebuah lapisan elite yang berpandangan
bahwa yang dibangun haruslah sebuah ”bangunan”, sebuah tata, bahkan
tata yang permanen. Elite itu juga menganggap bahwa kebangunan adalah
kebangkitan dari ketidaksadaran. Ketika Putu Wijaya memilih kata ”teror”
dalam hubungan dengan karya kreatifnya, bagi saya ia menampik
pandangan seperti itu. Pentasnya menunjukkan bahwa pada tiap tata selalu
tersembunyi chaos, dan pada tiap ucapan yang transparan selalu
tersembunyi ketidaksadaran.
Penegasan ulang (9) Sartre pernah mengatakan, salah satu motif menciptakan seni adalah
”memperkenalkan tata di mana ia semula tak ada, memasangkan kesatuan
pikiran dalam keragaman hal-ihwal”. Saya kira ia salah. Ia mungkin berpikir
tentang keindahan dalam pengertian klasik, di mana tata amat penting.
Bagi saya Teater Mandiri justru menunjukkan bahwa di sebuah negeri di
mana tradisi dan antitradisi berbenturan (tapi juga sering berkelindan),
bukan pengertian klasik itu yang berlaku.

(10) Pernah pula Sartre mengatakan, seraya meremehkan puisi, bahwa


”kata adalah aksi”. Prosa, menurut Sartre, ”terlibat” dalam pembebasan
manusia
karena memakai kata sebagai alat mengomunikasikan ide, sedangkan puisi
tidak. Namun, di sini pun Sartre salah. Ia tak melihat, prosa dan puisi bisa
bertaut—dan itu bertaut dengan hidup dalam teater Putu Wijaya. Puisi
dalam teater ini muncul ketika keharusan berkomunikasi dipatahkan.
Sebagaimana dalam puisi, dalam sajak Chairil Anwar apalagi dalam sajak
Sutardji Calzoum
Bachri, yang hadir dalam pentas Teater Mandiri adalah imaji-imaji,
bayangan dan bunyi, bukan pesan, apalagi khotbah. Hal ini penting, di
zaman ketika
komunikasi hanya dibangun oleh pesan verbal yang itu-itu saja, yang tak
lagi akrab dengan diri, hanya hasil kesepakatan orang lain yang kian asing.

(11) Sartre kemudian menyadari ia salah. Sejak 1960-an, ia mengakui


bahwa bahasa bukan alat yang siap. Bahasa tak bisa mengungkapkan apa
yang ada di bawah sadar, tak bisa mengartikulasikan hidup yang dijalani, le
vecu. Ia tentu belum pernah menyaksikan pentas Teater Mandiri, tapi ia
pasti melihat bahwa pelbagai ekspresi teater dan kesusastraan punya daya
”teror” ketika, seperti Teater Mandiri, menunjukkan hal-hal yang tak
terkomunikasikan dalam hidup.

(12) Sebab yang tak terkatakan juga bagian dari ”yang ada”. Dari sana
kreativitas
yang sejati bertolak
Soal Ulangan Harian

Pilihlah salah satu jaaban yang paling tepat!

1.Cermati penjelasan dalam kutipan esai berikut!

Tulisan ini akan mencoba memahami berbagai makna yang dirangkai dengan begitu
bagus/apik oleh Umar Kayam dalam novelnya Para priyayi (1992). Sebagai sebuah
fenomena kebudayaan, Priyayi telah menjadi status kelas, Worl View, dan bahkan life
style. Benarkah begitu? Lalau siapa dan apa itu Priyayi? Apa makna hidup yang
mereka perjuangkan dan mereka yakini sebagai legitimasi kepriyayian? Betulkah
makna itu semakin tersingkir di zaman yang berubah cepat sekarang ini ?
Masalah yang diungkapkan dalam kutipan esai tersebut adalah …

A. fenomena kebudayaan dalam lingkungan priyayi.

B. Status orang-orang yang tergolong dalam golongan priyayi.

C. Makna dan kedudukan orang yang tergolong priyayi.

D. Tersingkirnya golongan priyayi di zaman modern.

E. Gaya hidup yang dianut oleh golongan priyayi.

2. Bacalah paragraf berikut

Dunia sastra pada akhir tahun 1990-an hingga saat ini tidak hanya didominasi oleh
perempuan muda yang kritis, cerdas, dan penuh imajinasi dalam penulisan karya
sastra. Era ini juga ditandai pula dengan tingginya apresiasi pembaca karya sastra
yang dilahirkan oleh sejumlah penulis perempuan.
Paragraf esai sastra tersebut dapat dilengkapi dengan kalimat …

A. Hal inilah yang dialami oleh sejumlah penulis perempuan.

B. Sejumlah penulis perempuan berhasil meraup royaliti yang tidak sedikit.

C. Oleh karena itu, jangan menganggap remeh penulis perempuan.

D. Dapat dikatakan penulis perempuan saat ini tidak saja kaya kecerdasan dan imajinasi,

tetapi merajai pasar buku Indonesia.

E. Menjadi penulis berarti mengantarkan diri ke gerbang kemiskinan.

3. Perhatikan esai berikut !

Sastra adalah media proklamasi proses berpikir sastrawan. Sastra sedikit banyak
membuka diri sastrawan pada konteks budaya secara dinamis serta ritual-ritual sosial
yang turut mendampingi kelahiran sebuah karya sastra. Sastra yang ditulis adalah materi
solid dari tindakan sosial yang lahir dari komitmen seorang sastrawan.
……………Beberapa sastrawan seperti Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono,
Pramoedya, Rendra, merupakan sastrawan yang telah menunjukkan hal tersebut.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi esai berikut adalah …

A. karya sastra yang telah dihasilkan sastrawan menjadi kebanggaan tersendiri bagi sastrawan.

B. Sastra tersebut menjadi buah untuk dijadikan konstituaen kecil dari semesta kebudayaan

massa.

C. Banyak tulisan sastrawan yang berlatar belakang sosial ekonomi.

D. Gejala sosial yang terjadi di masyarakat merupakan bahan utama bagi sastrawan

menciptakan karya.

E.Kehadiran sastrawan-sastrawan tersebut membuat kesastraan Indonesia semakin ramai.

4. Perhatikan kutipan esai berikut !

Elaborasi terhadap kata-kata yang marak dilakukan oleh para penyair di tahun 1990-an,
dengan berbagai upaya pembebasan kata serta pemanfaatan musikalitas serta kandungan
nuansa kata yang di dapat dari tradisi, di awal tahun 1980-an mulai di anggap selesai
atau telah sampai pada titik jenuh. Tahun 1980-an perhatian utama para penyair
cendrung beralih pada imaji.
Kata-kata cendrung diberikan peranan terutama sebagai alat menciptakan dan
menyampaikan imaji –gambar dalam pikiran serta hati –dari penyair atau sajak untuk
para pembacanya. Bila pada dasawarsa sebelumnya dilakukan upaya pembebasan bagi
kata-kata periode berikutnya, tahun 1980-an, imaji-lah yang ingin dibebaskan.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi esai di atas adalah …

A. Imaji merupakan unsur intrinsik puisi.

B. Imaji menampilkan apa yang dirasakan dan digambarkan penulis.

C. Imaji dan kata-kata memang harus dibebaskan.

D. Kata-kata yang harus dihilangkan harus dihilangkan.

E. Kata-kata hanya sekedar alat membangun kehadiran imaji.

5. Perhatikan esai berikut !

Dalam periode 1970-an muncul pula puisi konkret, puisi yang tidak puas hanya sebatas
kata-kata. Media lain, benda-benda seperti mesin tua, kandang burung , burung-burung
kertas, dan lukisan digabungkan dengan kata-kata. Para penyair puisi konkret
menganggap, pada nuansa lain bila kata-kata diletakkan dalam situasi konkret tertentu.
Perasaan tidak puas terhadap kata-kata, bahkan sampai pada suatu ekstrimitas semasa
dilakukan Danarto dengan membuat puisi tanpa kata. Ia membuat garis-garis yang
membentuk sembilan kotak, dan menyebutnya sebagai puisi.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi esai di atas adalah …

A. Puisi yang dibuat Danarto di kalangan penyair disebut puisi kotak.

B. Puisi kotak tidak makna yang tepat dan khusus.

C. Puisi seperti itu pasti tidak memiliki makna dan amanat.

D. Untuk menentukan makna dan amanat dalam puisi kotak sangatlah sulit.

E. Pada dasarnya puisi kotak tidak pernah bisa dianggap sebagai puisi.

6. Perhatikan esai berikut !

Menulis adalah ungkapan cultural yang kuat untuk mengubah nasib perempuan. Oleh
karena itu, perempuan dianjurkan untuk menghasilkan sebuah tulisan.
………..tujuannya agar perempuan menempati posisi sebagai subjek penentu dalam
membuat tulisan tersebut. Tulisan atau teks merupakan suatu gejala dan proses
indentifikasi yang dialami pengarang.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi esai di atas adalah …

A. Seperti predikat perempuan yang selalu dikatakan sebagai pencetus ide.

B. Selain itu, perempuan juga dianjurkan untuk membuat tulisan.

C. Banyak tulisan yang menampilkan perempuan sebagai figure dalam tulisan.

D. Sudut pandang cultural dapat dipatahkan dengan menggunakan sudut pandang feminism.

E. Kehadiran perempuan dalam karya sastra akan menandai eksistensinya dalam dunia sastra.

7. Perhatikan esai berikut !

Puisi bukanlah sekedar menghiraukan pesan, isi, tema, tetapi terutama memberikan
perhatian maksimal terhadap cara pengungkapan bahasanya. Jika engkau sengaja
meniatkan puisimu kosong dari tema atau pesan, sekedar elaborasi ungkapan atau
kata-kata, bahkan sekedar bunyi-bunyian dari kata-kata, tetapi jika engkau
membuatnya padu, intens, terkontrol, menarik, dan cantik serta unik dan luar biasa,
saya yakin pembaca akan segera sibuk akan mencarikan tema atau pesan atau
sajakmu yang kau kaim kosong tema atau tanpa makna itu. Engkau tinggal ongkang-
ongkang senyum dan ketawa, sementara pembaca dan kritikus ikhlas gembira
memeras keringat dan hatinya untuk mencarikan pesan atau makna pada sajakmu itu.
Kalimat yang tepat untuk melengkapi esai di atas adalah …

A. Puisi tidak lepas dan amanat puisi.

B. Pentingnya pengungkapan bahasa dalam sebuah puisi.


C. Makna dan amanat puisi sangat penting dalam mengapresiasikan puisi.

D. Tugas seorang pembaca dan kritikus adalah menentukan makna dan amanat puisi.

E. Keberhasilan sebuah sajak tergantung dari makna dan amanat puisi.

8. Perhatikan esai berikut !

Kritik karya sastra terhadap relitas merupakan format lain dari sebuah kepdulian
sosial. Dapat dikatakan bahwa sastra yang berusaha menjanjikan kegetiran sosial
yang dimunculkan di dalamnya merupakan sebuah tindak sosial (social act) yang
menjadi muara kecil komitmen sosial ( social commitment) seorang sastrawan.
…………..Sekedar catatan, bahwa komitmen sosial tidak tampak atau tiodak
tertdeteksi secara indrawi pada diri manusia. Sementara itu, tindak sosial terkadang
berupa sesuatu yang manipulatif atau menipu karena sifatnya yang terdeteksi indra
manusia yang mudah
Kalimat yang tepat untuk melengkapi esai di atas adalah …

A. Anda tentu dapat membedakan antara keduanya.

B. Memang terdapat perbedaan antara komitmen sosial dan tindakan sosial.

C. Bagaimana sebenarnya perbedaan komitmen sosial dan tindakan sosial.

D. Komitmen dan tindakan sosial akan dijelaskan lebih lanjut oleh penulis.

E. Antara komitmen dan tindakan sosial terdapat perbedaan yang sangat mencolok.

9. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!

Kalau kita membaca puisi Taufik Ismail berjudul,” Dengan Puisi Aku ‘’, dikatakan

bahwa puisi adalah segalanya. Dengan puisi kita bernyanyi, bercinta, mengenang, menangis,

mengutuk, dan berdoa. Tema apapun bisa ditulis jadi puisi. Tapi puisi tetaplah puisi yang

harus dibangun dalam dunia : imaji, kata-kata konkret, rima, irama, gaya bahasa, dan bahkan

simbol. Komposisi unik itulah yang menjadikan puisi bisa menyentuh dan mengejutkan

pembaca.

Kallimat esai yang sesuai dengan paragraf tersebut adalah ...

A. Fungsi puisi bagi pengarang adalah sebagai bentuk pengungkapkan perasaan hati yang

beragam.
B. Puisi Taufik Ismail Dengan Puisi Aku sebuah pengungkapan perasaan hati yang

beragam dan komposisi unik.

C. Puisi yang baik pasti mampu mewakili pikiran dan perasaan pengarang serta

mengejutkan pembacanya.

D. Tanpa pengembangan inaji, puisi yang dihasilkan penyair tidak mewakili maksud dan

isi hatinya.

E. Puisi Dengan Puisi Aku tercipta dari perasaan, keinginan, dan khayalan pengarang.

10. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!

Rumah sakit Moris merupakan rumah sakit besar di daerah Cileduk. Lokasinya pun tidak

begitu jauh dari tempat tinggal keluarga Nonon. Di rumah sakit ini segala sesuatunya

terlihat mewah. Waktu tadi baru masuk saja Nonon sempat terpesona. Dalam hati ia

bergumam. “Ini rumah sakit apa hotel, kok bagus amat?” Satu kekurangan rumah sakit

swasta ini adalah tidak mengenal amal. Mata mereka seakan buta oleh keadaan pasien dan

keluarga pasien. Mereka tidak akan mengizinkan pasien dirawat bila tidak bisa

menyetorkan uang jaminan. Menyedihkan memang, namun kenyataannya memang seperti

itu...

Kallimat esai yang sesuai dengan paragraf tersebut adalah ...

A. Latar tempat cerita ini mengambil sebuah rumah sakit yang mewah yang lebih mirip

hotel daripada rumah sakit yang sesungguhnya.

B. Biasanya orang memilih rumah sakit terdekat dari tempat tinggalnya meskipun

pelayanan yang diberikan kurang memadai.

C. Rumah sakit “besar” menjadi pilihan tokoh dalam cerita ini karena dianggap memiliki

fasilitas dan dokter yang lebih baik.


D. Cerita ini mengangkat sisi kehidupan sosial yang sangat biasa terjadi dalam kehidupan

sehari-hari sehingga kurang menarik.

E. Pengarang cukup jeli menceritakan realitas sosial, yaitu rumah sakit yang tidak peduli

kepada pasien yang kurang mampu.

Anda mungkin juga menyukai