Oleh:
Hiqma Nur Agustina 1
Abstract
1. Pendahuluan
Drama adalah salah satu jenis genre dalam karya sastra. Drama
telah berkembang dari zaman atau tradisi sastra Yunani. Pada awalnya,
1
Hiqma Nur Agustina, SS, M. Si, M. Hum adalah Dosen Tetap Yayasan di
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan UNIS Tangerang. Email: hiqma_english@yahoo.com
2 JIPIS, Volume 23, Nomor 2, Januari-Juni 2016
efektivitas komunikasi.
oratoria yang sarat dengan musik sebagai elemen utamanya, yang hingga
kini kita kenal dengan opera atau operet, dan di pihak lain muncul pula
elemen utama seperti yang kini kita kenal sebagai drama (2002: 99-100).
adalah bahasa. Dalam kaitan ini, ragam bahasa yang dipergunakan oleh
penyebab, misal dari tingkat pendidikan, status sosial, dan usia para tokoh
Oleh karena itu dapat dengan mudah kita jumpai adanya karya
drama yang sarat dengan dialek, bahasa sehari-hari, atau bahasa formal.
menjadi seorang guru bahasa Prancis dan menikah. Lalu kembali lagi ke
beberapa penerbitan.
Hasilnya beberapa kalimat yang tak lazim pun ia susun menjadi naskah
merupakan kisah satiris tentang kehidupan lugu dan penuh formalitas tak
remeh ataupun penting yang acap kali tanpa tujuan. Hidup hanya untuk
selaras, yaitu makna dari perkataan asalnya dalam bahasa latin, absurdium.
sebenarnya, tetapi menggambarkan suatu hal lain di balik realita dan itu
adalah absurd karena kita sebenarnya tidak pernah ditanya apakah kita
mau atau tidak dilahirkan ke dunia ini. Begitu juga setelah dilahirkan dan
menjemput kita, sebenarnya kita juga tidak pernah minta mati atau kita
sendiri tidak pernah mencari kematian, tetapi pada akhirnya kematian tetap
seorang ibu rumah tangga sampai mati bahkan ada yang mengira bahwa
badak yang lewat sampai beberapa kali bukanlah badak yang sama dengan
yang pertama kali dating. Kemudian pembahasan beralih pada isu apakah
badak-badak tersebut bercula satu atau bercula dua, berasal dari Asia atau
isi berita yang muncul di surat kabar pagi itu. Mereka menganggap berita
tersebut hanyalah isu murahan yang tidak layak untuk dipercaya, walaupun
melihat badak!”) (Tablo pertama, hlm: 26). Pada babak kedua ini ditutup
dengan peristiwa datangnya Nyonya Boeuf, istri dari Pak Boeuf, salah
bahwa suaminya tidak dapat bekerja hari itu karena sakit dan yang lebih
Barenger menjadi seekor badak (Babak 2, tablo kedua). Pada babak kedua
badak.
ini dengan latar di kamar Barenger, sebagai salah satu tokoh utama dalam
wujud Jean, tokoh-tokoh lain dan hamper sebagian penduduk kota yang
semua tokoh hadir dan terlibat dalam ketiga babak tersebut. Pada babak
pertama terdiri dari 10 orang tokoh, yaitu: Berenger, Jean, Lelaki Tua, Ahli
8 JIPIS, Volume 23, Nomor 2, Januari-Juni 2016
Logika, Pemilik Toko, Istri Pemilik Toko, Majikan Café, Pelayan Café,
Daisy, dan Ibu Rumah Tangga. Di setiap babaknya, ada pembagian peran
yang cukup menonjol sehingga tidak setiap babak semua tokohnya terlibat
keseluruhan babak adalah Barenger, Jean, dan Daisy. Pada babak pertama
sekunder.
yaitu Tuan Papillon (Kepala Bagian), Dudard (yang memiliki ambisi untuk
menjadi badak seperti yang lainnya. Hal ini dikarenakan hamper sebagian
berganti wujud menjadi seekor badak, seperti Jean, Tuan Papillon, Ahli
Logika, Botard, Pak Beouf bahkan hal yang sama juga terjadi pada orang-
maxim kemasyarakatan.
sama lain. Tidak pernah sampai pada esensi yang sebenarnya. Hal ini dapat
sebagai mitos, karena sudah tidak ada lagi yang bisa dipercaya, seperti
moral manusia. Terdapat kebosanan atas moral dari diri manusia itu
moral yang sekayaknya dimiliki oleh manusia. Namun sudah berbeda jauh
circular plot, yaitu terdapat perbedaan di awal dan di akhir cerita. Selain
itu juga terdapat klimaks saat Berenger menentukan dia tetap menjadi
untuk tetap tinggal bersama Berenger namun setelah terjadi konflik berupa
hlm: 69).
10 JIPIS, Volume 23, Nomor 2, Januari-Juni 2016
dan apa arti dari keberadaan itu, yang berarti walaupun semua orang
memiliki masalah yang berbeda tetapi masalah utamanya adalah suatu hal
Ketidakpedulian pada orang lain adalah salah satu budaya yang terjadi
5. Kesimpulan
dari tokoh, alur, tema, dan latarnya maka semua aspek terebut menunjang
karya drama ini sebagai bagian dari karya Teater Absurd, walaupun tidak
yang tidak mencirikan karya absurd seperti pada alur yang berupa non
circular plot yang berbeda dengan ciri khas karya Teater Absurd yang
tempat yang berbeda, sedangkan pada karya teater absurd cenderung ada
Yourself” pada diri kita sebagai manusia. Hidup terdiri atas pilihan-pilihan,
karena itu kita sendiri yang akan memilih dan menentukannya. Bukan pula
orang lain. Ketika kita berusaha untuk konsisten pada pilihan hidup yang
sudah kita ambil dan putuskan, seyogyanya kita musti memiliki visi dan
dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Esslin, Martin. 1973. The Theatre of the Absurd. New York: Overlook
Press, Woodstock.
http://amptamba.blogspot.com/2006/12/menafsir-dan-
memperagakan-ionesco.html