BAB 1
PENDAHULUAN
A. Labar Belakang
Drama merupakan bagian dari bahan pengajaran sastra sebagai bahan sastra, paling tidak kita mempelajari apa itu
drama, bagaimana cara mementaskannya. Unsur-unsur apa saja dan lain sebagainya. Terlepas dari semua itu,
bukan hal yang lucu, apabila kita mempelajari suatu ilmu yang kita tidak tahu asal usulnya.
Sejarah itu penting. Bagaimanakah sejarah drama mulai dari awal terbentuk hingga perkembangannya, khususnya
di negara Indonesia. Dikarenakan sejarah itu penting, maka harapannya supaya orang-orang dapat
mengimplementasikan drama dalam praktiknya, dapat menghargai jasa mereka yang telah berhasil membentuk
nama drama hingga ke seluruh pelosok tanah air. Melalui artikel inilah penulis paparkan sejarah dan perkembangan
drama di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah dan perkembangan drama di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui dan memahami sejarah dan asal usul drama di Indonesia
2. Memudahkan mahasiswa dalam mempelajari sejarah dan perkembangan drama di Indonesia.
BAB II
ISI
Dalam bagian ini akan dijelaskan perkembangan drama modern di beberapa negara yang melanjutkan kejayaan
tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada jaman Yunani Kuno. Akan dikemukakan tokoh
drama seperti Ibsen (Norwegia), Strindberg (Swedia), Bernard Shaw (Inggris), tokoh dari Irlandia, Perancis,
Jerman, Italia, Spanyol, Rusia, dan terakhir Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan pesat. Semua ini
sekedar informasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan kita di Indonesia tentang perkembangan drama di luar
Indonesia.
(a) Norwegia (Ibsen)
Tokoh paling terkemuka dalam penulisan drama di Norwegia adalah Henrick Ibsen (1828-1906). Karyanya yang
paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah "Nora", saduran dari terjemahan Armyn Pane "Ratna".
Karya-karya Ibsen adalah “Love's Comedy”, “The Pretenders”, “Brand and Peer Gynt” (drama puitis), “A doll's
House”, “An Enemy of the people”, “The Wild Duck”, “Hedda Gableer”, dan “Roshmersholm”. Ibsen tidak
memberikan karakter hitam putih, tetapi tokoh penuh tantangan, watak yang digambarkan kompleks dengan
penggambaran berbagai segi kehidupan manusia.Dialognya
dengan gaya prosa yang realistis dengan menekankan mutu
percakapan dan bersifat realistis. Gagasan yang dikemukakan dapat membangkitakan gairah dan memikat
perhatian.
Problem yang di angkat dapat menjadi lelucon drama yang besar dan diambil dari problem yang timbul dalam mas
yarakat biasa.
(b) Swedia (August Strindberg)
Tokoh drama paling terkenal di Swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya drama yang bersifat historis
dari Strindberg di antaranya adalah “Saga of the Folkung” dan
“The Pretenders”. “Miss Julia” dan “The Father” adalah
drama naturalis. Drama penting yang bersifatekspresionistis adalah “A Dream Play”, “The Dance of Death”,
dan “The Spook Sonata”.
Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard Shaw (1856-1950). Ia
dipandang sebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada abad modern. Di Ingris Bernard
Shaw menduduki peringkat kedua setelah Shakespeare.Karya karyanya antara lain adalah “Man and Superma ”, “
Major Barbara”, “Saint Joan”, “The Devil's Disciple , dan “Caesar and Cleopatra”. Tokoh drama modern di Inggris
yang lain adalah James M. Barrie (1860-1937), dengan karya “Admirable Crichton”, “What Every Woman
Knows”, “Dear Brutus”, dan “Peter Pan”. Noel Coward dengan karya “Blithe Spirit”. Somerest Mugham dengan
karya “The Circle”. Christoper Fry dengan karya-karyanya “A Phoenic Too Frequent”, “The Lady's Not for
Burning”.
Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan pemimpin kelompok
sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean O'Casey (1884) dengan karyanya “The Shadow of a Gunman”, “Juno
and the Paycock”, “The Plough and the Stars”, “The Silver Tassie”, “Within the Gates”, dan “The Stars Turns
Red”. Tokoh lainnya adalah John Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya “Riders to the Sea” dan “The
Playboy of the Western World”. Synge Merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat dunia teater menjadi
penting di sana.
(e) Perancis (dari Zola sampai Sartre)
Dua tokoh terkemuka di Perancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre (1905). Karya-karya Emile
Zola adalah “Therese Raquin” yang mirip “A Doll's House”. Eugene Brieux (1858-1932), menulis naskah
“Corbeaux” (The Vultures), “La Parisienne” (The Woman of Paris), dan “Les Avaries” (Damaged Gods). Edmond
Rostan (1868-1918) dengan karya “Les Romanasques” (The Romancers) dan “Cyrano de Bergerac”. Maurice
Materlinck (1862-1949), dengan karyanya “Pelleas et Melisande” yang bercorak romantik. Jean Giraudoux (1882-
1944), dengan karyanya “Amphitryen 38” dan “La Folle de Challiot” (The Madwoman of Challiot). Jean
Giraudoux juga mengarang karya yang sangat terkenal, yaitu “La Guerre de Troie N'aura pas Lieu” yang
diproduksi oleh Teater Broadway dengan judul "Tiger at the Gates". Di Indonesia pernah dipentaskan oleh
Darmanto Jt. dengan judul "Perang Troya Tidak Akan Meletus", kisah tentang Hektor dan Helena. Jean Cocteau
(1891-…) dengan karyanya La Machine Internale. Di antara pengarang selama Perang Dunia II, Jean Paul Sartre
merupakan spotlight. Ia lahir pada tahun 1905 dan merupakan tokoh aliran eksistensialisme. Karya-karyanya antara
lain “Huis Clos” (Ni Exit) dan “Les Mouches” (The Flies). Pengarang lainnya adalah Jean Anaoulih (1910-…)
dengan karyanya “Le Bal des Voleurs” (Thieve's Carnivaly) dan “Antigone” (terjemahan dari drama Sophocles).
Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern. Tokoh seperti Hebbel dan temannya telah mempelopori
aliran realisme. Penulis naturalis terkenal adalah Gerhart Hauptman (1862-1946) dan Arthur Schnitzler (1862-
1931). Karya Hauptman antara lain adalah “The Weavers”, “The Sunken Bell”, dan “Hannele”. Karya Schnitzler
antara lain “Liebelei”, “Anatol” dan “Reigen”. Pengarang lainnya Fernc Molnar (1878-1952) dengan karya “The
Play's the Thing”, “The Guardsman”, dan “Liliom”. Karel Capek (1890-1938) dengan karya “The Insect Comedy”
yang ditulis bersama kakaknya Yosef. Bertolt Brecht (1898-1956) dengan teaternya yang memiliki ciri-ciri an
enthrailling, masterfull, achievment, energetic, forceful, full of humor. Nama teaternya adalah Berliner Ensemble
(ciri tersebut berarti memikat, indah sekali, penuh prestasi, penuh energi, daya kekuatan yang tinggi, dan penuh
cerita humor). Karya-karya Brecht antara lain “Threepenny Opera”, “Mother Courage”, dan “The Good Woman
Setzuan”. Berline Ensemble sangat berpengaruh di masa sesudah Brecht.
Setelah zaman Renaissance, karya-karya drama banyak berupa opera di samping comedia dell'arte. Tokoh drama
Italia antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karyanya “Mistress of the Inn”. Gabrielle D'Annunzio (1863-1938)
dan Luigi Pirandello (1867-1936) dengan karyanya “Right You Are”, “If You Think You Are”, “As You Desire
Me”, “Henry IV”, “Naked”, “Six Characters in Search of an Author”, dan “Tonight We Improvise”.
Bagi Spanyol, abad XX sebagai abad kebangkitan dramatic spirit. Tokohnya antara lain Jacinto Benavente (1866-
1954) yang pernah mendapat hadiah Nobel tahun 1922. Yang terkenal di Amerika, adalah karyanya yang berjudul
“Los Intereses Creados” (The Bonds of Interest) dan “La Marquerida” (The Passion Flower). Sejaman dengan
Benavente adalah Gregorio Martinez Sierra (1881-1947) dengan karyanya “The Cradle Song”. Pengarang paling
penting pada jaman modern di Spanyol adalah penyair dan penulis drama Frederico garcia Lorca (1889-1936). Dia
dipandang sebagai orang yang dikagumi oleh penyair dan dramawan W.S. Rendra. Karya Lorca antara lain adalah
“Shoemaker's Prodigius Wife” dan “The House of Bernarda Alba”.
Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembang drama di Rusia. Pengarang pertama yang dipandang serius
adalah Alexander Pushkin (1799-1837) dengan karyanya “Boris Godunov”, Sebuah tragedi historis. Nikolai Gogol
(1809-1852), menulis antara lain “The Inspector General”. Alexander Ostrovski (1823-1886) menulis “Enough
Stupidity in Every Wise Man”. Leo Tolkstoy (1828-1910) menulis “The Power of Darkness” Selanjutnya Anton
Pavlovich Chekov(1860-1904) sangat terkenal di Indonesia, dengan karyanya yang diterjemahkan menjadi
"Pinangan" dan "Kebun Cherry" (The Cherry Orchid). Pohon Cherry merupakan karya besar Chekov. Karya
lainnya adalah “Uncle Vanya”, “The Sea Gull”, dan “The Three Sisters”. Ada kualitas dan ciri yang sama dari
karya Chekov, yaitu tragedi senyap, hasrat, kerinduan, dan karakter yang hidup. Pengarang lain adalah Maxim
Gorki (1868-1936) dengan karyanya “The Lower Depth”. Leonid Andreyev (1971-1919) dengan karyany “The
Live of Man”, “King Hunger”, dan “He Who Gets Slapped”.
Pengarang drama yang paling awal di Amerika adalah Thomas Godfrey, dengan karya “The Prince of Parthia”
(1767). Harriet Beecher Stowe (1811-1896) menulis “The Octoroon”. David Belasco (1854-1931) menulis “The
Girl of Goldent West”. Bronsin Howard (1842-1908) menulis “Shenandoah”. James A. Henre (1839-1901).
Dalam Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama Belanda peranakan dan
Tionghoa peranakan.
Dalam Periode Drama Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang
pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia.
Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor
terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di
pihak lain justru memacu munculnya naskah drama.
Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang
produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra.
Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama.
Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat
nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan
Riantiarno.
Di Indonesia sebelum abad ke-XX belum ada naskah dan pentas, yang ada hanya kisah-kisah yang disajikan secara
lisan. Drama pada waktu itu dilakukan di istana atau di lapangan.
Pada awal abad XX mulai ada pentas tetapi belum ada naskah. Naskah mulai timbul pada jaman Pujangga Baru.
Grup amatir memakai naskah, sedangkan grup professional tidak memakai naskah.
Sedangkan pada jaman Jepang, rombongan professional maupun amatir memakai naskah. Hal ini disebabkan oleh
adanya sensor Jepang yang paling ketat.
Perkembangan drama pada dewasa ini kelihatan makin maju. Rombongan profesional tidak memakai naskah,
organisasi amatir masih memakai naskah tetapi mengabaikan pengarang, penyadur dan penyalin. Akhir-akhir ini
tidak mengherankan bahwa timbul drama yang tidak memakai dialok kata tetapi dilakukan dengan gerak.