Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DRAMA DI INDONESIA

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Labar Belakang
Drama merupakan bagian dari bahan pengajaran sastra sebagai bahan sastra, paling tidak kita mempelajari apa itu
drama, bagaimana cara mementaskannya. Unsur-unsur apa saja dan lain sebagainya. Terlepas dari semua itu,
bukan hal yang lucu, apabila kita mempelajari suatu ilmu yang kita tidak tahu asal usulnya.
Sejarah itu penting. Bagaimanakah sejarah drama mulai dari awal terbentuk hingga perkembangannya, khususnya
di negara Indonesia. Dikarenakan sejarah itu penting, maka harapannya supaya orang-orang dapat
mengimplementasikan drama dalam praktiknya, dapat menghargai jasa mereka yang telah berhasil membentuk
nama drama hingga ke seluruh pelosok tanah air. Melalui artikel inilah penulis paparkan sejarah dan perkembangan
drama di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah dan perkembangan drama di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui dan memahami sejarah dan asal usul drama di Indonesia
2. Memudahkan mahasiswa dalam mempelajari sejarah dan perkembangan drama di Indonesia.
BAB II
ISI

A. ASAL KATA DRAMA


Kata “Drama” berasal dari kata “Dramas”, bahasa Yunani, yang berarti : suatu perbuatan atau kumpulan
pertunjukkan kehidupan seseorang.

B. ARTI KATA DRAMA


1. Arti kata (batasan, definisi) drama menurut Aristoteles (384-322 sebelum Masehi) : Drama adalah
suatu tiruan dari suatu perbuatan.
2. Batasan drama menurut John E. Dietrich*) : Drama adalah suatu cerita dalam bentuk dialog
(antawacana) tentang konflik (pertentangan) manusia, diproyeksikan dengan ucapan dan perbuatan dari sebuah
panggung kepada penonton.
3. Secara harfiah drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat atau bertindak.
4. Menurut Moulton drama adalah hidup yang dilukiskan dalam gerak.

C. SEJARAH DRAMA DI YUNANI


1.Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani dan
Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
a. Drama Yunani
Asal mula drama adalah kultus Dyonesos. Pada waktu itu, drama dikaitkan dengan upacara penyembahan
kepada dewa, dan disebut tragedi. Kemudian tragedi mendapat makna lain, yaitu perjuangan manusia melawan
nasib. Komedi sebagai lawan kata dari tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur cerita duka dengan
tujuan menyindir penderitaan hidup manusia. Ada tiga tokoh Yunani terkenal, yaitu Plato, Aristoteles, dan
Sophocles. Menurut Plato, keindahan bersifat relatif. Karya seni dipandangnya sebagai mimetik, yaitu imitasi dari
kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi menurut Plato bukan demi kepentingan imitasi itu sendiri, tetapi demi
kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah “The Republic”.
Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya imitasi kehidupan fisik,
tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung kebajikan dalam dirinya. Dengan demikian karya-
karya itu mempunyai watak tertentu. Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karyanya yang
merupakan tragedi, merupakan karyanya bersifat abadi, dan temanya relevan sampai saat ini. Dramanya adalah
"Oedipus Sang Raja", "Oedipus", dan "Antigone". Tragedi tentang nasib manusia yang mengenaskan. Dari
karyanya bentuk tragedi Yunani mendapatkan warna kas. Sedang Aristophanes, adalah tokoh komedi dengan karya
karyanya “The Frogs”, “The Waps”, “The Clouds”.
b. Drama Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu Plutus, Terence, atau Publius Terence Afer, dan Lucius Seneca.
Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, lama-lama bersifat mencari uang.
Bentuk pentas lebih megah dari zaman Yunani.

2.Teater Abad Pertengahan


Pengaruh gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman pertengahan ini. Dalam pementasan ada nyanyian
yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan koor. Kemudian ada pagelaran "Pasio" seperti yang sering
dilaksanakan di gereja menjelang upacara Paskah sampai saat ini.
Ciri khas abad Pertengahan, adalah sebagai berikut:
1. Pentas kereta,
2. Dekor bersifat sederhana dan simbolis,
3. Pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan
drama modern.
(a) Zaman Italia
Istilah yang populer dalam jaman Italia adalah Comedia del 'Arte yang bersumber dari komedi Yunani. Tokoh-
tokohnya antara lain Dante, dengan karya-karyanya ”The Divina Comedy”, Torquato Tasso dengan karyanya
drama-drama liturgis dan pastoral, dan Niccolo Machiavelli dengan karyanya “Mandrake”. Ciri-ciri drama pada
zaman ini, adalah sebagai berikut:
1. Improvisatoris atau tanpa naskah,
2. Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru kemudian pemain berimprovisasi
(bandingkan teater tradisional di Indonesia),
3. Cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha
mendekati kenyataan
4. Gejala akting, pantomime, adegan dan urutan tidak diperhatikan.
Komedi Italia meluas ke Inggris dan Nederland. Gaya komedi Italia ini di Indonesia kita kenal dengan nama
"seniman sinting" atau "seniman miring" dengan tokoh antara lain Marjuki . Dibandingkan dengan drama Yunani,
maka pada zaman Italia ini materi cerita disesuaikan dengan adegan yang terbatas itu. Trilogi Aristoteles mendapat
perhatian. Tokoh-tokoh pelaku dalam komedi Italia mirip tokoh-tokoh cerita pewayangan, sudah dipolakan yaitu:
1. Arlecchino (The Hero, pemain utama),
2. Harlekyn (punakawan/badut/clown),
3. Pantalone (ayah sang gadis lakon),
4. Dottere (tabib yang tolol),
5. Capitano (kapten perebut gadis lakon),
6. Columbina (punakawan putri),
7. Gadis lakon (primadona yang menjadi biang lakon).

(b) Jaman Elizabeth


Pada awal pemerintahan Raru Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan pesatnya. Teater-
teater didirikan sendiri atas prakarsa sang ratu. Shakespeare, tokoh drama abadi adalah tokoh yang hidup pada
jaman Elizabeth. Ciri-ciri naskah drama jaman Elizabeth, adalah:
1. Naskah puitis,
2. Dialognya panjang-panjang,
3. Penyusunan naskahnya lebih bebas, tidak mengikuti hukum
yang sudah ada,
4. Laku bersifat simultan, berganda dan rangkap,
5. Campuran antara drama dan humor.
Tokoh besarnya adalah William Shakespeare (1564-1616), dengan karya-karyanya “The Taming of the Schrew”,
“Mid Summer Night Dream”,“King Lear”, “Anthony and Cleopatra”, “Hamlet”, “Macbeth”, dan sebagainya.
Hampir semuanya telah diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo, Muh. Yamin, dan Rendra.

(c) Perancis (Moliere dan Neoklasikisme)


Tokoh-tokoh drama di Perancis antara lain Pierre Corneille (Melite, Le Cid), Jean Raccine (Phedra), Moliere, Jean
Baptista
Poquelin (Le Docteur Amoureux/The Love Sick Doctor, Les Preciueuses Rudicules/The Affected Young Lady, da
n lain-lain), Voltaire (dengan filsafat dan karyanya yang aneh), Denis Diderot (Le Per De Famille dan Le Fils
Naturel), Beaumarchais (La Barbier De Seville/Barber of Seville, Le Mariage de Fogaro/The Marriage of Fogaro).

(d) Jerman (jaman Romantik)


Tokoh-tokohnya antara lain Gotthol Ephraim Lessing (Emilia Galotti, Miss Sara Sampson, dan Nathan der Weise),
Wolfgang von Goethe(Faust), Christhop Friedrich von Schiller (The Robbers, Love and Intrique, Wallenstein,
dan beberapa adaptasi dari Shakespeare).

D. SEJARAH DRAMA MODERN

Dalam bagian ini akan dijelaskan perkembangan drama modern di beberapa negara yang melanjutkan kejayaan
tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada jaman Yunani Kuno. Akan dikemukakan tokoh
drama seperti Ibsen (Norwegia), Strindberg (Swedia), Bernard Shaw (Inggris), tokoh dari Irlandia, Perancis,
Jerman, Italia, Spanyol, Rusia, dan terakhir Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan pesat. Semua ini
sekedar informasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan kita di Indonesia tentang perkembangan drama di luar
Indonesia.
(a) Norwegia (Ibsen)

Tokoh paling terkemuka dalam penulisan drama di Norwegia adalah Henrick Ibsen (1828-1906). Karyanya yang
paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah "Nora", saduran dari terjemahan Armyn Pane "Ratna".
Karya-karya Ibsen adalah “Love's Comedy”, “The Pretenders”, “Brand and Peer Gynt” (drama puitis), “A doll's
House”, “An Enemy of the people”, “The Wild Duck”, “Hedda Gableer”, dan “Roshmersholm”. Ibsen tidak
memberikan karakter hitam putih, tetapi tokoh penuh tantangan, watak yang digambarkan kompleks dengan
penggambaran berbagai segi kehidupan manusia.Dialognya
dengan gaya prosa yang realistis dengan menekankan mutu
percakapan dan bersifat realistis. Gagasan yang dikemukakan dapat membangkitakan gairah dan memikat
perhatian.
Problem yang di angkat dapat menjadi lelucon drama yang besar dan diambil dari problem yang timbul dalam mas
yarakat biasa.
(b) Swedia (August Strindberg)

Tokoh drama paling terkenal di Swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya drama yang bersifat historis
dari Strindberg di antaranya adalah “Saga of the Folkung” dan
“The Pretenders”. “Miss Julia” dan “The Father” adalah
drama naturalis. Drama penting yang bersifatekspresionistis adalah “A Dream Play”, “The Dance of Death”,
dan “The Spook Sonata”.

(c) Inggris (Bernard Shaw dan Drama Modern)

Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard Shaw (1856-1950). Ia
dipandang sebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada abad modern. Di Ingris Bernard
Shaw menduduki peringkat kedua setelah Shakespeare.Karya karyanya antara lain adalah “Man and Superma ”, “
Major Barbara”, “Saint Joan”, “The Devil's Disciple , dan “Caesar and Cleopatra”. Tokoh drama modern di Inggris
yang lain adalah James M. Barrie (1860-1937), dengan karya “Admirable Crichton”, “What Every Woman
Knows”, “Dear Brutus”, dan “Peter Pan”. Noel Coward dengan karya “Blithe Spirit”. Somerest Mugham dengan
karya “The Circle”. Christoper Fry dengan karya-karyanya “A Phoenic Too Frequent”, “The Lady's Not for
Burning”.

(d) Irlandia (Yeats sampai O'Casey)

Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan pemimpin kelompok
sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean O'Casey (1884) dengan karyanya “The Shadow of a Gunman”, “Juno
and the Paycock”, “The Plough and the Stars”, “The Silver Tassie”, “Within the Gates”, dan “The Stars Turns
Red”. Tokoh lainnya adalah John Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya “Riders to the Sea” dan “The
Playboy of the Western World”. Synge Merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat dunia teater menjadi
penting di sana.
(e) Perancis (dari Zola sampai Sartre)

Dua tokoh terkemuka di Perancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre (1905). Karya-karya Emile
Zola adalah “Therese Raquin” yang mirip “A Doll's House”. Eugene Brieux (1858-1932), menulis naskah
“Corbeaux” (The Vultures), “La Parisienne” (The Woman of Paris), dan “Les Avaries” (Damaged Gods). Edmond
Rostan (1868-1918) dengan karya “Les Romanasques” (The Romancers) dan “Cyrano de Bergerac”. Maurice
Materlinck (1862-1949), dengan karyanya “Pelleas et Melisande” yang bercorak romantik. Jean Giraudoux (1882-
1944), dengan karyanya “Amphitryen 38” dan “La Folle de Challiot” (The Madwoman of Challiot). Jean
Giraudoux juga mengarang karya yang sangat terkenal, yaitu “La Guerre de Troie N'aura pas Lieu” yang
diproduksi oleh Teater Broadway dengan judul "Tiger at the Gates". Di Indonesia pernah dipentaskan oleh
Darmanto Jt. dengan judul "Perang Troya Tidak Akan Meletus", kisah tentang Hektor dan Helena. Jean Cocteau
(1891-…) dengan karyanya La Machine Internale. Di antara pengarang selama Perang Dunia II, Jean Paul Sartre
merupakan spotlight. Ia lahir pada tahun 1905 dan merupakan tokoh aliran eksistensialisme. Karya-karyanya antara
lain “Huis Clos” (Ni Exit) dan “Les Mouches” (The Flies). Pengarang lainnya adalah Jean Anaoulih (1910-…)
dengan karyanya “Le Bal des Voleurs” (Thieve's Carnivaly) dan “Antigone” (terjemahan dari drama Sophocles).

(f) Jerman dan Eropa Tengah (Hauptman sampai Brecht)

Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern. Tokoh seperti Hebbel dan temannya telah mempelopori
aliran realisme. Penulis naturalis terkenal adalah Gerhart Hauptman (1862-1946) dan Arthur Schnitzler (1862-
1931). Karya Hauptman antara lain adalah “The Weavers”, “The Sunken Bell”, dan “Hannele”. Karya Schnitzler
antara lain “Liebelei”, “Anatol” dan “Reigen”. Pengarang lainnya Fernc Molnar (1878-1952) dengan karya “The
Play's the Thing”, “The Guardsman”, dan “Liliom”. Karel Capek (1890-1938) dengan karya “The Insect Comedy”
yang ditulis bersama kakaknya Yosef. Bertolt Brecht (1898-1956) dengan teaternya yang memiliki ciri-ciri an
enthrailling, masterfull, achievment, energetic, forceful, full of humor. Nama teaternya adalah Berliner Ensemble
(ciri tersebut berarti memikat, indah sekali, penuh prestasi, penuh energi, daya kekuatan yang tinggi, dan penuh
cerita humor). Karya-karya Brecht antara lain “Threepenny Opera”, “Mother Courage”, dan “The Good Woman
Setzuan”. Berline Ensemble sangat berpengaruh di masa sesudah Brecht.

(g) Italia (dari Goldoni sampai Pirandillo)

Setelah zaman Renaissance, karya-karya drama banyak berupa opera di samping comedia dell'arte. Tokoh drama
Italia antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karyanya “Mistress of the Inn”. Gabrielle D'Annunzio (1863-1938)
dan Luigi Pirandello (1867-1936) dengan karyanya “Right You Are”, “If You Think You Are”, “As You Desire
Me”, “Henry IV”, “Naked”, “Six Characters in Search of an Author”, dan “Tonight We Improvise”.

(h) Spanyol (dari Benavente sampai Lorca)

Bagi Spanyol, abad XX sebagai abad kebangkitan dramatic spirit. Tokohnya antara lain Jacinto Benavente (1866-
1954) yang pernah mendapat hadiah Nobel tahun 1922. Yang terkenal di Amerika, adalah karyanya yang berjudul
“Los Intereses Creados” (The Bonds of Interest) dan “La Marquerida” (The Passion Flower). Sejaman dengan
Benavente adalah Gregorio Martinez Sierra (1881-1947) dengan karyanya “The Cradle Song”. Pengarang paling
penting pada jaman modern di Spanyol adalah penyair dan penulis drama Frederico garcia Lorca (1889-1936). Dia
dipandang sebagai orang yang dikagumi oleh penyair dan dramawan W.S. Rendra. Karya Lorca antara lain adalah
“Shoemaker's Prodigius Wife” dan “The House of Bernarda Alba”.

(i) Rusia (dari Pushkin sampai Andreyev)

Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembang drama di Rusia. Pengarang pertama yang dipandang serius
adalah Alexander Pushkin (1799-1837) dengan karyanya “Boris Godunov”, Sebuah tragedi historis. Nikolai Gogol
(1809-1852), menulis antara lain “The Inspector General”. Alexander Ostrovski (1823-1886) menulis “Enough
Stupidity in Every Wise Man”. Leo Tolkstoy (1828-1910) menulis “The Power of Darkness” Selanjutnya Anton
Pavlovich Chekov(1860-1904) sangat terkenal di Indonesia, dengan karyanya yang diterjemahkan menjadi
"Pinangan" dan "Kebun Cherry" (The Cherry Orchid). Pohon Cherry merupakan karya besar Chekov. Karya
lainnya adalah “Uncle Vanya”, “The Sea Gull”, dan “The Three Sisters”. Ada kualitas dan ciri yang sama dari
karya Chekov, yaitu tragedi senyap, hasrat, kerinduan, dan karakter yang hidup. Pengarang lain adalah Maxim
Gorki (1868-1936) dengan karyanya “The Lower Depth”. Leonid Andreyev (1971-1919) dengan karyany “The
Live of Man”, “King Hunger”, dan “He Who Gets Slapped”.

(j) Amerika (Godfrey sampai Miller)

Pengarang drama yang paling awal di Amerika adalah Thomas Godfrey, dengan karya “The Prince of Parthia”
(1767). Harriet Beecher Stowe (1811-1896) menulis “The Octoroon”. David Belasco (1854-1931) menulis “The
Girl of Goldent West”. Bronsin Howard (1842-1908) menulis “Shenandoah”. James A. Henre (1839-1901).

E. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DRAMA DI INDONESIA

Sejarah perkembangan penulisan drama meliputi:


(1) Periode Drama Melayu-Rendah,
(2) Periode Drama Pujangga Baru,
(3) Periode Drama Zaman Jepang,
(4) Periode Drama Sesudah Kemerdekaan, dan
(5) Periode Drama Mutakhir.

Dalam Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama Belanda peranakan dan
Tionghoa peranakan.
Dalam Periode Drama Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang
pertama kali ditulis oleh pengarang Indonesia.
Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor
terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di
pihak lain justru memacu munculnya naskah drama.
Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang
produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra.
Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama.
Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat
nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan
Riantiarno.

Di Indonesia sebelum abad ke-XX belum ada naskah dan pentas, yang ada hanya kisah-kisah yang disajikan secara
lisan. Drama pada waktu itu dilakukan di istana atau di lapangan.
Pada awal abad XX mulai ada pentas tetapi belum ada naskah. Naskah mulai timbul pada jaman Pujangga Baru.
Grup amatir memakai naskah, sedangkan grup professional tidak memakai naskah.
Sedangkan pada jaman Jepang, rombongan professional maupun amatir memakai naskah. Hal ini disebabkan oleh
adanya sensor Jepang yang paling ketat.
Perkembangan drama pada dewasa ini kelihatan makin maju. Rombongan profesional tidak memakai naskah,
organisasi amatir masih memakai naskah tetapi mengabaikan pengarang, penyadur dan penyalin. Akhir-akhir ini
tidak mengherankan bahwa timbul drama yang tidak memakai dialok kata tetapi dilakukan dengan gerak.

Pembabakan drama Indonesia antara lain sebagai berikut :


1. Sastra drama melayu rendah (1891-1940)
Sastra drama melayu rendah pada masa – masa ini muncul karena adanya tuntutan dari teater modern Indonesia
yang merupakan produk dari budaya kota Indonesia. Untuk itu, penduduk itu yang pada saat itu terjadi dari
beberapa kebangsaan dari beberapa kota, yakni Indo, Arab, Cina, Indosia sendiri yang juga didominasi oleh
Belanda dan Cina. Muncul komedi Stambul yang bersifat opera (tahun 1891), menampilkan hikayat-hikayat dari
Persia, India, Eropa. penampilannya realistis, walaupun secara structural belum berbentuk lakon.
2. Sasrta Drama Pujangga Baru (1926-1939)
Seperti mengalami perkembangan dari Sastra Drama Melayu Rendah ke Sastra Drama Pujangga Baru. Hal ini
kerena memang penulis naskah pada periode ini dikenal sebagai pujangga baru, dialah Roestam Effendi. Ada
perbedaan yang mencolok antara naskah yang ditulis oleh orang – orang Tionghoa dan naskah yang ditulis oleh
Roestam Effendi sangat berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada dialog. Satu hal lagi yang mencolok dari
karakteristik dari sastra drama Pujangga Baru, yakni sasrta yang ditulis memang untuk tujuan karya sastra dan
bukan ditulis dengan dasar akan dipentaskan. Tidak hanya Rustam Effendi yang menulis naskah pada periode ini.
Namun masih ada lainnya yakni Mohammad Yamin (Ken Arok dan Ken Dedes), Sanusi Pane (Airlangga), Armijn
Pane (Lukisan Masa).
3. Sasrta Drama Zaman Jepang (1941-1945)
Sasrta ini lahir pada zaman pendudukan Jepang. Pada zaman ini, mula – mula berkembang rombongan sandiwara
profesional. Disebut sandiwara profesional kerena bekerja tanpa naskah drama berdialog, tetapi hanya garis besar
cerita. Selain itu, jalannya cerita masih diselingi nyanyian.
4. Sastra Drama Setelah Kemerdekaan (1945-1970)
Pada masa ini masa – masa Indonesia sedang sibuk mempertahankan keutuhan Indonesia dan serangan dari
Belanda. Pada masa – masa ini, tidak memberikan peluang yang lebar kepada para sastrawan untuk membuat karya
sastra. Maka, tidak dapat dihindari, jumlah karya sastra yang tercipta pada periode ini menurun sangat drastis.
Hanya beberapa karya sastra yang dihasilkan, yakni Keluarga Surono oleh Idrus (1948), Suling (1946), Bunga
Rumah Makan (1947) oleh Utuy Tatang Sontai, dan Tumbang oleh Trisno Sumardjo. Adapun dari segi tema yang
ditampilkan pada penulis inipun sudah jauh berbeda. Jika sebelumnya tema – tema yang ditampilkan adalah
masalah politik maka pada saat ini lebih banyak dihadirkan tema – tema tentang kejiwaan.
5. Sasrta Drama Mutakhir (1970-Sekarang)
Sastra drama mutakhir yang dimulai sejak tahun 1970 dan sampai saat ini tidak dapat dilepaskan begitu saja
dengan berdirinya Dewan Kesenian Jakarta. Melalui Dewan Kesenian Jakarta yang melakukan sayembara –
sayembara naskan drama kemudian lahirlan banyak sekali naskah drama Indonesia yang tidak lagi bertema – tema
tertentu, tetapi dengan tema – tema yang lebih umum. Setelah mengerahui perkembangan sastra drama, tidak dapat
melepaskan diri pada seniman pada periode mutakhir ini. Berbicara mengenai drama, tidak dapat dilepaskan dari
tokoh drama yang tetap legendaris, meskipun sudah meninggal dunia.tokoh tersebut adalah WS Rendra. WS
Rendra adalah pendiri Bengkel Teater. Bengkel Teater didirikan pada tahun 1967. WS Rendra yang mendapat
julukan Burung Merah Merak ini, turut membentuk sejarah drama Indonesia. Rendra turut mewarnai dunia drama
dengan memainkan drama, kadan Rendra sendiri juga yang membuat naskan drama sendiri , menyutradarai,
sakaligus memerankan.

Anda mungkin juga menyukai