Anda di halaman 1dari 34

Sejarah Drama di Dunia

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Drama terlebih dahulu berkembang di dunia barat yang disebut drama klasik pada zaman
Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak
sekali yang bersifat abadi, terkenal sampai kini. Semua ini sekedar informasi untuk
memperluas pengetahuan kita di Indonesia khususnya mahasiswa tentang perkembangan
drama di luar Indonesia.

2. Sejarah Drama di Dunia


2.1. Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah drama yang hidup pada zaman Yunani dan Romawi. Pada
masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat
abadi, terkenal sampai kini.

a. Zaman Yunani.
Asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan upacara
penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan upacara
korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian yang disebut “tragedi”. Dalam
perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi
manusia, dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan dari kata
tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan
menyindir penderitaan hidup manusia.
Ada 3 tokoh Yunani yang terkenal, yaitu: Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Menurut
Plato, keindahan bersifat relatif. Karya karya seni dipandanganya sebagai mimetik, yaitu
imitasi dari kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi itu menurut Plato bukan demi kepentingan
imitasi itu sendiri, tetapi demi kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah The
Republic.
Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya sebagai
imitasi kehidupan fisik, tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung
kebijakan dalam dirinya. Dengan demikian karya-karya itu mempunyai watak yang menentu.
Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karya yang merupakan tragedi,
bersifat abadi, dan temanya Relevan sampai saat ini. Dramanya itu adalah: “Oedipus Sang
Raja”, “Oedipus di Kolonus”, dan “Antigone”. Tragedi tentang nasib manusia yang
mengenaskan.
Tokoh Lain yang dipandang tokoh pemula drama Yunani adalah Aeschylus, dengan karya-
karyanya: “Agamenon”, “The Choephori”, “The Eumides”. Euripides yang hidup antara 485-
306 SM, merupakan tokoh tragedi, seperti halnya Aeschylus. Karya-karya Euripides adalah:
Electra, Medea, Hippolytus, The Troyan Woman dan Iphigenia in Aulis.
Jika Aeschylus, Sophocles, dan Euripides merupakan tokoh strategi, maka dalam hal komedi
ini mengenal tokoh Aristophanes. Karya-karyanya adalah : The Frogs, The Waps, dan The
Clouds.

Bentuk Stragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :
1. Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2. Lamanya Lakon kurang dari satu jam.
3. Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau
pujian).
4. Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut.
5. Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian, yang diselingi Koor (stasima). Kelompok Koor
biasanya keluar paling akhir (exodus).
6. Menggunakan Prolog yang cukup panjang.

Bentuk pentas pada zaman Yunani berupa pentas terbuka yang berada di ketinggian.
Dikelilingi tempat duduk penonton yang melingkari bukit, tempat pentas berada di tengah-
tengah. Drama Yunani merupakan ekspresi religius dalam upacara yang bersifat religius pula.

Bentuk Komedi, dengan ciri-ciri sebagai berikut :


1. Komedi tidak mengikuti satire individu maupun satire politis.
2. Peranan aktor dalam komedi tidak begitu menonjol;
3. Kisah lakon dititikberatkan pada kisah cinta, yaitu pengejaran gadis oleh pria yang
cintanya ditolak orang tua/famili sang gadis.
4. Tidak digunakan Stock character, yang biasanya memberikan kejutan.
5. Lakon menunjukan ciri kebijaksanaan, karena pengarangnya melarat dan menderita, tetapi
kadang-kadang juga berisi sindiran dan sikap yang pasrah.

b. Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, Yaitu: Plutus, Terence atau Publius Terence Afer,
dan Lucius Senece. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat
religius, lama-kelamaan bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentas lebih megah dari
zaman Yunani.

2.2. Teater Abad Pertengahan


Pengaruh Gereja Khatolik atas drama sangat besar pada zaman Pertengahan ini. Dalam
pementasan ada nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan Koor.
Kemudian ada pelanggan “Pasio” seperti yang sering dilaksanakan di gereja menjelang
upacara Paskah sampai saat ini.’
Ciri-ciri khas theater abad Pertengahan, adalah sebagai berikut :
1. Pentas Kereta.
2. Dekor bersifat sederhana dan simbolik.
3. Pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama modern.

2.3. Zaman Italia


Istilah yang populer dalam zaman Italia adalah Comedia Del’arie yang bersumber dari
komedi Yunani. Tokoh-tokohnya antara lain: Date, dengan karya-karyanya: The Divina
Comedy Torquato Tasso dengan karyanya drama-drama liturgis dan pastoral dan Niccolo
Machiavelli dengan karya-karyanya Mandrake.

Ciri-ciri drama pada zaman ini, adalah sebagai berikut :


a. Improvitoris atau tanpa naskah.
b. Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru
kemudian pemain berimprovisasi (bandingkan teater tradisional di Indonesia).
c. Cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan.
d. Gejala akting pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.

2.4. Zaman Elizabeth


Pada awal pemerintahan Ratu Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan
sangat pesatnya. Teater-teater didirikan sendiri atas prakarsa sang ratu. Shakespeare, tokoh
drama abadi adalah tokoh yang hidup pada zaman Elizabeth.

Ciri-ciri naskah zaman Elizabeth, adalah:


a. Naskah Puitis.
b. Dialognya panjang-panjang.
c. Penyusunan naskah lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada.
d. Lakon bersifat simultan, berganda dan rangkap.
e. Campuran antara drama dengan humor.

2.5. Perancis : Molere dan Neoklasikisme


Tokoh-tokoh drama di Prancis antara lain Pierre Corneile (1606-1684, dengan karya-karya:
Melite, Le Cid), Jean Racine (1639-1699, dengan karya: Phedra).

2.6. Jerman: Zaman Romantik


Tokoh-tokoh antara lain: Gotthold Ephrairn Lessing (1729-1781, dengan karya Emilla Galott,
Miss Sara Sampson, dan Nathan der Weise), Wolfg Von Goethe (1749-1832, dengan karya:
Faust, yang difilmkan menjadi Faust and the Devil), Christhoper Frederich von Schiller
(1759-1805, dengan karya: The Robbers, Love and Intrigue, Wallenstein, dan beberapa
adaptasi dan Shakespeare).

2.7. Drama Modern


a. Norwegia : Ibsen
Tokoh paling terkemuka dalam perkembangan drama di Norwegia adalah Henrik Ibsen
(1828-1906). Karya Ibsen yang paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah
“Nova”, saduran dari terjemahan Armyn Pane “Ratna”. Karya-karya Ibsen adalah Love’s
Comedy, The Pretenders, Brand dan Peer Gynt (drama puitis), A Doll House, An Emeyn of
the people, The Wild Duck, Hedda Gabler, dan Rosmersholm.

b. Swedia : August Strinberg


Tokoh drama paling terkenal di swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya drama
yang bersifat historis dari Strindberg di antaranya adalah Saga of the Folkum dan The
Pretenders, Miss Julia dan The Father adalah drama naturalis. Drama penting yang bersifat
ekspresionitis adalah A Dream Play, The Dance of Death, dan The Spook Sonata.

c. Inggris : Bernard Shaw dan Drama Modern.


Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard
Shaw (1856-1950). Ia dipandang sebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada
abad Modern.

d. Irlandia : Yeats sampai O’Casey


Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan
pemimpin kelompok sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean O’Casey (1884) dengan
karyanya: The Shadow of a Gunman, Juno and the Paycock, The Plough and the Start, The
Silver Tassie, Withim the Gates, dan The Start Turns Red. Tokoh lainya adalah John
Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya: Riders to the Sea, dan The Playboy of the
Western World. Synge merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat dunia teater
menjadi penting disana.

e. Perancis : dari Zola sampai Sartre


Dua tokoh drama terkemuka di Prancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre
(1905).
f. Jerman dan Eropa Tengah : dari Hauptman sampai Brecht
Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern Tokoh seperti Hebble dan
temannya telah mempelopori a1iran Realisme. Pengarang Naturalis yang terkenal adalah
Gerhart Huptman (1862-1945) dan Aflhur Schnitzler (1862-19310).

g. Italia : dari Goldoni sampai Pirandillo


Setalah zaman resenaissance, karya-karya drama banyak berupa opera disamping comedia
dell’arte. Tokoh drama Italia antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karya Mistress of the
Inn. Gabrille D’Annunzio (1863-1938) dan Luigi Pirandello (1867-1936).

h. Spanyol : dari Benavente ke Lorca


Bagi Spanyol, abad XX dipandang sebagai abad kebangkitan dromatic spirit. Tokohnya
antara lain: Jacinto Benavente (1866-1954) yang pernah mendapat hadiah Nobel 1922.
Sezaman dengan Benavente adalah Gregorio Martinez Sierra (1881-1947) dengan karyanya
The Cradle Song. Pengarang paling penting pada zaman modern di Spanyol adalah penyair
dan penulis drama Federico Garcia Lorco (1889-1936).

i. Rusia : dari Pushkin ke Andreyev


Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembangan drama di Rusia. Pengarang
pertama yang dipandang serius adalah Alexander Pushkin (1799-1837) dengan karyanya
Boris Godunov, sebuah tragedi historis.

j. Amerika : Golfrey sampai Miller


Pengarang drama yang penting di Amerika adalah Thomas Godfrey, dengan karyanya The
Princes of Parthic (1767).
Sejak adanya Broadway sebagai pusat teater, perkembangan teater di Amerika sangat pesat.
Tokoh-tokohnya antara lain Eugne Gladstone O’Neill (1888-1953).
Tokoh drama lainya Maxwell Anderson (188-1959). Dengan karyanya: Elizabeth the Queen,
Mary of Scotland, dan Anne of Thousand Days. Juga Winterset, What Price Glory, Both
Your houses dan High Tor. Thornton Wulder (1897- .....) dengan karyanya Our Town, The
Skin of Our Theeth, dan The Matchmake,: Elmer Rice (1892-....), karyanya: Street Scene
(mendapat hadiah Pulitzer), The Adding Machine, dan Dream Girl.
Beberapa pengarang lain diantaranya Clifford Odets (yang dikenal dengan protes sosialnya,
(Tennesse Williams dan Arthur Miller, Odets (1906-…..). antara lain mengarang: Waiting-for
Lefty, Golden Boy, Awake and Sing, The country Girl, dan The Flowering Peach. Pengikut
Odets sebagai pengarang protes social adalah: Lilian Heilman Saroyan ( 1905-….).
Yang dikenal sebagai pengarang masa kini di antaranya adalah Tennesse Williams (1914-.
….) Arthur Miller (1915-….) dan William Inge.
Pengarang lainnya adalah: Robert Anderson (karyanya: Tea and Shympathy, All Summer
Long, an Silent Night, Lonely Night). William Gibson (Karyanya: Two for the Seesaw dan
The Miracle Worker). Brooks Atkinson (karyanya: The New York Times).
Drama Komedi musikal juga berkembang di Amerika, misalnya: A Trip to Chinatown (oleh
Charles Hoyt), Forty Five Minutes from Broadway (oleh George M. Cohan), Of There I Song
karya George S.

SEJARAH DRAMA

DRAMA · MATERI

II. SEJARAH DRAMA


2.1 Sejarah Drama Dunia
2.1.1 Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan
kebudayaan Yunani dan Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal
sampai kini.
(a) Drama Yunani
Asal mula drama adalah kultus Dyonesos. Pada waktu itu, drama dikaitkan dengan upacara
penyembahan kepada dewa, dan disebut tragedi. Kemudian tragedi mendapat makna lain,
yaitu perjuangan manusia melawan nasib. Komedi sebagai lawan kata dari tragedi, pada
zaman Yunani Kuno merupakan karikatur cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan
hidup manusia.
Ada tiga tokoh Yunani terkenal, yaitu Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Menurut Plato,
keindahan bersifat relatif. Karya seni dipandangnya sebagai mimetik, yaitu imitasi dari
kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi menurut Plato bukan demi kepentingan imitasi itu
sendiri, tetapi demi kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah “The
Republic”.
Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya imitasi
kehidupan fisik, tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung kebajikan
dalam dirinya. Dengan demikian karya-karya itu mempunyai watak tertentu.
Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karyanya yang merupakan
tragedi, merupakan karyanya bersifat abadi, dan temanya relevan sampai saat ini. Dramanya
adalah "Oedipus Sang Raja", "Oedipus", dan "Antigone". Tragedi tentang nasib manusia
yang mengenaskan. Dari karyanya bentuk tragedi Yunani mendapatkan warna khas.Sedang
Aristophanes, adalah tokoh komedi dengan karya-karyanya “The Frogs”, “The Waps”, “The
Clouds”.

(b) Drama Zaman Romawi


Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu Plutus, Terence, atau Publius Terence Afer,
dan Lucius Seneca. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat
religius, lama-lama bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentas lebih megah dari zaman
Yunani.

2.1.2 Teater Abad Pertengahan


Pengaruh gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman pertengahan ini. Dalam
pementasan ada nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan koor.
Kemudian ada pagelaran "Pasio" seperti yang sering dilaksanakan di gereja menjelang
upacara Paskah sampai saat ini.
Ciri khas abad Pertengahan, adalah sebagai berikut:
1.    pentas kereta,
2.    dekor bersifat sederhana dan simbolis,
3.    pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama mod0ern.

(a) Zaman Italia


Istilah yang populer dalam jaman Italia adalah Comedia del 'Arte yang bersumber dari
komedi Yunani. Tokoh-tokohnya antara lain Dante, dengan karya-karyanya ”The Divina
Comedy”, Torquato Tasso dengan karyanya drama-drama liturgis dan pastoral, dan Niccolo
Machiavelli dengan karyanya “Mandrake”.
Ciri-ciri drama pada zaman ini, adalah sebagai berikut:
1.    improvisatoris atau tanpa naskah,
2.    gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru kemudian
pemain berimprovisasi (bandingkan teater tradisional di Indonesia),
3.    cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan,
4.    gejala akting, pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.
Komedi Italia meluas ke Inggris dan Nederland. Gaya komedi Italia ini di Indonesia kita
kenal dengan nama "seniman sinting" atau "seniman miring" dengan tokoh antara lain
Marjuki (Drs.). Dibandingkan dengan drama Yunani, maka pada zaman Italia ini materi
cerita disesuaikan dengan adegan yang terbatas itu. Trilogi Aristoteles mendapat perhatian.
Tokoh-tokoh pelaku dalam komedi Italia mirip tokoh-tokoh cerita pewayangan, sudah
dipolakan yaitu:
1.    Arlecchino (The Hero, pemain utama),
2.    Harlekyn (punakawan/badut/clown),
3.    Pantalone (ayah sang gadis lakon),
4.    Dottere (tabib yang tolol),
5.    Capitano (kapten perebut gadis lakon),
6.    Columbina (punakawan putri),
7.    Gadis lakon (primadona yang menjadi biang lakon).

 (b) Jaman Elizabeth


Pada awal pemerintahan Raru Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan
pesatnya. Teater-teater didirikan sendiri atas prakarsa sang ratu. Shakespeare, tokoh drama
abadi adalah tokoh yang hidup pada jaman Elizabeth.
Ciri-ciri naskah drama jaman Elizabeth, adalah:
1.    naskah puitis,
2.    dialognya panjang-panjang,
3.    penyusunan naskahnya lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada,
4.    laku bersifat simultan, berganda dan rangkap,
5.    campuran antara drama dan humor.
Tokoh besarnya adalah William Shakespeare (1564-1616), dengan karya-karyanya “The
Taming of the Schrew”, “Mid Summer Night Dream”, “King Lear”, “Anthony and
Cleopatra”, “Hamlet”, “Macbeth”, dan sebagainya. Hampir semuanya telah diterjemahkan
oleh Trisno Sumardjo, Muh. Yamin, dan Rendra.

(c) Perancis (Moliere dan Neoklasikisme)


Tokoh-tokoh drama di Perancis antara lain Pierre Corneille (Melite, Le Cid), Jean Raccine
(Phedra), Moliere, Jean Baptista Poquelin (Le Docteur Amoureux/The Love Sick Doctor,
LesPreciueuses Rudicules/The Affected Young Lady, dan lain-lain), Voltaire (dengan filsafat
dan karyanya yang aneh), Denis Diderot (Le Per De Famille dan Le Fils Naturel),
Beaumarchais (La Barbier De Seville/Barber of Seville, Le Mariage de Fogaro/The Marriage
of Fogaro).

(d) Jerman (jaman Romantik)


Tokoh-tokohnya antara lain Gotthol Ephraim Lessing (Emilia Galotti, Miss Sara Sampson,
dan Nathan der Weise), Wolfgang von Goethe(Faust), Christhop Friedrich von Schiller (The
Robbers, Love and Intrique, Wallenstein, dan beberapa adaptasi dari Shakespeare).

2.2 Sejarah Drama Modern


Dalam bagian ini akan dijelaskan perkembangan drama modern di beberapa negara yang
melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada jaman
Yunani Kuno. Akan dikemukakan tokoh drama seperti Ibsen (Norwegia), Strindberg
(Swedia), Bernard Shaw (Inggris), tokoh dari Irlandia, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol,
Rusia, dan terakhir Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan pesat. Semua ini
sekedar informasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan kita di Indonesia tentang
perkembangan drama di luar Indonesia.

(a) Norwegia (Ibsen)


Tokoh paling terkemuka dalam penulisan drama di Norwegia adalah Henrick Ibsen (1828-
1906). Karyanya yang paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah "Nora",
saduran dari terjemahan Armyn Pane "Ratna". Karya-karya Ibsen adalah “Love's Comedy”,
“The Pretenders”, “Brand and Peer Gynt” (drama puitis), “A doll's House”, “An Enemy of
the people”, “The Wild Duck”, “Hedda Gableer”, dan “Roshmersholm”. Ibsen tidak
memberikan karakter hitam putih, tetapi tokoh penuh tantangan, watak yang digambarkan
kompleks dengan penggambaran berbagai segi kehidupan manusia. Dialognya dengan gaya
prosa yang realistis dengan menekankan mutu percakapan dan bersifat realistis. Gagasan
yang dikemukakan dapat membangkitakan gairah dan memikat perhatian. Problem yang di
angkat dapat menjadi lelucon drama yang besar dan diambil dari problem yang timbul dalam
masyarakat biasa.
(b) Swedia (August Strindberg)
    Tokoh drama paling terkenal di Swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya
drama yang bersifat historis dari Strindberg di antaranya adalah “Saga of the Folkung” dan
“The Pretenders”. “Miss Julia” dan “The Father” adalah drama naturalis. Drama penting yang
bersifat ekspresionistis adalah “A Dream Play”, “The Dance of Death”, dan “The Spook
Sonata”.
(c) Inggris (Bernard Shaw dan Drama Modern)
Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard
Shaw (1856-1950) . Ia dipandang ssebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada
abad modern. Di Ingris Bernard Shaw memenduduki peringkat kedua setelah Shakespeare.
Karya-karyanya antara lain adalah “Man and Superman”, “Major Barbara”, “Saint Joan”,
“The Devil's Disciple”, dan “Caesar and Cleopatra”.
Tokoh drama modern di Inggris yang lain adalah James M. Barrie (1860-1937), dengan karya
“Admirable Crichton”, “What Every Woman Knows”, “Dear Brutus”, dan “Peter Pan”. Noel
Coward dengan karya “Blithe Spirit”. Somerest Mugham dengan karya “The Circle”.
Christoper Fry dengan karya-karyanya “A Phoenic Too Frequent”, “The Lady's Not for
Burning”.
(d) Irlandia (Yeats sampai O'Casey)
Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan
pemimpin kelompok sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean O'Casey (1884) dengan
karyanya “The Shadow of a Gunman”, “Juno and the Paycock”, “The Plough and the Stars”,
“The Silver Tassie”, “Within the Gates”, dan “The Stars Turns Red”. Tokoh lainnya adalah
John Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya “Riders to the Sea” dan “The
Playboy of the Western World”. Synge Merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat
dunia teater menjadi penting di sana.
(e) Perancis (dari Zola sampai Sartre)
Dua tokoh terkemuka di Perancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre
(1905). Karya-karya Emile Zola adalah “Therese Raquin” yang mirip “A Doll's House”.
Eugene Brieux (1858-1932), menulis naskah “Corbeaux” (The Vultures), “La Parisienne”
(The Woman of Paris), dan “Les Avaries” (Damaged Gods). Edmond Rostan (1868-1918)
dengan karya “Les Romanasques” (The Romancers) dan “Cyrano de Bergerac”. Maurice
Materlinck (1862-1949), dengan karyanya “Pelleas et Melisande” yang bercorak romantik.
Jean Giraudoux (1882-1944), dengan karyanya “Amphitryen 38” dan “La Folle de Challiot”
(The Madwoman of Challiot). Jean Giraudoux juga mengarang karya yang sangat terkenal,
yaitu “La Guerre de Troie N'aura pas Lieu” yang diproduksi oleh Teater Broadway dengan
judul "Tiger at the Gates". Di Indonesia pernah dipentaskan oleh Darmanto Jt. dengan judul
"Perang Troya Tidak Akan Meletus", kisah tentang Hektor dan Helena. Jean Cocteau (1891-
…) dengan karyanya La Machine Internale. Di antara pengarang selama Perang Dunia II,
Jean Paul Sartre merupakan spotlight. Ia lahir pada tahun 1905 dan merupakan tokoh aliran
eksistensialisme. Karya-karyanya antara lain “Huis Clos” (Ni Exit) dan “Les Mouches” (The
Flies). Pengarang lainnya adalah Jean Anaoulih (1910-…) dengan karyanya “Le Bal des
Voleurs” (Thieve's Carnivaly) dan “Antigone” (terjemahan dari drama Sophocles).
(f)  Jerman dan Eropa Tengah (Hauptman sampai Brecht)
Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern. Tokoh seperti Hebbel dan
temannya telah mempelopori aliran realisme. Penulis naturalis terkenal adalah Gerhart
Hauptman (1862-1946) dan Arthur Schnitzler (1862-1931). Karya Hauptman antara lain
adalah “The Weavers”, “The Sunken Bell”, dan “Hannele”. Karya Schnitzler antara lain
“Liebelei”, “Anatol” dan “Reigen”. Pengarang lainnya Fernc Molnar (1878-1952) dengan
karya “The Play's the Thing”, “The Guardsman”, dan “Liliom”. Karel Capek (1890-1938)
dengan karya “The Insect Comedy” yang ditulis bersama kakaknya Yosef. Bertolt Brecht
(1898-1956) dengan teaternya yang memiliki ciri-ciri an enthrailling, masterfull, achievment,
energetic, forceful, full of humor. Nama teaternya adalah Berliner Ensemble (ciri tersebut
berarti memikat, indah sekali, penuh prestasi, penuh energi, daya kekuatan yang tinggi, dan
penuh cerita humor). Karya-karya Brecht antara lain “Threepenny Opera”, “Mother
Courage”, dan “The Good Woman Setzuan”. Berline Ensemble sangat berpengaruh di masa
sesudah Brecht.
(g) Italia (dari Goldoni sampai Pirandillo)
    Setelah zaman Renaissance, karya-karya drama banyak berupa opera disamping comedia
dell'arte. Tokoh drama Italia antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karyanya “Mistress of
the Inn”. Gabrielle D'Annunzio (1863-1938) dan Luigi Pirandello (1867-1936) dengan
karyanya “Right You Are”, “If You Think You Are”, “As You Desire Me”, “Henry IV”,
“Naked”, “Six Characters in Search of an Author”, dan “Tonight We Improvise”.
(h) Spanyol (dari Benavente sampai Lorca)
Bagi Spanyol, abad XX sebagai abad kebangkitan dramatic spirit. Tokohnya antara lain
Jacinto Benavente (1866-1954) yang pernah mendapat hadiah Nobel tahun 1922. Yang
terkenal di Amerika, adalah karyanya yang berjudul “Los Intereses Creados” (The Bonds of
Interest) dan “La Marquerida” (The Passion Flower). Sejaman dengan Benavente adalah
Gregorio Martinez Sierra (1881-1947) dengan karyanya “The Cradle Song”. Pengarang
paling penting pada jaman modern di Spanyol adalah penyair dan penulis drama Frederico
garcia Lorca (1889-1936). Dia dipandang sebagai orang yang dikagumi oleh penyair dan
dramawan W.S. Rendra. Karya Lorca antara lain adalah “Shoemaker's Prodigius Wife” dan
“The House of Bernarda Alba”.
(i) Rusia (dari Pushkin sampai Andreyev)
Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembang drama di Rusia. Pengarang pertama
yang dipandang serius adalah Alexander Pushkin (1799-1837) dengan karyanya “Boris
Godunov”, Sebuah tragedi historis. Nikolai Gogol (1809-1852), menulis antara lain “The
Inspector General”. Alexander Ostrovski (1823-1886) menulis “Enough Stupidity in Every
Wise Man”. Leo Tolkstoy (1828-1910) menulis “The Power of Darkness” Selanjutnya Anton
Pavlovich Chekov(1860-1904) sangat terkenal di Indonesia, dengan karyanya yang
diterjemahkan menjadi "Pinangan" dan "Kebun Cherry" (The Cherry Orchid). Pohon Cherry
merupakan karya besar Chekov. Karya lainnya adalah “Uncle Vanya”, “The Sea Gull”, dan
“The Three Sisters”. Ada kualitas dan ciri yang sama dari karya Chekov, yaitu tragedi
senyap, hasrat, kerinduan, dan karakter yang hidup. Pengarang lain adalah Maxim Gorki
(1868-1936) dengan karyanya “The Lower Depth”. Leonid Andreyev (1971-1919) dengan
karyany “The Live of Man”, “King Hunger”, dan “He Who Gets Slapped”.
(j) Amerika (Godfrey sampai Miller)
Pengarang drama yang paling awal di Amerika adalah Thomas Godfrey, dengan karya “The
Prince of Parthia” (1767). Harriet Beecher Stowe (1811-1896) menulis “The Octoroon”.
David Belasco (1854-1931) menulis “The Girl of Goldent West”. Bronsin Howard (1842-
1908) menulis “Shenandoah”. James A. Henre (1839-1901).

Seluk Beluk Drama di Indonesia

Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya. Drama dimaksudkan sebagai
karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung oleh para aktor di pentas,
sedangkan teater adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas,
termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Di samping itu salah satu
unsur penting dalam drama adalah gerak dan dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi,
pemikiran dan karakter hidup dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan
demikian hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia di
panggung lewat gerak.

Drama Remaja
Apabila dilakukan dengan benar, pembelajaran sastra memiliki empat manfaat bagi para
siswa, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena
drama, termasuk satu di antara tiga jenis pokok karya sastra, maka mempelajari drama
pun dapat membantu para siswa terampil berbahasa, meningkatkan pengetahuan
budayanya, mengembangkan cipta dan karsa, serta dapat menunjang pembentukan watak
para siswa.
Dalam memilih bahan pembelajaran drama yang akan disajikan perlu dipertimbangkan
dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan para
siswa, di samping itu perlu pula diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukaran dan
kriteria-kriteria tertentu lainnya, seperti: berapa banyak teks drama yang tersedia di
perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, dan persyaratan bahan yang
harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun.

Pembelajaran Drama

Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi Strata menggunakan
tiga tahapan, yaitu: tahap penjelajahan, tahap interpretasi, dan tahap re-kreasi. Tahap
penjelajahan dimaksudkan sebagai tahapan di mana guru memberikan rangsangan
kepada para siswa agar mau membaca teks drama dan memahaminya. Tahap interpretasi
adalah tahapan mendiskusikan hasil bacaan dengan mendiskusikannya dalam kelompok
dengan panduan pertanyaan dari guru. Tahap re-kreasi adalah tahapan sejauh mana para
siswa memahami teks drama sehingga mereka dapat mengkreasikan kembali hasil
pemahamannya.
Strategi Analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama
membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua
menganalisis unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan
pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis
objektif.
Tujuan penting pembelajaran drama adalah memahami bagaimana tokoh-tokoh dalam
drama dipentaskan. Dalam pementasan diperlukan pemahaman perbedaan bentuk dan
gaya teks drama, serta berbagai macam aturan dalam bermain drama. Cara yang
ditempuh, pertama melakukan pembacaan teks drama, berlatih gerak dalam membawakan
peran, dan berlatih gerak sambil mengucapkan kata-kata.
Asal-usul Drama di Indonesia

Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di Indonesia pun awalnya ada dua
jenis teater, yaitu teater klasik yang lahir dan berkembang dengan ketat di lingkungan
istana, dan teater rakyat. Jenis teater klasik lebih terbatas, dan berawal dari teater boneka
dan wayang orang. Teater boneka sudah dikenal sejak zaman prasejarah Indonesia (400
Masehi), sedangkan teater rakyat tak dikenal kapan munculnya. Teater klasik sarat
dengan aturan-aturan baku, membutuhkan persiapan dan latihan suntuk, membutuhkan
referensi pengetahuan, dan nilai artistik sebagai ukuran utamanya.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih longgar
aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur.
Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan
sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang
menjadi teater rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian.
Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya sama.
Sederhana, perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya, terjadi kontak
antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana. Dalam
pementasannya diselingi dagelan secara spontan yang berisi kritikan dan sindiran. Waktu
pementasannya tergantung respons penonton, bisa empat jam atau sampai semalam
suntuk

Perkembangan Drama di Indonesia

Sejarah perkembangan drama di Indonesia dipilah menjadi sejarah perkembangan


penulisan drama dan sejarah perkembangan teater di Indonesia. Sejarah perkembangan
penulisan drama meliputi: (1) Periode Drama Melayu-Rendah, (2) Periode Drama
Pujangga Baru, (3) Periode Drama Zaman Jepang, (4) Periode Drama Sesudah
Kemerdekaan, dan (5) Periode Drama Mutakhir.
Dalam Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama
Belanda peranakan dan Tionghoa peranakan. Dalam Periode Drama Pujangga Baru
lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis
oleh pengarang Indonesia. Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan
drama harus disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan.
Dengan adanya sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain
justru memacu munculnya naskah drama. Pada Periode Drama Sesudah Kemerdekaan
naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah lebih baik dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang sudah meninggalkan gaya Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama
yang produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan
Rendra. Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat menonjol. Terjadi
pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki cerita, antiplot,
nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat nontematis. Penulis-
penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan
Riantiarno.
Perkembangan teater di Indonesia dibagi ke dalam: (1) Masa Perintisan Teater Modern,
(2) Masa Kebangkitan Teater Modern, (3) Masa Perkembangan Teater Modern, dan (4)
Masa Teater Mutakhir. Masa perintisan diawali dengan munculnya Komedi Stamboel.
Masa kebangkitan muncul teater Dardanella yang terpengaruh oleh Barat. Masa
perkembangan ditengarai dengan hadirnya Sandiwara Maya, dan setelah kemerdekaan
ditandai dengan lahirnya ATNI dan ASDRAFI. Dalam masa perkembangan teater
mutakhir ditandai dengan berkiprahnya 8 nama besar teater yang mendominasi zaman
emas pertama dan kedua, yaitu Bengkel Teater, Teater Kecil, Teater Populer, Studi klub
Teater Bandung, Teater Mandiri, Teater Koma, Teater Saja, dan Teater Lembaga.

Ragam Drama

Secara pokok ada lima jenis drama, yaitu: tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan
farce. Drama tragedi adalah lakuan yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan,
kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan kematian. Drama komedi adalah lakon
ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan berakhir dengan kebahagiaan.
Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi. Melodrama adalah lakuan
tragedi yang berlebih-lebihan. Dan farce adalah komedi yang dilebih-lebihkan.

:
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama

Unsur-unsur drama lazim dikelompokkan dalam dua kategorisasi, yaitu unsur-unsur


intrinsik dan unsur-unsur ekstrinsik. Unsur-unsur intrinsik drama adalah berbagai unsur
yang secara langsung terdapat dalam karya sastra yang berujud teks drama, seperti: alur,
tokoh, karakter, latar, tema dan amanat, serta unsur bahasa yang berbentuk dialog.
Sementara itu, unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar teks
drama, tetapi ikut berperan dalam keberadaan teks drama tersebut. Unsur-unsur itu
antara lain biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah hidup pengarang, dan unsur
sosial budaya masyarakatnya yang dianggap dapat memberikan masukan yang
menunjang penciptaan karya drama tersebut.

Analisis Tokoh dan Perwatakan

Untuk dapat menganalisis unsur tokoh dan perwatakan tokoh protagonis, tokoh
antagonis, dan tritagonis, kita perlu mendalami terlebih dulu arti pengertian macam-
macam tokoh itu dan bagaimana ciri-cirinya. Sementara itu untuk menganalisis karakter
tokoh-tokoh tersebut perlu dipahami dengan tepat bagaimana cara pengarang
menggambarkan perwatakannya. Dalam drama kebanyakan karakter tokoh dilukiskan
dalam dialog-dialog antartokohnya. Dari dialog-dialog itulah tercermin karakter tokoh-
tokohnya.

Analisis Latar

Untuk membuat analisis latar terhadap drama diperlukan penguasaan konsep tentang
latar fisik, latar spiritual, latar netral, dan latar tipikal. Latar fisik menyangkut ruang dan
waktu, latar spiritual erat kaitannya dengan latar fisik. Latar spiritual mencerminkan
faktor sosial budaya, adat-istiadat, kepercayaan, tata cara, dan nilai-nilai yang dimiliki
oleh latar fisiknya. Latar tipikal menonjolkan kekhasan suatu daerah tertentu, sedangkan
latar netral adalah latar yang tak memiliki sifat khas sesuatu daerah. Drama Iblis
mengindikasikan latar netral sehingga dapat dipentaskan di mana dan kapan pun.

Analisis Bahasa

Analisis unsur bahasa adalah analisis dialog dalam teks drama. Melalui dialog yang
menggunakan bahasa lisan yang komunikatif, tergambar pemikiran, karakter dan konflik
lakuan. Dalam analisis bahasa ini difokuskan pada dua persoalan yang erat kaitannya
dengan dialog, yaitu: pemilihan kata dan kalimat (menyangkut panjang-pendeknya
kalimat dialog) yang mampu menimbulkan pertentangan di antara protagonis dan
antagonisnya, dan pemikiran-pemikiran yang dikandung dalam dialog protagonis maupun
antagonisnya. Dari hasil analisis penggalan teks drama Iblis karya Muhammad
Diponegoro, antara lain diperoleh hasil bahwa pemilihan kata-kata dan kalimat-
kalimatnya sangat cerdas dan tepat. Pemikiran-pemikiran Mohammad Diponegoro
bermunculan lewat dialog yang dilontarkan tokoh Ibrahim.

Analisis Alur

Untuk dapat menganalisis unsur alur dalam teks drama, kita perlu mendalami terlebih
dulu apakah yang disebut alur itu, dan bagaimana pengaluran dalam drama itu. Lewat
teks drama berjudul Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto dapat dianalisis bagian
mana saja yang dapat dimasukkan dalam pemaparan, penggawatan, klimaks, peleraian,
dan penyelesaiannya.

Analisis Tema

Dalam drama terdapat dua istilah yang berhimpitan artinya, yaitu premis dan tema.
Premis diartikan sebagai landasan pokok drama, sedangkan tema adalah penggarapan
gagasan pokok yang didukung oleh jalinan unsur tokoh, alur, dan latar cerita serta
diformulasikan lewat dialog.
Untuk menganalisis tema kita harus membaca seluruh lakon, dan memahaminya. Kita
harus mencermati peristiwa-peristiwa konflik dalam lakon. Konflik dalam drama
berkaitan erat dengan tema lakon. Kita perlu memahami seluruh sepak terjang tokoh
utamanya, sebab tokoh utama biasanya diberi tugas penting untuk mengusung tema
lakon.
Untuk itu, kepada tokoh utama perlu diajukan pertanyaan misalnya: permasalahan
(konflik) apa yang dihadapinya, selain tokoh utama, siapa sajakah yang terlibat dalam
permasalahan (konflik), bagaimana sikap dan pandangannya terhadap permasalahan
(konflik) itu, bagaimana cara berpikir tokoh utama dalam menghadapi permasalahan
(konflik), apa yang dilakukannya, dan bagaimana ia mengambil keputusan terhadap
permasalahan (konflik) yang dihadapinya.

Analisis Amanat

Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui lakon dramanya, dan
bagaimana jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap permasalahan yang
dipaparkannya. Amanat erat kaitannya dengan makna, dan bersifat subjektif. Setiap
pembaca bebas menafsirkan apa amanat drama yang dibacanya itu baginya.
Ada dua cara penyampaian pesan, yaitu secara langsung (tersurat) dan secara tidak
langsung (tersirat). Pesan secara langsung biasanya dititipkan oleh penulis lakon lewat
tokoh-tokoh cerita yang berlakuan dalam lakonnya. Kadang-kadang pesan yang ingin
disampaikan itu kurang ada hubungannya dengan cerita, atau sesuatu yang sebenarnya
berada di luar unsur lakon itu sendiri.
Sebaliknya pesan secara tidak langsung, biasanya disampaikan oleh pengarang lakon
secara tersirat dalam kisahan, dan terpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita
yang lain. Apabila kita ingin menafsirkan apa amanat yang mau disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca, pesan-pesan itu dapat digali melalui peristiwa-peristiwa,
konflik-konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan
konflik itu, baik yang tampak dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang hanya terjadi
dalam perasaan dan pikirannya.

Dasar-dasar Bermain Peran

Untuk menjadi seorang pemain, diperlukan kemampuan dasar-dasar peran seperti


kesadaran indra, ekspresi, improvisasi, pernapasan laku, vokal, dan karakterisasi.
Kesadaran indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan
pengecapan. Kesadaran ini diperlukan untuk menciptakan alasan bagi laku yang
dilakukan pemain di atas pentas. Proses itu terjadi karena indra menangkap objek
rangsangan dan melahirkan tanggapan. Tanggapan yang muncul dari dalam diri itu
menjadi alasan suatu perbuatan. Sebelum tanggapan dalam perbuatan nyata terwujud,
reaksi batin terhadap rangsangan itu menjadi pengalaman batinnya.
Ekspresi berkaitan dengan kemampuan pemain mengekspresikan perasaan dan emosi
manusia, baik emosinya sendiri maupun emosi orang lain. Seorang pemain diharapkan
mempunyai “koleksi” emosi agar dengan mudah berimprovisasi ketika memerankan
seorang tokoh. Ekspresi ini diwujudkan dalam bentuk laku (gerak) dan vokal (suara). Hal
yang perlu dicatat untuk olah vokal adalah: bukan “berbicara keras”, tetapi “berbicara
jelas”.
Improvisasi mencakup tiga pengertian, yaitu 1) menciptakan, merangkai, memainkan,
menyajikan, sesuatu tanpa persiapan; 2) menampilkan sesuatu dengan mendadak; 3)
melakukan sesuatu begitu saja secara spontan dan apa adanya. Tujuan berlatih
improvisasi adalah agar pemain memiliki rangsangan spontanitas. Selain itu, latihan ini
dapat menciptakan akting yang wajar, tidak dibuat-buat, dan tampak natural
Pernapasan berkaitan erat dengan sikap rileks. Ketegangan urat leher dan bahu harus
dihindari. Penguasaan pernapasan akan menghasilkan dua hal: 1) menjaga stabilnya
suara, sekaligus memberikan kemungkinan kepada pemain untuk membuat vokal menjadi
lentur sesuai dengan tuntutan peran; 2) menciptakan akting yang wajar dan memikat.
Laku dapat dibagi menjadi empat, yaitu imitatif, indikatif, empatik, dan autistik. Pada
umumnya laku empatik dan autistik lebih efektif, dan lebih memberikan kesan mendalam
dibandingkan laku imitatif dan indikatif. Namun demikian, untuk adegan-adegan tertentu
tetap diperlukan adanya laku imitatif dan indikatif.
Karakterisasi berkaitan dengan bagaimana seorang pemain memposisikan dirinya pada
seorang tokoh. Untuk itu, seorang pemain harus mengetahui keseluruhan diri tokoh yang
akan diperankan, meliputi ciri fisik, ciri sosial, ciri psikologis, dan ciri moral.

Berbagai Teknik Bermain Peran

Untuk menjadi seorang pemain, seseorang harus mengusai berbagai teknik untuk bermain
peran. Teknik itu adalah yaitu teknik pemunculan, teknik memberi isi, teknik
pengembangan, teknik pembinaan menuju puncak, teknik timing, serta tempo dan irama.
Teknik Pemunculan (the technique of entrance) berkaitan dengan kesan dan daya tarik
pemain ketika masuk ke dalam pentas (playing area). Pemain harus memiliki penguasaan
diri yang telah siap untuk memberikan kesan kepada penonton tentang watak yang
dimainkan, penonjolan figur watak, dan pembawaan postur yang menarik.
Teknik memberi isi (the technique of phrasing) berkaitan kemampuan seorang pemain
menciptakan segala gerak dan dialog menjadi berbobot. Sebagus-bagusnya dialog dalam
sebuah naskah drama, akan menjadi tidak berarti jika diucapkan pemain dengan tidak
benar, dan tidak diisi dengan penghayatan yang hidup. Secara praktis teknik memberi isi
adalah cara untuk menonjolkan emosi dan pikiran dibalik kalimat-kalimat yang
diucapkan dan dibalik perbuatan-perbuatan yang dilakukan pemain. Terdapat tiga macam
cara memberi tekanan pada isi kalimat, yaitu tekanan dinamik, tekanan nada, dan
tekanan tempo.
Teknik pengembangan berkaitan dengan kemampuan pemain mengembangkan dialog
dan gerakan (laku). Hal ini penting supaya pementasan berjalan tidak datar, dan dapat
memikat penonton. Teknik pengembangan dapat dicapai dengan menggunakan
pengucapan dan posisi tubuh. Teknik pengembangan dengan pengucapan dapat dicapai
dengan 1) menaikkan volume suara, 2) menaikkan tinggi nada suara, 3) menaikkan
kecepatan tempo suara, dan 4) mengurangi volume, tinggi nada, dan kecepatan tempo
suara. Teknik pengembangan dengan posisi tubuh dapat dicapai dengan 1) menaikkan
tingkatan posisi tubuh, 2) berpaling, 3) berpindah tempat, 4) menggerakkan anggota
badan, dan 5) memainkan air muka.
Teknik membina puncak berkaitan dengan kemampuan pemain mengatur emosi, dialog,
dan gerak. ketika menjalani puncak-puncak awal atau puncak-puncak pembangun
konflik. Keberhasilan perjalanan itu merupakan bekal baik untuk mencapai puncak
(klimaks) yang diinginkan dalam suatu pementasan. Terdapat beberapa teknik untuk
membina ke arah puncak, yaitu 1) menahan arus perasaan, 2) menahan reaksi terhadap
alur cerita, 3) teknik gabungan, 4) teknik kelompok bermain.
Teknik timing berkaitan dengan kemampuan pemain mengatur cepat lambatnya waktu
antara gerakan jasmani (laku) dan suara (vokal) yang diucapkan pemain. Teknik timing
memiliki efek khusus. Teknik ini dapat dipakai untuk memberi tekanan atau
menghilangkan tekanan. Di samping itu, dapat juga untuk menjelaskan suatu perbuatan.
Tempo dan irama berkaitan dengan penggarapan waktu dalam permainan. Cara seorang
pemain bermain dengan tempo yang tepat adalah (1) menghayati peran dan jalan cerita
serta (2) menyadari teknik bermain. Irama yang dimainkan pemain harus sesuai dengan
watak tokoh yang diperankan. Irama yang tepat akan mengikat penonton berlama-lama
menonton teater. Gabungan yang kreatif antara tempo dan irama menghasilkan “daya
pikat panggung”.
Untuk mahir menguasai teknik-teknik tersebut diperlukan latihan yang berulang-ulang
dan waktu yang tidak sebentar. Janganlah bosan, dan nikmatilah proses latihan tersebut.

Pementasan Drama

Pementasan drama adalah hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan. Pementasan
drama terwujud pada saat dimulai hingga selesainya naskah tersebut dimainkan. Sebelum
dan sesudah waktu dimainkan tidak terdapat adanya pementasan, yang ada hanyalah
naskah.
Pementasan naskah drama merupakan kerja kolaborasi dari berbagai komponen.
Komponen tersebut adalah naskah, sutradara, pengurus produksi, pemain, dan tim
artistik. Seluruh komponen ini harus dipersiapkan dan diatur dengan baik untuk
menunjang pementasan yang baik.

Dramatisasi Cerita Drama


Pada prinsipnya, dramatisasi cerita drama adalah memahami dan mengeksplorasi naskah
secara sungguh-sungguh, kemudian membuat rencana untuk mementaskan naskah
tersebut bersama seluruh anggota kelompok. Adapun langkah-langkah dramatisasi adalah
sebagai berikut.
1. mengemukakan cerita (naskah) kepada anggota kelompok pementasan.
2. mengolah dialog, merencanakan peran, dan adegan pementasan.
3. memainkan naskah itu, baik bertahap maupun menyeluruh.
4. evaluasi permainan.

5. memainkan ulang.
6. evaluasi akhir dan persiapan pementasan.

Konsep Pantomim

Pantomim merupakan pertunjukan yang para pemainnya mengekspresikan diri melalui


isyarat untuk menampilkan sebuah kisah. Di sini pemain mempertunjukkan kemampuan
mengekspresikan diri melalui pemain tidak mempertunjukkan kemampuan olah vokal
dalam dialognya.
Pantomim berbeda dengan gerakan improvisasi. Improvisasi adalah dialog atau gerakan-
gerakan yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Improvisasi tidak hanya dalam gerakan
tetapi juga dalam kata-kata. Memang untuk bermain pantomim, kemampuan
berimprovisasi gerak sangatlah diperlukan.
Bermain dan mengajarkan pantomim memberikan pengalaman yang sangat
mengesankan. Anak didik akan memiliki kemampuan ekspresi dan improvisasi yang
besar. Hal ini menimbulkan pengalaman berharga dalam diri Anda, bahwa Anda telah
menghantarkan anak untuk terjun dalam dunia pementasan drama di kemudian hari.
Pantomim menghadirkan sebuah kisah. Kisah ini dapat diambilkan dari kehidupan
sehari-hari maupun dari karya sastra. Apabila cerita diambil dari karya sastra, berarti
pemain sekaligus belajar menginterpretasikan karya sastra. Cerita yang dipilih seharusnya
mengandung akting yang berkelanjutan dari awal hingga akhir. Berapa cerita
memerlukan pengeditan untuk ditampilkan dalam bentuk pantomim. Prinsip pengeditan
adalah memaksimalkan kebutuhan akting dan membuat plot tetap menarik dengan
adanya klimaks dan akhir cerita.

Teknik Bermain Pantomim


Untuk bermain pantomim, pemain harus melakukan latihan-latihan dasar yang meliputi
improvisasi, kemampuan indra, sikap tubuh dan ekspresi wajah, emosi. Selain itu, seorang
guru harus memperhatikan kiat-kiat berlatih dan melatih pantomim yang terdiri dari
memilih topik cerita, mendiskusikan cerita, akting, mengatasi kondisi macet, musik, dan
pengelompokan.
Improvisasi berarti a) menciptakan, merangkai, memainkan, menyajikan sesuatu tanpa
persiapan; b) menampilkan sesuatu dengan mendadak; c) melakukan sesuatu begitu saja
secara spontan dan apa adanya. Improvisasi perlu dilatih secara rutin agar pemain
memiliki rangsangan spontanitas serta dapat menciptakan akting yang wajar, tidak dibuat-
buat, dan tampak natural. Kemampuan indra yang perlu dilatih meliputi indra pencicipan,
peraba, pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Latihan mengolah sikap tubuh dan
ekspresi wajah sangat diperlukan untuk menggambarkan suasana batin. Latihan ini
disertai perasaan dan imajinasi serta dilakukan secara rutin agar mencapai keluwesan
dan kewajaran. Latihan untuk mengembangkan dan mengolah emosi sangat diperlukan
Untuk itu perlu dicari suasana untuk menggali dan mengeksplorasi berbagai emosi yang
ada dalam kehidupan manusia.
Menentukan topik cerita merupakan langkah pertama untuk bermain pantomim Topik
cerita dapat diperoleh dari a) menonton pantomim sederhana yang Anda peragakan, b)
pengamatan akan sekitar, dan c) sastra (lisan) yang sudah ada. Cerita itu perlu disusun,
kemudian diedit menjadi cerita yang siap untuk dipantomimkan.
Diharapkan Anda mendiskusikan cerita ini bersama anak didik. Untuk berakting
yakinkanlah anak didik dengan menumbuhkan cerita pada pikiran, perasaan, dan juga
indra. Evaluasi latihan ditujukan untuk mendorong anak didik mengembangkan akting
mereka. Jika di tengah berakting anak didik tidak dapat berkembang karena malu,
gunakanlah teknik pantomim bertopeng. Setelah akting dapat berjalan dengan baik,
rancanglah musik untuk mengiringi pantomim. Terakhir, buatlah kelompok berdasarkan
kemampuan anak didik untuk berpantomim. Hal ini diperlukan untuk memberikan materi
dan perlakuan yang tepat terhadap anak didik.

Menuturkan Cerita Drama Secara Berkelompok

Menuturkan cerita drama atau yang dikenal dengan istilah drama reading merupakan
suatu bentuk pertunjukkan tersendiri seperti halnya poetry reading dan deklamasi. Oleh
karena itu, kemampuan untuk mencapai mutu reading – merupakan pusat perhatian.
Dalam drama reading juga diperlukan kerja sutradara. Bahkan, penggarapan dalam
drama reading dapat dipandang sebagai latihan tahap permulaan calon sutradara
menangani suatu naskah. Drama reading sangat penting untuk calon aktor atau pun
calon sutradara, karena risikonya masih sangat kecil dibandingkan dengan penanganan
drama panggung.
Terdapat dua jenis drama reading, yaitu (1) drama reading tanpa dikaitkan dengan
pembicaraan tentang naskah yang dipentaskan dan (2) drama reading yang disertai
dengan play review (ulasan tentang naskah yang dipentaskan).
Pelaksanaan drama reading berkelompok, banyaknya pemain didasarkan pada jumlah
peran dalam naskah. Untuk itu, diperlukan kejelian seorang sutradara di dalam
menggarapnya. Hasilnya ditentukan oleh kemampuan sutradara dalam menggarap
naskah, menggarap pemain beserta vokalnya, dan menggarap tim artistiknya.
Perubahan setting dan perubahan babak digarap dengan memberikan pengantar yang
memberi tahu tentang teks samping, misalnya peran melangkah atau mengambil barang,
dan sebagainya. Namun, tidak semua teks samping dalam naskah dibacakan; cukup
dipilih yang sangat penting saja.

Menuturkan Cerita Drama Secara Individual

Selain secara berkelompok, menuturkan cerita drama (drama reading) dapat juga
dilakukan secara individual. Maksudnya, dalam drama ini seorang pemain menganalisis
sebuah naskah sendiri dan sekaligus membawakannya sendirian, tanpa bantuan orang
lain. Kalaupun bantuan itu ada, hanyalah berupa ilustrasi musik atau sound efect yang
untuk mengerjakannya terpaksa dengan bantuan orang lain.
Drama reading individual memerlukan beberapa kiat, yaitu yang berkaitan dengan
pemain, naskah, dan teknis pentas. Dalam pementasan ini diperlukan kesungguhan dan
keahlian pemain untuk menguasai teknik vokal. Selain itu, pemain harus mampu
menghayati watak dari masing-masing tokoh. Naskah yang dipentaskan sebaiknya tidak
panjang dan terdiri dari tokoh-tokoh yang karakternya jelas berbeda. Pementasan drama
ini perlu memperhatikan komponen pementasan, misalnya pemakaian backdrop, level,
efek suara, dan musik.
Menulis Cerita Drama

Inti sebuah drama adalah gerak, yang menyajikan suatu perbuatan sehingga
memunculkan suatu peristiwa-peristiwa. Untuk menulis cerita drama ada berbagai macam
permasalahan yang perlu diketahui dan dipertimbangkan, yaitu: 1) mengenal hukum
drama, bahwa sebuah lakon harus menyajikan konflik antara dua kekuatan yang akan
melahirkan dramatic action; 2) mengetahui sumber penulisan drama yang berwujud
tingkah laku manusia; 3) mengetahui kerangka drama yang berupa action atau gerak
yang didasari oleh motif, 4) mengenali bahan-bahan penulisan yang berbentuk tema
lakon, karakter untuk mengembangkan konflik, dan rentetan situasi serta alat penulisan
drama yang berupa dialog; 5) mengenali proses inspirasi yang merangsang penciptaan;
dan 6) mengetahui struktur dan ketegangan dramatik yang dipaparkan oleh Aristoteles
dan Gustav Freytag.

Mengubah ceritak ke Dalam Bentuk Drama

Teks drama dapat dibuat dengan cara mengubah cerita rakyat, legenda, fabel, dan cerita
pendek yang banyak dimuat dalam surat kabar dan majalah. Caranya, guru meminta
kepada para siswa untuk membaca cerita sebanyak-banyaknya. Dari hasil bacaannya,
para siswa dapat menemukan gagasan yang menarik sehingga dapat dijadikan bahan
untuk menulis lakon. Dari cerita yang dipilihnya, para siswa diminta untuk memilih dan
mencari situasi dramatik yang ada di dalamnya. Situasi dramatik itulah yang akan mereka
pergunakan untuk latihan menulis naskah drama dengan meminta para siswa menuliskan
dialog secara imajiner. Berangkat dari percakapan seperti itu akan mengarahkan kepada
situasi tokoh yang sesuai dengan situasi dramatik yang akan dihadirkannya.
Dalam membuat dialog perlu diperhatikan bahwa melalui dialog antartokohnya harus
tergambar karakternya. Dalam dialog perlu pula diperhatikan beberapa segi seperti:
kosakata, frase dan kalimat, irama, tekanan, jeda, tempo, dan pola vokal para tokohnya.
Akan tetapi sebelum membuat dialog harus dipikirkan tokoh protagonis dan antagonisnya
yang berlaku dalam drama yang akan disusun. Perlu pula diperhatikan unsur latar lakon.
Untuk menggambarkan latar diperlukan pengamatan dengan cermat. Juga kostum para
pemainnya. Dalam menulis lakon, unsur-unsur yang disediakan harus dipilih dan
difokuskan pada tema. Dengan tema yang menjadi fokus, maka strukturnya dapat
dibangun.

Memetik Nilai Drama


Melalui alur cerita yang berbentuk dialog, sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya, kita
dapat memetik nilai-nilai atau mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampaikan atau diamanatkan oleh pengarang lakon. Jenis dan wujud nilai-nilai yang
terdapat dalam lakon-lakon drama akan menyangkut seluruh persoalan harkat dan
martabat manusia, baik persoalan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, misalnya:
rasa takut, percaya diri, dendam, rindu, kesepian, keterombang-ambingan antara
beberapa macam pilihan, yang lebih bersifat melibat ke dalam diri sendiri; hubungan
manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan
lingkungan alam, antara lain dapat berupa: persahabatan yang kokoh dan yang rapuh,
kesetiaan, pengkhianatan, kekeluargaan: hubungan suami-istri, orang tua anak, cinta
kasih sesama, orang tua, dan tanah air; serta hubungan manusia dengan Tuhannya,
misalnya, dapat berwujud keterombang-ambingan antara berbuat kebaikan atau
keburukan, keimanan dan ketakwaan, penyesalan atas dosa-dosa yang telah
dilakukannya, dan sebagainya.
Dalam menyampaikan nilai-nilai, ada dua bentuk penyampaian, yaitu secara langsung,
dan tak langsung. Penyampaian nilai-nilai secara langsung, biasanya terasa dipaksakan
dan kurang koherensif dengan unsur-unsur drama yang lain. Sementara itu, yang
disampaikan secara tidak langsung, nilai-nilainya tersirat dalam kisahan, terpadu secara
koherensif dengan unsur-unsur perilaku tokoh-tokoh, dialog, dan sikap antara tokoh yang
satu dengan yang lain, serta dapat ditangkap oleh pembaca/penonton apabila dicermati
dengan teliti.

Menilai Drama

Untuk menilai teks drama, dapat ditempuh dengan cara antara lain mengadopsi Strategi
Strata, terutama pada tahap interpretasi dan rekreasi. Pada tahap interpretasi terhadap
teks Malam Jahanam misalnya, dapat ditanyakan antara lain: apakah alur kisahan dapat
mengungkapkan buah pikiran pengarang dengan baik; apakah tokoh-tokoh seperti Mat
Kontan, Paijah, dan Soleman yang digambarkan Motinggo Boesye dalam drama itu
mungkin ditemukan dalam kehidupan nyata; dapatkah Anda memahami apabila Mat
Kontan bernafsu untuk membunuh pembunuh burung beonya; adakah kejanggalan-
kejanggalan pada perbuatan Mat Kontan dan perkataannya; apakah bahasa yang
dipergunakan tokoh-tokohnya sesuai dengan watak mereka masing-masing; apakah nilai-
nilai yang dipaparkan secara tersirat oleh pengarang terungkap dengan jelas; apakah
pesan pengarang terungkapkan dengan jelas; apakah lakon drama ini cukup baik/buruk
menurut Anda; dan sebagainya. Pada tahap rekreasi penilai dapat membuat resensi atas
drama Malam Jahanam.
Sementara itu, untuk menilai suatu pementasan, dapat dianalisis bagaimana teknik
ucapan, teknik memberi isi, teknik timing, tempo permainan, sikap badan, menanggapi
dan mendengar, serta apakah terlalu banyak penjelasan ataukah tidak. Hasil penilaiannya
dapat dituliskan dalam bentuk resensi pementasan.

Meringkas Cerita Drama

Ada patokan yang dapat dipergunakan untuk membuat ringkasan, yaitu:


Pertama, membaca naskah asli teks drama satu atau dua kali untuk menangkap maksud
pengarang secara menyeluruh. Judul drama, babak, adegan, petunjuk pengarang, prolog,
dan epilognya jika ada dapat dijadikan pegangan. Untuk mendapatkan maksud
pengarangnya, sebenarnya sudah tertera dalam judul teks drama. Setelah menangkap
kesan secara umum lewat judul teks drama, selanjutnya dapat membaca dengan teliti
babak, adegan, dialog, petunjuk pengarang, prolog dan epilognya.
Kedua, menangkap gagasan utama untuk menangkap maksud pengarangnya, dengan
jalan membaca kembali kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf yang tersusun
dalam dialog, petunjuk pengarang, adegan demi adegan, dan babak demi babak, sambil
mencatat semua gagasan yang penting. Catatan-catatan itu berguna untuk menyusun
sebuah ringkasan.
Ketiga, membuat reproduksi.. Berlandaskan catatan-catatan dan kesan umum yang telah
diperoleh, semua gagasan yang sudah dicatat harus disusun menjadi kalimat-kalimat
baru. Jangan tergoda untuk menggunakan kalimat asli dari pengarangnya. Kalimat asli
boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan prinsip atau
perumusan yang padat. Sebaiknya susunan kalimatnya berupa kalimat tunggal. Paragraf-
paragraf dalam dialog yang hanya berisi ilustrasi, contoh, atau deskripsi dapat
dihilangkan. Pertahankan susunan gagasan asli. Ringkaslah gagasan-gagasan dalam
urutan seperti urutan naskah asli. Dalam meringkas tidak boleh ada hal baru yang
dimasukkan, atau memasukan pemikirannya sendiri. Oleh karena itu, janganlah memberi
interpretasi, mengomentari, atau mempersoalkan gagasan pengarangnya. Ringkasan
harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Dialog harus diubah
dalam bentuk bahasa tak langsung. Panjang ringkasan biasanya berkisar seper lima atau
sepersepuluh dari karangan asli.

Menyadur Cerita Drama


Ada berbagai macam ragam terjemahan, yaitu dilihat dan tujuannya, hasil akhirnya,
materi, dan media penyampaiannya. Yang berkaitan dengan saduran adalah
penerjemahan dilihat dari hasil akhir penerjemahannya, yaitu sampai seberapa jauh
derajat kesetiaannya terhadap teks aslinya dalam bahasa sumber. Dalam kelompok ini
dapat digolongkan ke dalam: (1) kelompok penerjemahan harfiah, yaitu penerjemahan
yang mengutamakan kesetiaan kata demi kata dalam teks aslinya; (2) kelompok alih
bahasa yang derajat kesetiaannya sekitar enam puluh sampai tujuh puluh persen terhadap
teks aslinya; (3) kelompok yang disebut saduran. Dalam kelompok yang disebut sebagai
saduran ini pengarang dalam bahasa sasaran hanyalah mengambil ide-ide pokok dalam
bahasa sumbernya, sedangkan penulisannya bebas memakai contoh-contoh dan
ungkapannya sendiri; (4) kelompok penerjemahan dinamis di mana penerjemah mencari
padanan yang sedekat mungkin dengan teks aslinya dalam bahasa sumber tidak kata demi
kata, atau kalimat per kalimat, tetapi harus memperhatikan makna teks secara
keseluruhan.
Buku Drama Karya B. Rahmanto

JENIS-JENIS DRAMA

Kamis, 01 April 2010 - 2 komentar

a. Drama Tragedi
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau
kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost.
Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah
Malam yang ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini
bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena itu, cerita
Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama tragedi.

b. Drama Komedi
1. Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain,
melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan
Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
2. Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya. Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum
datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi
pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The
Mask dan Tarzan.
3. Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang
termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh
sinetronnya adalah Wong Cilik.
4. Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang
termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.

c. Drama Misteri
1. Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan
biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi
semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam
cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
2. Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
3. Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur
ghaib.

d. Drama Laga/ Action


1. Modern, cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau
pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern. Contoh jenis sinetron ini
misalnya Deru Debu, Gejolak Jiwa, dan Raja Jalanan.
2. Tradisional, cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas
secara tradisional. Beberapa sinetron yang termasuk jenis ini antara lain
Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Wali Songo.
Untuk jenis drama laga ini biasanya skenario tidak banyak memakai dialog
panjang, tidak seperti skenario drama tragedi atau melodrama yang kekuatannya
terletak pada dialog. Jenis ini lebih banyak mengandalkan action sebagai daya
tarik tontonannya. Penontonnya bisa merasakan semangat ketika menonton film ini.

e. Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan
mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba
pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak untuk membuat alur
yang lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang bertubi-tubi
pada si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan bersimpati pada
penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari, Menggapai Bintang, dan Chanda.

f. Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu,
baik tokoh maupun peristiwanya. Contoh film yang bercerita tentang peristiwa sejarah antara
lain November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar.
Sementara kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara lain
Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.

Read more: http://dramakreasi.blogspot.com/2010/04/jenis-jenis-drama.html#ixzz1pGlIzaZv


enis-jenis Drama

Jika kamu pernah menonton sinetron atau film, pernahkah kamu menonton sebuah
pertunjukan wayang atau lenong? Nah, sinetron, film, wayang, dan lenong juga
merupakan drama. Sinetron dan film merupakan jenis drama modern, sedangkan
wayang dan lenong merupakan jenis drama klasik. Agar kamu lebih memahaminya,
bacalah pembagian drama berikut ini

1. Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu

 Drama Baru/Drama Modern Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan
memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan
manusia sehari-hari. Contoh drama baru/modern adalah sinetron, opera, dan
film.  
 Drama Lama/Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang
kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar
biasa, dan sebagainya. Contoh drama tradisional/klasik, seperti  lenong
(pertunjukan sandiwara dengan gambang kromong dari Jakarta), topeng Betawi,
dagelan/ketoprak (sandiwara tradisional Jawa dengan iringan musik gamelan,
diringi tarian dan tembang), wayang yang dimainkan seorang dalang, dan randai
(tarian yang dibawakan oleh sekelompok orang yang berkeliling membentuk
lingkaran dan menarikannya sambil bernyanyi dan bertepuk tangan).

2. Drama menurut   kandungan isi ceritanya, yaitu

 Drama Komedi Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh
keceriaan.
 Drama Tragedi Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh
kemalangan.
 Drama Tragedi Komedi Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan
ada lucunya.
 Opera Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
 Lelucon/Dagelan Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola
jenaka merangsang gelak tawa penonton.
 Operet / Operette Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
 Pantomim Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan
tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
 Tablo Tablo adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik
anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
 Passie Passie adalah drama yang mengandung unsur agama/relijius.
 Wayang Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang.

Pengertian Drama dan Teater


by Akmal M Roem on 26 March 2009

1. DRAMA

Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti
berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan
gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII
dibuat istilah Sandiwara.

Drama (Yunani Kuno δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk
diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “aksi”,
“perbuatan”. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan
atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana
sebuah opera.

2. TEATER

Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas, teater
ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan
sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan
media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh
dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.

Teater (Bahasa Inggris “theater” atau “theatre”, Bahasa Perancis “théâtre” berasal dari
Bahasa Yunani “theatron”, θέατρον, yang berarti “tempat untuk menonton”) adalah cabang
dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan
menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan
lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Univesitas Hofstra, New York,
dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai ” yang terjadi ketika
seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri
mereka pada orang lain.” Teater bisa juga berbentuk: opera, ballet, mime, kabuki,
pertunjukan boneka, tari India klasik, Kunqu, mummers play, improvisasi performance serta
pantomim.

3. AKTING YANG BAIK

Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.

Dialog yang baik ialah dialog yang :

1. terdengar (volume baik)

2. jelas (artikulasi baik)

3. dimengerti (lafal benar)

4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

5. Gerak yang balk ialah gerak yang :

6. terlihat (blocking baik)

7. jelas (tidak ragu-ragu, meyakinkan)

8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)


9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Penjelasan :

1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.

2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas
dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang
diucapkan menjadi tumpang tindih.

3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang
dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan
ber-ani.

4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan
kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.

5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu
dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat
pemain yang ditutupi.

6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian
besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut

a. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.

b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.

c. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh
pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance,
komposisinya:

Bagian kanan lebih berat daripada kiri

Bagian depan lebih berat daripada belakang

Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah

Yang lebar lebih berat daripada yang sempit

Yang terang lebih berat daripada yang gelap

Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi

Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai
adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa
gerak yang dilakukan jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau
ragu-ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti
apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam
kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh
kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak
wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.

Anda mungkin juga menyukai