1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Drama terlebih dahulu berkembang di dunia barat yang disebut drama klasik pada zaman
Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani maupun Romawi banyak
sekali yang bersifat abadi, terkenal sampai kini. Semua ini sekedar informasi untuk
memperluas pengetahuan kita di Indonesia khususnya mahasiswa tentang perkembangan
drama di luar Indonesia.
a. Zaman Yunani.
Asal mula drama adalah Kulrus Dyonisius. Pada waktu itu drama dikaitkan dengan upacara
penyembahan kepada Dewa Domba/Lembu. Sebelum pementasan drama, dilakukan upacara
korban domba/lembu kepada Dyonisius dan nyanyian yang disebut “tragedi”. Dalam
perkembangannya, Dyonisius yang tadinya berupa dewa berwujud binatang, berubah menjadi
manusia, dan dipuja sebagai dewa anggur dan kesuburan. Komedi sebagai lawan dari kata
tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur terhadap cerita duka dengan tujuan
menyindir penderitaan hidup manusia.
Ada 3 tokoh Yunani yang terkenal, yaitu: Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Menurut
Plato, keindahan bersifat relatif. Karya karya seni dipandanganya sebagai mimetik, yaitu
imitasi dari kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi itu menurut Plato bukan demi kepentingan
imitasi itu sendiri, tetapi demi kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah The
Republic.
Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya sebagai
imitasi kehidupan fisik, tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung
kebijakan dalam dirinya. Dengan demikian karya-karya itu mempunyai watak yang menentu.
Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karya yang merupakan tragedi,
bersifat abadi, dan temanya Relevan sampai saat ini. Dramanya itu adalah: “Oedipus Sang
Raja”, “Oedipus di Kolonus”, dan “Antigone”. Tragedi tentang nasib manusia yang
mengenaskan.
Tokoh Lain yang dipandang tokoh pemula drama Yunani adalah Aeschylus, dengan karya-
karyanya: “Agamenon”, “The Choephori”, “The Eumides”. Euripides yang hidup antara 485-
306 SM, merupakan tokoh tragedi, seperti halnya Aeschylus. Karya-karya Euripides adalah:
Electra, Medea, Hippolytus, The Troyan Woman dan Iphigenia in Aulis.
Jika Aeschylus, Sophocles, dan Euripides merupakan tokoh strategi, maka dalam hal komedi
ini mengenal tokoh Aristophanes. Karya-karyanya adalah : The Frogs, The Waps, dan The
Clouds.
Bentuk Stragedi Klasik, dengan ciri-ciri tragedi Yunani adalah sebagai berikut :
1. Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama atau tokoh protagonis.
2. Lamanya Lakon kurang dari satu jam.
3. Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan (berupa nyanyian rakyat atau
pujian).
4. Tujuan pementasan sebagai Katarsis atau penyuci jiwa melalui kasih dan rasa takut.
5. Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian, yang diselingi Koor (stasima). Kelompok Koor
biasanya keluar paling akhir (exodus).
6. Menggunakan Prolog yang cukup panjang.
Bentuk pentas pada zaman Yunani berupa pentas terbuka yang berada di ketinggian.
Dikelilingi tempat duduk penonton yang melingkari bukit, tempat pentas berada di tengah-
tengah. Drama Yunani merupakan ekspresi religius dalam upacara yang bersifat religius pula.
b. Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, Yaitu: Plutus, Terence atau Publius Terence Afer,
dan Lucius Senece. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat
religius, lama-kelamaan bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentas lebih megah dari
zaman Yunani.
SEJARAH DRAMA
DRAMA · MATERI
Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya. Drama dimaksudkan sebagai
karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung oleh para aktor di pentas,
sedangkan teater adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas,
termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Di samping itu salah satu
unsur penting dalam drama adalah gerak dan dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi,
pemikiran dan karakter hidup dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan
demikian hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia di
panggung lewat gerak.
Drama Remaja
Apabila dilakukan dengan benar, pembelajaran sastra memiliki empat manfaat bagi para
siswa, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak. Oleh karena
drama, termasuk satu di antara tiga jenis pokok karya sastra, maka mempelajari drama
pun dapat membantu para siswa terampil berbahasa, meningkatkan pengetahuan
budayanya, mengembangkan cipta dan karsa, serta dapat menunjang pembentukan watak
para siswa.
Dalam memilih bahan pembelajaran drama yang akan disajikan perlu dipertimbangkan
dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan para
siswa, di samping itu perlu pula diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukaran dan
kriteria-kriteria tertentu lainnya, seperti: berapa banyak teks drama yang tersedia di
perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, dan persyaratan bahan yang
harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun.
Pembelajaran Drama
Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi Strata menggunakan
tiga tahapan, yaitu: tahap penjelajahan, tahap interpretasi, dan tahap re-kreasi. Tahap
penjelajahan dimaksudkan sebagai tahapan di mana guru memberikan rangsangan
kepada para siswa agar mau membaca teks drama dan memahaminya. Tahap interpretasi
adalah tahapan mendiskusikan hasil bacaan dengan mendiskusikannya dalam kelompok
dengan panduan pertanyaan dari guru. Tahap re-kreasi adalah tahapan sejauh mana para
siswa memahami teks drama sehingga mereka dapat mengkreasikan kembali hasil
pemahamannya.
Strategi Analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama
membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua
menganalisis unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan
pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis
objektif.
Tujuan penting pembelajaran drama adalah memahami bagaimana tokoh-tokoh dalam
drama dipentaskan. Dalam pementasan diperlukan pemahaman perbedaan bentuk dan
gaya teks drama, serta berbagai macam aturan dalam bermain drama. Cara yang
ditempuh, pertama melakukan pembacaan teks drama, berlatih gerak dalam membawakan
peran, dan berlatih gerak sambil mengucapkan kata-kata.
Asal-usul Drama di Indonesia
Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di Indonesia pun awalnya ada dua
jenis teater, yaitu teater klasik yang lahir dan berkembang dengan ketat di lingkungan
istana, dan teater rakyat. Jenis teater klasik lebih terbatas, dan berawal dari teater boneka
dan wayang orang. Teater boneka sudah dikenal sejak zaman prasejarah Indonesia (400
Masehi), sedangkan teater rakyat tak dikenal kapan munculnya. Teater klasik sarat
dengan aturan-aturan baku, membutuhkan persiapan dan latihan suntuk, membutuhkan
referensi pengetahuan, dan nilai artistik sebagai ukuran utamanya.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih longgar
aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur.
Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan
sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang
menjadi teater rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian.
Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya sama.
Sederhana, perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya, terjadi kontak
antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana. Dalam
pementasannya diselingi dagelan secara spontan yang berisi kritikan dan sindiran. Waktu
pementasannya tergantung respons penonton, bisa empat jam atau sampai semalam
suntuk
Ragam Drama
Secara pokok ada lima jenis drama, yaitu: tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan
farce. Drama tragedi adalah lakuan yang menampilkan sang tokoh dalam kesedihan,
kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan kematian. Drama komedi adalah lakon
ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan berakhir dengan kebahagiaan.
Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan komedi. Melodrama adalah lakuan
tragedi yang berlebih-lebihan. Dan farce adalah komedi yang dilebih-lebihkan.
:
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama
Untuk dapat menganalisis unsur tokoh dan perwatakan tokoh protagonis, tokoh
antagonis, dan tritagonis, kita perlu mendalami terlebih dulu arti pengertian macam-
macam tokoh itu dan bagaimana ciri-cirinya. Sementara itu untuk menganalisis karakter
tokoh-tokoh tersebut perlu dipahami dengan tepat bagaimana cara pengarang
menggambarkan perwatakannya. Dalam drama kebanyakan karakter tokoh dilukiskan
dalam dialog-dialog antartokohnya. Dari dialog-dialog itulah tercermin karakter tokoh-
tokohnya.
Analisis Latar
Untuk membuat analisis latar terhadap drama diperlukan penguasaan konsep tentang
latar fisik, latar spiritual, latar netral, dan latar tipikal. Latar fisik menyangkut ruang dan
waktu, latar spiritual erat kaitannya dengan latar fisik. Latar spiritual mencerminkan
faktor sosial budaya, adat-istiadat, kepercayaan, tata cara, dan nilai-nilai yang dimiliki
oleh latar fisiknya. Latar tipikal menonjolkan kekhasan suatu daerah tertentu, sedangkan
latar netral adalah latar yang tak memiliki sifat khas sesuatu daerah. Drama Iblis
mengindikasikan latar netral sehingga dapat dipentaskan di mana dan kapan pun.
Analisis Bahasa
Analisis unsur bahasa adalah analisis dialog dalam teks drama. Melalui dialog yang
menggunakan bahasa lisan yang komunikatif, tergambar pemikiran, karakter dan konflik
lakuan. Dalam analisis bahasa ini difokuskan pada dua persoalan yang erat kaitannya
dengan dialog, yaitu: pemilihan kata dan kalimat (menyangkut panjang-pendeknya
kalimat dialog) yang mampu menimbulkan pertentangan di antara protagonis dan
antagonisnya, dan pemikiran-pemikiran yang dikandung dalam dialog protagonis maupun
antagonisnya. Dari hasil analisis penggalan teks drama Iblis karya Muhammad
Diponegoro, antara lain diperoleh hasil bahwa pemilihan kata-kata dan kalimat-
kalimatnya sangat cerdas dan tepat. Pemikiran-pemikiran Mohammad Diponegoro
bermunculan lewat dialog yang dilontarkan tokoh Ibrahim.
Analisis Alur
Untuk dapat menganalisis unsur alur dalam teks drama, kita perlu mendalami terlebih
dulu apakah yang disebut alur itu, dan bagaimana pengaluran dalam drama itu. Lewat
teks drama berjudul Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto dapat dianalisis bagian
mana saja yang dapat dimasukkan dalam pemaparan, penggawatan, klimaks, peleraian,
dan penyelesaiannya.
Analisis Tema
Dalam drama terdapat dua istilah yang berhimpitan artinya, yaitu premis dan tema.
Premis diartikan sebagai landasan pokok drama, sedangkan tema adalah penggarapan
gagasan pokok yang didukung oleh jalinan unsur tokoh, alur, dan latar cerita serta
diformulasikan lewat dialog.
Untuk menganalisis tema kita harus membaca seluruh lakon, dan memahaminya. Kita
harus mencermati peristiwa-peristiwa konflik dalam lakon. Konflik dalam drama
berkaitan erat dengan tema lakon. Kita perlu memahami seluruh sepak terjang tokoh
utamanya, sebab tokoh utama biasanya diberi tugas penting untuk mengusung tema
lakon.
Untuk itu, kepada tokoh utama perlu diajukan pertanyaan misalnya: permasalahan
(konflik) apa yang dihadapinya, selain tokoh utama, siapa sajakah yang terlibat dalam
permasalahan (konflik), bagaimana sikap dan pandangannya terhadap permasalahan
(konflik) itu, bagaimana cara berpikir tokoh utama dalam menghadapi permasalahan
(konflik), apa yang dilakukannya, dan bagaimana ia mengambil keputusan terhadap
permasalahan (konflik) yang dihadapinya.
Analisis Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui lakon dramanya, dan
bagaimana jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap permasalahan yang
dipaparkannya. Amanat erat kaitannya dengan makna, dan bersifat subjektif. Setiap
pembaca bebas menafsirkan apa amanat drama yang dibacanya itu baginya.
Ada dua cara penyampaian pesan, yaitu secara langsung (tersurat) dan secara tidak
langsung (tersirat). Pesan secara langsung biasanya dititipkan oleh penulis lakon lewat
tokoh-tokoh cerita yang berlakuan dalam lakonnya. Kadang-kadang pesan yang ingin
disampaikan itu kurang ada hubungannya dengan cerita, atau sesuatu yang sebenarnya
berada di luar unsur lakon itu sendiri.
Sebaliknya pesan secara tidak langsung, biasanya disampaikan oleh pengarang lakon
secara tersirat dalam kisahan, dan terpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita
yang lain. Apabila kita ingin menafsirkan apa amanat yang mau disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca, pesan-pesan itu dapat digali melalui peristiwa-peristiwa,
konflik-konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan
konflik itu, baik yang tampak dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang hanya terjadi
dalam perasaan dan pikirannya.
Untuk menjadi seorang pemain, seseorang harus mengusai berbagai teknik untuk bermain
peran. Teknik itu adalah yaitu teknik pemunculan, teknik memberi isi, teknik
pengembangan, teknik pembinaan menuju puncak, teknik timing, serta tempo dan irama.
Teknik Pemunculan (the technique of entrance) berkaitan dengan kesan dan daya tarik
pemain ketika masuk ke dalam pentas (playing area). Pemain harus memiliki penguasaan
diri yang telah siap untuk memberikan kesan kepada penonton tentang watak yang
dimainkan, penonjolan figur watak, dan pembawaan postur yang menarik.
Teknik memberi isi (the technique of phrasing) berkaitan kemampuan seorang pemain
menciptakan segala gerak dan dialog menjadi berbobot. Sebagus-bagusnya dialog dalam
sebuah naskah drama, akan menjadi tidak berarti jika diucapkan pemain dengan tidak
benar, dan tidak diisi dengan penghayatan yang hidup. Secara praktis teknik memberi isi
adalah cara untuk menonjolkan emosi dan pikiran dibalik kalimat-kalimat yang
diucapkan dan dibalik perbuatan-perbuatan yang dilakukan pemain. Terdapat tiga macam
cara memberi tekanan pada isi kalimat, yaitu tekanan dinamik, tekanan nada, dan
tekanan tempo.
Teknik pengembangan berkaitan dengan kemampuan pemain mengembangkan dialog
dan gerakan (laku). Hal ini penting supaya pementasan berjalan tidak datar, dan dapat
memikat penonton. Teknik pengembangan dapat dicapai dengan menggunakan
pengucapan dan posisi tubuh. Teknik pengembangan dengan pengucapan dapat dicapai
dengan 1) menaikkan volume suara, 2) menaikkan tinggi nada suara, 3) menaikkan
kecepatan tempo suara, dan 4) mengurangi volume, tinggi nada, dan kecepatan tempo
suara. Teknik pengembangan dengan posisi tubuh dapat dicapai dengan 1) menaikkan
tingkatan posisi tubuh, 2) berpaling, 3) berpindah tempat, 4) menggerakkan anggota
badan, dan 5) memainkan air muka.
Teknik membina puncak berkaitan dengan kemampuan pemain mengatur emosi, dialog,
dan gerak. ketika menjalani puncak-puncak awal atau puncak-puncak pembangun
konflik. Keberhasilan perjalanan itu merupakan bekal baik untuk mencapai puncak
(klimaks) yang diinginkan dalam suatu pementasan. Terdapat beberapa teknik untuk
membina ke arah puncak, yaitu 1) menahan arus perasaan, 2) menahan reaksi terhadap
alur cerita, 3) teknik gabungan, 4) teknik kelompok bermain.
Teknik timing berkaitan dengan kemampuan pemain mengatur cepat lambatnya waktu
antara gerakan jasmani (laku) dan suara (vokal) yang diucapkan pemain. Teknik timing
memiliki efek khusus. Teknik ini dapat dipakai untuk memberi tekanan atau
menghilangkan tekanan. Di samping itu, dapat juga untuk menjelaskan suatu perbuatan.
Tempo dan irama berkaitan dengan penggarapan waktu dalam permainan. Cara seorang
pemain bermain dengan tempo yang tepat adalah (1) menghayati peran dan jalan cerita
serta (2) menyadari teknik bermain. Irama yang dimainkan pemain harus sesuai dengan
watak tokoh yang diperankan. Irama yang tepat akan mengikat penonton berlama-lama
menonton teater. Gabungan yang kreatif antara tempo dan irama menghasilkan “daya
pikat panggung”.
Untuk mahir menguasai teknik-teknik tersebut diperlukan latihan yang berulang-ulang
dan waktu yang tidak sebentar. Janganlah bosan, dan nikmatilah proses latihan tersebut.
Pementasan Drama
Pementasan drama adalah hasil perwujudan dari naskah yang dimainkan. Pementasan
drama terwujud pada saat dimulai hingga selesainya naskah tersebut dimainkan. Sebelum
dan sesudah waktu dimainkan tidak terdapat adanya pementasan, yang ada hanyalah
naskah.
Pementasan naskah drama merupakan kerja kolaborasi dari berbagai komponen.
Komponen tersebut adalah naskah, sutradara, pengurus produksi, pemain, dan tim
artistik. Seluruh komponen ini harus dipersiapkan dan diatur dengan baik untuk
menunjang pementasan yang baik.
5. memainkan ulang.
6. evaluasi akhir dan persiapan pementasan.
Konsep Pantomim
Menuturkan cerita drama atau yang dikenal dengan istilah drama reading merupakan
suatu bentuk pertunjukkan tersendiri seperti halnya poetry reading dan deklamasi. Oleh
karena itu, kemampuan untuk mencapai mutu reading – merupakan pusat perhatian.
Dalam drama reading juga diperlukan kerja sutradara. Bahkan, penggarapan dalam
drama reading dapat dipandang sebagai latihan tahap permulaan calon sutradara
menangani suatu naskah. Drama reading sangat penting untuk calon aktor atau pun
calon sutradara, karena risikonya masih sangat kecil dibandingkan dengan penanganan
drama panggung.
Terdapat dua jenis drama reading, yaitu (1) drama reading tanpa dikaitkan dengan
pembicaraan tentang naskah yang dipentaskan dan (2) drama reading yang disertai
dengan play review (ulasan tentang naskah yang dipentaskan).
Pelaksanaan drama reading berkelompok, banyaknya pemain didasarkan pada jumlah
peran dalam naskah. Untuk itu, diperlukan kejelian seorang sutradara di dalam
menggarapnya. Hasilnya ditentukan oleh kemampuan sutradara dalam menggarap
naskah, menggarap pemain beserta vokalnya, dan menggarap tim artistiknya.
Perubahan setting dan perubahan babak digarap dengan memberikan pengantar yang
memberi tahu tentang teks samping, misalnya peran melangkah atau mengambil barang,
dan sebagainya. Namun, tidak semua teks samping dalam naskah dibacakan; cukup
dipilih yang sangat penting saja.
Selain secara berkelompok, menuturkan cerita drama (drama reading) dapat juga
dilakukan secara individual. Maksudnya, dalam drama ini seorang pemain menganalisis
sebuah naskah sendiri dan sekaligus membawakannya sendirian, tanpa bantuan orang
lain. Kalaupun bantuan itu ada, hanyalah berupa ilustrasi musik atau sound efect yang
untuk mengerjakannya terpaksa dengan bantuan orang lain.
Drama reading individual memerlukan beberapa kiat, yaitu yang berkaitan dengan
pemain, naskah, dan teknis pentas. Dalam pementasan ini diperlukan kesungguhan dan
keahlian pemain untuk menguasai teknik vokal. Selain itu, pemain harus mampu
menghayati watak dari masing-masing tokoh. Naskah yang dipentaskan sebaiknya tidak
panjang dan terdiri dari tokoh-tokoh yang karakternya jelas berbeda. Pementasan drama
ini perlu memperhatikan komponen pementasan, misalnya pemakaian backdrop, level,
efek suara, dan musik.
Menulis Cerita Drama
Inti sebuah drama adalah gerak, yang menyajikan suatu perbuatan sehingga
memunculkan suatu peristiwa-peristiwa. Untuk menulis cerita drama ada berbagai macam
permasalahan yang perlu diketahui dan dipertimbangkan, yaitu: 1) mengenal hukum
drama, bahwa sebuah lakon harus menyajikan konflik antara dua kekuatan yang akan
melahirkan dramatic action; 2) mengetahui sumber penulisan drama yang berwujud
tingkah laku manusia; 3) mengetahui kerangka drama yang berupa action atau gerak
yang didasari oleh motif, 4) mengenali bahan-bahan penulisan yang berbentuk tema
lakon, karakter untuk mengembangkan konflik, dan rentetan situasi serta alat penulisan
drama yang berupa dialog; 5) mengenali proses inspirasi yang merangsang penciptaan;
dan 6) mengetahui struktur dan ketegangan dramatik yang dipaparkan oleh Aristoteles
dan Gustav Freytag.
Teks drama dapat dibuat dengan cara mengubah cerita rakyat, legenda, fabel, dan cerita
pendek yang banyak dimuat dalam surat kabar dan majalah. Caranya, guru meminta
kepada para siswa untuk membaca cerita sebanyak-banyaknya. Dari hasil bacaannya,
para siswa dapat menemukan gagasan yang menarik sehingga dapat dijadikan bahan
untuk menulis lakon. Dari cerita yang dipilihnya, para siswa diminta untuk memilih dan
mencari situasi dramatik yang ada di dalamnya. Situasi dramatik itulah yang akan mereka
pergunakan untuk latihan menulis naskah drama dengan meminta para siswa menuliskan
dialog secara imajiner. Berangkat dari percakapan seperti itu akan mengarahkan kepada
situasi tokoh yang sesuai dengan situasi dramatik yang akan dihadirkannya.
Dalam membuat dialog perlu diperhatikan bahwa melalui dialog antartokohnya harus
tergambar karakternya. Dalam dialog perlu pula diperhatikan beberapa segi seperti:
kosakata, frase dan kalimat, irama, tekanan, jeda, tempo, dan pola vokal para tokohnya.
Akan tetapi sebelum membuat dialog harus dipikirkan tokoh protagonis dan antagonisnya
yang berlaku dalam drama yang akan disusun. Perlu pula diperhatikan unsur latar lakon.
Untuk menggambarkan latar diperlukan pengamatan dengan cermat. Juga kostum para
pemainnya. Dalam menulis lakon, unsur-unsur yang disediakan harus dipilih dan
difokuskan pada tema. Dengan tema yang menjadi fokus, maka strukturnya dapat
dibangun.
Menilai Drama
Untuk menilai teks drama, dapat ditempuh dengan cara antara lain mengadopsi Strategi
Strata, terutama pada tahap interpretasi dan rekreasi. Pada tahap interpretasi terhadap
teks Malam Jahanam misalnya, dapat ditanyakan antara lain: apakah alur kisahan dapat
mengungkapkan buah pikiran pengarang dengan baik; apakah tokoh-tokoh seperti Mat
Kontan, Paijah, dan Soleman yang digambarkan Motinggo Boesye dalam drama itu
mungkin ditemukan dalam kehidupan nyata; dapatkah Anda memahami apabila Mat
Kontan bernafsu untuk membunuh pembunuh burung beonya; adakah kejanggalan-
kejanggalan pada perbuatan Mat Kontan dan perkataannya; apakah bahasa yang
dipergunakan tokoh-tokohnya sesuai dengan watak mereka masing-masing; apakah nilai-
nilai yang dipaparkan secara tersirat oleh pengarang terungkap dengan jelas; apakah
pesan pengarang terungkapkan dengan jelas; apakah lakon drama ini cukup baik/buruk
menurut Anda; dan sebagainya. Pada tahap rekreasi penilai dapat membuat resensi atas
drama Malam Jahanam.
Sementara itu, untuk menilai suatu pementasan, dapat dianalisis bagaimana teknik
ucapan, teknik memberi isi, teknik timing, tempo permainan, sikap badan, menanggapi
dan mendengar, serta apakah terlalu banyak penjelasan ataukah tidak. Hasil penilaiannya
dapat dituliskan dalam bentuk resensi pementasan.
JENIS-JENIS DRAMA
a. Drama Tragedi
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau
kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost.
Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah
Malam yang ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini
bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena itu, cerita
Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama tragedi.
b. Drama Komedi
1. Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain,
melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan
Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
2. Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya. Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum
datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi
pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The
Mask dan Tarzan.
3. Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang
termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh
sinetronnya adalah Wong Cilik.
4. Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang
termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.
c. Drama Misteri
1. Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan
biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi
semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam
cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
2. Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
3. Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur
ghaib.
e. Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan
mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba
pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak untuk membuat alur
yang lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang bertubi-tubi
pada si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan bersimpati pada
penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari, Menggapai Bintang, dan Chanda.
f. Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu,
baik tokoh maupun peristiwanya. Contoh film yang bercerita tentang peristiwa sejarah antara
lain November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar.
Sementara kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara lain
Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.
Jika kamu pernah menonton sinetron atau film, pernahkah kamu menonton sebuah
pertunjukan wayang atau lenong? Nah, sinetron, film, wayang, dan lenong juga
merupakan drama. Sinetron dan film merupakan jenis drama modern, sedangkan
wayang dan lenong merupakan jenis drama klasik. Agar kamu lebih memahaminya,
bacalah pembagian drama berikut ini
Drama Baru/Drama Modern Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan
memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan
manusia sehari-hari. Contoh drama baru/modern adalah sinetron, opera, dan
film.
Drama Lama/Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang
kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar
biasa, dan sebagainya. Contoh drama tradisional/klasik, seperti lenong
(pertunjukan sandiwara dengan gambang kromong dari Jakarta), topeng Betawi,
dagelan/ketoprak (sandiwara tradisional Jawa dengan iringan musik gamelan,
diringi tarian dan tembang), wayang yang dimainkan seorang dalang, dan randai
(tarian yang dibawakan oleh sekelompok orang yang berkeliling membentuk
lingkaran dan menarikannya sambil bernyanyi dan bertepuk tangan).
Drama Komedi Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh
keceriaan.
Drama Tragedi Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh
kemalangan.
Drama Tragedi Komedi Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan
ada lucunya.
Opera Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
Lelucon/Dagelan Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola
jenaka merangsang gelak tawa penonton.
Operet / Operette Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
Pantomim Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan
tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
Tablo Tablo adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik
anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
Passie Passie adalah drama yang mengandung unsur agama/relijius.
Wayang Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang.
1. DRAMA
Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti
berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan
gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII
dibuat istilah Sandiwara.
Drama (Yunani Kuno δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk
diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “aksi”,
“perbuatan”. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan
atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana
sebuah opera.
2. TEATER
Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas, teater
ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan
sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan
media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh
dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
Teater (Bahasa Inggris “theater” atau “theatre”, Bahasa Perancis “théâtre” berasal dari
Bahasa Yunani “theatron”, θέατρον, yang berarti “tempat untuk menonton”) adalah cabang
dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan
menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan
lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Univesitas Hofstra, New York,
dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai ” yang terjadi ketika
seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri
mereka pada orang lain.” Teater bisa juga berbentuk: opera, ballet, mime, kabuki,
pertunjukan boneka, tari India klasik, Kunqu, mummers play, improvisasi performance serta
pantomim.
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Penjelasan :
1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas
dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang
diucapkan menjadi tumpang tindih.
3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang
dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan
ber-ani.
4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan
kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu
dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat
pemain yang ditutupi.
6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian
besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut
a. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
c. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh
pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance,
komposisinya:
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai
adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa
gerak yang dilakukan jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau
ragu-ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti
apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam
kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh
kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak
wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.