Anda di halaman 1dari 5

Muhammad Zainur RizkiMata Kuliah: Dirasat Masrahiyyah

11190210000135Dosen Pengampu: Dr. Rizqi Handayani, M.A.


BSA 4-DTugas: Laporan Membaca Artikel

TUGAS 1

Drama; Asal Usulnya, Tahap Perkembangannya, dan Bukti Ketertinggalan


Bangsa Arab darinya

Drama adalah sebuah genre sastra dan jenis kegiatan praktis di dalam sastra, ia bercerita
melalui pembicaraan tentang tokoh-tokohnya dan tingkah lakunya yang diperankan oleh para
aktor dari atas panggung di hadapan penonton, atau di layar televisi. Penulis teks drama
menuliskan cerita untuk dipentaskan bukan untuk dibaca. Menurut para kritikus, drama
memiliki 4 unsur: Peristiwa, Karakter, Dialog, dan Ide. Sementara pembagiannya, drama
terbagi menjadi 3 bagian utama: Tragedi, Komedi, dan Drama. Di dalam buku The Art of
Poetry, Aristoteles berbicara tentang komedi dan tragedi tanpa membicarakan drama karena
drama hanya ada pada abad-abad terakhir, namun saat ini drama tumbuh dan berkembang
hingga mengalahkan keduanya.

Sejarah Kemunculan Drama dan Tahap Perkembangannya

Drama muncul dalam bentuk sederhana yang merupakan salah satu dari bab puisi, kemudian
tumbuh dan terpisah dari nyanyian, lalu berkembang hingga menjadi bentuk yang terlihat saat
ini. Berikut tahapan perkembangan drama dari masa ke masa:

 Drama Yunani

Bangsa Sumeria, Babilonia, dan Mesir adalah bangsa yang terdahulu menguasai seni ini,
sementara bangsa Yunani mengambilnya dari mereka. Kendati demikian, drama yang telah
berkembang saat ini hingga menjadi seni drama kelas tinggi, akar awalnya adalah drama
Yunani klasik. Catatan pertama yang menunjukan drama Yunani yaitu sebuah festival drama
tragedi sekitar tahun 532 SM di Athena, drama tersebut muncul dari perayaan keagamaan
paganisme, di antara perayaan yang terkenal adalah: Rustic Dionysia, Lernaea Dionysia, dan
Great Dionysia atau City Dionysia. Di antara penulis drama Yunani paling terkenal adalah:
Aeschylus penulis trilogi “Oresteia” tentang kisah Agamemnon, Sophocles penulis tragedi
“Raja Oedipus”, Euripides penulis “Cyclopes”, dan Aristophanes penulis drama komedi
katak, awan, dan tawon.

 Drama Romawi

1 | Muhammad Zainur Rizki | Dirasat Masrahiyyah


Bangsa Romawi tidak mengenal drama kecuali setelah seni drama Yunani pindah ke Roma,
mereka mengikuti drama Yunani dengan 2 variannya; komedi dan tragedi. Di antara penulis
drama Romawi yang terkenal adalah: Titus Marcus Plautus penulis drama “Miles Glorious
The Braggar Warriort”, Publius Terentius Afer yang lebih dikenal dengan nama Terence
seorang dramawan Romawi selama era Republik Romawi, dan Lucius Annaeus Seneca
seorang dramawan tragedi Romawi. Bentuk lain dari drama yang populer di kalangan bangsa
Romawi adalah pantomim atau mimodrama, yang dipelopori oleh dramawan Romawi
Decimus Laberius (43-115 SM), dan seni drama Romawi mulai menurun sebab adanya
transformasi dari republik menjadi kekaisaran pada tahun 27 SM.

 Drama Abad Pertengahan

Pada saat memasuki abad pertengahan, warisan Yunani dan Romawi klasik mulai
ditinggalkan dan mulai dibuat drama yang bersifat religius, di mana para dramawan
mengambil subjek mereka dari Alkitab (Bible), kehidupan Yesus Kristus, dan kehidupan
perawan Maria. Lalu menyebarlah sandiwara misteri (sejenis drama religi) ke Eropa sejak
abad ke-10 hingga abad ke-16. Drama religi tersebut melahirkan 2 drama baru; drama
kesengsaraan dan drama moralitas, seperti: drama The Passion Of The Christ karya Arnoul
Greban seorang penyair Prancis, dan drama St Matthew Passion yang ditulis oleh penulis
Jerman Johan Sebastian Bach (1685-1750 M). Drama kesengsaraan itu sudah ada sejak
dahulu di beberapa negara seperti di Mesir klasik milenium kedua SM. Mereka memerankan
penderitaan dewa subur (Osiris) dan istrinya dewi alam (Isis) begitu juga setelah Islam, orang
Syi`ah mulai memerankan kesaksian Imam Husein bin `Ali di Karbala pada hari `Asyura.

Sebagaimana drama kesengsaraan, drama moralitas juga merupakan jenis dari drama religi
yang dipopulerkan di Eropa sejak abad pertengahan yang menceritakan kehidupan manusia
dan tempat kembalinya. Drama tersebut bertahan lama sampai datang drama Shakespeare
yang ditulis oleh William Shakespeare, ia mengumpulkan antara drama komedi dan tragedi
seperti yang dilakukan dalam dramanya yang dikenal sebagai “Pertunjukan Malam Kedua
Belas” (Twelfth Night) di dalamnya berkumpul antara tertawa dan menangis.

 Drama Klasik

Pada awalnya, drama klasik adalah sekolah sastra yang muncul di Eropa pada abad ke-15, ia
mencoba untuk menghidupkan kembali tradisi sastra umum peradaban Yunani dan Romawi
klasik. Para dramawan menjadikan keduanya sebagai sumber untuk seni-seni klasik yang
dikembangkan oleh Aristoteles, terutama 3 kaidah yang dinamakan dengan “Tiga Kesatuan”

2 | Muhammad Zainur Rizki | Dirasat Masrahiyyah


(Three Unities) yaitu: kesatuan tindakan (unity of action), kesatuan waktu (unity of time), dan
kesatuan tempat (unity of place). Pada tahap ini, drama tidak lagi dianggap sebagai sastra dan
mulai ditulis dengan gaya bahasa prosa. Oleh karenanya, mulai tersebar drama-drama sejarah
yang temanya diambil dari realitas sosial yang berhadapan dengan peristiwa sejarah yang
nyata, seperti drama Henry IV dan Henry V Karya Shakespeare.

 Drama Romantis

Sejak pertengahan abad ke-18 hingga abad ke-19 di Eropa terdapat pertentangan pada
pembatasan yang diberlakukan oleh seni dan sastra klasik, di antara pendukung gerakan
sastra ini adalah Victor Marie Hugo pada pengantar panjang untuk dramanya Cromwell, di
dalamnya Shakespeare mengambil contoh dan meminta penulis naskah untuk menolak tiga
unit sistem yang telah disebutkan sebelumnya, gagasan pemisahan antara komedi dan tragedi,
dan untuk mempertimbangkan drama ciptaan baru untuk kehidupan. Kemudian muncul
drama romantis yang secara serius mengejek pembatasan pemisahan antara komedi dan
tragedi, ia memilih penulis pahlawan borjuis atau publik dan drama tragis Ruy Blas karya
Victor Marie Hugo yang kejadiannya berlangsung di Spanyol pada akhir abad ke-17, dan
Raja Charles II sebagai sosok sembrono yang mengurus urusan kerajaan dengan memancing
dan bersenang-senang. Upaya ini menyebabkan munculnya drama tragikomedi dan Comic
Relief.

 Drama Realisme

Drama Realisme adalah sekolah sastra yang berkembang pada pertengahan abad ke-19 di
Prancis yang bertentangan dengan idealisme yang dipimpin oleh Champfleury dan Gustave
Flaubert, dan secara terus-menerus berkembang dalam seni drama. Setelah pertengahan abad
ke-19 drama cenderung realisme. Para penulisnya mengambil bahan materinya dari realitas
sosial, politik dan pengalaman pribadi, perkembangan ini menyebabkan munculnya jenis
drama yang dikenal dengan “Melodrama” pertama kali muncul di Italia pada abad ke-16.
Namun, itu tidak berkembang dan hanya sampai pada abad ke-18, pendukungnya yang paling
menonjol adalah penulis drama Inggris George Bernard Shaw, seorang penulis drama Devil’s
Disciple.

 Drama dalam Sastra Arab

Drama dalam sastra Arab Timur telah mengenal drama sejak zaman klasik, dan drama timur
yang paling pertama khususnya di India mulai tampak sekitar pada tahun 100 SM, seperti:

3 | Muhammad Zainur Rizki | Dirasat Masrahiyyah


Drama Gerobak Tanah Liat (The Clay Cart) yang muncul dalam bentuk terbarunya sekitar
tahun 450 SM karya dramawan India Raja Sudraka. Kemudian Shakuntala atau Ring of Fatal
yang muncul sekitar tahun 500 M sebuah drama puitis yang dikaitkan dengan penyair drama
India Kalidasa yang dikenal sebagai Shakespeare dari India.

Sementara dalam sastra Arab, seni peran, seni akting, maupun komposisi teatrikal sejak
zaman dahulu hingga pertengahan abad ke-19 tidak pernah diketahui dalam sejarahnya
namun hanya dicukupkan dengan puisi lirik murni meskipun sebagian romannya telah
tampak dalam sastra rakyatnya seperti wayang kulit (shadow play). Di antara teks-teks
terpenting dalam sastra Arab adalah: Theatrical Spectrum of Imagination karya Ibn Daniel al-
Masri (1310-1284 M) , kemudian Raree Show yang merupakan jenis representasi lain untuk
menghibur anak-anak, dan drama Hussaini yang diperankan oleh Syiah pada sepuluh hari
pertama bulan Muharram.

Faktor Ketertinggalan Bangsa Arab dari Drama

Drama dalam arti seni tidak pernah muncul dalam kesusastraan Arab kecuali di era modern
setelah adanya hubungan dengan kesusastraan Barat, ketiadaan seni ini disebabkan oleh
berbagai faktor:

1) Faktor Agama

Drama mulai muncul di kalangan orang-orang Yunani dan Romawi dengan kemunculan
religius yang berhubungan dengan agama-agama pemuja dewa dan alam yang berkembang.
Penyebab tidak berkembangnya agama tersebut di bangsa Arab adalah dikarenakan
munculnya dua agama yang menyatukan yaitu Yudaisme dan Kristen. Di satu sisi, Islam jelas
melarang pengikutnya untuk menyembah berhala. Sementara di sisi yang lain, adanya
pemaksaan terhadap mereka untuk bersatu, maka bangsa arab tidak memiliki sesuatu yang
dimiliki oleh bangsa lain berupa ketentuan yang memuluskan jalan untuk memakmurkan seni
yang indah ini.

2) Faktor Sosial

Drama mengharuskan seorang perempuan tampil di atas panggung teater dan berperan besar
dalam seni ini. Namun dalam seni peran, tradisi bangsa Arab melarang munculnya
perempuan di atas panggung dan melaksanakan perannya di hadapan laki-laki. Oleh karena
itu sistem sosial yang berlaku pada masa masyarakat Jahiliyah telah merampas kebebasan
dan haknya untuk melakukan aktivitas sosial dan hal-hal lain yang berkaitan dengan profesi.

4 | Muhammad Zainur Rizki | Dirasat Masrahiyyah


3) Faktor Teknis

Salah satu penyebab ketertinggalan sastra Arab adalah faktor teknis, faktor ini bersumber dari
dua aspek:

a) Komitmen orang Arab pada satu wazan dan satu sajak dalam puisi. Sebab, keberadaan
puisi orang Arab itu dibatasi pada satu wazan dan satu sajak. Sementara negara-negara
lain tidak menjadikan batasan ini sebagai kriteria untuk membedakan puisi dari prosa.
b) Keterbatasan sastra Arab klasik pada puisi lirik. Awalnya, orang Yunani klasik
memiliki puisi lirik yang dinyanyikan orang dengan diiringi beberapa alat musik,
terutama kecapi. Di dalamnya penyair mengungkapkan perasaan dan keadaan
psikologisnya secara langsung, biasanya dalam hati nurani penuturnya. Sementara
puisi Arab klasik adalah puisi liris murni yang hanya mewakili emosi subjektif
penyair. Oleh karena itu genre puisi ini tidak sesuai jika digunakan dalam
menyanyikan drama yang menyampaikan cerita.

Kondisi kehidupan sosial bangsa Arab seperti ini menyebabkan baru munculnya drama pada
zaman sekarang ini setelah menghubungkan kebudayaan timur dengan kebudayaan barat.
Kesenian ini muncul dalam kesusastraan Arab sejak pertengahan Abad ke-19 melalui upaya
yang dilakukan oleh para penerjemah sastra seperti: Najib haddad yang menerjemahkan
Alcide karya Pierre Corneille dan Romeo and juliet karya Shakespeare yang kemudian
dikenal dengan para martir cinta. Kemudian Marun an-Nuqosy (1817-1855 M) orang pertama
yang meminjam benih-benih drama dari literatur Eropa dengan menerjemahkan drama ‘al-
Bakhil’ karya Molière seorang dramawan dan aktor dari Prancis dan membentuk tim untuk
mementaskannya, kemudian menulis drama ‘al-Bakhil’, al-Hasud as-Salith, dan Abu al-
Hasan al-Mughaffal, yang terinspirasi oleh salah satu cerita Seribu Satu Malam dan Harun
Al-Rasyid. Dampak dari usaha ini adalah tercerminnya apa-apa yang terjadi di Eropa berupa
perkembangan kebudayaan dan kesusastraan serta tumbuh drama Arab di era modern dengan
banyaknya para penulis dan dramawan hebat.

Berdasarkan ini semua maka perjalanan drama di kalangan orang Arab dipengaruhi oleh
hubungan sastra Arab dengan sastra Barat, sejarah dan cerita rakyat menjadi sumber
terpenting dalam penulisan drama Arab. Menurut sumber-sumber ini, drama Arab dapat
dibagi menjadi tiga jenis: drama sejarah, drama warisan, dan drama puisi.

5 | Muhammad Zainur Rizki | Dirasat Masrahiyyah

Anda mungkin juga menyukai