Anda di halaman 1dari 3

Nama : Trisnawati

NIM : 20604221076
Kelas : PGSD PENJAS B

1. Islam adalah Agama Peradaban, dan IPTEKS adalah pilar penting kemajuan
peradaban Islam. Jelaskan singkat beserta bukti-bukti historis.
2. Ajaran Islam sangat kompatibel dengan HAM dan Demokrasi. Coba jelaskan singkat
beberapa nilai universal ajaran Islam sebagai prinsip dasar di dalam HAM dan
Demokrasi.
3. Buatkan rangkuman (intisari) dari makalah atau PPT masing masing kelompok,
minimal 5 baris dan maksimal 10 baris.

1. Islam dan peradaban merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Sejak
kehadirannya, Islam telah membawa konsep dan misi peradaban yang inheren dalam dirinya.
Peradaban Islam bersumber pada dîn (baca: agama) yang berasal dari wahyu Allah. Itu
sebabnya peradaban biasa dikenal dengan istilah tamaddun atau madaniyyah, karena
bersumber dari dîn tersebut. Kemudian ekspresi tinggi tamaddun Islam dalam sejarah
peradaban manusia mendapat tempatnya di Yatsrib yang kelak berubah menjadi Madinah.
Jadi, kota Madinah adalah tempat dimana tamaddun atau madaniyyah yang berasas pada dîn it
diproklamirkan kepada seluruh dunia. Setelah Islam hadir dan menanamkan nilai-nilai
peradaban yang bersumber kepada dîn, maka Arab tampil sebagai negeri bertamaddun
(madaniyyah). Nilai-nilanya murni dari Islam, meskipun kemudian ada semacam adapsi dari
berbagai peradaban lain, seperti: Yunani, India, Persia, Romawi, dan lain sebagainya. Namun
nilai-nilai peradaban asing itu sudah difilter terlebih dahulu, sudah melalui proses “adapsi”
sebelum di-”adopsi”. Contohnya, adanya transmisi pandangan hidup dan keyakinan (al-naqlah
al-tas) awwuriyyah al-i’tiqâdiyyah). Di mana keyakinan dalam bentuk politeisme berubah
menjadi tauhid; dari penyembahan kepada manusia menjadi penyembahan hanya kepada
Allah; dari mengabdi kepada batu, patung, dan berhala, menjadi menyembah Allah yang tak
dapat disentuh tangan dan tak dapat diindra oleh mata. Dan transmisi ini telah dimulai sejak
wahyu pertama turun “Iqra!”, dari sana kemudian seruan al-Qur’an terus berjalan, memancar
dari aktivitas membaca dan berpikir, menggunakan nalar (al-ta’aqqul), kontemplasi (al-
tadabbur), dan seterusnya, memancar dalam “tenunan” Kitabullah. Pancarannya tidak padam,
baik di Periode Makkah maupun Periode Madinah.

Tidak bisa diragukan lagi bahwa seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi mampu
membawa perubahan besar terhadap dunia, termasuk terhadap sebuah peradaban. Dan Allah
telah memerintahkan umat Islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi jauh
sebelum teknologi itu diciptakan. Bisa kita lihat dari firman-Nya dalam Surat Al-Alaq ayat 1-5
yang merupakan wahyu pertama dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW, dan isi dari wahyu
pertama itu adalah perintah untuk membaca. Maksud dari membaca disini adalah membaca
realitas alam dan realitas manusia. Maka, perintah membaca disini adalah perintah mengamati
atau meneliti realitas yang ada di alam semesta seperti budaya, ritual, adat istiadat, ekonomi,
termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi, serta realitas yang lainnya. Sehingga ketika kita
sudah mengamati dan meneliti, maka akan menghasilkan ilmu pengetahuan, dan pada
akhirnya kita akan memahami realitas-realitas tersebut.
Perlu kita ketahui, pada zaman khalifah Abbasiyah, banyak illmuwan-ilmuwan yang lahir dari
umat Islam seperti Al-Khawarizmi yang menemukan angka 0, Ibnu Sina yang menemukan
alat-alat medis dan menjadi acuan medis di dunia, Al-Farabi yang merupakan bapak kedua
ilmu logika dan filsafat, Ibnu Khaldun sebagai Bapak Sosiologi Islam, dan masih banyak lagi
ilmuwan muslim yang lainnya. Ilmuwan-ilmuwan ini tidak hanya mempunyai kecerdasan
intelektual (IQ), tapi juga mempunyai kecerdasan emosi (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ)
yang baik, sehingga bisa menjadi tokoh dalam kemaujan peradaban Islam.
Jadi, kolerasi antara IPTEK dan Islam sudah terdapat dalam Q.S Al-Anbiya ayat 80, “Dan
telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu
dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).” Berdasarkan
tafsirnya, Islam menganjurkan kita untuk menciptakan atau membuat alat yang dapat
memudahkan pekerjaan kita, dan itulah teknologi. Teknologi memang memiliki dua sisi, ia
bisa bermanfaat apabila digunakan dengan tujuan yang baik, seperti meningkatkan akses
terhadap informasi keagamaan, sebagai acuan untuk waktu ibadah, memudahkan cara untuk
beramal kepada sesama, sebagai penyedia konten ceramah video keagamaan, dan yang paling
penting kita generasi muslim sebagai Agen of Change untuk menyebarkan dakwah dan syiar-
syiar agama melalui sosial media dan website. Teknologi juga bisa menjadi musuh apabila
digunakan dengan tujuan yang tidak baik, seperti menyebarkan hoax dan menonton tontonan
yang tidak baik.

2. Nilai universal ajaran Islam sebagai prinsip dasar di dalam HAM dan Demokrasi, yaitu:
a) Al-ikha, yaitu menjunjung tinggi rasa persaudaraan dan kemanusiaan antar sesama
manusia. Asas al-ikha' ini dicontohkan Nabi ketika hijarah ke Madinah. Laki-laki
pendatang (muhajirin) dikawinkan dengan perempuan pribumi (anshar). Demikian pula
sebaliknya, laki-laki anshar dikawinkan dengan perempuan muhajirin. Akibatnya
pembauran genetik yang dampaknya sangat strategis secara psikologis sangat penting.
Generasi penerus kedua kelompok tidak direpotkan lagi dengan isu pribumi dan
pendatang, karena terjadi pembauran untuh antara keduanya.
b) Al-Musawa, yaitu prinsip persamaan. Baik dalam ruang lingkup HAM atau Demokrasi
perlu menjunung tinggi asas persamaan, dimana setiap manusia memiliki kedudukan
yang sama dimata Allah SWT, tidak ada golongan si kaya dan si miskin, si pintar dan
si bodoh, ataupaun ada kelas golongan bangsawan maupun rakyat jelasa. Jadi, dalam
Islam tidak ada pembeda dalam kelas sosial melainkan dibedakan sesuai dengan
tingkat keimanan dan ketaqwaanya. Kemudian setiap individu juga memiliki hak yang
sama, seperti hak untuk hidup, memperoleh pendidikan, mendapat pekerjaan yang
layak, melanjutkan keturunan, dan lain sebagainya.
c) Al-Tasamuh, yaitu prinsip toleransi. Dalam Islam diajarkan untuk menghormati yang
namanya perbedaan, baik itu perbedaan suku, ras, maupun agama yang dipeluk oleh
masing-masing individu. Tidak boleh adanya diskriminasi yang dinjukkan kepada
anggota kelompok tertentu dan harus dapat hidup berdampingan dengan banyaknya
keragaman dalam masyarakat tersebut.
d) Al-Musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia (musyawarah) yang tidak lain
maknanya adalah demokrasi, yaitu memberi kesempatan secara terbuka kepada semua
pihak mengedepankan pendapatnya secara merdeka, tanpa harus khawatir sedikit pun
kepada siapapun, kerena prinsip demokrasi ini sesuai dengan anjuran Allah SWT. Asas
ini sudah sangat sering diterapkan dalam berbagai situasi dan masalah yang dihadapi
untuk memperoleh solusi yang dapat memberikan manfaat untuk seluruh masyarakat
tanpa merugikan salah satu pihak atau kelompok tertentu.
e) Al-Mu'awanah, yaitu prinsip tolong menolong atau gotong royong. Gotong royong
juga sangat sesuai ajaran Islam yang menginginkan umatnya saling mencintai,
menyayangi, dan berbagi. Semangat gotong royong dalm Islam juga bisa dijadikan
ukuran keimanan seseorang. Misalnya, bergotong royong membangun atau
memperbaiiki tempat ibadah, menolong seseorang yang mengalami musaibah, bekerja
bakti membersihkan lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

3. Secara etimologis, kata gender berasal dari bahasa Inggris yang artinya “jenis kelamin”.
Sedangkan secara terminologis, gender didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya
terhadap laki-laki dan perempuan. Kemudian mucul masalah kesetaraan gender, seperti
marginalisasi, subordinasi, pembentukan stereotipe melalui pelabelan negatif pada perempuan,
beban kerja kaum perempuan, dan kekerasan terhadap perempuan. Ketidakadilan gender
tersebut tersebut tidak terbentuk secara instan, tetapi melalui proses panjang yang
disosialisaaikan dan diperkuat melalui ajaran agama maupun negara. Perubahan terasa setelah
Islam datang, seperti sebelum adanya Islam bayi perempuan biasanya dikubur hidup-hidup
karena dianggap sebagai aib dan beban keluarga. Lalu, Nabi Muhammad saw pernah berkata
barangsiapa yang dikaruniai anak perempuan dan dibiarkan hidup serta diberikan setiap hak-
haknya maka Allah akan memasukkannya ke surga. Semenjak saat itulah muncul kesetaraan
gender dalam Islam dan peradaban dunia.

Anda mungkin juga menyukai