Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

ST-Elevated Myocardial Infarction (STEMI)

Disusun Oleh:
Meliaranti Thesya
H1AP20018

Pembimbing : dr. Sri Hastuti, Sp.JP(K), FIHA.

SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS BENGKULU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Meliaranti Thesya


NPM : H1AP20018
Fakultas : Kedokteran
Judul : ST-Elevated Myocardial Infarction (STEMI)
Bagian : Jantung dan Kardiovaskular
Pembimbing : dr. Sri Hastuti, Sp. JP (K), FIHA

Bengkulu, 11 Mei 2021


Pembimbing

dr. Sri Hastuti, Sp. JP (K), FIHA

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Jantung dan Kardiovaskular, serta Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu,
Bengkulu.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Sri Hastuti, Sp.JP (K). FIHA. sebagai


pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan
masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 11 Mei 2021

Penulis

DAFTAR IS

3
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................6
2.1 Identitas..........................................................................................................6
2.2 Data Subjektif (Alloanamnesis).....................................................................6
2.2.1 Keluhan Utama........................................................................................6
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang.....................................................................6
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu........................................................................7
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga.....................................................................7
2.2.5 Riwayat Kebiasaan..................................................................................7
2.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................7
2.3.1 Status Present..........................................................................................8
2.3.2 Status Generalis.......................................................................................8
2.4 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................9
2.4.1 Elektrokardigram (EKG).........................................................................9
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium....................................................................15
2.4.3. Rontgen Thoraks AP.............................................................................16
2.4.3. PCI........................................................................................................17
2.4.3. ECHO...................................................................................................18
2.5 Diagnosis......................................................................................................18
2.6 Tatalaksana...................................................................................................18
2.7 Follow up......................................................................................................19
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

4
BAB 1

PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu masalah kardiovaskular


utama karena dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi.9 Aliran darah
di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali
sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat
sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung dikatakan
mengalami infark. Infark miokard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah
ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati.1

Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (ST Elevation


Myocardial Infarction, STEMI) adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai
gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa
elevasi ST yang persisten diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. ST
elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum
sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat. 10 Di Indonesia, penelitian oleh
Jakarta Acute Coronary Syndrome (JAC) melaporkan dari 3015 kasus SKA 1024
diantaranya adalah kasus STEMI.7 Data menunjukkan bahwa mortalitas akibat
STEMI paling sering terjadi dalam 24-48 jam pasca onset dan laju mortalitas awal
30 hari setelah serangan adalah 30 persen.6

STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerotik pada arteri koroner atau


penyebab lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Pada kondisi awal akan terjadi iskemia
miokardium, namun bila tidak dilakukan tindakan reperfusi segera maka akan
menimbulkan nekrosis miokard yang bersifat irreversible.11

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 07 April 1949
Alamat : Jalan Ratu Agung No 35
Pekerjaan : Pensiun
No MR : 702990
Tanggal masuk RS : 02 Mei 2021
Tanggal keluar RS : 07 Mei 2021
Ruang Perawatan : ICCU

2.2 Data Subjektif (Alloanamnesis)


2.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 3 jam SMRS.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang memberat kurang lebih
3 jam SMRS. Nyeri dirasakan seperti tertekan selama lebih dari 20 menit dan
nyeri tidak membaik walaupun sudah beristirahat. Nyeri dada timbul saat
melakukan aktifitas. Nyeri yang dirasakan pasien berkurang jika meminum obat.
Pasien juga mengeluhkan nyeri yang dirasakan menjalar ke punggung dan
serta pasien juga mengeluhkan lemas, mual, muntah, pusing dan berkeringat
dingin yang sangat banyak pada saat nyeri dada berlangsung. Demam disangkal,
batuk pilek disangkal, BAK dan BAB (+) tidak ada keluhan.

6
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat nyeri sendi

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga dengan hipertensi
 Riwayat keluarga mengalami stroke

2.2.5 Riwayat Kebiasaan


Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 20 tahun yang lalu dan sudah
berhenti sejak satu bulan yang lalu.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present yang dilakukan di IGD Rumah Sakit M Yunus Bengkulu 02 Mei
2021
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 114/78 mmHg
Kesadaran : Kompos Mentis
Nadi : 77 x/menit, teraba kuat dan isi tegangan cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,0˚C
2.3.1 Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 131/78 mmHg
Kesadaran : Kompos Mentis
Nadi : 80 x/menit, teraba kuat dan isi tegangan cukup
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,6 ˚C

2.3.2 Status Generalis


Kepala : Normocephali, jejas (-), rambut tidak rontok

7
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Nyeri tekan (-/-), deviasi (-)
Telinga : Deformitas septum nasi (-/-), napas cuping hidung (-/-),
mukosa hiperemis (-/-), sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan (-)
Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), mukosa mulut merah (-),
sariawan (-), lidah kotor (-), papil atrofi (-), tremor (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : JVP tidak meningkat, trakea teraba letak ditengah, deviasi (-),
kelenjar tiroid dalam batas normal, pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Thorax-Paru
Inspeksi : Bentuk dinding dada simetris kiri=kanan, pernapasan saat statis
dan dinamis kiri = kanan, retraksi dinding dada (-), deformitas (-),
pemakaian otot bantu pernapasan (-)
Palpasi : Stem fremitus lapang dada sama kiri-kanan, ekspansi dinding
dada simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler(+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I – II reguler (+), murmur (-), gallop (-)


Abdomen
Inspeksi : Datar (+), ruam (-), scar (-), spider nevi (-)
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+) pada epigastrium, hepar tidak teraba,
lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)

8
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas Superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-),CRT < 2 detik, clubbing
finger (-)
Ekstremitas Inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-),CRT < 2 detik, clubbing
finger (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Elektrokardigram (EKG)
EKG pertama datang pada tanggal 02 Mei 2021 pukul 21.10 WIB di IGD Rumah
Sakit Dr M Yunus Bengkulu

Interpretasi:
1. Irama : sinus
2. Laju : 80 x/menit
3. Axis : LAD
4. Gel P : normal, 0,08 s t o,1 mv
5. Interval PR : 0,12 (Normal)
6. Kompleks QRS : 0,08s (normal)
7. Q patologis: (-)
8. Gelombang QT: 0,32 s
9. ST elevasi : I, AVL, V2, V3,V4,
10. ST depresi : II, III, AVF,
11. T inversi : -
12. Kesimpulan : STEMI anterolateral dan iskemik inferior
EKG pada tanggal 03 Mei 2021 pukul 05.00 WIB di ICCU Rumah Sakit Dr M
Yunus Bengkulu

9
Interpretasi:
1. Irama : sinus
2. Laju : 80 x/menit
3. Axis : RAD
4. Gel P : 0,08 s t o,1 mv
5. Interval PR : 0,12 (Normal)
6. Kompleks QRS : 0,08 s
7. Q patologis: I dan aVL
8. Gelombang QT: 0, 32 s
9. ST elevasi : -
10. ST depresi : -
11. T inversi : -
12. Kesimpulan : post trombolitik ec STEMI anterolateral

EKG pada tanggal 04 Mei 2021 pukul 05.00 WIB di ICCU Rumah Sakit Dr M
Yunus Bengkulu

10
Interpretasi:
1. Irama : sinus
2. Laju : 80 x/menit
3. Axis : RAD
4. Gel P : 0,08 s t o,1 mv
5. Interval PR : 0,12 (Normal)
6. Kompleks QRS : 0,12 s
7. Q patologis: V1-V3
8. Gelombang QT: 0, 32 s
9. ST elevasi : V1-V3
10. ST depresi : II, III, aVF
11. T inversi : -
12. Kesimpulan : Post PCI ec STEMI anterolateral dan iskemik inferior hari
ke 3

EKG pada tanggal 05 Mei 2021 pukul 05.00 WIB di ICCU Rumah Sakit Dr M
Yunus Bengkulu

11
Interpretasi:
1. Irama : sinus
2. Laju : 100 x/menit
3. Axis : Normoaxis
4. Gel P : 0,08 s t o,1 mv
5. Interval PR : 0,12 (Normal)
6. Kompleks QRS : 0,08 s
7. Q patologis: V1-V3
8. Gelombang QT: 0, 32 s
9. ST elevasi : V1-V3
10. ST depresi : -
11. T inversi : -
12. Kesimpulan : Post PCI ec STEMI anterolateral dan iskemik inferior hari
ke 4

EKG pada tanggal 06 Mei 2021 pukul 05.00 WIB di ICCU Rumah Sakit Dr M
Yunus Bengkulu

12
Interpretasi:
1. Irama : sinus
2. Laju : 100 x/menit
3. Axis : Normoaxis
4. Gel P : 0,08 s t o,1 mv
5. Interval PR : 0,08 s
6. Kompleks QRS : -
7. Q patologis: V1, V2, V3
8. Gelombang QT: 0, 32 s
9. ST elevasi : V1, V2, V3
10. ST depresi : -
11. T inversi : -
12. Kesimpulan : Post PCI ec STEMI anterolateral dan iskemik inferior hari
ke 5

EKG pada tanggal 07 Mei 2021 pukul 05.00 WIB di ICCU Rumah Sakit Dr M
Yunus Bengkulu

13
Interpretasi:
1. Irama : sinus
2. Laju : 90 x/menit
3. Axis : Normoaxis
4. Gel P : 0,08 s t o,1 mv
5. Interval PR : 0,08
6. Kompleks QRS : 0,08 s
7. Q patologis: V1, V2, V3
8. Gelombang QT: 0, 36 s
9. ST elevasi : V1-V4
10. ST depresi : -
11. T inversi : -
12. Kesimpulan : Post PCI ec STEMI anterolateral dan iskemik inferior hari
ke 6

2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium

14
Hasil pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Dr. M Yunus Bengkulu tanggal 02
Mei 2021 .
Jenis
Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
GDS : 220 70-120 g/dl
Ureum : 24 20-40 mg/dl
Creatinin : 1,0 0,5-1,2 mg/dl
Natrium 123 135-145 mmol/L
Kalium 3,4 3.4-5.3 mmol/L
Chlorida 108 50-200 mmol/L
Hs Troponin : 123.1 <19 ng/ml
Hematokrit : 38 37-47%
Hemoglobin : 12.2 13,0 – 18,0 gr/dl
Leukosit : 12.300 4.000-10.000 /ul
Trombosit : 203.000 150.000-450.000 /ul
HBsAg Non reaktif Non reaktif
Basopil 2.0 0.0-1.0%
Eosinophil 4.0 1.0-6.0%
Batang 0 3-5%
Segmen 77.0 35.0-70.0%
Limfosit 13.0 20.0-45.0%
Monosit 4.0 2.0-10.0%

Hasil pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Dr. M Yunus Bengkulu tanggal 04


Mei 2021 .

Cholestrol total : 99 150-250 mg/dl


Ldl cholestrol : 54 < 150 mg/dl
Hdl cholestrol : 37 31-75 mg/dl
Trigliserida  : 72 <150 mg/L
Gds  : 126 70-120 g/dl
Ureum : 21 20-40 mg/dl
Kreatinin : 0,8 0,5-1,2 mg/dl
2.4.3. Rontgen Thoraks AP

15
Interpretasi
Deskripsi Paru :
- Hili normal
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Tidak tampak pembercakan di kedua lapang paru
- Kranialisasi (-)
Deskripsi Jantung :
- Tampak kalsifikasi pada arcus aorta
- Tampak pinggang jantung
- CTR < 50 %
- Kedua sudut costophrenicus lancip

Kesan :
-Atherosklerosis aorta
-Besar dan bentuk jantung normal
-Pulmo tidak tampak kelainan
2.4.4. Hasil PCI

16
Interpretasi
LM : Pendek
LAD : Kalsifikasi, stenosis difuse 80-95 % di proksimal-distal
LCX : Stenosis 70 % di distal
RCA : Stenosis 70 % di mid PDA

Kesimpulan :
CAD 3VD
Dilakukan PCI 2DES di LAD, hasil baik

2.4.5. Hasil ECHO

17
Interpretasi
Aorta 29 20-30 mm
Left Atrium 35 15-40 mm
Ejeksi fraction 63,5% 53-77%
LV EDD 47 35-52 mm
LV ESD 31 26-30 mm
Kesimpulan :
• Dimensi ruang jantung normal
• Abnormal diastolic function
• Normal systolic function
• Hipokinetik apico-basal anterior
• Katup-katup dalam batas normal
• LVH (-)
• EF 68%

2.4.6. Diagnosis
- ST-Elevated Myocardial Infarction (STEMI)

18
2.4.7. Tatalaksana
• Lansoprazol 1 x 1 vial
• Aspilet 1 x 80 mg
• CPG 1×75 mg
• ISDN 3 X 5 mg
• Diviti 1 x 2,5 mg
• Atorvastatin 1 x 40 mg
• Metformin 2 x 500 mg

2.5 Follow up
03 Mei 2021

S/ O/ A/ P/

Dada kiri KU: TSS STEMI  Inj Lansoprazol 1x1


terasa berat, Sense: CM vial
Lemas, gusi TD: 131/78 mmHg  Inj Diviti 1x 2,5 mg
berdarah N: 80 x/menit  Atorvastatin 1x 40 mg
RR: 21 x/menit  Candesartan 1x8 mg
T: 36,6C  Aspilet 1x80 mg
 CPG 1x75 mg
 ISDN 3x5 mg

04 Mei 2021

S/ O/ A/ P/

Dada kiri KU: TSS STEMI  Inj Lansoprazol 1x1


terasa berat Sense: CM vial
berkurang, TD: 111/73 mmHg  Inj Diviti 3 x 2,5 mg
lemas, BAB N: 101 x/menit  Atorvastatin 1x 40 mg
berdarah (+) RR: 26 x/menit  Candesartan 1x 8 mg
T: 36,8C  Metformin 2 x 500 mg
 Aspilet 1x 80 mg
 CPG 1x 75 mg
 ISDN 3 x 5 mg
 Concor 1x 1,25 mg

19
05 Mei 2021

S/ O/ A/ P/

Dada kiri KU: TSS STEMI  Inj Lansoprazol 1x1


terasa berat Sense: CM vial
berkurang, TD: 111/66 mmHg  Atorvastatin 1x 40 mg
lemas, BAB N: 111 x/menit  Candesartan 1x 8 mg
darah (-) RR: 35 x/menit  Metformin 2 x 500 mg
T: 36,6C  CPG 1x75 mg
 ISDN 3x5 mg
 Concor 1 x 2,5 mg

06 Mei 2021

S/ O/ A/ P/

Nyeri dada (-), KU: TSS STEMI  Inj Lansoprazol 1x1


sesak (-), mual Sense: CM vial
(-), BAB darah TD: 92/59 mmHg  Ceftriaxon 2 x 1 gr
(-), lemas (+) N: 95 x/menit  Atorvastatin 1x 40 mg
RR: 22 x/menit  Candesartan 1x 8 mg
T: 36,8C  Metformin 2 x 500 mg
 CPG 1x75 mg
 ISDN 3x5 mg
 Concor 1x 2,5 mg

07 Mei 2021

S/ O/ A/ P/

Nyeri dada (-), KU: TSS STEMI  Inj Lansoprazol 2x1


sesak (-), mual Sense: CM vial
(-), BAB darah TD: 100/62 mmHg  Atorvastatin 1x 40 mg
(-), lemas (+) N: 85 x/menit  Candesartan 1x8 mg
RR: 20 x/menit  Metformin 2 x 500 mg
T: 36,5C  Ceftriaxon 2 x 1 gr
 CPG 1x75 mg
 ISDN 3x5 mg

20
 Concor 1x5 mg

21
BAB III
PEMBAHASAN

Infark miokard akut dengan ST elevasi merupakan sindrom klinik dengan


adanya iskemik otot jantung. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner
akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. 2

Penyebab utama terjadinya sindroma koroner akut yakni ateroklerosis.


Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang bersentuhan
langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin
menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan
dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin banyak akan membuat lapisan
pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah sel otot bertambah.
Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi daerah itu berubah
menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama
semakin banyak plak yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil. 5

Sebagian besar sindoma koroner akut merupakan manifestasi dari plak


ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak
tersebut. Proses ini diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Maka terbentuklah trombus yang akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner baik secara total maupun secara parsial ataupun menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal.5 Pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga memperberat gangguan
aliran darah koroner. Kurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia

22
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis ( infark miokard). 2

Diagnosis kerja dari sindrom koroner akut berdasarkan dari keluhan khas
angina dan diikuti dengan perubahan elektrokardiogram (EKG) dan atau
perubahan enzim jantung. Gejala- gejala umum infark miokard adalah nyeri dada
retrosternal dengan keluhan nyeri terasa berat seperti terhimpit , ditekan,panas
atau dada terasa penuh. Keluhan nyeri juga disertai penjalaran ke lengan, bahu
punggung, epigastrium, maupun leher. Nyeri yang dirasakan dapat berlangsung
lama, lebih dari 20 menit. Keluhan nyeri dada juga dapat disertai keluhan lain
seperti mual, muntah, atau keringat dingin. 2

Anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri dada kiri seperti
tertekan yang menjalar ke punggung selama lebih dari 20 menit dan nyeri tidak
membaik walaupun sudah beristirahat. Nyeri dada timbul saat melakukan
aktifitas. Nyeri yang dirasakan pasien berkurang jika meminum obat dan
beristirahat. Pasien juga mengeluhkan lemas, mual, muntah, pusing dan
berkeringat dingin yang sangat banyak pada saat nyeri dada berlangsung.2

Pemeriksaan fisik dan penunjang diperlukan dalam menegakkan diagnosis.


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab nyeri
dada lainnya serta menilai adanya komplikasi dari sindrom koroner akut.
Pemeriksaan fisik pada sindrom koroner akut umumnya pasien terlihat cemas,
keringat dingin. 2 Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan pasien tampak sakit
sedang, lemas, serta nyeri tekan pada regio epigastrium. Selain itu, pemeriksaan
penunjang yang diperlukan dalam diagnosis yakni elektrokardiogram dan
pemeriksaan enzim biomarker jantung.
Pemeriksaan EKG pada 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan keluhan nyeri dada dalam waktu 10 menit sejak kedatangan sebagai dasar
dalam menentukan keputusan terapi referfusi. Perubahan gambaran EKG pada
laki-laki terdapat elevasi segmen ST ≥ 2 mm setidaknya pada 2 sadapan
precordial yang berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pada

23
perempuan ≥ 1,5 mm di lead V2-V3 dan atau ≥ 1 mm (0,1 mV) pada sadapan
precordian atau ekstremitas. Pemeriksaan EKG juga dapat menentukan lokasi
infark melalui perubahan gambaran dari EKG. 5
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark
miokard gelombang Q. Pada pasien ini gambaran EKG ditemukan ST elevasi
pada lead I, Avl, V2,V3,V4 serta ST depresi pada lead II, III, dan aVF. Hal ini
bermakna terjadinya STEMI anterolateral iskemik inferior pada pasien ini.
Selain itu, pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan yakni pemeriksaan
enzim biomarker jantung. Cedera miokard dapat dideteksi dengan adanya
peningkatan dari biomarker yang sensitif dan spesifik seperti cardiac specific
troponin (cTn) atau creatinin kinase (CK)MB. Ada 2 jenis cTn yakni cTn T dan
cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam. cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 2
Troponin jantung I dan T merupakan komponen dari bagian kontraktil sel
miokard yang ekspresikan hanya di jantung. Beberapa kemungkinan yang
mendukung pengeluaran protein struktural dari jantung seperti kematian sel dari
otot jantung, apoptosis, pengeluaran sel untuk produk degradasi troponin,
pembentukan dan pengeluaran gelembung membran dan nekrosis miosit.
Creatinin kinase (CK)MB meningkat setelah 3 jam, jika terjadi infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Selain
pemeriksaan enzim biomarker jantung tersebut, leukositosis dapat terjadi dalam
beberapa jam setelah onset nyeri yang merupakan reaksi nonspesifik terhadap
lesimiokard. Nilai leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.2
Pada pasien ini, pemeriksaan enzim biomarker jantung yang didapatkan
yakni Hs troponin dengan hasil 123.1 yang mana artinya terdapat peningkatan
enzim biomarker jantung dari nilai normalnya yakni < 19 ng/ml. Pada pasien ini
juga didapatkan peningkatan leukosit yakni sebesar 12.300/uL, yang artinya
terjadi leukositosis.

24
Tujuan utama tatalaksana infark miokard akut yakni diagnosis cepat,
menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang
mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian
obat penunjang dan tatalaksana komplikasi infark miokard akut. Adapun
tatalaksana awal pasien sindrom koroner akut di IGD yakni;12
1. Oksigen 2-4L/menit dengan kanul nasal bila didapatkan dispnea,
hipoksemia dan tanda gagal jantung atau saturasi O2 < 90 %
2. Berikan aspirin 160-325 mg (bila belum diberikan pra rumah sakit)
3. Clopidogrel 300 mg peroral.
4. Nitrogliserin atau nitrat sublingual atau spray atau intravena.
5. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin atau nitrat.
Modalitas terapi pada sindrom koroner akut yakni 2 :
1. Oksigen
Indikasi terapi oksigen yakni pada pasien dengan nyeri dada menetap atau
hemodinamik tidak stabil, pasien dengan tanda bendungan paru (gagal
jantung akut), pasien dengan saturasi oksigen < 90 %.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin dapat mengurangi nyeri dada, menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload, meningkatkan suplai oksigen miokard dengan
dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah
kolateral. Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis aman 0,4 mg
yang dapat diberikan sampai 3 kali dengan interval 3-5 menit. Jika nyeri dada
terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena yang mana dapat
berfungsi mengendalikan hipertensi dan edema paru. Obat ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil.
3. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI.
Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan aspirin bukkal dengan dosis 160-320 mg.
Selanjutnya diberi oral dengan dosis 75-162 mg. Aspirin dapat menurunkan
reoklusi koroner dan berulangnya kejadian iskemik setelah terapi fibrinolitik.

25
4. Beta Blocker
Metoprolol merupakan regimen beta blocker yang biasa diberikan jika nyeri
dada tidak berkurang dengan morfin. Pemberian metoprolol 5 mg iv setiap 2-
5 menit sampai total 3 dosis. 2
5. Analgetik
Analgetik yang tepilih pada pasien sindrom koroner akut yakni morfin.
Morfin diberikan jika pemberian nitrogliserin sublingual atau semprot tidak
respon. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Analgetik merupakan
pengobatan yang cukup penting karena dapat menyebabkan venodilatasi yang
dapat mengurangi beban ventrikel kiri, menurunkan tahanan vaskular
sistemik. 2
Pada pasien ini tatalaksana awal yang diberikan yakni CPG, ISDN sublingual
5 mg, trombolitik (streptase), aspilet loading 2 tab. Tatalaksana tersebut sudah
tepat sebab tujuan utama tatalaksana yakni mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan.
Pasien dengan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST biasanya
terjadi penyumbatan total pada arteri koroner epikardial. Pengobatan utama yakni
dengan terapi reperfusi segera yang dapat dilakukan dengan fibrinolitik atau IKP
(PCI) primer. Terapi fibrinolitik segera merupakan standar pengobatan dengan
onset serangan masih dalam 12 jam dan tidak terdapat kontraindikasi. 4 Adapun
tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi segmen ST, yakni;
1. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, serta mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventrikular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time
untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to
balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. 4

26
Pemilihan strategi terapi reperfusi fibrinolisis berdasarkan beberapa aspek
yakni; onset kurang dari 3 jam, tidak terdapat kontraindikasi fibrinolisis, akses ke
fasilitas PCI sulit atau akan menimbulkan penundaan yakni; kontak medik-balon
lebih dari 90 menit, door-to-ballon dikurangi door-to-needle lebih dari 1 jam. 3
Pemilihan strategi terapi invasif (PCI) dengan melihat beberapa aspek
yakni; onset kurang dari 12 jam, tersedia ahli PCI, terdapat kontraindikasi dengan
fibrinolisis, termasuk dalam STEMI risiko tinggi (CHF, killip ≥ 3), diagnosis
stemi diragukan. 3
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.
Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.3
 Terapi Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark
miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri
koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan
jangka panjang yang lebih baik. 3
PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada
pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada
sekurangkurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah
hancur dengan obat fibrinolitik.3
 Terapi Fibrinolisis
Fibrinolisis bertujuan untuk restorasi cepat patensi arteri koroner. Terapi
fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time
< 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Beberapa macam obat fibrinolitik
antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK),
reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi
plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin. 2

27
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala
kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system :
1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke arah distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi penuh
pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan
laju mortalitas.2
 Indikasi terapi fibrinolitik 2
Kelas I :
1) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada minimal 2
sandapan prekordial atau 2 sandapan ekstremitas
2) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik diberikan pada pasien STEMI
dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau diduga baru.
Kelas II a
1) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi fibrinolitik pada pasien
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan konsisten dengan
infark miokard posterior.
2) Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi fibrinolitik pada pasien
STEMI dengan onset mulai dari < 12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala
iskemi yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau minimal 2 sandapan ekstremitas.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan

28
elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik
tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska CABG
datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI. 2
 Kontraindikasi terapi fibrinolitik 3 :
 Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
 Kontraindikasi relatif
1) Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2) Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110
mmHg)
3) Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi
intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4) Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
5) Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6) Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7) Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8) Kehamilan
9) Ulkus peptikum aktif
10) Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.

29
 Terapi lainnya
Rekomendasi ACC/AHA dan ESC dalam tata laksana semua pasien
dengan STEMI yakni diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin,
clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) /
Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, beta-blocker, ACE-inhibitor,
dan Angiotensin Receptor Blocker.2
1) Anti trombotik Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal
STEMI berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
koroner yang terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada
STEMI. Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah
komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI.
2) Antikoagulan berfungsi membantu trombolisis dan mempertahankan patensi
arteri yang infark.
3) Beta-blocker pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yang terjadi
segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka
panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark.
4) Inhibitor ACE Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan
memberikan manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan
aspirin dan beta-blocker. 2
Pada pasien ini diberikan terapi awal yakni trombolitik hal ini berfungsi
sebagai tatalaksana awal dalam restorasi cepat patensi arteri koroner.
Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG pasien post trombolitik didapatkan Q
patologis pada lead I dan aVL. Selanjutnya pasien dilakukan early PCI yang
mana merupakan tatalaksana reperfusi yang efektif dalam mengembalikan
perfusi pada pasien STEMI. Sesuai dengan strategi pemilihan PCI yakni
dilakukan jika pasien < 75 tahun. Early PCI lebih efektif dari fibrinolitik dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis
jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Pada pasien ini dilakukan
PCI di LAD dengan hasil yang baik. Berdasarkan dari hasil EKG, pasien dengan
post PCI didapatkan ST elevasi pada lead V1, V2, V3. Hal ini dapat terjadi

30
karena pada hasil PCI selain dari LAD terdapat arteri koroner lain yang stenosis
yakni LCX distal sebesar 70 % dan RCA sebesar 70 %.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Saleh, M., & Ambrose, J. A. (2018). Understanding myocardial infarction.


F1000Research, 7, 1378.
2. Siti setiati, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta
: Interna Publishing, 1457-1472.
3. Libby P, dkk. Heart Disease : A Text Book Of Cardiovascular Medicine.
Philadelphia: Elseiver. 2013. 1233-1268.
4. American Heart Association. Advanced Cardiac Life Support. AHA
Publication. Dallas, 2015. 483-490.
5. Longo DL, et all. Harrison’s Principle of internal Medicine, 20th ed. New
York. McGraw Hill. 1872-1881.
6. Hari Hendriarto Satoto. 2014. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Coronary Heart Disease Pathophysiology. Volume VI, Nomor 3, Tahun 2014.
Semarang : FK UNDIP.
7. Dharma, S., Juzar, D. A., Firdaus, I., Soerianata, S., Wardeh, A. J., & Jukema,
J. W. (2012). Acute myocardial infarction system of care in the third world.
Netherlands Heart Journal, 20(6), 254–259.  
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut .2018. Jakarta : Perki. 43-59.
9. Guedeney, P., & Collet, J.-P. (2020). Diagnosis and Management of Acute
Coronary Syndrome: What is New and Why? Insight From the 2020 European
Society of Cardiology Guidelines. Journal of Clinical Medicine, 9(11), 3474.
10. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in
patients presenting with ST-segment elevation: The Task Force on the
management of ST-segment elevation acute myocardial infarction of the
European Society of Cardiology (ESC), European Heart Journal, Volume 33,
Issue 20, October 2012, Pages 2569–2619.
11. Saleh, M., & Ambrose, J. A. (2018). Understanding myocardial infarction.
F1000Research, 7, 1378.

32
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular.2009. Jakarta : Perki. 88-89.

33

Anda mungkin juga menyukai