Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FETOMATERNAL
“PATOFISIOLOGI FETOMATERNAL”

DISUSUN OLEH:
YURISKA VERINA
NIM. P05140521040

DOSEN PEMBIMBING:
DIAH EKA NUGRAHENI, SST, M.Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Patofisiologi Maternal’’
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, dan juga kepada sumber-sumber yang
digunakan untuk menunjang penyelesaian makalah ini. Tidak lupa juga ucapan
terima kasih kepada seluruh anggota kelompok yang telah bekerja sama dalam
penyelesaian makalah ini.
Demikianlah makalah yang telah kami selesaikan. Tiada gading yang tak
retak, begitu pula makalah ini yang tak luput dari kekurangan. Kritik dan saran
sangat kami harapkan untuk menunjang keberhasilan dari makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bengkulu, 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Persalinan Preterm ............................................................................... 3
B. Kehamilan Lewat Bulan ...................................................................... 8
C. Ketuban Pecah Premature .................................................................... 10
D. Kehamilan Ektopik .............................................................................. 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 19
B. Saran..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Kedokteran FetoMaternal sebenarnya telah lama berkembang


dengan berakar pada Obstetri. Perhatian khusus pada perkembangan janin
secara fisiologik maupun kelainannya, serta hasil luaran bayi baru lahir
mendorong beberapa orang mempelajari secara khusus dan menemukan bukti
ilmiah yang  bertujuan untuk melindungi janin dan bayi baru lahir.

Dengan adanya bukti ilmiah dan perkembangan praktek, kini


kehidupan (survival)  bayi baru lahir telah meningkat pesat. Angka kematian
perinatal telah banyak menurun dari 30/1000 menjadi 5/1000, berkat
pelayanan yang baik pada bayi preterm dan perawatan bayi baru lahir secara
intensif.

Kini pertumbuhan janin terhambat merupakan masalah yang


menjadi perhatian universal karena berkaitan dengan penyakit anak dan
dewasa. Risiko untuk menderita diabetes, hipertensi, stroke, kanker bahkan
skizofrenia meningkat bermakna. Dengan adanya kemampuan laboratorium
yang lebih canggih baik  penyakit ibu maupun janin, keamanan dan ketepatan
lebih terjamin. Pada janin kini dapat ditentukan kelainan genetik tunggal
thalassemia, cystic fibrosis dll. Demikian pula deteksi infeksi dengan teknik
PCR, memungkinkan diagnosis infeksi virus.

Pada makalah ini akan membahas mengenai patofisiologi fetomaternal


yaitu persalinan preterm, kehamilan lewat bulan, ketuban pecah prematur, dan
kehamilan ektopik.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan persalinan preterm?
2. Apa yang dimaksud dengan kehamilan lewat bulan?
3. Apa yang dimaksud dengan ketuban pecah prematur?

1
4. Apa yang dimaksud dengan kehamilan ektopik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang persalinan preterm.
2. Untuk mengetahui tentang kehamilan lewat bulan.
3. Untuk mengetahui tentang ketuban pecah prematur.
4. Untuk mengetahui tentang kehamilan ektopik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Persalinan Preterm
1. Pengertian
Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (20-37 minggu) atau dengan
berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1999). Partus
Preterm, pada haid teratur, persalinan preterm dapat didefinisikan
sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20- 37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Persalinan
Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari
37 minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari
2500 gram (Manuaba, 1999). Masalah utama dari persalinan
premature adalah perawatan bayinya, semakin muda usia
kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya.
2. Etiologi
Penyebab sekitar 50% kelahiran premature tidak diketahui.
Namun, sepertiga persalinan premature terjadisetelah ketuban
pecah dini (PROM). Komplikasi kehamilan lain, yang
berhubungan dengan persalinan premature, meliputi kehamilan
multi janin,hidramnion, serviks tidak kompeten, plasenta lepas
secara premature dan infeksi tertentu (seperti, polinefritis dan
korioamnionitis) (Andersen, Merkatz, 1990).
a. KPD
Menurut Wiknjosastro (2008) ketuban pecah dini ditandai
dengan keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah
dini jika terjadi sebelum proses  persalinan berlangsung.
Dari sudut medis secara garis besar 50% persalinan
preterm terjadi spontan, 30% akibat ketuban pecah dini (KPD),

3
dan sisanya 20% dilahirkan atas indikasi ibu/ janin. Pecahnya
kulit ketuban secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan
banyak dihubungkan dengan amnionitis yang menyebabkan
terjadinya lokus minoris pada kulit ketuban. Amnionitis ini
diduga sebagai dampak asendens infeksi saluran kemih.
Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti; serviks inkompeten, peningkatan tekanan intrauterin
misalnya overdistensi uterus pd keadaan hidramnion, trauma,
kelainan letak misalnya letak lintang sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah
(Kamisah: 2009).
b. Infeksi
Infeksi intrauterin meliputi korioamnionitis, infeksi
intraamnion, amnionitis, merupakan infeksi akut pada cairan
ketuban, janin dan selaput korion yang disebabkan oleh
bakteri. Ada sekitar 25 % infeksi intrauterin disebabkan oleh
ketuban pecah dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah
dengan persalinan, makin tinggi pula resiko morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin. Hal ini ditambah lagi dengan
perubahan suasana vagina selama kehamilan yang
menyebabkan turunnya pertahanan alamiah terhadap infeksi.
Pada umumnya infeksi intrauterin merupakan infeksi yang
menjalar keatas setelah ketuban pecah. Bakteri yang
potensial patogen (aerob, anaerob) masuk kedalam air
ketuban, diantaranya adalah  streptococcus golongan B, (2)
Escherichia coli, (3)  streptococcus anaerob, dan (4) spesies
bacteroides.

4
c. Kelainan Uterus
Berdasarkan naskah dari  American College of
Obstetrician and Gynecologist (2001) inkompetensia
serviks adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai
dengan dilatasi serviks yang berulang, persalinan spontan pada
trimester II yang tidak didahului dengan KPD, perdarahan atau
infeksi. Uterus yang tidak normal mengganggu resiko
terjadinya abortus spontan dan persalinan preterm. Pada
serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat menahan
kehamilan terjadi dilatasi serviks yang mengakibatkan kulit
ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3
dan kemudian pecah, yang biasanya diikuti oleh persalinan.
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa risiko
terjadinya persalinan preterm akan makin meningkat bila
serviks < 30 mm, hal ini dikaitkan dengan makin mudahnya
terjadi infeksi amnion bila serviks makin pendek (Jenny,
2008).
d. Vaginosis Bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika
flora normal vagina predominan-laktobasilus yang
menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh bakteri
anaerob Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus, dan
Mycoplasma hominis. Vaginosis bakterialis telah lama
dikaitkan dengan kelahiran preterm spontan, ketuban pecah
preterm, infeksi korion dan amnion, serta infeksi cairan
amnion ( Cunningham et al, 2005).
3. Faktor Resiko
Factor resiko partus premature antara lain :
a. Umur ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-
35 tahun. Pada umur kurang dari 20 tahun, organ-organ

5
reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, rahim dan
panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga
bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah
mengalami komplikasi dan pada usia lebih dari 35 tahun organ
kandungan sudah tua sehingga jalan lahir telah kaku dan
mudah terjadi komplikasi (Jenny, 2008).
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan
oleh seorang wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam
menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan
maupun selama persalinan. Pada ibu dengan primipara yaitu
wanita yang melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya,
maka kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi
cukup besar baik pada kekuatan his (power), jalan lahir
(passage) dan kondisi janin (passager). Menurut sebuah
penelitian Dewi Ana Sari dan Wewengkang Margaretha di
Rumah Sakit WS Makassar tahun 2004-2005, persentase
tertinggi karakteristik ibu dengan persalinan preterm adalah
dengan paritas 0 atau primipara yaitu sebanyak 44,93%.
c. Keadaan sosial ekonomi
Sosial ekonomi masyarakat sering dinyatakan dengan
pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat
dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
termasuk kebutuhan dan kesehatan dan pemenuhan zat gizi.
Selain itu juga sosial ekonomi seseorang mempengaruhi
kemampuan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai misalnya, kemampuan untuk melakukan
kunjungan prenatal untuk memeriksakan keadaan janin,
mengetahui ada atau tidaknya komplikasi kehamilan. Wanita
pada tingkat sosial ekonomi (pekerjaan dan pendidikan) lebih
rendah mempunyai kemungkinan 50% lebih tinggi mengalami

6
persalinan kurang bulan dibandingkan dengan tingkat sosial
ekonomi lebih tinggi. Frekuensi persalinan kurang bulan
hampir 2 kali lipat pada buruh kasar dibandingkan dengan
yang terpelajar (Jenny, 2008).
d. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
Riwayat persalinan preterm dan abortus merupakan
faktor yang sangat erat dengan persalinan preterm berikutnya.
Risiko persalinan preterm berulang bagi mereka yang
persalinan pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat
dibanding dengan wanita yang bayi pertamanya mencapai
aterm dengan persentase kemungkinan persalinan preterm
berulang pada ibu hamil yang pernah mengalami 1 kali
persalinan preterm sebesar 37%, sedangkan pada ibu yang
pernah mengalami persalinan preterm 2 kali atau lebih
mempunyai resiko 70% untuk mengalami persalinan preterm
(Cunningham et al, 2005).
e. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk dan penambahan
berat badan yang kurang baik selama kehamilan serta
penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah dilaporkan
memainkan peranan penting pada kejadian dan hasil akhir bayi
dengan berat lahir rendah. Resiko kelahiran preterm
meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari wanita bukan
perokok, sedangkan resiko keguguran pada usia kehamilan
antara minggu ke 28 sampai 1 minggu sebelum persalinan
empat kali lebih tinggi dari yang bukan perokok ( Cunningham
et al, 2005).
4. Manifestasi klinis
Selain kontraksi uterus yang reguler baik nyeri atau tidak
terasa nyeri, gejala-gejala seperti tekanan pada panggul (pelvis),
kram seperti saat menstruasi, perubahan discharge vagina (cair atau

7
berdarah), dan nyeri punggung bawah secara empiris berkaitan
dengan kelahiran preterm. (Cunningham et al, 2005)

B. Kehamilan Lewat Bulan


1. Pengertian
Kehamilan lewat bulan (serotinus) ialah kehamilan yang
berlangsung lebih dari perkiraan hari taksiran persalinan yang dihitung
dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dimana usia kehamilannya telah
melebihi 42 minggu (>294 hari).
Insiden angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%,
bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian
dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan
cukup bulan, dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5
-7 %. Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.
2. Etiologi
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum kita
ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui
pasti, kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin yang fungsinya
kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang janin/osteogenesis imperfecta;
atau kekurangan enzim sulfatase plasenta).
Menurut dr. Bambang Fadjar, SpOG dari Rumah Sakit Asih,
Jakarta Selatan, penyebab kehamilan lewat waktu adalah kelainan pada
janin sehingga tidak ada kontraksi dari janin untuk memulai proses
persalinan. Kelainan janin tersebut antara lain anensephalus, hipoplasia,
kelenjar supra renal janin, dan janin tidak memiliki kelenjar hipofisa,
kelainan pada plasenta yang berupa tali pusar pendek dan kelainan letak
kehamilan. Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah
sebagai berikut:
a. Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling
sering.
b. Tidak diketahui.

8
c. Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
d. Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan
penyebab yang jarang terjadi.
e. Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
f. Faktor genetik juga dapat memainkan peran.
Jumlah kehamilan atau persalinan sebelumnya dan usia juga ikut
mempengaruhi terjadinya kehamilan lewat waktu. Bahkan, ras juga
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehamilan lewat waktu.
Data menunjukkan, ras kulit putih lebih sering mengalami kehamilan
lewat waktu ketimbang yang berkulit hitam.
Di samping itu faktor obstetrik pun ikut berpengaruh. Umpamanya,
pemeriksaan kehamilan yang terlambat atau tidak adekuat (cukup),
kehamilan sebelumnya yang lewat waktu, perdarahan pada trisemester
pertama kehamilan, jenis kelamin janin (janin laki-laki lebih sering
menyebabkan kehamilan lewat waktu ketimbang janin perempuan), dan
cacat bawaan janin.
3. Diagnosis
Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus
Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila
ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus serial dengan
sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat.
Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang
dan gerakan janin yang jarang.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilan
lewat waktu, antara lain :
a. HPHT jelas
b. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
c. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan
Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
d. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur
kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.

9
e. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat
haid.

C. Ketuban Pecah Premature


1. Pengertian
Ketuban pecah dini ( amniorrhexis – premature rupture of the
membrane PROM ) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Pada keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis). KPD
memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan
peningkatan risiko infeksi intra-amnion.
Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil
mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian
tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan
klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan.
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses
biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion
dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi
terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin dan protein hormon
yang merangsang aktivitas ”matrix degrading enzyme”.
2. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. (2,8,13)
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat
dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

10
a. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma
oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya
KPD karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
3. Faktor Resiko
a. Golongan sosio ekonomi rendah
b. Ibu hamil tidak menikah
c. Kehamilan remaja
d. Merokok
e. Penyakit Menular Seksual
f. Vaginosis bacterial
g. Perdarahan antenatal
h. Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
4. Mekanisme
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban
rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen

11
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase
(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor
protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan
TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ektraseluler dan
membrane janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga, selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan
gerakan janin. Pada trimester terakhir, terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal
fisiologis.
5. Gejala Klinik
a. Ketuban pecah tiba – tiba, pancaran involunter atau kebocoran cairan
jernih dari vagina merupakan gejala khas.
b. Cairan tampak di introitus
c. Tidak ada his dalam 1 jam
d. Gejala klinis lainnya adalah gejala dari infeksi atau korioamnionitis
seperti adanya demam yang menyertai.

D. Kehamilan Ektopik
1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi
berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat impantasi/
nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di
luar rongga rahim. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding tuba.

12
Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba,
ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di
tempat yang luar biasa misalnya dalam servik, pars intertistialis atau dalam
tanduk rudimeter rahim.
2. Etiologi
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel
telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi
faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:
a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada
motilitas saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba.
c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
d. Kehamilan ektopik sebelumya.
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
f. Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom.
g. Bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan-perubahan pada
endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan
ovum ke uterus terlambat.
h. Operasi plastik pada tuba.
i. Abortus buatan
3. Faktor resiko
a. Usia
Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya

kehamilan ektopik. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan


ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Menurut Linardakis (1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara
umur 20-29 tahun.
b. Paritas
Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan
pertambahan paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara

13
c. Ras/Suku
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit
hitam dari pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena
peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit
hitam.
d. Tingkat pendidikan
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih
memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding
dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu
merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan
ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal
seorang ibu diharapkan semakin meningkat pengetahuan dan
kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan
persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.
e. Pekerjaan
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat
kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima
pelayanan kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan
mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Kehamilan ektopik
lebih sering terjadi pada keadaan sosio ekonomi yang rendah.
f. Riwayat
Penyakit Terdahulu Riwayat penyakit yang berhubungan dengan
resiko kehamilan ektopik adalah infeksi, tumor yang mengganggu
keutuhan saluran telur, dan keadaan infertile.
g. Riwayat Kehamilan Jelek Riwayat kehamilan yang berhubungan
dengan resiko kehamilan ektopik adalah kehamilan ektopik, induksi
abortus berulang dan mola.Sekali pasien pernah mengalami kehamilan
ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk terjadi
lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan

14
ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi.
h. Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio kehamilan ektopik
dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi.
Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan
terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai
insiden yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi
kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-
6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi
dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil
kombinasi.
i. Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan
kehamilan ektopik mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya.
Calon ibu menderita infeksi akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun
radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu yang menderita
keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala
yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang
bersifat fisiologis.
j. Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur
sterilisasi yang gagalmaupun usaha untuk memperbaiki infertilitas

15
tuba semakin umum sebagai faktor resiko terjadinya kehamilan
ektopik.19

k. Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan
meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai
akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor andrenergik dalam tuba.

4. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya
implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut :
a. Kehamilan tuba merupakan kehamilan ektopik pada setiap bagian tuba

fallopi. Merupakan bagian jenis terbanyak gestasi ekstra uterin yang


paling sering terjadi sekitar 95% dari kehamilan ektopik.11,19
Kehamilan tuba akan menghasilkan salah satu dari ketiga hal ini :
1) Kematian ovum dalam stadium dini : ovum ini kemudian
bisa di absorpsi seluruhnya atau tetap tinggal sebagai mola
tuba.
2) Abortus tuba, yaitu hasil akhir yang paling sering
ditemukan, bersama-sama ovum (dan kemungkinan pula
darah) akan dikeluarkan dari tuba untuk masuk ke dalam
uterus atau keluar ke dalam kavum peritoneum.
3) Ruptura tuba : erosi dan akhirnya rupture tuba terjadi kalau
ovum terus tumbuh hingga melampaui kemampuan
peregangan otot tuba.
b. Kehamilan ovarial merupakan kehamilan pada ovarium, perdarahan
terjadi bukan saja disebabkan oleh pecahnya kehamilan ovarium
tetapi juga rupture tuba korpus luteum, torsi dan endometriosis.
Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar
daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
mengalami ruptur pada trimester awal.

16
c. Kehamilan uterus merupakan kehamilan pada uterus tidak pada
tempat yang tepat, pada endometrium kavum uteri sebab implantasi
terjadi pada kanalis servikalis (gestasi pada servikal uteri),
diverticulum (gestasi pada invertikulum uteri), kurnua (gestasi pada
kornu uteri), tanduk rudimenter (gestasi pada tanduk rudimenter).
d. Kehamilan servikal adalah jenis dari kehamilan ektopik yang jarang
terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan
tumbuhnya telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi
masih kecil.
e. Kehamilan Abdominal terbagi menjadi dua yaitu :
1) Primer dimana impantasi sesudah dibuahi langsung di
peritoneum atau cavum abdominal.
2) Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain
misalnya didalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari
tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal
merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat rupture atau
aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam
rongga abdomen. Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal
mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim
ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5
atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.
f. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang dapat
terjadi dalam waktu berdekatan dengan kehamilan ektopik.
Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :
1) Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu
kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama
dengan kehamilan intrauterin normal.
2) Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy)
yaitu terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu

17
terjadi kehamilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan
kehamilan intrauterin yang terjadi kemudian berkembang seperti
biasa.
g. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars
interstitialis tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan
kornual (kahamilan intrauterin, tetapi implantasi plasentanya di
daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah. Karena lapisan
miometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-
kira pada bulan ke 3 atau ke 4.
h. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam
tuba yang pecah (bagian yang berada di antara kedua lapisan
peritoneum visceral yang membentuk ligamentum latum).
i. Kehamilan tuba uterina merupakan kehamilan yang semula
mengadakan implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian
mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.
j. Kehamilan tuba abdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang
semula mengadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba,
secara berangsur mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.
k. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian
melekat pada tubadan sebagian pada jaringan ovarium.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fetomaternal adalah sub spesialisasi dari bagian kandungan dan
kebidanan (obstetri dan ginekologi). Sub spesialisasi ini berfokus pada deteksi
dan mendignosis kelainan pada fetal (janin) dan maternal (ibu). Berdasarkan
makalah diatas didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram.
2. Kehamilan lewat bulan (serotinus) ialah kehamilan yang berlangsung
lebih dari perkiraan hari taksiran persalinan yang dihitung dari hari
pertama haid terakhir (HPHT), dimana usia kehamilannya telah melebihi
42 minggu (>294 hari).
3. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan.
4. Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi
berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Glory Yoyada. 2016. “Karakteristik Pasien Kehamilan Ektopik


Terganggu di RSUP H. Adam Malik Medan”. Medan: Universitas
Sumatera Utara

Divisi Fetomaternal OBGYN. “Fetomaternal”. Aceh : Universitas Syiah Kuala

http://obgin.unsyiah.ac.id/fetomaternal

20

Anda mungkin juga menyukai