Anda di halaman 1dari 2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang insomnia dapat dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis walaupun validitasnya masih terbatas, diantaranya sebagai berikut
 Sleep wake diaries, dimana penderita melakukan pencatatan waktu tidur yang
dilakukan selama 1-2 minggu, pencatatan ini berguna untuk menegakkan pola
tidur, variasi pada jam tidur, gangguan tidur dari hari kehari. 
 Aktigrafi, metode objektif yang digunakan untuk mengevaluasi pola tidur dan
melakukan aktivitas dengan menggunakan peralatan yang sensitif terhadap
gerakan, digunakan pada pergelangan tangan yang tidak dominan. Telah
dilakukan penelitian yang valid dan menunjukan hubungan antara pola aktigrafi
dan tidur yang dinilai melalui polisomnografi, walaupun aktigrafi dapat melebih-
lebihkan jumlah nyata dari tidur. Pemeriksaan aktigrafi memiliki tujuan untuk
memeriksa pola-pola yang terjadi secara temporal, variasinya dan respon terhadap
pengobatan. Aktigrafi digunakan untuk mengevaluasi gangguan ritme sirkadian
tapi belum sepenuhnya valid. 
 Multiple Sleep Latency Test, pemeriksaan ini dilakukan untuk pasien yang
mengeluh mengantuk terus setiap hari dengan riwayat GTGP yang belum jelas.
Uji ini mencatat munculnya 2 atau lebih stadium REM dan menunjukkan pasien
dalam kondisi narcolepsy. Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan
diagnosis insomnia primer.
 Elektromiografi (EMG), pemeriksaan ini adalah teknik untuk mengevaluasi dan
rekaman aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot rangka. EMG dilakukan
menggunakan alat yang disebut Electromyograph untuk menghasilkan rekaman
yang disebut elektromiogram.
 Elektroensefalogram (EEG), pemeriksaan ini memiliki tujuan untuk mengetahui
aktivitas gelombang otak. Sedangkan elektroenchephalografi adalah suatu metode
pencatatan gelombang otak. Neuron-neuron mampu mengeluarkan gelombang
listrik dengan tegangan yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke
mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang
ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai
gelombang alfa, beta, theta, dan sebagainya.
 Polisomnografi, merupakan alat yang paling sensitif untuk membedakan tidur
dan terjaga. Pemeriksaan dengan polisomnografi tidak rutin digunakan untuk
mengevaluasi insomnia kronik karena pada banyak kasus hanya mengkonfirmasi
laporan subjektif dari pasien tanpa mengindikasikan penyebab pasien terjaga,
tetapi pada situasi tertentu polisomnografi sangat berguna seperti pada sleep
apnea, periodic limb movement, atau parasomnia. Pada pasien dengan keluhan
tidak wajar atau riwayat respon terhadap pengobatan tidak baik dapat dilakukan
pemeriksaan polisomnografi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menghitung apneu hipopneu index (AHI) dimana jumlah total episode apnea
dibagi dengan lama tidur. Polisomnografi tidak bermanfaat dilakukan pada
kondisi:
i. Insomnia akibat demensia
ii. Insomnia pada pasien fibromyalgia atau chronic fatigue syndrome karena
temuan gelombang alfa dan delta bukanlah temuan spesifik untuk kasus ini.
 
Diagnosis
Axis I : F51.0 Insomnia Non-Organik
Axis II : Tidak ada
Axis III : Tidak ada
Axis IV : Relokasi ke kota baru tempat dia bekerja & tinggal di lingkungan yang berisik
Axis V : 80-71 gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, dll.

Anda mungkin juga menyukai