Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KASUS

Pembimbing:

dr. Safyuni Naswati, Sp.KJ

Disusun oleh:

JIHAN NABILA REGAR FK UPN 1910221028

VINZIA ETHIOFIA CANEABUNG FK UPN 2010221005

INDAH EMILIA RUSDELIANI FK UPN 2010221059

ILLONA SAHARA MAHENDRA FK UPN 2010221052

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN

PERIODE 17 MEI – 12 JUNI 2021


KASUS

Nona W, berusia 41 tahun, sudah bercerai, merupakan wanita kaukasian dengan keluhan kurang
tidur selama 2,5 tahun. Ia memiliki kesulitan untuk tertidur (30-45 menit sleep onset latency) dan
terbangun setiap 1 atau 2 jam setelah onset tidur. Lama terbangun biasanya berkisar antara 15
menit sampai dengan beberapa jam, dan ia memiliki waktu tidur rata-rata 4,5 jam tiap malam.
Dia jarang tidur siang meskipun merasa lelah dan gelisah. Pasien mendeskripsikan masalah
tidurnya dengan kata-kata ini “Sepertinya saya tidak pernah tidur dengan nyenyak (deep sleep).
Saya memang bukan heavy sleeper, tetapi sekarang suara sesedikit apapun dapat membangunkan
saya. Kadang-kadang saya mengalami kesulitan untuk menutup pikiran saya”. Dia memandang
kamar tidurnya sebagai tempat yang tidak menyenangkan untuk tidak bisa tidur dan menyatakan:
"Saya mencoba untuk tinggal di rumah teman yang sepi, tapi kemudian saya tidak bisa tidur
karena kesunyiannya".
Kadang-kadang, nona W tidak yakin apakah dia sedang tidur atau terjaga. Dia memiliki riwayat
menonton jam (untuk menghitung waktu terjaganya) namun berhenti melakukan hal tersebut
ketika dia menyadari bahwa hal tersebut berkontribusi pada masalahnya. Dilaporkan,
insomnianya tidak terkait dengan perubahan musim, siklus menstruasi, atau translokasi zona
waktu. Kebersihan tidur dasarnya baik. Nafsu makan dan libido tidak berubah. Dia menyangkal
adanya gangguan mood, kecuali karena cukup frustrasi dan prihatin tentang masalah sulit
tidurnya dan pengaruhnya terhadap pekerjaannya. Pekerjaan pasien melibatkan kegiatan duduk
di mikroskop selama 6 jam dari 9 jam waktu kerja perharinya serta mendokumentasikan
temuannya dengan cermat. Output kerjanya tidak menurun, tapi dia harus "mengecek ulang"
keakuratannya.
Dia menggambarkan dirinya sebagai seorang yang worrier dan memiliki kepribadian tipe-A.
Pasien tidak tahu bagaimana cara bersantai. Misalnya, pada saat liburan dia terus-menerus
mengkhawatirkan hal-hal yang buruk yang mungkin dapat terjadi dan tidak akan berhenti sampai
dia tiba di tempat tujuan, check in, dan unpack barang. Bahkan sampai saat itu pula, pasien
masih tidak bisa rileks.
Riwayat medis biasa-biasa saja kecuali tonsilektomi (usia 16 tahun). Sakit kepala migrain (saat
ini), dan hiperkolesterolemia yang dikontrol diet. Dia mengonsumsi naproxen (Naprosyn) sesuai
kebutuhan untuk sakit kepala. Saat ini pasien tidak minum minuman berkafein, merokok, atau
minum minuman beralkohol. Dia juga tidak menggunakan narkoba.
Masalah insomnia dimulai setelah ia melakukan relokasi ke kota baru dimana ia bekerja. Dia
mengaitkan insomnianya dengan lingkungan yang bising di mana dia tinggal. Pasien pertama
kali mencari pengobatan pada 18 bulan yang lalu. Dokter keluarganya mendiagnosisnya dengan
depresi dan ia diberikan terapi fluoxetine. Ini membuatnya "memanjat dinding". Berikutnya
dicoba antihistamin dengan hasil yang serupa. Obatnya kemudian dialihkan ke tradozone dosis
rendah (Desyrel) (untuk tidur) dan pasien mengalami mual karenanya. Setelah intervensi medis
tersebut, dia mencari perawatan medis di tempat lain. Zolpidem (Ambien) 5 mg akhirnya
diresepkan, namun obat tersebut membuatnya merasa disedasi. Setelah pasien melakukan
penghentian, dia mengalami withdrawal effect. Dokter praktik keluarga lain mendiagnosis
"gangguan kecemasan nonspesifik" dan mulai merawatnya dengan buspirone (BuSpar); sebuah
pengalaman yang dia gambarkan sebagai "memiliki alien yang mencoba keluar dari kulit saya."
Perawatan buspirone akhirnya dihentikan. Paroxetine (Paxil) juga dicoba selama 8 minggu tanpa
menghasilkan efek. Akhirnya, ia berkonsultasi dengan seorang psikiater, yang mendiagnosisnya
dengan gangguan defisit perhatian orang dewasa (tanpa hiperaktif) dan menyarankan pengobatan
dengan methylphenidate. Pada titik ini, pasien yakin bahwa stimulan tidak akan membantu
insomnianya dan meminta rujukan ke pusat gangguan tidur.
ANALISIS KASUS

Anamnesis
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh kesulitan tidur sehingga merasa kurang tidur sejak 2,5 tahun yang
lalu. Masalah insomnianya dimulai setelah ia melakukan relokasi ke kota baru dimana ia
bekerja sekarang. Dia mengaitkan insomnianya dengan lingkungan yang bising di mana
dia tinggal. Pasien memiliki kesulitan untuk tertidur dengan 30-45 menit sleep onset
latency dan terbangun setiap 1 atau 2 jam setelah onset tidur. Lama terbangun biasanya
berkisar antara 15 menit sampai dengan beberapa jam, dan ia memiliki waktu tidur rata-
rata 4,5 jam tiap malam. Pasien jarang tidur siang meskipun merasa lelah dan gelisah.
Pasien merasa bahwa ia tidak pernah tidur dengan nyenyak (deep sleep) dan suara
sesedikit apapun dapat membangunkan pasien. Kadang-kadang pasien mengalami
kesulitan untuk menutup pikirannya. Dia memandang kamar tidurnya sebagai tempat
yang tidak menyenangkan untuk tidak bisa tidur. Pasien pernah mencoba untuk tinggal di
rumah temannya yang sepi, namun ia tidak bisa tidur karena kesunyiannya.
Kadang-kadang, pasien tidak yakin apakah dia sedang tidur atau terjaga. Pasien
pernah menonton jam untuk menghitung waktu terjaganya namun berhenti melakukan hal
tersebut. Insomnianya tidak terkait dengan perubahan musim, siklus menstruasi, atau
translokasi zona waktu. Nafsu makan dan libido pasien tidak berubah. Dia menyangkal
adanya gangguan mood, kecuali karena frustrasi dan prihatin mengenai masalah sulit
tidurnya dan pengaruhnya terhadap pekerjaannya. Output kerjanya tidak menurun, tapi
pasien harus selalu mengecek ulang pekerjaannya akibat masalah tidurnya ini.
Pasien menggambarkan dirinya sebagai seorang yang worrier dan tidak tahu
bagaimana cara bersantai.

2. Riwayar Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat tonsilektomi pada usia 16 tahun, sakit kepala migrain (saat
ini), dan hiperkolesterolemia yang dikontrol diet.
3. Riwayat Obat
Saat ini, iia mengonsumsi naproxen (Naprosyn) sesuai kebutuhan untuk sakit kepala.
Untuk keluhan masalah tidurnya, pasien pertama kali mencari pengobatan pada 18
bulan yang lalu. Dokter keluarganya mendiagnosisnya dengan depresi dan ia
diberikan terapi fluoxetine, namun menghasilkan efek yang tidak diinginkan.
Kemudian ia diberikan antihistamin dan memberikan hasil yang serupa. Obatnya
kemudian dialihkan ke tradozone dosis rendah (Desyrel), namun mengakibatkan
pasien mual. Pasien kemudian mencari perawatan medis di tempat lain dan
diresepkan Zolpidem (Ambien) 5 mg, namun obat tersebut membuatnya merasa
disedasi dan mengalami withdrawal effect ketika pasien menghentikan
pengobatannya. Ia kemudian berobat dengan dokter lain dan didiagnosis "gangguan
kecemasan nonspesifik" dan diberikan buspirone (BuSpar), penggunaan obat ini
mengakibatkan pengalaman tidak menyenangkan pada pasien sehingga perawatan
buspirone akhirnya dihentikan. Kemudian pasien dicoba untuk diberikan paroxetine
(Paxil) selama 8 minggu namun tidak memberikan efek apapun.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak disebutkan

5. Riwayat Psikososial
Kebersihan tidur dasarnya baik. Saat ini pasien tidak minum minuman berkafein,
merokok, atau minum minuman beralkohol.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status Generalis :
- Kulit : Tidak tampak pucat, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
- Kepala : Normosefal
- Mata : Pupil bulat, isokhor, simetris, refleks cahaya +/+, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, sekret -/-
- Telinga : Normotia, nyeri tekan -/-, radang -/-
- Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), tonsil T1/T1, tonsil/faring
hiperemis (-)
- Leher : Tidak teraba perbesaran KGB dan tiroid
- Paru :
Inspeksi : Dada simetris, retraksi (-)
Paplpasi : Fremitus normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada perbesaran
Ekstremitas : Akral hangat, edem-/-, CRT < 2s
- Status Neurologis
Saraf Kranial : Dalam batas normal
Tanda rangsang meningeal : Tidak ada
Refleks fisiologis : Dalam batas normal
Refleks patologis : Tidak ada
Motorik : Dalam batas normal
Sensorik : Dalam batas normal
Fungsi Luhur : Baik
Gangguan Khusus : Tidak ada
Gejala EPS : Akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), normotonus, resting
tremor (-)

Status Mental
A. Deskripsi Umum
- Penampilan : Postur normal, penampilan sesuai usia, berpakaian
rapih, tidak berkeringat
- Kesadaran : Compos Mentis
- Pembicaraan : Berbicara spontan, lancar, intonasi sedang, volume
cukup, kualitas cukup, artikulasi jelas, kuantitas
cukup
- Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, ramah dan terbuka
B. Alam Perasaan
- Mood : Hipotimia
- Afek : Normal
- Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
- Halusinasi :-
- Ilusi :-
- Deresalisasi :-
- Depersonalisasi :-
D. Proses Pikir
- Arus pikir : Koheren
- Produktivitas : Baik
- Kontinuitas : Baik
- Hendaya berbahasa : Tidak terdapat gangguan
E. Isi Pikir
- Waham :-
- Preokupasi : Pasien merasa output kerjanya tidak menurun, tapi
dia harus "mengecek ulang" keakuratannya dan dia
merasa dirinya sebagai seorang yang worrier dan
memiliki kepribadian tipe-A
- Obsesi :-
- Fobia :-
F. Sensorium dan Kognitif
- Taraf intelegensi : Sesuai pendidikan
- Konsentrasi/perhatian : baik
- Kemampuan menolong diri sendiri : baik
G. Pengendalian Impuls : baik
H. Daya Nilai
- Uji daya nilai : tidak terganggu
- Daya nilai sosial : tidak terganggu 
- Penilaian realita : tidak terganggu
I. Tilikan : 4 (sadar bahwa sakitnya disebabkan oleh sesuatu namun
belum mengetahui penyebab dalam dirinya)
J. Taraf dapat dipercaya : Pasien dapat dipercaya karena secara sadar mampu
menceritakan apa yang ia rasakan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang insomnia dapat dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis walaupun validitasnya masih terbatas, diantaranya sebagai berikut
 Sleep wake diaries, dimana penderita melakukan pencatatan waktu tidur yang
dilakukan selama 1-2 minggu, pencatatan ini berguna untuk menegakkan pola
tidur, variasi pada jam tidur, gangguan tidur dari hari kehari. 
 Aktigrafi, metode objektif yang digunakan untuk mengevaluasi pola tidur dan
melakukan aktivitas dengan menggunakan peralatan yang sensitif terhadap
gerakan, digunakan pada pergelangan tangan yang tidak dominan. Telah
dilakukan penelitian yang valid dan menunjukan hubungan antara pola aktigrafi
dan tidur yang dinilai melalui polisomnografi, walaupun aktigrafi dapat melebih-
lebihkan jumlah nyata dari tidur. Pemeriksaan aktigrafi memiliki tujuan untuk
memeriksa pola-pola yang terjadi secara temporal, variasinya dan respon terhadap
pengobatan. Aktigrafi digunakan untuk mengevaluasi gangguan ritme sirkadian
tapi belum sepenuhnya valid. 
 Multiple Sleep Latency Test, pemeriksaan ini dilakukan untuk pasien yang
mengeluh mengantuk terus setiap hari dengan riwayat GTGP yang belum jelas.
Uji ini mencatat munculnya 2 atau lebih stadium REM dan menunjukkan pasien
dalam kondisi narcolepsy. Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan
diagnosis insomnia primer.
 Elektromiografi (EMG), pemeriksaan ini adalah teknik untuk mengevaluasi dan
rekaman aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot rangka. EMG dilakukan
menggunakan alat yang disebut Electromyograph untuk menghasilkan rekaman
yang disebut elektromiogram.
 Elektroensefalogram (EEG), pemeriksaan ini memiliki tujuan untuk mengetahui
aktivitas gelombang otak. Sedangkan elektroenchephalografi adalah suatu metode
pencatatan gelombang otak. Neuron-neuron mampu mengeluarkan gelombang
listrik dengan tegangan yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke
mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang
ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai
gelombang alfa, beta, theta, dan sebagainya.
 Polisomnografi, merupakan alat yang paling sensitif untuk membedakan tidur
dan terjaga. Pemeriksaan dengan polisomnografi tidak rutin digunakan untuk
mengevaluasi insomnia kronik karena pada banyak kasus hanya mengkonfirmasi
laporan subjektif dari pasien tanpa mengindikasikan penyebab pasien terjaga,
tetapi pada situasi tertentu polisomnografi sangat berguna seperti pada sleep
apnea, periodic limb movement, atau parasomnia. Pada pasien dengan keluhan
tidak wajar atau riwayat respon terhadap pengobatan tidak baik dapat dilakukan
pemeriksaan polisomnografi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menghitung apneu hipopneu index (AHI) dimana jumlah total episode apnea
dibagi dengan lama tidur. Polisomnografi tidak bermanfaat dilakukan pada
kondisi:
i. Insomnia akibat demensia
ii. Insomnia pada pasien fibromyalgia atau chronic fatigue syndrome karena
temuan gelombang alfa dan delta bukanlah temuan spesifik untuk kasus ini.
 
Diagnosis
Axis I : F51.0 Insomnia Non-Organik
Axis II : Tidak ada
Axis III : Tidak ada
Axis IV : Relokasi ke kota baru tempat dia bekerja & tinggal di lingkungan yang berisik
Axis V : 80-71 gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, dll.

Diagnosis Banding

1. environmental sleep disorder (sulit tidur karena lingkungan tidur yang tidak nyaman),
insomnia idiopatik, insomnia paradoksikal
2. adjustment sleep disorder (insomnia yang terjadi hanya karena ada stressor, setelah
stressor hilang insomnia juga membaik). Bedanya dengan adjustment sleep disorder,
pada insomnia psikofisiologi , meskipun stressor telah hilang, maka keluhan tetap
ada. Sehingga perlu lagi digali melalui konseling mengenai stressr-stressor yang
menyebabkan pasien menderita kesulitan untuk tidur.

Tatalaksana

1. Farmakologi
Dikarenakan pasien tidak dapat mentolerir beberapa jenis obat dimana salah satunya
adalah zolpidem yang merupakan pilihan untuk pengobatan jangka panjang bagi
pasien insomnia psikofisiologi, maka pasien dapat diberikan benzodiazepine sebagai
gantinya dengan maksimal penggunaan 2 minggu.
Berdasarkan keluhan pasien, didapatkan kesulitan untuk tertidur lelap dan sering
terbangun di tengah tidur, sehingga jenis obat anti-insomnia yang cocok adalah
benzodiazepine long-acting (Flurazepam) yang dapat diberikan selama maksimal 2
minggu sambil menjalani terapi untuk memperbaiki sleep hygene dan stimulus
control therapy.
2. Non-farmakologi
Cognitive-Behavioural Treatment (CBT) untuk memperbaiki perilaku pasien, terapi
ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menimbulkan perbaikan pada pasien
dibandingkan dengan terapi farmakologi
a. Improve sleep hygene
Tujuan dari terapi ini adalah untuk memperbaiki gaya hidup, lingkungan dan
komponen yang mempengaruhi kualitas tidur pasien. Terapi ini dilakukan dengan
memilih 2 dari seluruh perilaku yang diperkirakan mengganggu tidur sambil
melakukan observasi terhadap rutinitas jadwal tidur pasien.
b. Stimulus control therapy
Tujuan dari terapi ini adalah untuk memutus rantai rutinitas yang menyebabkan
pasien sulit untuk tidur. Pasien hanya diijinkan untuk menggunakan ruang tidur
hanya untuk tidur dan melakukan aktivitas seksual. Pasien diminta masuk ke
ruang tidur hanya ketika benar-benar mengantuk dan menghindari melakukan
aktivitas yang tidak berhubungan dengan tidur ketika berada di ruang tidur,
seperti makan, melihat televisi atau bekerja. Jika pasien tidak dapat tidur atau
tidak dapat kembali tidur setelah terjaga dalam kurun waktu tertentu (misal 15 –
20 menit), maka pasien diminta untuk segera meninggalkan ruang tidur dan
kembali ke tempat tidur hanya ketika pasien benar-benar mengantuk. Pasien
diharuskan mempertahankan jadwal bangun tidurnya secara rutin dan
menghindari tidur siang

Anda mungkin juga menyukai