Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS : EPILEPSI

Oleh :
Muhammad Isafarudin Susanto, S.Ked
Sri Rejeki, S.Ked
Ainun Mardiah Dwi Putri, S.Ked

Pembimbing :
dr. Hj. Musyawarah, Sp.A
IDENTITAS PASIEN
 Nama : An.RF
 Tanggal Lahir : 11 Desember 2009
 Umur :8tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 BB : 20 gram
 TB : 115 cm
 Agama : Islam
 Alamat : Mata Lamokula, Moramo Utara
 No. RM : 53 42 74
 Tanggal masuk : 11Juli 2018
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu pasien
Keluhan utama : Kejang
Anamnesis terpimpin :
 Pasien masuk Rumah Sakit dengan kejang disertai penurunan
kesadaran sejak 3 jam sebelum masuk RS. Kejang seluruh badan
dengan durasi ± 45 menit. Kejang tidak disertai demam. Trauma
pada daerah kepala disangkal oleh keluarga.
 Demam (-), menggigil (-), kejang (+) 2 kali di RS sadar diantara
kejang, setelah kejang pasien tampak bingung dan berhalusinasi
(+), nyeri kepala (+), pusing (+)
 batuk(-), sesak (-), pilek (-), muntah (-), ikterik (-). BAB biasa
BAK lancer kesan dalam batas normal.
 Riwayat kejang tanpa disertai demam (+)satu tahun yang lalu
 Riwayat kejang disertai demam (+) usia 6 bulan
 Riwayat penurunan kesadaran (+) 2 bulan lalu setelah jatuh
dari pohon
 Riwayat pengobatan / mengkonsumsi obat-obatan
sebelumnya (-)
 Riwayat kejang dalam keluarga (-)
 Riwayat persalinan cukup bulan, langsung menangis, lahir
normal, ditolong oleh dukun
PEMERIKSAAN FISIK
 KU : Sakit berat
 Antropometri : BB : 20 kg │ PB : 115 cm│LK : 50 cm │LD : 38 cm│
LP : 54 cm │LLA : 16 cm
 Tanda Vital
TD : 100/60 , P: 24x/menit , N : 90x/menit , S: 36,0C
 Kepala : Normocephal, ubun-ubun tertutup.
 Muka : simetris kanan dan kiri
 Rambut : Hitam, tidak mudah tercabut
 Telinga :otorhea (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-) │Sklera ikterik (-/-)
 Hidung : Rinorhea (-) │cuping │ hidung (-)
 Mulut : sianosis(-)
 Paru :
PP : simetris kiri dan kanan │ retraksi subcostal (-)
PR : Massa (-)
PK : Sonor kedua lapangan paru
PD : Bronkovesikuler│Rhonki -/- │Wheezing -/-
 Jantung
PP : Ictus cordis tidak tampak
PR : Ictus cordis tidak teraba
PK : Pekak
PD : S1tunggal, S2 split tidak beraturan, Bising jantung (-)
 Abdomen
PP : cembung ikut gerak nafas
PD : peristaltik (+)
PK : tympani
PR : distensi (-) asites (-)
 Limpa : tidak teraba
 Hati : tidakteraba
 KelenjarLimfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Alat kelamin : tidak ada kelainan
 Anggota Gerak : tidak ada keluhan
 Kulit : tidak ada kelainan
 Tasbeh : (-)
 Col. Vertebralis : spondilitis (-) skoliosis (-)
 Refleks Patologis : Babinski (+/+)
 Kaku kuduk : (-)
DIAGNOSIS KERJA
 Suspek Epilepsi
 DD :
 Pseudo epilepsy
 Sinkop
ANJURAN PEMERIKSAAN
 Electroencephalography (EEG)
 Darahrutin
 Kimia darah
 Elektrolit
RESUME
An. RF, 8 tahun masuk Rumah Sakit dengan kejang disertai
penurunan kesadaran, 3 jam sebelum masuk RS. Kejang seluruh
badan dengan durasi ± 45 menit. Kejang tidak disertai demam.
Trauma pada daerah kepala disangkal oleh keluarga. Demam (-),
menggigil (-), kejang (+) 2 kali di RS sadar diantara kejang, setelah
kejang pasien tampak bingung dan berhalusinasi (+), nyeri kepala
(+), pusing (+),batuk(-), sesak (-), pilek (-), muntah (-), ikterik (-
). BAB biasa BAK lancer kesan dalam batas normal, Riwayat kejang
tanpa disertai demam (+) satu tahun yang lalu, Riwayat kejang
disertai demam (+) usia 6 bulan, Riwayat penurunan kesadaran
(+) 2 bulan lalu setelah jatuh dari pohon, Riwayat pengobatan (-)
mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya (-).
PENATALAKSANAAN
 R/ :
IVFD RL 12 TPM
Kebutuhan cairan 10 x 100 = 1000
10 x 50 = 500 +
1500 ml/ hari
Kebutuhan cairan – intake oral
1500 – 600
900 ml/ hari
Tetes 900 x 20
24 jam x 60 menit
= 12 TPM
 Diazepan rektal 10 mg jika kejang
 Asam valproate syr 3 ml/ 12 jam
Dosis 15 – 40 mg/kg BB/ Hari (15 x 20 - 40 x 20)
300 – 800 mg/ hari
Sediaan sirup 250 mg/ 5 ml
300/ 50 = 6 ml/ hari
FOLLOW UP
ANALISA KASUS
 Menurut International League Againts Epilepsy (ILAE) menyatakan
bahwa SE adalah kejang yang berlangsung terus-menerus selama
periode waktu tertentu atau berulang tanpa disertai pulihnya
kesadaran diantara kejang.

 Angka kejadian SE pada anak berkisar 10 – 58 per 100.000


penduduk pertahun. Adapun kejadian SE pada populasi pasien
epilepsy anak berkisar antara 9,5 % sampai 27 %. SE lebih sering
terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun, dimana 80 % penyebab
simtomatik akut. Kejadian epilepsy lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan, yaitu 59,3% pada laki-laki.
 Pada kasus, kejadian kejang terjadi berulang tanpa provokasi dan
tanpa didahului oleh adanya pencetus, seperti demam, sehingga
dapat disingkirkannya diagnosis kejang demam.

 Penyebab dari status epileptikus bermacam-macam, namun secara


umum dapat dibagi menjadi :
 Simtomatis : penyebab diketahui
 Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau keseimbangan
elektrolit, trauma kepala, perdarahan, atau stroke.
 Remote, bilater dapat riwayat kelainan sebelumnya: ensefalopati
hipoksik-iskemik (EHI), trauma kepala, infeksi, atau kelainan otak
kongenital
 Kelainan neurologi progresif: tumor otak, kelainan metabolik,
otoimun (contohnya vaskulitis)
 Epilepsi
 Idiopatik/kriptogenik : penyebab tidak dapat diketahui
 Sebelum dibawa di RS pasien mengalami kejang disertai penurunan
kesadaran. Pasien juga pernah mengalami kejang disertai demam pada
umur 6 bulan dan kejang tanpa demam± 1 tahun lalu tapi tidak
dibawa kedokter. Selama di igd pasien sempat kejang 2 kali tanpa
disertai demam, sadar diantara kejang, setelah kejang pasien tampak
bingung dan berhalusinasi (+), nyeri kepala (+), pusing (+). Sehingga
penyebab kejang dari pasien dicurigai adalah epilepsy. Untuk
menegakan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
EEG dan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk
menyingkirkan penyebab kejang yang lain seperti elektrolit, gula
darah,dan darah rutin.
 Prognosis pasien epilepsy tergantung dari etiologi, usia,
lamanya kejang. dan tatalaksana kejang teratasi. Tata laksana
penyebab kejang memegang peranan penting dalam
mencegah kejang berulang setelah kejang teratasi.
Kemungkinan teratasinya status epileptikus konvulsivus dapat
menjadi status epileptikus bukan konvulsivus. Gejala sisa yang
sering terjadi pada status epileptikus konvulsivus adalah
gangguan intelektual, deficit neurologi atau epilepsi. Angka
kematian berkisar 16 – 32 %.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
 Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for Epilepsy (IBE) epilepsi didefinisikan
sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor
predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya.

 Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit


atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran
kesadaran diantara dua serangan kejang.
EPIDEMIOLOGI
 Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan
umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia
mengalami kelainan ini.
 Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak
mendapatkan pengobatan apapun.
 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi
pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus)
dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus)
ETIOLOGI
 Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik,
awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih
kelompok ini makin kecil

 Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan


saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat
(SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia
neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik
(alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

 Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum


diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut
dan epilepsi mioklonik
GEJALA
 Kejang parsial simplek  Kejang parsial (psikomotor kompleks
 “deja vu”: perasaan di mana pernah  Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
melakukan sesuatu yang sama  Melakukan gerakan yang sama berulang-
sebelumnya. ulang atau memainkan pakaiannya
 Perasaan senang atau takut yang muncul  Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya,
secara tiba-tiba dan tidak dapat atau berjalan berkeliling dalam keadaan
dijelaskan seperti sedang bingung
 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik
 Gerakan menendang atau meninju yang
atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian
berulang-ulang
tubih tertentu.
 Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
 Gerakan yang tidak dapat dikontrol
pada bagian tubuh tertentu
 Halusinasi
 Kejang tonik klonik / grandmal epilepsy
 Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak
tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah.
 Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak
dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin
akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Elektro ensefalografi (EEG
 Rekaman video EEG
 Pemeriksaan radiologi
TERAPI
 OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan
keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan
efek sampingnya.
 Terapi dimulai dengan monoterapi
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap
sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping
 Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat
mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua.
 Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan
tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE
pertama.
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
 Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
 Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+,
Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.
Penghentian pemberian OAE
 Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat
dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai