Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

CLINICAL EXPOSURE III

JEREMY PARMONANGAN
01071170151

Dokter Pembimbing :dr. Margaretha

PUSKESMAS PANONGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS

A. Indentitas Pasien
Nama : Bpk. J
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Serdang kulon
Pekerjaan : petugas satpam
Puskesmas : Puskesmas Panongan
No. Rekam Medis : 0039750

B. Anamnesis
Pemeriksaan dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis di Puskesmas Panongan,
Tangerang, tanggal 23 Maret 2019, pada jam 8.55 WIB.

Keluhan utama : merasa lemas dan mengantuk di siang hari


sejak 1 bulan yang lalu
Keluhan tambahan : terjaga di malam hari, nafsu makan menurun

 Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan lemas dan mengantuk di siang hari sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien mengaku bahwa hal ini terjadi semenjak dirinya bekerja menjadi
petugas satpam yang memiliki 3 jam kerja yang berbeda. Pasien tidak
mendengkur dan ketika istri pasien ditanya mengenai kebiasaan tidur pasien
dirinya mengaku bahwa pasien tidak mendengkur dan tidak pernah melihat
dirinya dalam keadaan sesak saat tertidur namun tidak jarang dirinya
menyaksikan pasien tidur dalam keadaan gelisah. Pasien kesulitan
mempertahankan tidur lebih dari 2-3 jam minimal 4 hari dalam seminggu. Saat
ditanya mengenai gejala lain yang dirasakan pasien mengeluhkan dirinya
kehilangan nafsu makan karena tubuhnya terasa lemas. Pasien belum
mengkonsumsi obat apapun dan hanya mengandalkan jamu yang diracik ibunya.

 Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya dan tidak memiliki
alergi terhadap makanan, obat, dan kondisi lingkungan tertentu. Pasien tidak
memiliki riwayat kolestrol, gula darah, asam urat dan penyakit jantung.

 Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada satupun anggota keluarga pasien memiliki gejala yang sama.

 Riwayat kebiasaan
Pasien mengkonsumsi kopi hitam 3 kali sehari untuk menjaganya tetap terbangun
selama jam kerja berlangsung. Pasien tidak merokok, mengkonsumsi minuman
keras ataupun menggunakan obat terlarang.

 Diagnosis
Diagnosis kerja : Insomnia primer
Diagnosis banding : Obstructive Sleep Apnea
C. PemeriksaanFisik

- Status general
 Keadaan umum : pasien datang bersama istrinya dengan keadaan lemas
 Kesadaran : compos mentis

- Tanda-tanda vital
 Suhu tubuh : 36.5°C
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 86x /menit
 Lajunafas : 16x /menit

- Berat badan : 63 kg

- Tinggi badan : 170 cm

- BMI (Body Mass Index) : 21.8 (normal)

- Kepala
 Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik
 Hidung : normal, tidak ada polip maupun deviasi septum
 Telinga : normal
 Mulut : normal, tidak ada cyanosis
 Leher : normal, tidak ada pembengkakan
- Thorax
 Inspeksi : Bentuk normal, tidak ada barrel chest, gerakan dada
simetris
 Paru
 Inspeksi : normal
 Palpasi : tactile fremitus pada kedua lapang paru anterior dan
posterior
normal
 Perkusi : suara sonor pada seluruh lapang paru(posterior)
 Auskultasi : suara nafas vesikuler, tanpa ronchi, rales, dan crackles

 Jantung
 Inspeksi : normal
 Palpasi : ictus kordis tidak teraba
 Perkusi : tidak dilakukan kerana pasien tidak bersedia
 Auskultasi : suara jantung normsl S1 & S2, tidak ada murmur dan
gallop

 Abdomen
 Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada luka atau bekas operasi,
tidak ada spider navi
 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada perbesaran hati,
limpa,
dan ginjal
 Perkusi : suara timpani pada seluruh lapang abdomen
 Auskultasi : bising usus normal, tidak ada metallic sound
 Ekstremitas
 Atas (tangan) : normal, tidak ada massa, jejas, bekas operasi, tidak
cyanosis
 Bawah (kaki) : normal, tidak ada massa, jejas, bekas operasi, tidak
Cyanosis
D. RESUME
Pasien laki-laki bernama J, berumur 24 tahun datang dengan keluhan lemas dan
mengantuk di siang hari sejak 1 bulan yang lalu. Pasien kesulitan mempertahankan tidur
lebih dari 2-3 jam minimal 4 hari dalam seminggu. Saat ditanya mengenai gejala lain
yang dirasakan pasien mengeluhkan dirinya kehilangan nafsu makan karena tubuhnya
terasa lemas. Pasien belum mengkonsumi obat dan hanya mengandalkan jamu racikan
ibunya.
BAB II
ULASAN PENYAKIT

2.1 Insomnia – Defnisi


Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk
memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung
setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi
individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai
kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu
selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders,
insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak
nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur
berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada
kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan
suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik
dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
Dalam klasifikasinya insomnia dibagi menjadi 2 yaitu :

Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini
dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur,
kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari
jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.
Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan
terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti
penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia
sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan
yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang
ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang
menderita insomnia.

Tanda dan Gejala Insomnia


 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
 Sering terbangun pada malam hari
 Bangun tidur terlalu awal
 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
 Iritabilitas, depresi atau kecemasan
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
 Ketegangan dan sakit kepala
 Gejala gastrointestinal

2.2 Patofisiologi

 Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat


membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur.
Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang
yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan
insomnia.
 Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia
dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
 Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan
(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
 Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
 Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas
dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih
besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan
dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru,
gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit
Alzheimer.

 Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal,
mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

2.3 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:


 Pola tidur penderita.
 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur
dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk
mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang
bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk
menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan
pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan
mata, dan gerakan tubuh

2.4 Pengobatan
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku
ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk
penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat
biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu
mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu
Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada
konseling tatap muka atau dalam grup.
- Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan
di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.
- Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan
untuk beraktivitas.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
- Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
- Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
- Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
- Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
- Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca,
latihan pernapasan atau beribadah
- Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan
tidur pada malam hari.
- Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
- Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30
menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
- Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
- Menghindari makan besar sebelum tidur
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Diagnosa insomnia primer dapar dibuat bedasarkan keluhan mengantuk disiang hari dan
terasa lemas disertai berkurangnya nafsu makan. Pasien kesulitan untuk tidur dan untuk
mempertahankan tidur lebih dari 3-4 jam setidaknya 5 kali dalam seminggu selama 1
bulan terakhir. Gejal pasien mulai muncul ketika pasien mulai bekerja menjadi satpam
dengan 3 jam kerja yang berbeda.

Bedasarkan anamnesa diagnosa banding Obstructive Sleep Apnea dapat disingkirkan


karena pasien tidak mendengkur dan tidak memiliki gangguan pernafasan saat tidur, tidak
memiliki tekanan darah tinggi, dan BMI pasien dalam kategori normal yang mana hanya
memenuhi 2 pertanyaan dari STOP BANG kuesioner.

Untuk terapi non medikantosa pasien dianjurkan untuk mengatur jam tidur yang
konsisten sesuai jam kerta pasien dan merelaksasikan diri sebelum beristirahat seperti
mandi dengan air hangat atau membaca buku. Untuk terapi medikantosa pasien
mengkonsumsi Zolpidem oral 6.25 mg sebelum tidur mlam selama 14 hari
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Gastroesophageal Reflux Disease. Practice Essentials, Background, Anatomy 2019.


https://emedicine.medscape.com/article/176595-overview (accessed April 24, 2019).

2. Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease. Diagnosis and


Management of Gastroesophageal Reflux Disease | American College of
Gastroenterology.https://gi.org/guideline/diagnosis-and-managemen-of-
gastroesophageal-reflux-disease/ (accessed April 24, 2019).

3. Badillo R, Francis D. Diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. World


Journal of Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics 2014.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4133436/ (accessed April 25, 2019).

Anda mungkin juga menyukai