Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PIJAT PERINEUM TERHADAP KEJADIAN RUPTUR

PERINEUM PADA IBU BERSALIN PRIMIPARA


DI KLINIK KASIH IBU TAHUN 2020

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Terapan
Kebidanan Pada Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nasional
Jakarta

Oleh:

ANALIA

195401426093

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
JAKARTA
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan hal fisiologis yang di alami setiap wanita, dan setiap
wanita ingin menjalani proses persalinan dengan normal. Proses persalinan
normal di awali dengan terjadinya kontraksi uterus yang teratur, diikuti dengan
pembukaan serviks, dan sampai di keluarkannya hasil konsepsi meliputi janin,
palsenta, ketuban dan cairan ketuban dari uterus melalui vagina, dengan usaha dan
kekuatan ibu sendiri. (Sarwono, 2016).

Persalinan adalah sebuah hal yang fisiologis, akan tetapi pada proses
persalinan juga bisa timbul penyulit. Penyulit pada proses persalinan ada berbagai
macam, salah satunya pada jalan lahir yaitu robekan perineum. Robekan perineum
bisa terjadi secara spontan (ruptur) atau di sengaja (episiotomi). Pada umumnya
robekan perineum dapat disembuhkan tetapi hal ini dapat mengganggu
kenyamanan ibu pada masa nifas. Robekan perineum umumnya terjadi pada ibu
primigravida karena jalan lahir belum pernah di lalui bayi sama sekali dan otot
perineum masih kaku sehingga akan mudah terjadi robekan perineum (Manuaba
IBG, 2015).

Menurut Data WHO (World Health Organization) Tahun 2018 Angka


Kematian Ibu (AKI) sebanyak 830 ibu di dunia (di Indonesia 38 ibu, berdasarkan
AKI 305) meninggal akibat penyakit atau komplikasi terkait kehamilan dan
persalinan. Berdasarkan target AKI SDG’S (Sustainable Development Goals)
tahun 2030 adalah sebanyak kurang dari 70 per 100.000 KH. (WHO, 2018).
Hingga tahun 2019 AKI di Indonesia masih tetap tinggi yaitu 305 per 100.000
kelahiran hidup. Padahal target, AKI Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per
100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes RI, 2019).
Menurut Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada tahun 2019
tercatat jumlah persalinan normal sebanyak 267 orang, dari jumlah tersebut dapat
dikelompokkan antara persalinan primigravida sebanyak 55 orang persalinan
primigravida didapatkan angka kejadian rupture perineum 54 orang (98%),

2
sedangkan persalinan primigravida yang tidak mengalami rupture perineum
sebanyak 1 orang (2%). Dan pada persalinan multigravida didapatkan angka
kejadian rupture sebanyak 156 orang (85%), sedangkan persalinan multigravida
yang tidak mengalami rupture perineum sebanyak 27 orang (15%). (Profil Dinkes
Provinsi banten, 2019).
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture perineum
pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2010,
seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan
dengan baik. (Hilmy, 2010). Di Asia rupture perineum merupakan masalah yang
cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian rupture perineum didunia
terjadi di Asia (Roslena, 2017).
Robekan perineum sebenarnya dapat dicegah atau tidak perlu terjadi, jika
perineum elastis, atau ibu bisa mengejan dengan baik oleh karena itu banyak cara
untuk mencegah terjadinya robekan perineum. Upaya-upaya untuk mencegah
robekan perineum telah dilakukan antara lain senam kegel dan senam hamil.
Selain senam hamil dan senam kegel upaya untuk mencegah robekan bisa dengan
teknik pijat perineum, tetapi tidak banyak orang yang mengetahui pijat ini bisa
mencegah terjadinya robekan perineum. Padahal pijat ini sangat mudah di lakukan
dan dapat dilakukan dengan sendiri tanpa membutuhkan waktu yang lama, bisa
juga dilakukan setiap hari dan tidak membutukan biaya yang mahal. (Aprilia,
2016)
Pijat perineum adalah teknik memijat perineum yang dilakukan saat hamil
atau 2 minggu sebelum persalinan yang bermanfaat untuk meningkatkan
perubahan hormonal, melembutkan jaringan ikat sehingga jaringan perineum
lebih elastis dan lebih mudah meregang. Peningkatan elastisitas perineum akan
mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi. Teknik ini dapat
dilakukan satu kali sehari selama beberapa minggu terakhir kehamilan didaerah
perineum (area antara vagina dan anus). (Aprilia, 2016).
Menurut penelitian Merita (2017) menyatakan bahwa persentase robekan
jalan lahir memiliki angka yang kecil tetapi masalah ini bisa menjadi masalah
yang serius dalam kematian maternal. Robekan jalan lahir dapat mengenai vagina,
serviks, uterus dan perineum.

3
Hasil penelitian Agung Putri 2017, mengatakan bahwa pijat perineum
mempunyai hubungan untuk mengurangi robekan pada perineum saat bersalin
salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan pijat perineum. Pijat perineum
adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatkan
kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul. Jika
sampai terjadi ruptur perineum, pemijatan perineum dapat mempercepat proses
penyembuhan perineum.
Begitu juga dengan hasil penelitian Shunta dan Kholifah (2018)
menyatakan bahwa pijat perineum pada saat antenatal dimulai dari kehamilan 35
minggu akan mengurangi kemungkinan trauma perineum yang memerlukan
jahitan, Pijat perineum juga bermanfaat untuk menghilangkan nyeri perineum
setelah persalinan.
Berdasarkan studi pendahuluan di Klinik Kasih Ibu pada bulan Mei - Juni
tahun 2020 angka kejadian ruptur perineum spontan yang di alami ibu
primigravida sebanyak 83 orang (61,5%) dari 135 persalinan normal, sedangkan
yang tidak mengalami ruptur perineum berjumlah 52 orang (38,5%). (Profil
Klinik Kasih Ibu, 2019). Semua ibu hamil dan yang bersalin di klinik Kasih Ibu
belum pernah pijat perineum dikarenakan masih belum dilaksanakannya kelas ibu
hamil secara rutin.
Peran bidan untuk membantu mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI)
khususnya mengurangi kejadian rupture perineum adalah dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan sejak masa
kehamilan, bersalin maupun nifas. ( Kemenkes RI, 2012). Salah satunya adalah
dengan asuhan pijat perineum yang diharapkan dapat mengurangi kejadian
perdarahan akibat ruptur perineum dan dapat meningkatkan kenyamanan ibu
bersalin.
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka penulis ingin mengetahui
pengaruh pijat perineum terhadap kejadian rupture perineum pada ibu bersalin
primipara, oleh karena itu penulis mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh
Pijat Perineum terhadap Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin Primipara
di Klinik Kasih Ibu Tahun 2020”

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka


permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada Pengaruh
Pijat Perineum Terhadap Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Primipara
di Klinik Kasih Ibu Tahun 2020”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur
perineum pada ibu bersalin primipara di Klinik Kasih Ibu tahun 2020.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui kejadian rupture perineum setelah dilakukan
pemijatan perineum pada kelompok eksperimen di klinik kasih ibu
tahun 2020
1.3.2.2 Untuk mengetahui kejadian rupture perineum pada kelompok control
di klinik kasih ibu tahun 2020
1.3.2.3 Untuk mengetahui pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur
perineum pada ibu bersalin primipara di klinik kasih ibu tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai referensi perpustakaan Universitas Nasional mengenai
penelitian tentang pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur
perineum pada ibu bersalin primipara.
1.4.2 Bagi Klinik Kasih Ibu
Diharapkan dapat bermanfaat sebagai inovasi baru dari kejadian
ruptur perineum supaya menghindari dilakukannya tindakan
episiotomi karena tindakan tersebut merupakan tidak asuhan sayang
ibu. Penulis juga berharap dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di Klinik Kasih Ibu tahun 2020.
1.4.3 Bagi Ibu Bersalin
Diharapkan dapat dijadikan masukan bagi ibu bersalin primipara
di Klinik Kasih Ibu untuk mengurangi kecemasan saat mendekati

5
persalinan dengan memahami manfaat dilakukan pijat perineum
sehingga dalam menghadapi persalinan ibu bersalin dapat menambah
tingkat kenyamanan dan kepuasaan karena merasa lebih diperhatikan
dan tidak takut untuk melahirkan secara pervaginam.
1.4.4 Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk menambahkan pengalaman dan wawasan ilmu
pengetahuan. Peneliti berharap dapat mengaplikasikan pijat perineum
sebagai program rutin di Klinik Kasih Ibu sehingga dapat
meminimalisir kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin primipara
di Klinik Kasih Ibu.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PIJAT PERINEUM
2.1.1 Pengertian
Pijat perineum adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau beberapa
minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke daerah ini dan
meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan
mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi. (Syafrudin, 2016).

Pemijatan perineum adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling
pasti untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi
otot-otot dasar panggul. Pemijatan perineum adalah teknik memijat perineum
pada saat hamil dengan usia kehamilan >34 minggu atau 6 minggu sebelum
persalinan. Pemijatan perineum dapat meningkatkan elastisitas perineum.
(Hidayati, 2016).

2.1.2 Manfaat

Manfaat pemijatan perineum adalah perineum tidak ruptur baik spontan


maupun episiotomi, bila sampai ruptur perineum tidak sampai melebihi
derajat 2 (selaput lendir vagina, kulit perineum dan otot perineum). (Hidayati,
2016).

Pijat atau massage perineum akan melunakkan jaringan perineum


sehingga jaringan tersebut akan membuka tanpa resistensi saat persalinan,
atau mempermudah lewatnya bayi. Pemijatan perineum ini memungkinkan
untuk melahirkan bayi dengan perineum tetap utuh (Anggraini, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ommolbanin et al (2015)


menyatakan bahwa risiko terjadinya laserasi perineum pada kelompok dipijat
lebih kecil dibandingkan dengan kelompok tidak dipijat perineum, artinya
terdapat pengaruh pemijatan perineum terhadap kejadian laserasi perineum.

7
Pijat perineum memiliki berbagai keuntungan yang semuanya bertujuan
mengurangi kejadian trauma di saat melahirkan. Keuntungannya diantaranya
adalah (Syafrudin, 2016) :

1) Menstimulasi aliran darah ke perineum yang akan membantu


mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan
2) Membantu ibu lebih santai saat pemeriksaan vagina (Vaginal Touche)
3) Membantu menyiapkan mental ibu terhadap tekanan dan regangan
perineum di kala kepala bayi akan keluar
4) Menghindari kejadian episiotomi atau robeknya perineum di kala
melahirkan dengan meningkatkan elastisitas perineum.
5) Membantu otot-otot perineum dan vagina jadi elastis sehingga
memperkecil risiko perobekan dan episiotomi.
6) Melancarkan aliran darah di daerah perineum  dan vagina, serta aliran
hormon yang membantu melemaskan otot-otot dasar panggul sehingga
proses persalinan jadi lebih mudah.
7) Mempercepat pemulihan jaringan dan otot-otot di sekitar jalan lahir
setelah bersalin.
8) Membantu ibu mengontrol diri saat mengejan, karena “jalan keluar”
untuk bayi sudah disiapkan dengan baik.
9) Meningkatkan kedekatan hubungan dengan pasangan, bila kita
melibatkan suami untuk melakukan pijat perineum ini

2.1.3 Waktu Pemijatan

Menurut Aprilia (2016), pijat perineum sebaiknya dimulai sejak 3


minggu sebelum tanggal persalinan atau saat umur kehamilan lebih dari 37
minggu. Ibu bisa mulai memijat daerah perineum, area di antara vagina dan anus.
Pijatan pada perineum ini dapat meningkatkan kemampuan meregang area ini,
sehingga kemungkinan ibu mengalami episiotomi (sayatan pada pintu vagina
untuk mempermudah keluarnya bayi) maupun robekan akibat persalinan jadi lebih
kecil. Lakukanlah pemijatan sebanyak 5-6 kali dalam seminggu secara rutin.
Selanjutnya, selama 2 minggu menjelang persalinan, pemijatan dilakukan setiap
hari, dengan jadwal sebagai berikut:

8
1) Minggu pertama, lakukan selama 5 menit.
2) Minggu kedua, lakukan selama 10 menit.
Hentikan pemijatan ketika kantung ketuban mulai pecah dan cairan
ketuban mulai keluar. Atau, pada saat proses persalinan sudah dimulai.
(Syafrudin, 2012)

2.1.4 Kontra Indikasi


Ibu hamil dengan infeksi herpes aktif di daerah vagina, infeksi saluran
kemih, infeksi jamur, atau infeksi menular  yang dapat menyebar dengan kontak
langsung dan memperparah penyebaran infeksi. (Syafrudin, 2012)

2.1.5 Persiapan Peminjatan


2.1.5.1 Persiapan untuk Ibu
a. Ruangan yang tenang dan nyaman
b  Ruangan yang aman
2.1.5.2 Persiapan untuk Pemijat
a. Tangan pemijat harus bersih dan bekerja secara hati – hati dan
menggunakan alat perlindungan diri (APD).
b. Selalu cepat tanggap tehadap Ibu jika mengalami rasa nyeri yang
berlebihan.
c. Atur  posisi Ibu dalam keadaan yang nyaman ketika melakukan
pemijatan. Jika dipijat pasangan, posisi ibu sebaiknya setengah
berbaring. Sangga punggung, leher, kepala dan kedua kaki dengan
bantal. Regangkan kaki, kemudian taruh bantal di bawah setiap kaki.
Gunakan jari tengah dan telunjuk atau kedua jari telunjuk pasangan
untuk memijat (Aprilia, 2010).
2.1.5.3 Peralatan
a. Minyak yang hangat seperti minyak gandum yang kaya vitamin E atau
pelumas dengan larutan dasar air seperti Jelly K-Y dan minyak zaitun
b. Jam atau petunjuk waktu untuk menghitung lamanya pemijatan.
c. Beberapa buah bantal untuk pengganjal Ibu.
d. Sarung tangan yang steril atau DTT.
e. Waskom beserta handuk kecil

9
f. Cermin

2.1.5.4 Teknik Pijat Perineum

1. Memotong pendek kuku akan mencegah luka pada kulit atau rasa tidak
nyaman pada tubuh.
2. Cuci tangan hingga bersih dengan sabun dan air. Jangan sampai kuman
masuk ke jalan lahir. Jadi, pastikan mencuci tangan dengan benar
sebelum memulai.
3. Posisi ibu. Jika ibu melakukan pemijatan sendiri, posisinya adalah
berdiri dengan satu kaki menapak dilantai dan satu kaki diangkat
diletakkan dikursi. Gunakan ibu jari untuk memijat. Jika dipijat
pasangan, posisi ibu sebaiknya setengah berbaring, sangga punggung,
leher, kepala, dan kedua kaki dengan bantal. Regangkan kaki,
kemudian taruh bantal dibawah setiap kaki. Gunakan jari tengah dan
telunjuk atau kedua jari telunjuk pasangan untuk memijat.
4. Ibu dapat menggunakan cermin untuk pertama kali guna mengetahui
daerah perineum tersebut.
5. Menggunakan sarung tangan selama pemijatan untuk menjaga
perineum tetap bersih dan higienis.
6. Gunakan minyak. Oleskan minyak pijat yang hangat yaitu minyak
gandum yang kaya vitamin E, minyak sayur atau sweet almond,
minyak zaitun pada telapak tangan dan perineum. Lakukan pemijatan
sebelum mandi pagi dan sore.
7. Masukkan ibu jari tangan kedalam vagina sekitar 3-4 cm (maksimal 7
cm) dengan posisi ditekuk, dan jari lainnya diluar perineum. Tekan ke
bawah dan kemudia menyamping. Perlahan-lahan coba regangkan
daerah tersebut sampai ibu merasakan sensasi panas (slight burning).
8. Tahan ibu jari dalam posisi seperti diatas selama 2 menit sampai
daerah tersebut menjadi tidak terlalu berasa dan ibu tidak terlalu
merasakan perih lagi. Lakukan pijatan perlahan-lahan dan hindari
pembukaan dari katup uretra (lubang kencing) untuk menghindari
iritasi atau infeksi.

10
9. Dengan mempertahankan tekanan yang mantap pijatlah dengan
lembut bawah vagina. Pijatlah membentuk huruf “U” dengan
mengerakkan ibu jari atas dan ke bawah berulang-ulang. Cobalah
untuk merilekskan otot-otot selama melakukan pijatan ini. Lakukan
gerakan ini selama dua hingga tiga menit
10. Lakukan pemijatan kearah luar perineum seperti proses janin akan
lahir
11. Ulangi pemijatan akan menghabiskan waktu sekitar 5 hingga 6 menit
untuk memijat hingga selesai. Mungkin akan memakan waktu hingga
berminggu minggu hingga menyadari daerah perineum sudah lebih
elastis.
12. Setelah pemijatan selesai lakukan kompres hangat pada jaringan
perineum selama kurang lebih 10 menit dengan hati hati. Kompres
hangat ini akan meningkatkan sirkulasi darah sehingga otot-otot di
daerah perineum kendur (tidak berkontraksi atau tegang). (Aprilia,
2016)
Dalam waktu beberapa minggu, ibu akan merasakan daerah perineum
menjadi lebih elastis. Melahirkan dengan perlahan dan terkendali
(mengikuti instruksi dokter/bidan ketika mendorong) adalah kunci
jaminan perineum utuh dan mengurangi angka kejadian laserasi
(robekan/perlukaan). Bayi harus berada di dalam kondisi baik dan ibu
harus mengikuti segala hal yang diperintahkan oleh dokter/bidan.
(Syafrudin, 2012).

2.2 Asuhan Kebidanan Masa Persalinan


2.2.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)


yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Sarwono, 2016).

2.2.2 Tanda Persalinan

11
2.2.2.1 Terjadinya his persalinan. Sifat his persalinan adalah pinggang
terasa sakit dan menjalar kedepan, teratur, interval makin pendek,
dan kekuatan makin besar. Makin beraktivitas (jalan), kekuatan
akan makin bertambah.
2.2.2.2 Pengeluaran lendir dengan darah. Terjadinya his persalinan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang akan
menimbulkan pendataran dan pembukaan, pembukaan
menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
dan terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
2.2.2.3 Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus persalinan akan menjadi
pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang
pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan
proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
2.2.2.4 Hasil-hasil yang di dapatkan dari pemeriksaan dalam adalah
perlunakan serviks, pendataran serviks dan pembukaan serviks.
(Sondakh, 2013).
2.2.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Persalinan

Persalinan dapat berjalan normal apabila ketiga faktor fisik 3 P yaitu


power, passage, dan passanger dapat bekerja sama dengan baik. Selain itu terdapat
2 P yang merupakan faktor lain yang secara tidak langsung dapat memengaruhi
jalannya persalinan, terdiri atas psikologi dan penolong, sebagaimana berikut
(Rohani, 2011) :

a. Power (Tenaga/ Kekuatan)

Kekuatan primer yang diperlukan dalam persalinan adalah his,


sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga meneran ibu.

1) His (Kontraksi Uterus)


2) Kontraksi otot – otot dinding perut
3) Kekuatan mengejan
b. Passage (Jalan Lahir)

12
Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus. Jalan lahir dibagi atas:
1) Jalan lahir keras (Tulang Panggul)
Tulang panggul tersusun atas empat tulang, yakni dua tulang
koksa, sakrum, dan koksigis yang dihubungkan oleh tiga sendi.
2) Jalan Lahir Lunak
Jalan lahir lunak pada panggul terdiri atas uterus, otot dasar panggul,
dan perineum.
c. Passenger (Janin dan Plasenta)
Cara penumpang (passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan
lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu ukuran kepala
janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
Plasenta juga harus melalui jalan lahir sehingga dapat dianggap
sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun, plasenta jarang
menghambat proses persalinan pada kelahiran normal.
d. Psikis (Psikologis)
Faktor psikologis meliputi hal – hal sebagai berikut.

1) Melibatkan psikologis ibu.


2) Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya.
3) Kebiasaan adat.
4) Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu.
e. Penolong
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan
menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam
hal ini tergantung dari kemampuan dan kesiapan penolong dalam
menghadapi proses persalinan. (Rohani, 2011).
2.2.4 Tahapan Persalinan
2.2.4.1 Kala I (Kala Pembukaan)
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur
dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). (Depkes RI, 2012).

13
Pada primigravida kala 1 berlangsung kira kira 13 jam dan pada
multigravida kira-kira 7 jam (Kuswanti, 2014). Proses membukanya serviks
terbagi menjadi dua fase, yaitu :

a. Fase Laten yaitu Berlangsung selama 7-8 jam, Pembukaan terjadi


sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm (Kuswanti,
2014).
b. Fase Aktif yaitu berlangsung selama 6 jam, serviks membuka dari 4 cm
sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering. (Kuswanti, 2014).
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu
10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4 cm
hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan
rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2
cm (multipara). (Depkes, 2012).

Fase aktif dibagi menjadi tiga fase (Kuswanti, 2014). :


1) Fase akselerasi: dalam waktu dua jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm.
2) Fase dilatasi maksimal: dalam waktu dua jam pembukaan
berlangsung sangat cepat yaitu 4 cm menjadi 9 cm.
3). Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat, dalam dua jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm.
2.2.4.1.1 Partograf
Partograf merupakan alat bantu yang digunakan untuk memantau
kemajuan kala 1 persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik
(Kuswanti, 2014).

Beberapa fungsi partograf antara lain :


a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan
memeriksa dilatasi serviks selama pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan adanya penyulit
persalinan sehingga bidan dapat membuat keputusan tindakan
yang tepat.

14
c. Sebagai alat komunikasi yang unik namun praktis antar bidan
atau antara bidan dengan dokter mengenai perjalanan persalinan
pasien.
d. Alat dokumentasi riwayat persalinan pasien.
Partograf digunakan atau dimulai apabila ibu sudah dalam fase aktif kala I
persalinan yaitu pada pembukaan 4 cm. Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap
ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau
dengan komplikasi.

2.2.4.2 Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Persalinan kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai
lahirnya bayi, umumnya berlangsung dua jam pada primi dan satu jam pada multi.
(Saifuddin, 2014). Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah (Depkes, 2012) :

1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.


2. Ibu merasa ada peningkatan tekanan pada rektum dan atau vaginanya
3. Perineum menonjol
4. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
5. Meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah.
2.2.4.3 Kala III (Pelepasan Plasenta)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5 – 30
menit setelah bayi lahir. (Rohani, 2011).

Proses lepasnya plasenta dapat di perkirakan dengan melihat tanda-tanda


pelepasan plasenta, yaitu (Sondakh, 2013) :

a. Uterus globuler.
b. Tali pusat memanjang.
c. Terjadi semburan darah
Melakukan manajemen aktif kala III terdiri atas 3 langkah utama :
pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir,
melakukan peregangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uteri segera
setelah plasenta lahir. (Depkes RI, 2012).

15
2.2.4.4 Kala IV (Pengawasan/Observasi/Pemulihan)
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum.
Kala ini terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Darah yang keluar selama
perdarahan harus ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada persalinan dapat
disebabkan oleh robekan pada serviks dan perineum. Perdarahan dikatakan
abnormal apabila lebih dari 500 cc, dengan demikian harus dicari penyebabnya.
Oleh karena itu selama kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada
satu jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada satu jam
kedua setelah persalinan. (Saifuddin, 2014).
Asuhan Kala IV yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Depkes
RI, 2012) :
a. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat serta mencegah terjadi perdarahan.
Hisapan bayi pada putting susu ibu dapat merangsang keluarnya
hormon oksitosin yang dapat menurunkan resiko perdarahan dengan
menstimulasi kontraksi uterus.
b. Evaluasi kontraksi dan tinggi fundus uteri. Umumnya, fundus uteri
setinggi atau beberapa jari di bawah pusat. Sebagai contoh hasil
pemeriksaan ditulis : “2 jari dibawah pusat”.
c. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
d. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum. Apabila
terjadi ruptur perineum maka harus segera dilakukan penjahitan
karena banyak resiko yang akan terjadi bila terlalu lama ditangani.
e. Evaluasi keadaan umum ibu. Lakukan pemantauan kondisi ibu setiap
15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.
f. Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAK dan BAB. Ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah. Pastikan ibu sudah BAK dalam 3
jam postpartum. (Saifuddin, 2014).
g. Menganjurkan ibu untuk istirahat, makan, dan minum.

16
h. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala
empat di bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan
atau setelah penilaian dilakukan.

2.3 RUPTUR PERINEUM


2.3.1 Pengertian

Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang


terjadi biasanya ringan tetapi sering kali juga terjadi luka yang luas dan
berbahaya, sehingga harus dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Perlukaan
jalan lahir terdiri dari robekan perineum. (Kuswanti, 2014)

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.


Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan
diafragma urogenitalis yang terdiri dari otot-otot yang menyusun perineum.
Perineum mendapat pasokan darah dari arteri pudenda interna dan cabang-
cabangnya. Perineum berperan dalam persalinan karena merupakan bagian  luar
dari dasar panggul atau bagian lunak dari jalan lahir. Perineum meregang pada
saat persalinan kadang perlu dilakukan episiotomi untuk memperbesar jalan lahir
dan mencegah robekan luas. (Prawirohardjo,2012).

Robekan perineum adalah robekan obstetrik yang terjadi pada daerah


perineum akibat ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk
mengakomodasi lahirnya fetus. (Oxom, 2010). Berbeda dengan episiotomi,
robekan ini bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan
pada saat janin lewat. (Siswosudarmo, 2008).

Menurut Wiknjosastro, 2011 Ruptur perineum yaitu robekan pada


perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu (umumnya kepala janin terlalu
cepat lahir,  persalinan  tidak didampingi sebagaimana mestinya, sebelumnya pada
perineum terdapat banyak jaringan  parut, pada persalinan distosia bahu) tanpa
dilakukan tindakan  perobekan  atau disengaja. Robekan  perineum umumnya

17
terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila perineum kaku. Robekan
terjadi pada hampir semua primipara (Wiknjosastro, 2011).

Oleh karena itu, pada kala II  persalinan dilakukan  tindakan untuk


melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap
dan  hati-hati untuk melindungi robekan perineum atau yang disebut rupture
perineum (JNPK-KR, 2012). Solusi lainnya untuk menghindari terjadinya ruptur
perineum dengan cara melakukam pijat perineum di kala hamil atau beberapa
minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke daerah ini dan
meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan
mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi. (Syafrudin, 2012).

2.3.2 Tanda-Tanda Akan Terjadinya Rupture Perineum

Selama kala II persalinan ketika perineum mulai meregang, penolong


persalinan harus mengamati keadaan perineum secara hati-hati dan bertahap.
Dengan pengalaman dan pengetahuan medis bidan seharusnya mampu
mengetahui rupture perineum mengancam. Adapun tanda-tanda yang mengancam
terjadinya robekan perineum menurut (Prawirohardjo, 2012) adalah :
1) Kulit perineum mulai meregang dan tegang
2) Kulit perineum terlihat putih dan terlihat jaringan parut pada perineum
3) Bila kulit perineum pada garis tengah mulai sobek
4) Bila sudah perdarahan terdapat ciri warna darah yang merah segar.
2.3.3 Derajat Rupture Perineum Spontan
Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya robekan (JNPK-KR,2012)
sebagai berikut :
2.3.3.1 Rupture Perineum Derajat Satu
Rupture perineum derajat satu adalah apabila perlukaan hanya sebatas
pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika
tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.(JNPK-KR, 2012)

2.3.3.2 Rupture Perineum Derajat Dua

18
Rupture perineum derajat dua adalah apabila perlukaan terjadi pada
mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum. (Kuswanti,
2014).

Rupture perineum derajat dua merupakan luka robekan yang dalam. Luka
ini terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum.
Biasanya robekan meluas keatas disepanjang mukosa vagina dan jaringan
submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka laserasi yang berbentuk segitiga
ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apex pada vagina dan apex lainnya
didekat rectum (Oxorn,2010).

2.3.3.3 Rupture Perineum Derajat Tiga


Rupture perineum derajat tiga adalah apabila perlukaan terjadi pada
mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter
ani eksterna. (Kuswanti, 2014).

Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti,


mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal
ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua. Untuk
mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu diadakan
penanganan pasca pembedahan yang sempurna. Jika terjadi robekan derajat tiga
maka segera rujuk ke fasilitas rujukan karena bidan hanya mempunyai wewenang
melakukan penjahitan sampai derajat 2. (Sumarah,2009).

2.3.3.4 Robekan Derajat Empat


Robekan derajat 4 adalah apabila perlukaan terjadi pada mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna,
dinding rectum anterior. (Kuswanti, 2014).

Penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi


perineum derajat tiga dan empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan dan lakukan
penatalaksanaan sesuai dengan kebutuhan pada saat merujuk (sesuai prosedur).
(JNPK-KR,2012). Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki

19
diruang bedah dengan anastesi regional atau umum secara adekuat untuk
mencapai relaksasi sfingter.

2.3.4 Bahaya Dan Komplikasi Rupture Perineum


Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum tidak segera
diatasi, yaitu :
1) Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan
yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.
Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,
mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan
lanjutan dan menilai tonus otot. (Depkes RI,2012).
Perdarahan pada rupture perineum dapat menjadi hebat khususnya pada
rupture perineum derajat 2 dan 3 atau  jika rupture meluas ke samping atau
naik ke vulva mengenai klitoris. Perdarahan dalam keadaan dimana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI,
2012).
2) Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing
luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat
menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan
panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes RI, 2012).
3) Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis  tidak diketahui dan
memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat,
adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di
daerah rupture perineum (Prawirohardjo, 2012).

20
4) Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan  tempat masuknya kuman
ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan
meningkatnya suhu tubuh melebihi 380C tanpa menghitung pireksia nifas.
Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan dan
dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk mencari laserasi, robekan
atau luka episiotomi. (Prawirohardjo, 2012).
2.3.5 Faktor-Faktor Terjadinya Rupture Perineum
2.3.5.1 Paritas (Primipara)
Ruptur perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami ruptur perineum dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini
dikarenakan jalan lahir yang belum dilalui kepala bayi sehingga otot – otot
perineum belum meregang. (Soepardiman, 2009).
2.3.5.2 Usia
Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai
dengan waktu tertentu. Pemerintah mengajurkan bahwa pasangan usia subur
sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, pada kelompok usia
tersebut angka kesakitan morbiditas dan kematian mortalitas ibu dan bayi yang
terjadi akibat kehamilan dan persalinan paling rendah dibanding dengan kelompok
usia lainnya (BKKBN, 2012).
Wanita melahirkan anak pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun merupakan faktor resiko terjadinya pendarahan pasca persalinan yang dapat
menyebabkan  kematian martenal. Hal ini dikarenakan pada umur dibawah 20
tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna
sedangkan pada umur diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi
pasca persalinan terutama pendarahan akan lebih besar (Depkes RI, 2012).
Menurut Mochtar (2011) meskipun umur ibu normal apabila tidak
berolahraga dan tidak rajin senggama dapat mengalami laserasi pada saat
persalinan karena membuat DNA dan molekul lain saling melekat dan memilin,

21
hal ini akan mengurangi elastisitas protein dan molekul, akibatnya elastisitas
jaringan pada perineum menurun. Kejadian laserasi perineum tidak selalu
dipengaruhi oleh umur ibu, yang menyebabkan laserasi perineum tergantung dari
elastisitas perineum.
2.3.5.3 Kelenturan Jalan Lahir

Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar, umumnya tidak
memberikan kesukaran dalam kelahiran kepala janin. Jika terjadi robekan hanya
sampai ruptura perineum tingkat I atau II. Perineum yang kaku dan tidak elastis
akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan risiko terhadap
janin. Juga dapat menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat III.
Hal ini sering ditemui pada primitua yaitu primigravida berumur diatas 35 tahun.
Untuk mencegahnya dilakukan episiotomi. Perineum yang sempit akan akan
mudah terjadi robekan-robekan jalan lahir (Mochtar,2010).

2.3.5.4 Berat badan bayi


Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama
kelahiran. Semakin besar berat badan yang dilahirkan meningkatkan resiko
terjadinya rupture perineum. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur perineum yang pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena resiko
trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak
pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau
ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih
dahulu mengukur tafsiran berat badan janin (Chalik, 2011).
Robekan perineum terjadi pada kelahiran dengan berat badan bayi yang
besar. Hal ini terjadi karena perineum tidak cukup kuat menahan renggangan
kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran
bayi dengan berat badan bayi yang besar sering terjadi rupture perineum.
(Saifuddin, 2012).
2.3.5.5 Lingkar kepala janin
Kepala janin merupakan bagian yang paling besar dan keras dari pada
bagian-bagian lain yang akan dilahirkan. Janin dapat mempengaruhi jalannya
persalinan dengan besarnya dan posisi kepala tersebut (Wiknjosastro, 2011).

22
Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi
perineum. Kepala janin merupakan bagian yang terpenting dalam persalinan yang
berpengaruh terhadap peregangan perineum pada saat kepala di dasar panggul dan
membuka jalan lahir dengan diameter 5-6 cm akan terjadi penipisan perineum,
sehingga pada perineum yang kaku dapat terjadi laserasi perineum (Manuaba,
2010). Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melalui
introitus vagina dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan
(JNPK-KR, 2012).
2.3.5.6 Letak sungsang dengan after coming head

Apabila terjadi kesukaran melahirkan kepala janin dengan cara


mauriceau, dapat digunakan cunam piper (Wiknjosastro, 2007). Ekstraksi cunam
adalah tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran
dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala) dengan alat cunam
(Saifuddin, 2012).

2.3.5.7 Faktor penolong persalinan


1) Cara berkomunikasi dengan ibu
Jalin kerjasama dengan ibu dan dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi
dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama sangat bermanfaat saat
kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning)
karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat
melewati introitus dan perineum dapat mengurangi kemungkinan robekan
(JNPK-KR, 2012).
2) Cara memimpin mengejan
Setelah terjadi pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila
ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan
untuk meneran berkepanjangan dan menahan nafas, anjurkan ibu
beristirahat diantara kontraksi. Beritahukan pada ibu bahwa hanya
dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan untuk meneran dan kemudian
beristirahat diantara kontraksi. Penolong persalinan hanya memberikan
bimbingan tentang cara meneran yang efektif dan benar (JNPK-KR,
2012).

23
3) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering
yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk
bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir).
Lindungi perineum dengan satu tangan ( dibawah kain bersih dan kering),
ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain
pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala
tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi
secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan
(robekan) pada vagina dan perineum (JNPK-KR, 2012).

4) Episiotomi
Episiotomi adalah bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan
proses kelahiran. Perineum harus dievaluasi sebelum waktu pelahiran
untuk mengetahui panjangnya, ketebalan, dan distensibilitasnya. (JNPK-
KR, 2012). Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat
kelahiran bayi bila didapatkan (JNPK-KR, 2012) :
a) Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
b) Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
cunam
c) Janin prematur untuk melindungi kepala janin dari perineum yang ketat.
d) Jaringan parut pada perineum.

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka kerangka teori
dalam penelitian ini dapat divisualisasikan sebagaimana yang terlihat pada
Gambar 2.1 berikut :

Primipara
Faktor Usia
Maternal Kelenturan Jalan Lahir

Berat Badan Lahir


Lingkar Kepala Janin Ruptur
Faktor
Janin Letak Sungsang
Perineum
24
Faktor Cara Komunikasi
Penolong Cara memimpin mengejan
Cara menahan perineum
Episiotomi

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : (JNPK-KR, 2012 ; Manuaba, 2010; Mochtar, 2010; Wiknjosastro, 2011).

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan teori yang telah dijelaskan pada
tinjauan pustaka dan uraian latar belakang di atas maka kerangka konsep
penelitian ini dapat divisualisasikan dalam Gambar 2.2 sebagai berikut

Variabel Independen Variabel Dependen

Pijat Perineum Ruptur Perineum

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
2012). Hipotesis dalam penelitian dibagi menjadi dua yaitu hipotesis alternatif
(Ha) merupakan kalimat dugaan yang menyatakan hubungan antara dua atau lebih
variabel. Sedangkan Hipotesis Null (H0) adalah kalimat yang menyatakan tidak
adanya hubungan antara variabel-variabel atau menyangkal hipotesis alternatif.
Berdasarkan kerangka konsep di atas maka hipotesis alternatif (H a) dalam

25
penelitian ini yaitu :

Ha : Ada pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu
bersalin primipara di Klinik Kasih Ibu Tahun 2020.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi


experimental dengan menggunakan posttest only control group design dengan
subjek penelitian yang dipilih adalah semua populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi.

Tabel 3.1

Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Dessign

Kelompok Perlakuan Post-Test

Kelompok 1 Diberikan Test X

Kelompok 2 Tidak diberikan Test Y

Sumber : (Sugiyono, 2012)

Keterangan sebagai berikut :

26
Kelompok 1 : Subjek (ibu hamil) yang diberikan perlakuan

Kelompok 2 : Subjek (ibu hamil) kontrol

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Notoatmodjo, 2014).


Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin primipara di Klinik
Kasih Ibu tahun 2020 berjumlah 30 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili penelitian


(Notoatmodjo, 2014). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik total sampling yaitu tekhnik pengambilan sampel dimana
jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2012).

Peneliti mengambil sampel sebanyak 30 orang yang terbagi menjadi dua


yaitu 15 orang sebagai kelompok eksperimen dan 15 orang sebagai kelompok
kontrol.

Kriteria sampel
1) Kriteria Inklusi
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian
yang memenuhi syarat sebagai sampel. (Nursalam, 2009)
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah :
a. Ibu hamil primigravida yang mendapat izin dari suami untuk dijadikan
responden
b. Ibu hamil primigravida dengan usia kehamilan diatas 37 minggu yang
akan bersalin di Klinik Kasih Ibu tahun 2020.
c. Ibu hamil primigravida yang melahirkan secara normal
d. Ibu hamil primigravida yang tidak mempunyai infeksi herpes aktif di
daerah vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau inpeksi
Menular Seksual (IMS).

27
2) Kriteria Eksklusi
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili
sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Nursalam, 2009).
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria ekslusi adalah :
a. Ibu hamil yang mempunyai penyakit infeksi herpes aktif di daerah
vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau infeksi menular
seksual (IMS).

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.3.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Kasih Ibu Tahun 2020.
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli tahun 2020.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep
penelitian tertentu (Notoatmojo, 2014). Variabel dalam penelitian ini terdiri
dari dua yaitu variabel independen dan variabel dependen.
3.4.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen. (Hidayat, 2011). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah pijat perineum.
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel terikat (Variabel Dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2011). Variabel dependen
adalah rupture perineum
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional meliputi variabel dependen dan independen dari
kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini :

Tabel 3.2
Definisi Operasional

28
No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Dependen
1 Ruptur Robekan obstetrik yang Observasi Observasi 0. Tidak Terjadi Ruptur Ordinal
Perineum terjadi pada daerah secara perineum
perineum akibat langsung 1. Terjadi ruptur perineum
ketidakmampuan otot dan dengan
jaringan lunak pelvik Partograf
untuk mengakomodasi
lahirnya fetus
Independen
2. Pijat Teknik memijat perineum Handscoon, Melakukan 0. Dilakukan pijat Ordinal
Perineum di kala hamil atau beberapa Jelly K atau pijat perineum
minggu sebelum Minyak, perineum 1. Tidak Dilakukan Pijat
melahirkan guna Jam, Perineum
meningkatkan aliran darah Waskom air
ke daerah perineum dan hangat,
meningkatkan elastisitas Waslap,
perineum.  Cermin

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk


pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut :

3.6.1 Pedoman observasi


Penyusunan instrumen pengumpulan data berupa pedoman observasi
dilakukan dengan tahap-tahap berikut :
1. Mengadakan identifikasi terhadap fokus studi yang ada di dalam
rumusan judul penelitian.
2. Melengkapi instrumen dengan pedoman atau intruksi.
3.6.2 Partograf
Alat yang digunakan untuk memantau persalinan
3.6.3 Alat tulis
Berfungsi untuk mencatat semua hasil observasi
3.6.4 Partus Set
Berfungsi sebagai alat untuk menolong persalinan normal

29
3.6.5 Peralatan untuk pijat perineum seperti handsoeen, jelly K-Y, Waskom
berisi air hangat, waslap.

3.7 Prosedur Pengumpulan Data


3.7.1 Mempersiapkan materi dan konsep teori yang mendukung jalannya
penelitian yaitu dengan mengumpulkan referensi yang diperoleh
melalui buku dan jurnal kesehatan yang berhubungan dengan materi
penelitian.
3.7.2 Melakukan studi pendahuluan
3.7.3 Melakukan konsultasi proposal penelitian dengan pembimbing skripsi
sampai disetujuinya proses penelitian.
3.7.4 Mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi
pendidikan program studi kebidanan program sarjana terapan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Nasional dan mengajukan surat penelitian
kepada kepala Klinik Kasih Ibu.
3.7.5 Melaksanakan pengumpulan data yang didahului dengan menentukan
sampel penelitian yang dilakukan dengan tehnik total sampling. Setiap
responden diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan peneliti
tentang kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin primipara.
3.7.6 Menyerahkan lembar informed consent untuk ditanda tangani oleh
responden apabila responden setuju untuk diambil datanya
3.7.7 Mengumpulkan data dari sampel yang ibu bersalin primipara di klinik
kasih ibu tajhun 2020 ke dalam lembar observasi. Metode pengumpulan
data yang dilakukan antara lain:
a. Perlakuan
Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen merupakan ibu
bersalin primipara yang diberikan perlakuan yaitu pijat perineum,
peneliti melakukan teknik pijat perineum selama 11 kali dalam dua
minggu. Sedangkan kelompok kontrol merupakan ibu bersalin
primipara yang tidak diberikan perlakuan tersebut, kelompok ini
digunakan sebagai kelompok pembanding.
b. Posttest

30
Peneliti mengikuti proses persalinan dari awal sampai akhir dan
melakukan observasi robekan perineum. Data hasil observasi
kemudian dicatat pada partograf untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan data.
3.7.8 Melakukan pengolahan data hasil penelitian dengan melengkapi data
yang masih kurang. Setelah data terkumpulkan maka data akan
ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data, kemudian dilakukan
pengolahan data serta analisis data.

3.8 Pengolahan Data

a. Editing

Editing yang dilakukan untuk memeriksakan ketepatan dan


kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan
data dilengkapi dengan mewawancara ulang responden.

b. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan


kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual
sebelum diolah dengan komputer.

c. Entri

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukan kedalam program


komputer dengan menggunakan software SPSS v.24.

d. Cleaning

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukan kedalam komputer


guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

e. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisa.

31
3.9 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengolah data dalam bentuk yang


lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan serta untuk menguji secara
statistik kebenaran hipotesis yang telah ditetapkan. Analisis data dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:

a. Analisa Univariat

Analisa data dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi


dan presentasi tiap variabel yang diteliti. Data yang bersifat kategorik
dicari frekuensi dan proporsinya. Analisa univariat ditujukan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012).
Adapun rumus yang digunakan untuk analisis univariat adalah sebagai
berikut:

f
p= ×100 %
N

Keterangan:
p = Jumlah presentase yang dicari
F = Frekuensi Alternatif
N = Jumlah Responden

b. Analisa Bivariat

Pengujian hipotesis dengan bantuan SPSS adalah Independent

Sample T Test. Independent Sample T Test digunakan untuk menguji

signifikansi beda rata-rata dua kelompok. Tes ini juga digunakan untuk

menguji pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh pijat perineum terhadap

rupture perineum. Adapun untuk rumus Independent t-test sebagai

32
berikut

x 1−x 2
Y= x 100 %
x2

Keterangan:

Y = Ukuran keefektifan atau besarnya pengaruh

X1 = Rerata Kelas Eksperimen

X2 = Rerata Kelas Kontrol

Keputusan Uji :

1) Bila p value ≤0.05 artinya H0 ditolak maka berarti ada pengaruh

antara variabel dependent dengan variabel independent.

2) Bila p > α ( 0,05 ), H 0 gagal ditolak, berarti data sampel tidak

mendukung adanya perbedaan atau tidak ada pengaruh yang

bermakna antara variabel independent dengan variabel dependent.

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam


penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Adapun etika yang harus
diperhatikan diantaranya, yaitu:

1. Lembar Persetujuan Sebagai Peserta (Informed concent)

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan


responden dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent
adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta

33
mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak itu. Beberapa informasi yang
harus ada dalam informed concent tersebut antara lain partisipasi
responden, tujuan dilakukannya penelitian, jenis data yang dibutuhkan,
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.

2. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality tujuannya untuk menjamin keberhasilan dari penelitian


baik informasi maupun masalah lainnya, semua informasi yang
dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tersebut yang akan dilaporkan pada hasil riset.

3. Beneficence, peneliti meyakinkan responden bahwa penelitian ini bebas


dari bahaya, tidak bersifat memaksa melainkan sukarela, manfaat yang
dirasakan.
4. Mal-efficence, peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak
menimbulkan bahaya pada responden dan responden terlindung dari
setiap resiko.
5. Justice, setiap responden berhak mendapatkan perlakuan adil dan dijaga
privasinya.

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMIJATAN PERINEUM

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


OBSTETRI
KLINIK KASIH IBU

34
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
KLINIK KASIH IBU TAHUN 2020

PIJAT PERINEUM
Pengertian Adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau
beberapa minggu sebelum melahirkan guna
meningkatkan aliran darah dan meningkatkan
elastisitas perineum. Peningkaatan elastisitas
perineum akan mencegah kejadian robekan perineum.

Tujuan Mempersiapkan jaringan perineum dengan baik untuk


proses peregangan selama proses persalinan akan
mengurangi robekan perineum dan mempercepat
proses penyembuhannya.
Kebijakan Ibu hamil Primigravida
Petugas Bidan/Mahasiswa, pasangan (suami)
Peralatan Handscoon
2. Beberapa buah bantal
3. Handuk kecil
4. Cermin
5. Jam
6. Minyak yang hangat seperti minyak gandum yang
kaya vitamin E, atau pelumas dengan larutan dasar air,
misalnya Jelly Y-K, minyak zaitun
Prosedur A. Tahap kerja
Pelaksanaan 1. Memotong pendek kuku akan mencegah luka
pada kulit atau rasa tidak nyaman pada tubuh.
2. Cuci tangan hingga bersih dengan sabun dan
air. Jangan sampai kuman masuk ke jalan
lahir. Jadi, pastikan mencuci tangan dengan
benar sebelum memulai.
3. Posisi ibu. Jika ibu melakukan pemijatan
sendiri, posisinya adalah berdiri dengan satu

35
kaki menapak dilantai dan satu kaki diangkat
diletakkan dikursi. Gunakan ibu jari untuk
memijat. Jika dipijat pasangan, posisi ibu
sebaiknya setengah berbaring, sangga
punggung, leher, kepala, dan kedua kaki
dengan bantal. Regangkan kaki, kemudian
taruh bantal dibawah setiap kaki. Gunakan jari
tengah dan telunjuk atau kedua jari telunjuk
pasangan untuk memijat.
4. Ibu dapat menggunakan cermin untuk pertama
kali guna mengetahui daerah perineum
tersebut.
5. Menggunakan sarung tangan selama pemijatan
untuk menjaga perineum tetap bersih dan
hygienis.
6. Gunakan minyak. Oleskan minyak pijat yang
hangat yaitu minyak gandum yang kaya
vitamin E, minyak sayur atau sweet almond,
minyak zaitun pada telapak tangan dan
perineum. Lakukan pemijatan sebelum mandi
pagi dan sore.
7. Masukkan ibu jari tangan kedalam vagina
sekitar 3 - 4 cm (maksimal 7 cm) dengan
posisi ditekuk, dan jari lainnya diluar
perineum. Tekan ke bawah dan kemudian
menyamping pada saat bersamaan. Perlahan
lahan coba regangkan daerah tersebut sampai
ibu merasakan sensasi panas (slight burning).
8. Pijatlah dengan lembut bawah vagina. Pijatlah
membentuk huruf “U” dengan mengerakkan
ibu jari atas dan ke bawah berulang-ulang.
Cobalah untuk merilekskan otot-otot selama

36
melakukan pijatan ini. Lakukan gerakan ini
selama dua hingga tiga menit.
9. Ulangi pijatan dan menghabiskan waktu
sekitar 5 hingga 6 menit untuk memijat hingga
selesai. Mungkin akan memakan waktu hingga
berminggu minggu hingga menyadari daerah
perineum sudah lebih elastis.
10. Setelah pemijatan selesai lakukan kompres
hangat pada jaringan perineum selama lebih
kurang 10 menit dengan hati hati. Kompres
hangat akan meningkatkan relaksasi otot dan
terbukti bersifat melindungi perineum.

Sumber : Hardiana, 2017

37

Anda mungkin juga menyukai