SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Terapan
Kebidanan Pada Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nasional
Jakarta
Oleh:
ANALIA
195401426093
UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
JAKARTA
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan merupakan hal fisiologis yang di alami setiap wanita, dan setiap
wanita ingin menjalani proses persalinan dengan normal. Proses persalinan
normal di awali dengan terjadinya kontraksi uterus yang teratur, diikuti dengan
pembukaan serviks, dan sampai di keluarkannya hasil konsepsi meliputi janin,
palsenta, ketuban dan cairan ketuban dari uterus melalui vagina, dengan usaha dan
kekuatan ibu sendiri. (Sarwono, 2016).
Persalinan adalah sebuah hal yang fisiologis, akan tetapi pada proses
persalinan juga bisa timbul penyulit. Penyulit pada proses persalinan ada berbagai
macam, salah satunya pada jalan lahir yaitu robekan perineum. Robekan perineum
bisa terjadi secara spontan (ruptur) atau di sengaja (episiotomi). Pada umumnya
robekan perineum dapat disembuhkan tetapi hal ini dapat mengganggu
kenyamanan ibu pada masa nifas. Robekan perineum umumnya terjadi pada ibu
primigravida karena jalan lahir belum pernah di lalui bayi sama sekali dan otot
perineum masih kaku sehingga akan mudah terjadi robekan perineum (Manuaba
IBG, 2015).
2
sedangkan persalinan primigravida yang tidak mengalami rupture perineum
sebanyak 1 orang (2%). Dan pada persalinan multigravida didapatkan angka
kejadian rupture sebanyak 156 orang (85%), sedangkan persalinan multigravida
yang tidak mengalami rupture perineum sebanyak 27 orang (15%). (Profil Dinkes
Provinsi banten, 2019).
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture perineum
pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2010,
seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan
dengan baik. (Hilmy, 2010). Di Asia rupture perineum merupakan masalah yang
cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian rupture perineum didunia
terjadi di Asia (Roslena, 2017).
Robekan perineum sebenarnya dapat dicegah atau tidak perlu terjadi, jika
perineum elastis, atau ibu bisa mengejan dengan baik oleh karena itu banyak cara
untuk mencegah terjadinya robekan perineum. Upaya-upaya untuk mencegah
robekan perineum telah dilakukan antara lain senam kegel dan senam hamil.
Selain senam hamil dan senam kegel upaya untuk mencegah robekan bisa dengan
teknik pijat perineum, tetapi tidak banyak orang yang mengetahui pijat ini bisa
mencegah terjadinya robekan perineum. Padahal pijat ini sangat mudah di lakukan
dan dapat dilakukan dengan sendiri tanpa membutuhkan waktu yang lama, bisa
juga dilakukan setiap hari dan tidak membutukan biaya yang mahal. (Aprilia,
2016)
Pijat perineum adalah teknik memijat perineum yang dilakukan saat hamil
atau 2 minggu sebelum persalinan yang bermanfaat untuk meningkatkan
perubahan hormonal, melembutkan jaringan ikat sehingga jaringan perineum
lebih elastis dan lebih mudah meregang. Peningkatan elastisitas perineum akan
mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi. Teknik ini dapat
dilakukan satu kali sehari selama beberapa minggu terakhir kehamilan didaerah
perineum (area antara vagina dan anus). (Aprilia, 2016).
Menurut penelitian Merita (2017) menyatakan bahwa persentase robekan
jalan lahir memiliki angka yang kecil tetapi masalah ini bisa menjadi masalah
yang serius dalam kematian maternal. Robekan jalan lahir dapat mengenai vagina,
serviks, uterus dan perineum.
3
Hasil penelitian Agung Putri 2017, mengatakan bahwa pijat perineum
mempunyai hubungan untuk mengurangi robekan pada perineum saat bersalin
salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan pijat perineum. Pijat perineum
adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatkan
kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul. Jika
sampai terjadi ruptur perineum, pemijatan perineum dapat mempercepat proses
penyembuhan perineum.
Begitu juga dengan hasil penelitian Shunta dan Kholifah (2018)
menyatakan bahwa pijat perineum pada saat antenatal dimulai dari kehamilan 35
minggu akan mengurangi kemungkinan trauma perineum yang memerlukan
jahitan, Pijat perineum juga bermanfaat untuk menghilangkan nyeri perineum
setelah persalinan.
Berdasarkan studi pendahuluan di Klinik Kasih Ibu pada bulan Mei - Juni
tahun 2020 angka kejadian ruptur perineum spontan yang di alami ibu
primigravida sebanyak 83 orang (61,5%) dari 135 persalinan normal, sedangkan
yang tidak mengalami ruptur perineum berjumlah 52 orang (38,5%). (Profil
Klinik Kasih Ibu, 2019). Semua ibu hamil dan yang bersalin di klinik Kasih Ibu
belum pernah pijat perineum dikarenakan masih belum dilaksanakannya kelas ibu
hamil secara rutin.
Peran bidan untuk membantu mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI)
khususnya mengurangi kejadian rupture perineum adalah dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan sejak masa
kehamilan, bersalin maupun nifas. ( Kemenkes RI, 2012). Salah satunya adalah
dengan asuhan pijat perineum yang diharapkan dapat mengurangi kejadian
perdarahan akibat ruptur perineum dan dapat meningkatkan kenyamanan ibu
bersalin.
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka penulis ingin mengetahui
pengaruh pijat perineum terhadap kejadian rupture perineum pada ibu bersalin
primipara, oleh karena itu penulis mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh
Pijat Perineum terhadap Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin Primipara
di Klinik Kasih Ibu Tahun 2020”
4
1.2 Rumusan Masalah
5
persalinan dengan memahami manfaat dilakukan pijat perineum
sehingga dalam menghadapi persalinan ibu bersalin dapat menambah
tingkat kenyamanan dan kepuasaan karena merasa lebih diperhatikan
dan tidak takut untuk melahirkan secara pervaginam.
1.4.4 Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk menambahkan pengalaman dan wawasan ilmu
pengetahuan. Peneliti berharap dapat mengaplikasikan pijat perineum
sebagai program rutin di Klinik Kasih Ibu sehingga dapat
meminimalisir kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin primipara
di Klinik Kasih Ibu.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PIJAT PERINEUM
2.1.1 Pengertian
Pijat perineum adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau beberapa
minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke daerah ini dan
meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan
mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi. (Syafrudin, 2016).
Pemijatan perineum adalah salah satu cara yang paling kuno dan paling
pasti untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi
otot-otot dasar panggul. Pemijatan perineum adalah teknik memijat perineum
pada saat hamil dengan usia kehamilan >34 minggu atau 6 minggu sebelum
persalinan. Pemijatan perineum dapat meningkatkan elastisitas perineum.
(Hidayati, 2016).
2.1.2 Manfaat
7
Pijat perineum memiliki berbagai keuntungan yang semuanya bertujuan
mengurangi kejadian trauma di saat melahirkan. Keuntungannya diantaranya
adalah (Syafrudin, 2016) :
8
1) Minggu pertama, lakukan selama 5 menit.
2) Minggu kedua, lakukan selama 10 menit.
Hentikan pemijatan ketika kantung ketuban mulai pecah dan cairan
ketuban mulai keluar. Atau, pada saat proses persalinan sudah dimulai.
(Syafrudin, 2012)
9
f. Cermin
1. Memotong pendek kuku akan mencegah luka pada kulit atau rasa tidak
nyaman pada tubuh.
2. Cuci tangan hingga bersih dengan sabun dan air. Jangan sampai kuman
masuk ke jalan lahir. Jadi, pastikan mencuci tangan dengan benar
sebelum memulai.
3. Posisi ibu. Jika ibu melakukan pemijatan sendiri, posisinya adalah
berdiri dengan satu kaki menapak dilantai dan satu kaki diangkat
diletakkan dikursi. Gunakan ibu jari untuk memijat. Jika dipijat
pasangan, posisi ibu sebaiknya setengah berbaring, sangga punggung,
leher, kepala, dan kedua kaki dengan bantal. Regangkan kaki,
kemudian taruh bantal dibawah setiap kaki. Gunakan jari tengah dan
telunjuk atau kedua jari telunjuk pasangan untuk memijat.
4. Ibu dapat menggunakan cermin untuk pertama kali guna mengetahui
daerah perineum tersebut.
5. Menggunakan sarung tangan selama pemijatan untuk menjaga
perineum tetap bersih dan higienis.
6. Gunakan minyak. Oleskan minyak pijat yang hangat yaitu minyak
gandum yang kaya vitamin E, minyak sayur atau sweet almond,
minyak zaitun pada telapak tangan dan perineum. Lakukan pemijatan
sebelum mandi pagi dan sore.
7. Masukkan ibu jari tangan kedalam vagina sekitar 3-4 cm (maksimal 7
cm) dengan posisi ditekuk, dan jari lainnya diluar perineum. Tekan ke
bawah dan kemudia menyamping. Perlahan-lahan coba regangkan
daerah tersebut sampai ibu merasakan sensasi panas (slight burning).
8. Tahan ibu jari dalam posisi seperti diatas selama 2 menit sampai
daerah tersebut menjadi tidak terlalu berasa dan ibu tidak terlalu
merasakan perih lagi. Lakukan pijatan perlahan-lahan dan hindari
pembukaan dari katup uretra (lubang kencing) untuk menghindari
iritasi atau infeksi.
10
9. Dengan mempertahankan tekanan yang mantap pijatlah dengan
lembut bawah vagina. Pijatlah membentuk huruf “U” dengan
mengerakkan ibu jari atas dan ke bawah berulang-ulang. Cobalah
untuk merilekskan otot-otot selama melakukan pijatan ini. Lakukan
gerakan ini selama dua hingga tiga menit
10. Lakukan pemijatan kearah luar perineum seperti proses janin akan
lahir
11. Ulangi pemijatan akan menghabiskan waktu sekitar 5 hingga 6 menit
untuk memijat hingga selesai. Mungkin akan memakan waktu hingga
berminggu minggu hingga menyadari daerah perineum sudah lebih
elastis.
12. Setelah pemijatan selesai lakukan kompres hangat pada jaringan
perineum selama kurang lebih 10 menit dengan hati hati. Kompres
hangat ini akan meningkatkan sirkulasi darah sehingga otot-otot di
daerah perineum kendur (tidak berkontraksi atau tegang). (Aprilia,
2016)
Dalam waktu beberapa minggu, ibu akan merasakan daerah perineum
menjadi lebih elastis. Melahirkan dengan perlahan dan terkendali
(mengikuti instruksi dokter/bidan ketika mendorong) adalah kunci
jaminan perineum utuh dan mengurangi angka kejadian laserasi
(robekan/perlukaan). Bayi harus berada di dalam kondisi baik dan ibu
harus mengikuti segala hal yang diperintahkan oleh dokter/bidan.
(Syafrudin, 2012).
11
2.2.2.1 Terjadinya his persalinan. Sifat his persalinan adalah pinggang
terasa sakit dan menjalar kedepan, teratur, interval makin pendek,
dan kekuatan makin besar. Makin beraktivitas (jalan), kekuatan
akan makin bertambah.
2.2.2.2 Pengeluaran lendir dengan darah. Terjadinya his persalinan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang akan
menimbulkan pendataran dan pembukaan, pembukaan
menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
dan terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
2.2.2.3 Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus persalinan akan menjadi
pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang
pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan
proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
2.2.2.4 Hasil-hasil yang di dapatkan dari pemeriksaan dalam adalah
perlunakan serviks, pendataran serviks dan pembukaan serviks.
(Sondakh, 2013).
2.2.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Persalinan
12
Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus. Jalan lahir dibagi atas:
1) Jalan lahir keras (Tulang Panggul)
Tulang panggul tersusun atas empat tulang, yakni dua tulang
koksa, sakrum, dan koksigis yang dihubungkan oleh tiga sendi.
2) Jalan Lahir Lunak
Jalan lahir lunak pada panggul terdiri atas uterus, otot dasar panggul,
dan perineum.
c. Passenger (Janin dan Plasenta)
Cara penumpang (passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan
lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu ukuran kepala
janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
Plasenta juga harus melalui jalan lahir sehingga dapat dianggap
sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun, plasenta jarang
menghambat proses persalinan pada kelahiran normal.
d. Psikis (Psikologis)
Faktor psikologis meliputi hal – hal sebagai berikut.
13
Pada primigravida kala 1 berlangsung kira kira 13 jam dan pada
multigravida kira-kira 7 jam (Kuswanti, 2014). Proses membukanya serviks
terbagi menjadi dua fase, yaitu :
14
c. Sebagai alat komunikasi yang unik namun praktis antar bidan
atau antara bidan dengan dokter mengenai perjalanan persalinan
pasien.
d. Alat dokumentasi riwayat persalinan pasien.
Partograf digunakan atau dimulai apabila ibu sudah dalam fase aktif kala I
persalinan yaitu pada pembukaan 4 cm. Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap
ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau
dengan komplikasi.
a. Uterus globuler.
b. Tali pusat memanjang.
c. Terjadi semburan darah
Melakukan manajemen aktif kala III terdiri atas 3 langkah utama :
pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir,
melakukan peregangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uteri segera
setelah plasenta lahir. (Depkes RI, 2012).
15
2.2.4.4 Kala IV (Pengawasan/Observasi/Pemulihan)
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum.
Kala ini terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Darah yang keluar selama
perdarahan harus ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada persalinan dapat
disebabkan oleh robekan pada serviks dan perineum. Perdarahan dikatakan
abnormal apabila lebih dari 500 cc, dengan demikian harus dicari penyebabnya.
Oleh karena itu selama kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit pada
satu jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada satu jam
kedua setelah persalinan. (Saifuddin, 2014).
Asuhan Kala IV yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Depkes
RI, 2012) :
a. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat serta mencegah terjadi perdarahan.
Hisapan bayi pada putting susu ibu dapat merangsang keluarnya
hormon oksitosin yang dapat menurunkan resiko perdarahan dengan
menstimulasi kontraksi uterus.
b. Evaluasi kontraksi dan tinggi fundus uteri. Umumnya, fundus uteri
setinggi atau beberapa jari di bawah pusat. Sebagai contoh hasil
pemeriksaan ditulis : “2 jari dibawah pusat”.
c. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
d. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum. Apabila
terjadi ruptur perineum maka harus segera dilakukan penjahitan
karena banyak resiko yang akan terjadi bila terlalu lama ditangani.
e. Evaluasi keadaan umum ibu. Lakukan pemantauan kondisi ibu setiap
15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.
f. Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAK dan BAB. Ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah. Pastikan ibu sudah BAK dalam 3
jam postpartum. (Saifuddin, 2014).
g. Menganjurkan ibu untuk istirahat, makan, dan minum.
16
h. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala
empat di bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan
atau setelah penilaian dilakukan.
17
terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila perineum kaku. Robekan
terjadi pada hampir semua primipara (Wiknjosastro, 2011).
18
Rupture perineum derajat dua adalah apabila perlukaan terjadi pada
mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum. (Kuswanti,
2014).
Rupture perineum derajat dua merupakan luka robekan yang dalam. Luka
ini terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum.
Biasanya robekan meluas keatas disepanjang mukosa vagina dan jaringan
submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka laserasi yang berbentuk segitiga
ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apex pada vagina dan apex lainnya
didekat rectum (Oxorn,2010).
19
diruang bedah dengan anastesi regional atau umum secara adekuat untuk
mencapai relaksasi sfingter.
20
4) Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman
ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan
meningkatnya suhu tubuh melebihi 380C tanpa menghitung pireksia nifas.
Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan dan
dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk mencari laserasi, robekan
atau luka episiotomi. (Prawirohardjo, 2012).
2.3.5 Faktor-Faktor Terjadinya Rupture Perineum
2.3.5.1 Paritas (Primipara)
Ruptur perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami ruptur perineum dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini
dikarenakan jalan lahir yang belum dilalui kepala bayi sehingga otot – otot
perineum belum meregang. (Soepardiman, 2009).
2.3.5.2 Usia
Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai
dengan waktu tertentu. Pemerintah mengajurkan bahwa pasangan usia subur
sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, pada kelompok usia
tersebut angka kesakitan morbiditas dan kematian mortalitas ibu dan bayi yang
terjadi akibat kehamilan dan persalinan paling rendah dibanding dengan kelompok
usia lainnya (BKKBN, 2012).
Wanita melahirkan anak pada umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun merupakan faktor resiko terjadinya pendarahan pasca persalinan yang dapat
menyebabkan kematian martenal. Hal ini dikarenakan pada umur dibawah 20
tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna
sedangkan pada umur diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi
pasca persalinan terutama pendarahan akan lebih besar (Depkes RI, 2012).
Menurut Mochtar (2011) meskipun umur ibu normal apabila tidak
berolahraga dan tidak rajin senggama dapat mengalami laserasi pada saat
persalinan karena membuat DNA dan molekul lain saling melekat dan memilin,
21
hal ini akan mengurangi elastisitas protein dan molekul, akibatnya elastisitas
jaringan pada perineum menurun. Kejadian laserasi perineum tidak selalu
dipengaruhi oleh umur ibu, yang menyebabkan laserasi perineum tergantung dari
elastisitas perineum.
2.3.5.3 Kelenturan Jalan Lahir
Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar, umumnya tidak
memberikan kesukaran dalam kelahiran kepala janin. Jika terjadi robekan hanya
sampai ruptura perineum tingkat I atau II. Perineum yang kaku dan tidak elastis
akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan risiko terhadap
janin. Juga dapat menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat III.
Hal ini sering ditemui pada primitua yaitu primigravida berumur diatas 35 tahun.
Untuk mencegahnya dilakukan episiotomi. Perineum yang sempit akan akan
mudah terjadi robekan-robekan jalan lahir (Mochtar,2010).
22
Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi
perineum. Kepala janin merupakan bagian yang terpenting dalam persalinan yang
berpengaruh terhadap peregangan perineum pada saat kepala di dasar panggul dan
membuka jalan lahir dengan diameter 5-6 cm akan terjadi penipisan perineum,
sehingga pada perineum yang kaku dapat terjadi laserasi perineum (Manuaba,
2010). Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melalui
introitus vagina dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan
(JNPK-KR, 2012).
2.3.5.6 Letak sungsang dengan after coming head
23
3) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering
yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk
bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir).
Lindungi perineum dengan satu tangan ( dibawah kain bersih dan kering),
ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain
pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala
tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi
secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan
(robekan) pada vagina dan perineum (JNPK-KR, 2012).
4) Episiotomi
Episiotomi adalah bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan
proses kelahiran. Perineum harus dievaluasi sebelum waktu pelahiran
untuk mengetahui panjangnya, ketebalan, dan distensibilitasnya. (JNPK-
KR, 2012). Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat
kelahiran bayi bila didapatkan (JNPK-KR, 2012) :
a) Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
b) Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
cunam
c) Janin prematur untuk melindungi kepala janin dari perineum yang ketat.
d) Jaringan parut pada perineum.
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka kerangka teori
dalam penelitian ini dapat divisualisasikan sebagaimana yang terlihat pada
Gambar 2.1 berikut :
Primipara
Faktor Usia
Maternal Kelenturan Jalan Lahir
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : (JNPK-KR, 2012 ; Manuaba, 2010; Mochtar, 2010; Wiknjosastro, 2011).
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
2012). Hipotesis dalam penelitian dibagi menjadi dua yaitu hipotesis alternatif
(Ha) merupakan kalimat dugaan yang menyatakan hubungan antara dua atau lebih
variabel. Sedangkan Hipotesis Null (H0) adalah kalimat yang menyatakan tidak
adanya hubungan antara variabel-variabel atau menyangkal hipotesis alternatif.
Berdasarkan kerangka konsep di atas maka hipotesis alternatif (H a) dalam
25
penelitian ini yaitu :
Ha : Ada pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu
bersalin primipara di Klinik Kasih Ibu Tahun 2020.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tabel 3.1
26
Kelompok 1 : Subjek (ibu hamil) yang diberikan perlakuan
3.2.2 Sampel
Kriteria sampel
1) Kriteria Inklusi
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian
yang memenuhi syarat sebagai sampel. (Nursalam, 2009)
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah :
a. Ibu hamil primigravida yang mendapat izin dari suami untuk dijadikan
responden
b. Ibu hamil primigravida dengan usia kehamilan diatas 37 minggu yang
akan bersalin di Klinik Kasih Ibu tahun 2020.
c. Ibu hamil primigravida yang melahirkan secara normal
d. Ibu hamil primigravida yang tidak mempunyai infeksi herpes aktif di
daerah vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau inpeksi
Menular Seksual (IMS).
27
2) Kriteria Eksklusi
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili
sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Nursalam, 2009).
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria ekslusi adalah :
a. Ibu hamil yang mempunyai penyakit infeksi herpes aktif di daerah
vagina, infeksi saluran kemih, infeksi jamur, atau infeksi menular
seksual (IMS).
Tabel 3.2
Definisi Operasional
28
No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Dependen
1 Ruptur Robekan obstetrik yang Observasi Observasi 0. Tidak Terjadi Ruptur Ordinal
Perineum terjadi pada daerah secara perineum
perineum akibat langsung 1. Terjadi ruptur perineum
ketidakmampuan otot dan dengan
jaringan lunak pelvik Partograf
untuk mengakomodasi
lahirnya fetus
Independen
2. Pijat Teknik memijat perineum Handscoon, Melakukan 0. Dilakukan pijat Ordinal
Perineum di kala hamil atau beberapa Jelly K atau pijat perineum
minggu sebelum Minyak, perineum 1. Tidak Dilakukan Pijat
melahirkan guna Jam, Perineum
meningkatkan aliran darah Waskom air
ke daerah perineum dan hangat,
meningkatkan elastisitas Waslap,
perineum. Cermin
29
3.6.5 Peralatan untuk pijat perineum seperti handsoeen, jelly K-Y, Waskom
berisi air hangat, waslap.
30
Peneliti mengikuti proses persalinan dari awal sampai akhir dan
melakukan observasi robekan perineum. Data hasil observasi
kemudian dicatat pada partograf untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan data.
3.7.8 Melakukan pengolahan data hasil penelitian dengan melengkapi data
yang masih kurang. Setelah data terkumpulkan maka data akan
ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data, kemudian dilakukan
pengolahan data serta analisis data.
a. Editing
b. Coding
c. Entri
d. Cleaning
e. Saving
31
3.9 Analisis Data
a. Analisa Univariat
f
p= ×100 %
N
Keterangan:
p = Jumlah presentase yang dicari
F = Frekuensi Alternatif
N = Jumlah Responden
b. Analisa Bivariat
signifikansi beda rata-rata dua kelompok. Tes ini juga digunakan untuk
32
berikut
x 1−x 2
Y= x 100 %
x2
Keterangan:
Keputusan Uji :
33
mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak itu. Beberapa informasi yang
harus ada dalam informed concent tersebut antara lain partisipasi
responden, tujuan dilakukannya penelitian, jenis data yang dibutuhkan,
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
PEMIJATAN PERINEUM
34
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEP./SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
KLINIK KASIH IBU TAHUN 2020
PIJAT PERINEUM
Pengertian Adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau
beberapa minggu sebelum melahirkan guna
meningkatkan aliran darah dan meningkatkan
elastisitas perineum. Peningkaatan elastisitas
perineum akan mencegah kejadian robekan perineum.
35
kaki menapak dilantai dan satu kaki diangkat
diletakkan dikursi. Gunakan ibu jari untuk
memijat. Jika dipijat pasangan, posisi ibu
sebaiknya setengah berbaring, sangga
punggung, leher, kepala, dan kedua kaki
dengan bantal. Regangkan kaki, kemudian
taruh bantal dibawah setiap kaki. Gunakan jari
tengah dan telunjuk atau kedua jari telunjuk
pasangan untuk memijat.
4. Ibu dapat menggunakan cermin untuk pertama
kali guna mengetahui daerah perineum
tersebut.
5. Menggunakan sarung tangan selama pemijatan
untuk menjaga perineum tetap bersih dan
hygienis.
6. Gunakan minyak. Oleskan minyak pijat yang
hangat yaitu minyak gandum yang kaya
vitamin E, minyak sayur atau sweet almond,
minyak zaitun pada telapak tangan dan
perineum. Lakukan pemijatan sebelum mandi
pagi dan sore.
7. Masukkan ibu jari tangan kedalam vagina
sekitar 3 - 4 cm (maksimal 7 cm) dengan
posisi ditekuk, dan jari lainnya diluar
perineum. Tekan ke bawah dan kemudian
menyamping pada saat bersamaan. Perlahan
lahan coba regangkan daerah tersebut sampai
ibu merasakan sensasi panas (slight burning).
8. Pijatlah dengan lembut bawah vagina. Pijatlah
membentuk huruf “U” dengan mengerakkan
ibu jari atas dan ke bawah berulang-ulang.
Cobalah untuk merilekskan otot-otot selama
36
melakukan pijatan ini. Lakukan gerakan ini
selama dua hingga tiga menit.
9. Ulangi pijatan dan menghabiskan waktu
sekitar 5 hingga 6 menit untuk memijat hingga
selesai. Mungkin akan memakan waktu hingga
berminggu minggu hingga menyadari daerah
perineum sudah lebih elastis.
10. Setelah pemijatan selesai lakukan kompres
hangat pada jaringan perineum selama lebih
kurang 10 menit dengan hati hati. Kompres
hangat akan meningkatkan relaksasi otot dan
terbukti bersifat melindungi perineum.
37