Anda di halaman 1dari 16

Nama : Faulani Yunika Puteri

NIM : 2013277024

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. STRESS

Stres merupakan reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan yang


dapat memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem
pertahanan yang membuat kita tetap hidup (Nasir dan Muhith, 2011).
Stres psikologis dan fisik merupakan ketegangan yang disebabkan oleh
fisik, emosi, sosial, ekonomi, pekerjaan atau keadaan, peristiwa, atau
pengalaman yang sulit untuk mengelola atau bertahan (Colman, 2001 dalam
Nasir dan Muhith, 2011).
1. Penyebab
Pada stressor psikososial dapat dikelompokkan sebagai berikut :
perkawinan, problem orang tua, hubungan interpersonal (antarpribadi),
pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, hukum, perkembangan, penyakit
fisik atau cidera, faktor keluarga , dan lain-lain (Yosep dan Sutini, 2014).
Adapula sumber stres menurut Maramis (1999) dalam Sunaryo (2014)
yaitu stres psikologis, yang digolongkan sebagai berikut :
a. Frustasi, terjadi akibat gagalnya individu dalam mencapai tujuan
karena ada aral melintang
b. Konflik, terjadi karena tidak dapat memilih antara dua macam atau
lebih keinginan, kebutuhan, atau tujuan
c. Tekanan, terjadi sebagai akibat tekanan hidup sehari-sehari baik dari
daam maupun luar individu
d. Krisis, merupakan keadaan yang mendadak dan menimbulkan stres
pada individu.
2. Klasifikasi
a. Stres baik atau eustress adalah sesuatu yang positif, dan berdampak
baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan yag
menjadikan diri nya maupun orang lain mendapatkan sesuatu yag baik
atau berharga. Dengan begitu akan memberikan kesempatan untuk
berkembang dan memaksa seseorang mencapai performanya yang
lebih tinggi. Stres baik terjadi jika stimulus mempunyai arti sebagai
memberikan suatu pelajaran bukan sebuah tekanan.
b. Stres buruk atau distress adalah stres yang bersifat buruk, dihasilkan
dari sebuah proses memaknai sesuatu yang buruk, dimana respon yang
selalu digunakan negatif dan ada indikasi mengganggu integritas
sehingga bisa diartikan menjadi sebuah ancaman. Hal ini berdampak
pada sesuatu penentuan sikap untuk mencoba mengusir stimulus
dengan menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah, atau
menyalahkan orang lain. Distres dipicu oleh sebuah tuntutan atau
harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan (Nasir dan Muhith,
2011).
Menurut Kusmiyati dan Desminiarty (1990) dalam Sunaryo (2014), dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah, suara amat bising. Sinar yang terlalu terang, atau
tersengat arus listrik
b. Stres kimiawi, disebabkan oleh asam atau basa kuat, obat-obatan, zat
beracun, hormon, atau gas
c. Stres mikrobiologi, disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
menimbulkan penyakit
d. Stres fisiologi, disebabkan oleh gangguan struktur atau fungsi jaringan,
organ,, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh yang tdak
normal
e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh oleh
adanyan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi
hingga tua
f. Stres psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan
interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
Sementara itu, menurut Brecht (2000) dalam Sunaryo (2014) mengemukakan
bahwa stres dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

a. Penyebab makro, menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan,


seperti kematian, perceraian, pensin, luka batin, dan kebangkrutan
b. Penyebab mikro, menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti
pertangkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan
dimakan dan antre.
3. Tingkat Stres
a. Stres ringan

Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari
seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan dan dihadapi oleh setiap
orang secara teratur seperti lupa, kebanyakan tidur, kemacetan,
dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit
atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit
kecuali jika dihadapi terus menerus.

b. Stres sedang

Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama dari beberapa jam
sampai beberapa hari seperti pada waktu perselisihan, kesepakatan
yang belum selesai, sebab kerja yang berlebih, mengharapkan
pekerjaan baru, permasalahan keluarga. Situasi seperti ini dapat
berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang.

c. Stres berat

Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu


sampai beberapa tahun yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti
hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan
penyakit fisik yang lama (Rasmun, 2004 dalam Safitri, 2018).
Menurut Robert dalam Yosep dan Sutini (2014), tahapan stres adalah sebagai
berikut :
a. Stres tingkat I
Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan, dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
1) Semangat besar
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
3) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya.
Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah
semangat dan tanpa dsadari bahwa sebenarnya cadangan energinya
sedang menipis.
b. Stres tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai
menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi
tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering
dikemukakan adalh sebagai berikut :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi
2) Merasa lelah sesudah makan siang
3) Merasa lelah menjelang sore hari
4) Terkadang gangguan pada sistem pencernaan (gangguan usus,
perut, kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar
5) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk
(belakang leher)
6) Perasaan tidak bisa santai.
c. Stres tingkat III
Pada tahap ini keluhan keletihan semakin tampak disertai gejala-gejala
sebagai berikut :
1) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin
kebelakang)
2) Gangguan otot terasa lebih tegang
3) Perasaan tegang yang semakin meningkat
4) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar
tidur kembali, atau bangun terlalu pagi)
5) Badan terasa doyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh
pingsan).
Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter,
kecuali pada beban stres atau tuntutan-tuntutan dikurangi dan tubuh
mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna
memulihkan suplai energi.
d. Stres tingkat IV
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit
2) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit
3) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan
sosial, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat
4) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan ,dan seringkali
terbangun dini hari
5) Perasaan negativistik
6) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam
7) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti
kenapa.
e. Stres tingkat V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV
di atas, yaitu :
1) Keletihan yang mendalam (Physican and psychological
exhaustion)
2) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang
mampu
3) Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering,
sukar buang air.
f. Stres tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak dengan keadaan yang sudah
gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke
ICCU. Gejala pada tahapan ini, yaitu :
1) Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin
yang dikeluarkan, karena stres tersebut tinggi dalam peredaran
darah
2) Nafas sesak, megap-megap
3) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
4) Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lag,
pingsan atau collaps.
4. Cara Pengukuran Tingkat Stres

Alat ukur tingkat stres adalah kuesioner dengan sistem scoring yang
akan diisi oleh responden dalam suatu penelitian. Kuesioner yang dipakai
untuk mengetahui tingkat stres pada perawat, yaitu Kessler Psychological
Distress Scale (KPDS) terdiri dari 10 pertanyaan yang diajukan kepada
responden dengan skor 1 untuk jawaban dimana responden tidak pernah
mengalami stres, 2 untuk jawaban dimana responden jarang mengalami stres,
3 untuk jawaban dimana responden kadang-kadang mengalami stres, 4 untuk
jawaban dimana responden sering mengalami stres dan 5 untuk jawaban
dimana responden selalu mengalami stres dalam 30 hari terakhir. Skala
Pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. Tingkat stres
dikategorikan sebagai berikut:

a. Skor di bawah 20 : tidak mengalami stres


b. Skor 20-24 : stres ringan
c. Skor 25-29 : stres sedang
d. Skor ≥ 30 : stres berat (Carolin, 2010 dalam Wulandari, 2017).
5. Respon Fisiologis Stres
Stres secara umum merupakan istilah yang kurang tepat, yang dapat
merujuk baik ke respon stres atau situasi yang memunculkan respon stres.
Respon stres merupakan respon fisiologi yang disebabkan oleh persepsi
situasi tudak menyenangkan atau mengancam. Respon fisiologis yang
menyertai emosi negatif mempersiapkan kita untuk mengancam pesaing atau
melawan mereka, atau melarikan diri dari situasi yang berbahaya (Carlson,
2012). Walter dalam Carlson (2012) memperkenalkan respon lawan-atau lari
(fight or flight response) untuk merujuk pada reaksi fisiologis yang
mempersiapkan kita agar melakukan upaya melakukan upaya yang
diperlukan untuk melawan atau melarikan diri.
Biasanya setelah kita menggertak atau bertempur dengan lawan, atau
melarikan diri dari situasi berbahaya, ancaman berakhir, dan kondisi
fisiologis kita dapat kembali normal. Fakta bahwa respon fisiologis mungkin
memiliki efek jangka panjang yang merugikan kesehatan kita tidak penting
sepanjang respon tersebut singkat. Tapi terkadang situasi tiba-tiba
mengancam secara terus-menerus dan tidak terjadi dan tidak terjadi secara
episodik, sehingga mengahsilkan respon stress terus-menerus. Ada pula
respon stress pasca-trauma, itu dapat berlangsung selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun (Carlson, 2012).
6. Dampak Stres Berkepanjangan
Seorang pelopor dalam studi stres, Hans Selye (1976) dalam Carlson
(2012) menyatakan bahwa sebagian besar efek berbahaya stress diproduksi
oleh sekresi berkepanjangan glukokortikoid Selye meskipun efek jangka
pendek dari glukokortoid sangat penting, efek jangka panjangnya merusak.
Efek ini termasuk peningkatan tekanan darah, kerusakan pada otot jaringan,
diabetes steroid, infertilitas, hambatan tekanan pada sistem kekebalan tubuh.
Hipertensi dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Hambatan
pertumbuhan pada anak – anak yang mengalami stress berkepanjangan
mencegah mereka mencapai tinggi badan maksimal. Hambatan respon
inflamasi membuat tubuh lebih sulit untuk menyembunyikan dirinya sendiri
setelah cedera tekanan terhadap sistem kekebalan tubuh sehingga membuat
individu rentan terhadap infeksi.
Menurut Lewis dan Smith (2005) dalam Carlson (2012) pemberian
steroid jangka panjang untuk mengobati inflamasi sering menghasilkan
defisit kognitif dan bahkan dapat menyebabkan psikosis steroid, yang
gejalanya meliputi distractibilty (perhatiannya mudah teralihkan)
mendalam, kecamasan insomnia, depresi,halusinasi, dan delusi.
Stres juga dapat menghilangkan beberapa vitamin, dari dalam tubuh.
Dimana tubuh akan melemah akibat stres dan ini akan memepengaruhi
sistem imunitas, sehingga seseorang rentan mengalami alergi dan infeksi
(Rusmimpong, 2011).
7. Efek Stres Pada Otak
Stres berat tampaknya menyebabkan kerusakan pada otak manusia
Jensen, Genekfe dan Hyldebrandt (1992) dalam Carlson (2012) menemukan
degenerasi otak di CT Scan dari orang-orang yang telah mengalami
penyiksaan. Bentuk yang lebih ringan dari stress awal kehidupan juga
tampak mempengaruhi perkembangan otak. Menurut Harmelen, dkk (2010)
dalam Carlson (2012) menemukan bahwa episode penganiayaan emosional
masa kanak-kanak dikaitkan dengan penurunan volume korteks prefrontal
dorsomedial rata-rata sebesar 7,2 persen.
B. STRES KERJA
1. Pengertian Stres Kerja
Stress kerja adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi
tuntutan-tuntutan pekerjaanya sehingga ia merasa tidak nyaman dan tidak
senang (Saam dan Wahyuni, 2013).
2. Penyebab Stres Kerja
Menurut Cooper dalam Saam dan Wahyuni (2013), sumber stres kerja
adalah kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal,
kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi. Kondisi pekerjaan
yang berpotensi sebagai sumber stres karyawan adalah :
a. Kondisi kerjaan yang buruk seperti ruang kerja yang sempit, tidak
nyaman, panas, gelap, kotor, pengap, berisik, dan padat
b. Kelebihan beban (over load). kelebihan beban dikategorikan secara
kuantitatif dan kualitatif. Kelebihan beban secara kuantitatif artinya
beban atau volume pekerjaan melebihi kapasitas kemampuan
karyawan, sehingga karyawaan tersebut mudah lelah dan tegang.
Kelebihan beban secara kualitatif artinya pekerjaan tersebut tidak
sesuai dengan kemampuan karyawan sehingga ia merasa kesulitan
menyelesaikannya yang menyita kemampuan kognitif dan teknis
c. Pekerjaan yang tidak lagi menantang
d. Pekerjaan beresiko tinggi, artinya berbahaya bagi keselamatan seperti
pekerja tambang, pekerjann pertambangan minyak lepas pantai,
pemadam kebakaran, pekerja cleaning service gedung bertingkat, dan
pekerjaan bangunan bertingkat (rini http//epsikologi.com/stres kerja/1
maret 2002 dalam Saam dan Wahyuni, 2013).
Sumber stres lain adalah ketidakjelasan sistem jenjang karir dan
penilaian prestasi kerja dan “budaya nepotisme”. Dan Pelayanan kesehatan
yang kontinu dan sistematik serta peran dan tuntutan yang banyak inilah
yang sering memunculkan kondisi yang dapat memicu terjadinya stres kerja
pada perawat (Mulaindah dan Sahrul, 2019).
3. Tanda dan Gejala Stres Kerja
a. Gejala psikologis : bingung, cemas, tegang, sensitif, mudah marah,
bosan, tertekan, memendam perasaan, tidak konsentrasi, komunikasi
tidak efektif
b. Gejala fisik : meningkatnya detak jantung dan teknan darah,
meningkatnya ekskresi adrenalin, gangguan lambung, gangguan
pernapasan, pusing, mudah lelah
c. Gejala perilaku : prestasi dan produktivitas kerja menurun,
menghindari pekerjaan, bolos kerja, agresif, tidak nafsu makan,
meningkatnya penggunaan minuman keras, perilaku sabotase (Saam
dan Wahyuni, 2013).
4. Dampak Stres Kerja
Dampak stres kerja bagi perawat diantaranya dapat menurunkan
kinerja keperawatan seperti pengambilan keputusan yang buruk, kurang
konsentrasi, apatis, kelelahan, kecelakaan kerja sehingga pemberian asuhan
keperawatan tidak maksimal yang dapat mengakibatkan rendahnya
produktivitas organisasi. Dampak lain dari stres kerja adalah sakit kepala,
kemarahan, turunnya fungsi otak, koping yang tidak efektif, dan gangguan
hubungan terhadap rekan kerja (Aiska, 2014 dalam Trifianingsih, Santos, dan
Brikitabela, 2010).
5. Cara Mengatasi Stres Kerja
Cara untuk mengurangi stres diantaranya : melakukan rileksasi,
melakukan olahraga, menjaga asupan gizi seimbang, rekreasi, memancing,
menanam atau memelihara bunga, membicarakan masalah yang dihadapi
dengan oranglain atau ahli profesional, melakukan yoga, membaca al-qur’an,
melakukan dzikir, mendirikan sholat tahajud, menciptakan variasi kerja
(Saam dan Wahyuni, 2013).
C. PERAWAT
1. Pengertian
Definisi perawat menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23
(1992) dalam Widyawati (2012) tentang kesehatan, perawat adalah mereka
yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan
keperawatan.
Taylor (1989) dalam Widyawati (2012) mendefinisikan perawat
adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu
dengan melindungi seseorang karena sakit, luka, atau proses penuaan.
Perawat merupakan salah satu profesi di rumah sakit yang memiliki
peran penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Zukhra dan
Muryani, 2018).
2. Peran Dan Fungsi
a. Peran
Menurut konsorsium ilmu kesehatan (1989) dalam Widyawati (2012)
peran perawat dari :
1) Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan. Pemberi asuhan
keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan
kompleks.
2) Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam mengimpretasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien meliputi :
a) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
b) Hak atas informasi tentang penyakitnya
c) Hak atas privacy
d) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3) Sebagai edukator (pendidik)
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakukannya pendidikan kesehatan.
4) Sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan
serta mengorganisasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan
sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuhan klien.
5) Sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi, dll.
Dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan.
6) Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
7) Sebagai pembaharu
Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
Peran perawat menurut hasil lokakarya nasional keperawatan (1983)
dalam Widyawati (2012) :
1) Pelaksana pelayanan keperawatan, perawat memberikan asuhan
keperawatan baik langsung maupun tidak langsung dengan
metode proses keperawatan.
2) Pendidik dalam keperawatan, perawat mendidik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan
yang berada dibawah tanggung jawabnya.
3) Pengelolaan pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuia
dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma
keperawatan
4) Peneliti dan pengembangan pelayanan keperawatan,
perawat melakukan identifikasi masalah penelitian, menerapkan
prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil
penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
b. Fungsi
1) Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada oranglain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara
sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2) Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan
tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis
kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat
pelaksana.
3) Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
berketergantungan diantra satu tim dengan tim lainnya. Fungsi ini
dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama
tim dalam pemberian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi
dengan perawat saja melainkan juga dokter ataupun lainnya
(Widyawati, 2012).
D. KERANGKA KONSEP

Tidak Mengalami
Stres Kerja

Stres Kerja Ringan

Stres Kerja

Stres Kerja Sedang

Stres Kerja Berat


E. HIPOTESIS
1. Hipotesis nol = tidak ada pengaruh terhadap tingkat stres kerja pada perawat di
ruang Instalasi Gawat Darurat
2. Hipotesis alternatif = tingkat stres kerja dapat berpengaruh pada perawat di ruang
Instalasi Gawat Darurat.

DAFTAR PUSTAKA
Carlson, Neil R.(2012).Fisiologi Perilaku Edisi Kesebelas Jilid Dua. Semarang : Erlangga.

Mulaindah, D., & Sahrul, S. (2019). Gambaran Stres Kerja Perawat Igd Rumah Sakit X Yang
Ada Di Makassar. Jurnal Psikologi Skiso (Sosial Klinis Industri Organisasi), 1(1), 93-103.
Nainggolan, A. (2020). Gambaran Tingkat Stress Perawat Yang Bekerja Di Ruang Igd Rsud
Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2019.

Nasir, Abdul, dan Abdul Muhith.(2011).Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar Dan


Teori.Jakarta : Salemba Medika.
Rusmimpong, R. (2017). Studi Deskriptif Tingkat Stres Kerja Perawat Gawat Darurat Di
Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Bratanata Jambi Tahun 2010. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 11(3), 60-64.

Saam, Zulfan, dan Sri Wahyuni.(2013).Psikologi Keperawatan.Depok : Raja Grafindo


Persada

Sunaryo.(2014). Psikologi Untuk Keperawatan Edisi : 2.Jakarta : EGC.

Trifianingsih, D., Santos, B. R., & Brikitabela, B. (2017). Hubungan Antara Stres Kerja
Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Ugd Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin.
Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi), 2(1), 1-8.

Widyawati, sukma nolo. 2012. Konsep Dasar Keperawatan. jakarta: PT Prestasi


Pustakakaraya.

Yosep, Iyus, dan Titin Sutini. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health
Nursing.Bandung : PT. Refika Aditama.

Zukhra, R. M., & Muryani, M. (2018). Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Dalam
Melaksanakan Pelayanan Keperawatan Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (Igd) Rumah Sakit
Syafira Pekanbaru. Al-Asalmiya Nursing: Journal Of Nursing Sciences, 7(2), 14-21.

Anda mungkin juga menyukai