Anda di halaman 1dari 3

Pertanyaan

1. Pada slide strategi pemasaran produk, disebutkan mengenai “Customer Value


Hierarchy”. Apakah bisa dijelaskan kembali mengenai hal tersebut?
- Customer Value Hierarchy ini berkaitan dengan nilai kepuasan yang diterima
pelanggan dari membeli atau menerima produk maupun layanan yang dianggap
sesuai dengan harga yang dibayarkan. Terdapat 5 tingkatan dalam Customer
Value Hierarcy, yaitu:
 Manfaat inti (core benefit)  Layanan atau manfaat mendasar yang
sesungguhnya dibeli pelanggan. Pemasar harus memandang dirinya
sebagai penyedia manfaat.
 Produk dasar (basic product)  Pemasar harus mengubah  manfaat inti
tersebut menjadi produk dasar. Dengan demikian, kamar hotel meliputi
tempat tidur, kamar mandi, handuk, meja tulis, meja rias, dan lemari
pakaian.
 Produk yang diharapkan (expected product)  yaitu beberapa atribut
dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli
produk ini. Tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang bersih, handuk
yang bersih, lampu baca, dan kadar ketenangan tertentu.
 Produk yang ditingkatkan (augmented product)  Pemasar menyiapkan
produk yang melampaui harapan pelanggan. Di negara-negara yang
sudah berkembang, persaingan dan penentuan posisi merek berlangsung
pada tingkat ini. Akan tetapi di negara-negara yang sedang berkembang
dan pasar yang sedang naik daun seperti Cina dan India, kebanyakan
persaingan berlangsung pada tingkat produk yang diharapkan. Beberapa
hal yang harus diperhatikan mengenai strategi peningkatan produk
adalah:
a.       Setiap peningkatan menimbulkan biaya.
b.      Manfaat yang ditingkatkan akan segera menjadi manfaat yang
diharapkan.
c.       Pada saat perusahaan menaikkan harga untuk produk yang telah
mereka tingkatkan, sebagian pesaing menawarkan jenis produk yang
telah ”dipreteli” dengan harga yang jauh lebih trendah.
 Calon produk (potential product)  Meliputi segala kemungkinan
peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau
tawaran tersebut pada masa mendatang.

2. Bagaimana target pasar yang terjadi pada RS MI? apakah terjadi perubahan?
- Dari hasil wawancara terhadap 7 orang internal maupun eksternal RS, terdapat
perubahan yang cukup signifikan mengenai tipe pasien yang datang berobat.
Karena konsep awal pembangunan RS MI diposisikan untuk masyarakat kalangan
menengah keatas. Rumah Sakit MI memiliki pelanggan potensial dari berbagai
anggota masyarakat di bawah tanggung jawab perusahaan swasta, perusahaan
asuransi kesehatan dan BUMN melalui kontrak kerjasama. Rumah Sakit MI pada
saat peneliti melakukan penelitian, sudah bekerja sama dengan BPJS/JKN dan
terlihat adanya pergeseran tipe pasien yang mengakses layanan. Berdasarkan
laporan kinerja pelayanan Rumah Sakit MI, apabila dibandingkan antara data
tahun 2016 dan tahun 2017, terdapat penurunan kunjungan di beberapa tipe
pasien, yaitu: pasien eksekutif, pasien kerjasama IKS, pasien umum, pasien
asuransi dan COB Asuransi. Hal yang mengejutkan, kenaikan kunjungan tipe
pasien BPJS/JKN dan BPJS/JKN upgrade meningkat sangat signifikan yaitu
sebesar 356% untuk pasien BPJS/JKN dan 194% untuk pasien BPJS/JKN upgrade.

3. Setelah memutuskan untuk menjadi RS BPJS murni, strategi atau tindakan apa yang
telah dilakukan oleh RS MI?
- Saat dilakukan penelitian Rumah Sakit MI telah melakukan inovasi dan strategi
khusus dalam hal pengembangan kualitas layanan, pihak manajemen sudah
melakukan pembentukan tim khusus BPJS/JKN, mengirim sumber daya
manusianya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan coding, melakukan
pendekatan ke beberapa Faskes Pertama yang berada di sekitar Rumah Sakit MI
dan berusaha untuk menambah layanan praktek dokter spesialis. Selain itu, pihak
RS MI juga menggali masukan dan saran dari pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal, karena merekalah yang secara langsung menikmati layanan
yang diberikan oleh rumah sakit. Kemudian masukan dan saran yang didapatkan,
dijadikan bahan untuk evaluasi dan meningkatkan pelayanan dalam RS MI.

4. Dalam presentasi tadi dikatakan bahwa RS MI blm memiliki unit khusus untuk
melakukan promosi pemasaran produk jasa layanan. Tetapi, adakah promosi yang
sudah dilakukan oleh RS MI?
- Tentunya RS MI tetap melakukan promosi layanan. Promosi produk pelayanan
yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit MI salah satunya adalah dengan
melakukan pembinaan ke Posyandu secara berkala setiap bulannya oleh tim
GRSIB (gerakan rumah sakit sayang ibu) Rumah Sakit MI. Kegiatan ini dilakukan
dalam rangka membantu dan melatih tenaga kesehatan terutama bidan dalam
menangani kasus ibu hamil sebelum dirujuk ke rumah sakit, sehingga dapat
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dari pembinaan ke Posyandu inilah,
pihak RS MI juga sekaligus melakukan promosi fasilitas RS sehingga diharapkan
bidan dan masyarakat sekitar jadi mengetahui keberadaan dan kepedulian RS MI
terhadap lingkungan sekitar sehingga masyarakat menaruh simpati kepada RS MI
dan dapat menjadi pelanggan loyal dari RS MI.

5. Sebelumnya sudah dipaparkan kelebihan/kekuatan serta kelemahan RS MI dalam


menghadapi konsep pelayanan pasien BPJS/JKN, Lalu langkah apa saja yang akan
direncanakan untuk tetap bertahan ditiap tahun nya ditengah persaingan yang akan
semakin meningkat?
-Rencana pengembangan pelayanan dari manajemen Rumah Sakit MI adalah
memaksimalkan pelayanan pasien BPJS/JKN dan meminimalisasi merujuk pasien
BPJS/JKN. Untuk menunjang pelayanan pasien BPJS/JKN, pihak manajemen
menambahkan waktu pelayanan poliklinik dokter spesialis dengan menambah
jumlah dokter spesialis untuk mengisi slot kosong praktek dokter spesialis dan tak
kalah pentingnya pihak manajemen juga sudah mencanangkan pengembangan
layanan hemodialisis.
- Selain itu untuk menghadapi BPJS/JKN, dimana kunjungan pasien pastinya akan
membludak, rumah sakit juga perlu memperkuat sistem IT, untuk mempermudah
memantau alur layanan mulai dari hulu ke hilir, dengan demikian pengendalian
dapat dilakukan dengan efektif.

6. Bagaimana bila terjadi penurunan dalam mutu atau kualitas / kondisi kritis
pelayanan RS MI kedepan nya? Langkah apa yang akan coba dilakukan untuk
meminimalkan hal tersebut
- Saran alternatif di berikan adalah meningkatkan kinerja pelayanan, dimana bila kinerja
ditingkatkan maka dana kapitasi pun akan besar.
Alternatif kedua untuk mengatasi yang kritis point dalam implementasi BPJS/JKN adalah
mengurangi biaya operasional.
Alternatif ketiga untuk mengatasi titik kritis dalam implementasi BPJS/JKN adalah membeli
perangkat lunak e-budgeting, yang diterapkan oleh Puskesmas atau di BPJS.
Alternatif keempat dalam upaya menekan defisit, dengan menambahkan staf akuntansi
yang fokus pada pembukuan akuntansi, agar tidak ada kesalahan posting. Dalam upaya mencapai
visi dan misi dari Pusat Kesehatan Ngaliyan, Pusat Kesehatan Ngaliyan diharapkan dapat
menerapkan hasil analisa SWOT ini.

Anda mungkin juga menyukai