Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH HADIS MAUDHU’i

Hadis Mendidik Anak dengan Adab dan Ajaran Islam

Makalah ini disusun guna meme nuhi Tugas Ujian Akhir Semester pada Mata
Kuliah:

Hadis Maudhu’i

Dosen Pengampu:

Sofyan Effendi. S. Th.i, M.A

Oleh:

Putri Sintya Fortuna (17210877)

IAT VA

FAKULTAS USHULUDDIN

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


INSTITUT ILMU ALQUR’AN JAKARTA
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Hadis
Maudhui’.

Umat Muslim memiliki dua pedoman untuk menjalankan hidup yaitu Al-
Qur’an dan As-Sunnah (hadis). Hadis yakni merupakan perkataan, perbuatan, dan
taqrir atas Nabi Muhammad SAW, dengan dijadikan untuk pedoman hidup maka
hadis ini mengandung banyak aturan. Aturan dalam berkehidupan sosial,
karenanya diperlukan pembelajaran dan pendidikan mendalam mengenai hadis
untuk perefleksiannya dalam menjalani kehidupan dunia.

Dalam penyusunan tugas ini, tidak banyak sekali hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari bapak/ibu dosen dan
juga orang tua, sehingga kendala-kendala yang dihadapi penulis teratasi.

Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


pendidikan anak dalam agama islam yang benar, di dalamnya penulis menyajikan
berdasarkan dari sebuah buku yang ada dan mempersingkatnya untuk mencari
informasiyang penting. Tugas ini disusun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang dating dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT.
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga tugas makalah ini dapat memeberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswi
IIQ. Saya sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, saya meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah
saya di masa yang akan dating dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Jakarta,
30
Okt
obe
r
201
9

Pen
yus
un
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan karakter adalah penamanan nilai dasar dengan
pembelajaran dan pendampingan sehingga anak sebagai individu mampu
memahami, mengalami, dan mengintegrasikan nilai yang menjadi masalah
utama dalam kepribadian nya. Masa dini merupakan waktu yang sangat
brilian dalam proses pembentukan karakter, karena usia dini adalah masa
dimana anak-anak banyak menyerap pengetahuan untuk diaplikasikan di
masa mendatang.
Kita lihat karakter anak bangsa pada era ini, kelakuan anak-anak zaman
sekarang yang jauh dari perilaku pada anak semestinya yang perlu ajaran
islam serta mengenai adabnya.
Untuk menanggulangi kejadian tersebut peran pendidikan
keislaman atau penanaman nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan sehari-
hari bisa menjadi salah satu alternatif dalam pembentukan karakter. Salah
satu cabang keislaman yang dapat diajarkan adalah hadis. Tujuan
pengajaran hadis pada anak usia dini adalah membentuk dan
mengembangkan kepribadian dan karakter yang baik.

Karena itu, penulis akan menggali khasanah keilmuan pendidikan


dalam wawasan (cara pandang) Islam, baik dari segi pengertian, tujuan
ataupun rung lingkup pendidikan dan mendidik anak sejak dini menurut Al-
Qur’an dan Hadis. Jadi, bagaimana peran orang tua dan terhadap
pendidikan dan mendidik anak usia dini?

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mendidik anak yang benar dan sesuai dengan aturan
dan syariat agama Islam serta hadis sebagai rujukan awal?
2. Bagaimana menyiapkan suatu individu agar menyembah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan Ikhlas dari lubuk hatinya sendiri?
C. Tujuan
1. Untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian dan karakter
yang baik
dan menjalakan serta menerapkan hadis Rasulullah
2. Mendidik anak yang benar sesuai dengan syariat agama Islam yang
berpedoman dengan Al-Qur’an dan Hadis
3.
4.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Mempersiapkan kematangan karakter anak

Salah satu tujuan diturunkannya agama Islam adalah memeperbaiki akhlak


manusia. Akhlak hanya dapat diperbaiki dengan proses pendidikan, baik secara
formal maupun informal. Betapa pentingnya pendidikan sehingga ayat yang
pertama kali diturunkan oleh Allah ialah perintah Allah kepada manusia untuk
membaca, membaca semua fenomena yang terjadi di alam semesta. Konsep
membaca hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Adapun tujuan
pendidikan menurut Islam adalah seseorang agar dapat memahami semua
kekuasaan Allah yang tersirat lagi tersurat dan segala perintah-laranganNya.

Mengkaji makna pendidikan anak menurut Islam (Al-Qur’an dan Hadis)


dengan berbagai aspek merupakan kewajiban setiap muslim, mempelajari
berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah maupun muamalah itu semua merupakan
bentuk rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam yang sesuai dengan pedoman
Al-Qur’an dan Hadis.

Dalam Islam, pembangunan karakter merupakan masalah yang mendasar


untuk membentuk umat yang berkarakter. Pembangunan karakter dibentuk
melalui pembinaan akhlakul karimah (akhlak mulia) yakni upaya transformasi nilai-
nilai qur’ani kepada anak yang lebih menekankan aspek afektif atau wujud nyata
dalam amaliyah seseorang. Selain itu, Islam melihat bahwa identitas dari manusia
pada hakikatnya adalah akhlak yang merupakan potret dari kondisi batin
seseorang yang sebenarnya.1
1
Johnasyah. Pendidikan Karakter Dalam Islam Kajian dari Aspek Metodologis. (Jurnal Ilmiah Islam
Futura, 2011). h. 86.
Tema-tema pendidikan yang lebih spesifik lagi bila dibandingkan dengan
tema Hadis yang dikemukakan sebelumnya, adalah tentang pendidikan anak.
Namun tema ini pun masih bersifat gagasan umum. Hal ini bisa dimengerti karena
kondisi sosial pada masa awal Islam masih belum disadari arti pentingnya
pendidikan itu.2
Jika dikaitkan dengan kajian keilmuan kontemporer, misalnya ilmu
Psikologi, akan bertautan dan saling menguatkan. Misalnya, menurut psikologi,
anak pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor yang terintegrasi yaitu
pembawaan dan lingkungan. Sementara menurut hadis di atas ditegaskan bahwa
anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga terutama pihak orangtuanya. Di
sini faktor pembawaan atau watak anak yang diturunkan oleh orangtuanya itu
sebenarnya sudah tercakup. Namun demikian, dalam kajian Islam bahwa faktor-
faktor pembawaan maupun faktor-faktor dari luar kedua-duanya dapat
berpengaruh pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Pengakuan Islam terhadap adanya faktor keturunan ini bahkan, Al-Qur’an
membicarakan pula tentang pengaruh keturunan dalam proses kejadian,
pertumbuhan dan perkembangan anak. Al-quran mengisahkan bagaimana Allah
mengutamakan keluarga Ibrahim dari sekalian alam sebagai hasil dari keturunan
yang saleh yang terus turun pada generasi berikutnya.3
Nabi Nuh mendoakan bagi kebinasaan kaumnya yang kafir itu, karena mereka
tidak memberi keturunan kecuali orang kafir.
ِ ِ ِ ‫ب اَل تَ َذر علَى اأْل َر‬
َ ‫ض م َن الْ َكاف ِر‬
26: ‫ين َديَّ ًارا نوح‬ ْ َ ْ ِّ ‫وح َّر‬
ٌ ُ‫ال ن‬
َ َ‫َوق‬

ِ َ‫اد َك واَل يلِ ُدوا إِاَّل ف‬ ِ ِ


27 : ‫اج ًرا َك َّف ًارا[نوح‬ َ َ َ َ‫ك إِن تَ َذ ْرُه ْم يُضلُّوا عب‬
َ َّ‫إِن‬

2
Ali, N. Kependidikan Islam dalam Perspektif Hadis Nabi. (Jurnal Penelitian Agama, 2008).
h. 117.

3
Mushaf Al-Qur’an Al Mumayyaz, Surah. Ali Imran:34 hal.50
“Nuh berkata: Ya Tuhanku! Janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara
orang-orang kafir itu tinggal di bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka
tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak
akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat yang sangat kafir” (QS. Nuh:
26-27).4

B. Metode mendidik anak dan penerapan

Maka dari itu dalam hal ini Allah Swt. begitu tegas mengatakan bahwa
manusiadan suci. Kemuliaan manusia di sisi-Nya bukan diukur dengan nasab, harta
maupun fisik, melainkan kemuliaan yang secara batin memiliki kualitas keimanan
dan mampu memancarkannya dalam bentuk sikap, perkataan dan perbuatan.
Oleh karena itu, perlu menerapkan metode-metode dalam mendidik anak dengan
mengaplikasikan nilai-nilai islami dalam kehidupan.

1. Membekali Tauhid/Aqidah yang baik


Tauhid merupakan sesuatu yang sangat penting dalam persoalan
pendidikan anak. Maka sepatutnya setiap orangtua juga harus
menanamkan keimanan yang kuat kepada putra-putrinya, karena iman
itulah yang akan membentuk benteng di manapun mereka berada serta
dalam kondisi apapun. Adakan dialog Qur’ani dan nabawi. Maksud dialog
dalam metode ini adalah pembicaraan diantara dua orang atau lebih
melalui tanya jawab yang didalamnya ada kesatuan inti pembicaraan.
Sehingga dialog berperan sebagai jembatan yang menghubungkan
pemikiran antarmanusia. Ada beberapa bentuk dialog dalam Alquran,
yaitu khitabi, ta'abuddi, deskriptif, naratif, argumentatif, dan nabawiyah.

4
Mushaf Al-Qur’an Al Mumayyaz, Surah. Nuh:26-27 hal.570
Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka
mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam
semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar
mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan. Ajarkanlah
Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah
anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya;
ِ ‫الشر َك لَظُل‬ ِ ِ ِ ِ ‫اِل‬
‫يم‬
ٌ ‫ْم َعظ‬
ٌ ْ ِّ ‫ال لُْق َما ُن بْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا ُبنَ َّي اَل تُ ْش ِر ْك بِاللَّه ۖ إِ َّن‬
َ َ‫َوإِ ْذ ق‬
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia
memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau
memperskutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezhaliman yang besar.’” [Luqman: 13]5
2. Mendidik agar berbakti kepada kedua orangtua
Nasihat kepada anak untuk berbakti kepada orangtua sering kali diulang
dalam Al-Qur’an dan Hadis sedangkan nasihat kepada orangtua untuk
berbuat baik kepada anak itu sangat sedikit. Demikian dikarenakan fitrah
orang tua mengayomi dan menyayangi anaknya.

ٍ ‫شا ٍر أَ ْخبرنَا يحيى بن س ِع‬


‫يد أَ ْخَب َرنَا َب ْه ُز بْ ُن َح ِك ٍيم َح َّدثَنِي أَبِي َع ْن‬ َّ َ‫َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن ب‬
َ ُ ْ َْ َ ََ
‫ال‬
َ َ‫َجدِّي ق‬

‫ال‬
َ َ‫ْت ثُ َّم َم ْن ق‬
ُ ‫ال ُقل‬
َ َ‫ك ق‬
َ ‫ال أ َُّم‬
َ َ‫ْت ثُ َّم َم ْن ق‬
ُ ‫ال ُقل‬
َ َ‫ك ق‬ َ َ‫ول اللَّ ِه َم ْن أ ََب ُّر ق‬
َ ‫ال أ َُّم‬ َ ‫ْت يَا َر ُس‬
ُ ‫ُقل‬
َ ‫ب فَاأْل َق َْر‬
‫ب‬ َ ‫اك ثُ َّم اأْل َق َْر‬
َ َ‫ال ثُ َّم أَب‬
َ َ‫ْت ثُ َّم َم ْن ق‬
ُ ‫ال ُقل‬
َ َ‫ك ق‬
َ ‫أ َُّم‬

‫يسى‬ ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫َّر َد ِاء ق‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ال َوفي الْبَاب َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة َو َع ْبد اللَّه بْ ِن َع ْم ٍرو َو َعائ َشةَ َوأَبِي الد‬
ِ َ َ‫ق‬

ٌ ‫ي َو َه َذا َح ِد‬
ُ‫يث َح َس ٌن َوقَ ْد تَ َكلَّ َم ُش ْعبَة‬ ُّ ‫َوَب ْه ُز بْ ُن َح ِك ٍيم ُه َو أَبُو ُم َعا ِويَةَ بْ ُن َح ْي َدةَ الْ ُق َش ْي ِر‬
5
Mushaf Al-Qur’an Al Mumayyaz, Surah. Luqman:13 hal.411
‫اد بْ ُن‬
ُ ‫ي َو َح َّم‬ ِ ‫فِي ب ْه ِز بْ ِن ح ِك ٍيم و ُهو ثَِقةٌ ِع ْن َد أ َْه ِل الْح ِد‬
ُّ ‫يث َوَرَوى َع ْنهُ َم ْع َم ٌر َوالث َّْوِر‬ َ َ َ َ َ
‫اح ٍد ِم ْن اأْل َئِ َّم ِة‬
ِ ‫سلَمةَ وغَير و‬
َ ُْ َ َ َ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah
mengabarkan kepada kami Yahya bin Sa'id, telah mengabarkan kepada
kami Bahz bin Hakim, telah menceritakan kepadaku bapakku dari kakekku
ia berkata; Aku bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih berhak
aku pergauli dengan baik? beliau menjawab: Ibumu. Kutanyakan lagi, Lalu
siapa lagi? beliau menjawab: Ibumu. Aku bertanya lagi, Siapakah lagi?
beliau menjawab: Ibumu. Aku bertanya lagi, Siapakah lagi? beliau
menjawab: Ibumu. Aku bertanya lagi, Siapakah lagi? beliau baru
menjawab: Kemudian barulah bapakmu, kemudian kerabat yang paling
terdekat yang terdekat. Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu
Hurairah, Abdullah bin Amr, Aisyah dan Abu Darda`. Abu Isa berkata; Ini
adalah hadits hasan. Syu'bah telah memberikan komentar tentang Bahz
bin Hakim bahwa ia adalah seorang yang Tsiqqah menurut para Ahli
hadits. Ma'mar, Ats Tsauri dan Ma'mar bin Salamah serta imam-imam
yang lain telah meriwayatkan hadits darinya.

َّ ‫ي َع ْن َع ْب ِد‬
‫الر ْح َم ِن بْ ِن أَبِي بَ ْك َرةَ َع ْن‬ ِِ ِ ِ
ُ ‫َح َّدثَني إِ ْس َحا ُق َح َّد َثنَا َخال ٌد ال َْواسط ُّي َع ْن ال‬
ِّ ‫ْج َريْ ِر‬
َ َ‫ض َي اللَّهُ َع ْنهُ ق‬
‫ال‬ ِ ‫أَبِ ِيه ر‬
َ

‫ول اللَّ ِه‬َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أَاَل أَُنبِّئُ ُك ْم بِأَ ْكبَ ِر الْ َكبَائِ ِر ُقلْنَا َبلَى يَا َر ُس‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ق‬
َ ‫الزوِر َو َش َه‬ ِ ِ ِ َّ ِ ُ ‫ال اإْلِ ْشر‬
ُ‫ادة‬ ُّ ‫ال أَاَل َو َق ْو ُل‬
َ ‫س َف َق‬ َ َ‫اك بالله َوعُ ُقو ُق ال َْوال َديْ ِن َوَكا َن ُمتَّكئًا فَ َجل‬ َ َ َ‫ق‬
‫ت‬
ُ ‫ْت اَل يَ ْس ُك‬ َ ‫الزوِر فَ َما َز‬
ُ ‫ال َي ُقول َُها َحتَّى ُقل‬ َ ‫الزوِر َو َش َه‬
ُّ ُ‫ادة‬ ُّ ‫الزوِر أَاَل َو َق ْو ُل‬
ُّ

Telah menceritakan kepadaku Ishaq telah menceritakan kepada kami


Khalid Al Wasithi dari Al Jurairi dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari
Ayahnya radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Tidak maukah aku beritahukan kepada kalian
sesuatu yang termasuk dari dosa besar?” Kami menjawab; Tentu wahai
Rasulullah. Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua
orang tua.” ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu
melanjutkan sabdanya: “Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan
dusta dan kesaksian palsu.” Beliau terus saja mengulanginya hingga saya
mengira beliau tidak akan berhenti.

‫ب َع ْن َوَّر ٍاد َع ْن ال ُْم ِغ َيرِة بْ ِن‬


ِ َّ‫صوٍر َع ْن ال ُْم َسي‬ ٍ ‫َح َّد َثنَا َس ْع ُد بْ ُن َح ْف‬
ُ ‫ص َح َّد َثنَا َش ْيبَا ُن َع ْن َم ْن‬
َ‫ُش ْعبَة‬

ِ ‫ات وم ْنعا و َه‬


‫ات‬ ِ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ً َ َ ‫ال إِ َّن اللَّهَ َح َّرَم َعلَْي ُك ْم عُ ُقو َق اأْل َُّم َه‬ َ ‫َع ْن النَّبِ ِّي‬
ِ ‫اعةَ الْم‬ َ ِ‫الس َؤ ِال َوإ‬ ِ ِ
‫ال‬ َ َ‫ض‬ ُّ َ‫ال َوَك ْث َرة‬
َ َ‫يل َوق‬ َ ‫َوَوأْ َد الَْبنَات َوَك ِرهَ لَ ُك ْم ق‬
Telah menceritakan kepada kami Sa'd bin Hafsh telah menceritakan kepada
kami Syaiban dari Manshur dari Al Musayyib dari Warrad dari Al Mughirah
bin Syu'bah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada kedua
orang tua, tidak suka memberi namun suka meminta-minta dan mengubur
anak perempuan hidup-hidup. Dan membenci atas kalian tiga perkara,
yaitu; suka desas-desus, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.

3. Mengajari anak sholat dan membaca Al-Qur’an


Hadis mendidik anak usia dini terkait shalat diriwayatkan oleh Amar bin
Syu'aib:
Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang
tua kepada anaknya. Shalat merupakan tiang agama, jika seseorang
melalaikannya niscaya agama ini tidak bisa tegak pada dirinya. Shalat ini
pulalah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah di akhirat. Untuk itulah,
hendaknya orang tua dengan tiada bosan senantiasa memberikan contoh
dengan shalat di awal waktu dengan berjama’ah di masjid, mengajaknya
serta menanyakan kepada anaknya apakah dia telah menunaikan shalatnya
ataukah belum.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


ْ ‫ َوا‬،‫الصـالَ ِة َو ُه ْم أ َْبنَاءُ َس ْب ِع ِسنِْي َن‬
،‫ َو ُه ْم أ َْبنَاءُ َع ْش ٍر‬،‫ض ِرُب ْو ُه ْم َعلَْي َها‬ َّ ِ‫ُم ُـرْوا أ َْوالَ َد ُك ْم ب‬
ِ‫ض‬
‫اج ِع‬ َ ‫و َف ِّرُق ْوا َب ْيَن ُه ْم فِي ال َْم‬.
َ
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah
berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah
tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).” Hadits hasan:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 495), Ahmad (II/180, 187) dengan
sanad hasan, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya
radhiyallaahu ‘anhum. dalam kitab sholat, Ahmad (II/180, 187) dengan
sanad hasan]

ُّ ‫ك َع ْن َع ِام ِر بْ ِن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن‬


‫الزَب ْي ِر َع ْن َع ْم ِرو‬ ٌ ِ‫ال أَ ْخَب َرنَا َمال‬
َ َ‫ف ق‬ ِ
ُ ُ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّه بْ ُن ي‬
َ ‫وس‬
ِّ ‫صا ِر‬
‫ي‬ َ َ‫الزَرقِ ِّي َع ْن أَبِي َقت‬
َ ْ‫اد َة اأْل َن‬ ُّ ‫بْ ِن ُسلَْي ٍم‬

ِ ‫ت َزْينَب بِْن‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫َن رس‬


‫ت‬ َ َ ‫صلِّي َو ُه َو َحام ٌل أ َُم َامةَ ب ْن‬ َ ُ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َكا َن ي‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫أ‬
ٍ ‫اص بْ ِن َربِ َيعةَ بْ ِن َع ْب ِد َش ْم‬
‫س فَِإذَا َس َج َد‬ ِ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َوأِل َبِي ال َْع‬ ِ ِ ‫رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ
َ َ‫ض َع َها َوإِذَا ق‬
‫ام َح َملَ َها‬ َ ‫َو‬
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah
mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amir bin 'Abdullah bin Az Zubair
dari 'Amru bin Sulaim Az Zuraqi dari Abu Qatadah Al Anshari, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat dengan
menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Dan menurut riwayat Abu Al 'Ash bin Rabi'ah bin 'Abdu Syamsi,
ia menyebutkan, Jika sujud beliau letakkan anak itu dan bila berdiri beliau
gendong lagi.
Hadis tentang mencintai nabi dan al-qur’an:
‫ اَد ُِّب ْوا اَ ْواَل َد ُك ْم‬ : ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ‫َعن َعلِ ٍّي ر‬
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ َ‫ق‬  : ‫ال‬ َ َ‫ض َي اهللُ َع ْنهُ ق‬ َ ْ
‫َن فَِإ َّن َح ْملَةَ الْ ُق ْرأَ ُن فِ ْي‬ ِ ‫ب اَ ْه ِل ب ْيتِ ِه و قِرأَةُ الْ ُقرأ‬
ِّ ‫ب نَبِيِّ ُك ْم َو ُح‬
ِّ ‫ ُح‬: ‫ال‬ ٍ‫ص‬ ِ ِ
ْ َ َ َ َ ‫َعلَى ثَاَل ث خ‬
‫(رَواهُ الد َّْيلَ ِم‬ ِِ ِ ْ َ‫اهلل يوم اَل ِظلٌّ ِظلَّهُ مع اَنْبِيائِِه وا‬ ِ ِ
َ ‫صفيَائه‬ َ َ ََ َ ْ َ ‫ظ ِّل‬ 
Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Didiklah anak-anak
kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan
keluarganya serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang
menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah,
diwaktu tidak ada lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan
kekasihnya” (H.R Ad-Dailami)

Mengajak isteri dan anak kita untuk melaksanakan shalat di awal


waktu, merupakan salah satu perintah dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk tetap sabar
dalam menunaikan kewajiban ini, termasuk sabar dalam mengingatkan
isteri dan anak kita untuk tetap menegakkannya.

4. Mendidik anak perempuan dengan penuh penjagaan sesuai syariat


Hadis mendidik anak perempuan diriwayatkan dari Aisyah
radhiyallahuanha, ia berkata;

‫َلتنِى َفلَ ْم تَ ِج ْد ِع ْن ِدى َش ْيئًا‬ ِ َ‫جاءتْنِى ْامرأَةٌ و مع َها ْابنَت‬


ْ ‫ان ل ََهافَ َسأ‬ ََ َ َ ََ

ْ ‫َم تَأْ ُك ْل ِم ْن َها َش ْيئًاثُ َّم قَ َام‬


‫ت‬ ِ ٍ
َ َّ‫غَْي َرة َواح َدةًفَأَ ْعطَْيُت َهاإِي‬
ْ ‫اهافَأَ َخ َذ ْت َها َف َق َس َم ْت َها َب ْي َن ْابنََت ْي َها َول‬

َ ‫ فَ َح َّد ْثتُهُ َح ِد ْي َث َها َف َق‬-‫ صلى اللّه عليه وسلّم‬-‫اها فَ َد َخ َل َعلَ َّى النَّبِ ُّى‬
‫ النَّبِ ُّى‬.‫ال‬ َ َ‫ت َو ْابنَت‬
ْ ‫فَ َخ َر َج‬

.‫َح َسنَِإل َْي ِه َّن ُك َّن لَهُ ِس ْت ًرا ِم َن النّا ِر‬ ٍ ِ َ‫< م ِن ْابتُلِى ِمن الْبن‬-‫صلى اللّه عليه وسلّم‬
ْ ‫ات بِ َش ْىءفَأ‬ َ َ َ َ

‫رواه مسلم‬
"Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa 2 anak
perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak
mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Kemudian aku berikan
sebuah kurma tersebut padanya. Wanita tersebut menerima kurmanya
dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya,
sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Lalu wanita itu bangkit dan
keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi shalallahualaihi wasallam
datang dan aku bercerita "Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak
perempuan, kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak
perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka akan
peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda: (H.R Muslim 2629)

ِ ‫ح َّد َثنَا ُقَتيبةُ ح َّد َثنَا َعب ُد الْع ِزي ِز بن مح َّم ٍد َعن سهي ِل ب ِن أَبِي صالِ ٍح َعن س ِع‬
‫يد بْ ِن َع ْب ِد‬ َ ْ َ ْ َُْ ْ َ ُ ُْ َ ْ َ َْ َ
ٍ ‫الرحم ِن َعن أَبِي س ِع‬
ِّ ‫يد الْ ُخ ْد ِر‬
‫ي‬ َ ْ َ ْ َّ
ٍ َ‫ث بن‬ ِ ‫ال اَل ي ُكو ُن أِل‬ ِ ِ َ ‫َن رس‬
‫ث‬
ُ ‫ات أ َْو ثَاَل‬ َ ُ ‫َحد ُك ْم ثَاَل‬
َ َ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫أ‬
ِ ٍ
َ ‫أَ َخ َوات َفيُ ْحس ُن إِل َْي ِه َّن إِاَّل َد َخ َل ال‬
َ‫ْجنَّة‬

‫يسى‬ ِ ٍ َّ‫س َو َجابِ ٍر َوابْ ِن َعب‬ٍ َ‫ال َوفِي الْبَاب َع ْن َعائِ َشةَ َوعُ ْقبَةَ بْ ِن َع ِام ٍر َوأَن‬
َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫اس ق‬ َ َ‫ق‬
ٍ َ‫ك بْ ِن ِسن‬
ٍ َّ‫ان َو َس ْع ُد بْ ُن أَبِي َوق‬
‫اص ُه َو َس ْع ُد بْ ُن‬ ِ ِ‫اسمهُ س ْع ُد بْن مال‬ ُّ ‫يد الْ ُخ ْد ِر‬ٍ ‫وأَبو س ِع‬
َ ُ َ ُْ ‫ي‬ َ َُ
ِ َ‫ادوا فِي َه َذا اإْلِ سن‬
‫اد َر ُجاًل‬ ْ ُ ‫ب َوقَ ْد َز‬ ِ ِ‫مال‬
ٍ ‫ك بْ ِن ُو َه ْي‬ َ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada
kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Suhail bin Abu Shalih dari Sa'id bin
Abdurrahman dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian memiliki
tiga orang anak perempuan atau tiga orang saudara perempuan lalu
berbuat baik kepada mereka semua kecuali dia akan masuk surga.”
Hadits semakna diriwayatkan dari 'Aisyah, Uqbah bin Amir, Anas, Jabir
dan Ibnu Abbas. Berkata Abu 'Isa: Abu Sa'id Al Khudri bernama Sa'ad bin
Malik bin Sinan dan Sa'ad bin Abi Waqqash bernama Sa'ad bin Malik bin
Wuhaib. Dan mereka telah menambahkan seorang lelaki pada sanad ini.

‫يد بْ ُن َع ْب ِد ال َْع ِزي ِز َع ْن َم ْع َم ٍر َع ْن‬


ِ ‫ي ح َّد َثنَا َعب ُد الْم ِج‬
َ ْ
ِ
َ ُّ ‫َح َّد َثنَا ال َْعاَل ءُ بْ ُن َم ْسلَ َمةَ الَْب ْغ َداد‬
ْ ‫ي َع ْن عُ ْرَوَة َع ْن َعائِ َشةَ قَال‬
‫َت‬ ِّ ‫الزْه ِر‬
ُّ

ِ ٍِ ِ ِ ِ ُ ‫ال رس‬
َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َم ْن ْابتُل َي بِ َش ْيء م ْن الَْبنَات ف‬
‫صَب َر َعلَْي ِه َّن ُك َّن‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ق‬
‫لَهُ ِح َجابًا ِم ْن النَّا ِر‬

ٌ ‫يسى َه َذا َح ِد‬


‫يث َح َس ٌن‬ ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬
َ َ‫ق‬

Telah menceritakan kepada kami Al Ala` bin Maslamah Al Baghdadi, telah


menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Abdul Aziz dari Ma'mar dari
Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diuji dengan tiga orang anak
wanita lalu ia bersabar atasnya, niscaya ketiganya akan menjadi hijab
baginya dari api neraka.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan.

‫اس ِط ُّي َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن عَُب ْي ٍد ُه َو الطَّنَافِ ِس ُّي َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد‬
ِ ‫ح َّد َثنَا مح َّم ُد بن وِزي ٍر الْو‬
َ َ ُْ َ ُ َ
ٍ ِ‫س بْ ِن مال‬ ِ ِ ِ َّ ‫بن َعب ِد الْع ِزي ِز‬
‫ال‬
َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫ك َع ْن أَن‬ َ ِ َ‫الراسبِ ُّي َع ْن أَبِي بَ ْك ِر بْ ِن عَُب ْيد اللَّه بْ ِن أَن‬ َ ْ ُْ

‫ْجنَّةَ َك َهاَت ْي ِن‬ َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َع‬


ُ ‫ال َجا ِرَيَت ْي ِن َد َخل‬
َ ‫ْت أَنَا َو ُه َو ال‬
ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ق‬
‫ُصُب َع ْي ِه‬
ْ ‫َوأَ َش َار بِأ‬

‫يب ِم ْن َه َذا ال َْو ْج ِه َوقَ ْد َرَوى ُم َح َّم ُد بْ ُن عَُب ْي ٍد َع ْن‬ٌ ‫يث َح َس ٌن غَ ِر‬ ٌ ‫يسى َه َذا َح ِد‬ ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬
َ َ‫ق‬
‫ال َع ْن أَبِي بَ ْك ِر بْ ِن عَُب ْي ِد اللَّ ِه بْ ِن‬
َ َ‫اد و ق‬ ِ َ‫يث بِه َذا اإْلِ سن‬
ْ
ِ ِ ِ
َ ٍ ‫ُم َح َّمد بْ ِن َع ْبد ال َْع ِزي ِز غَْي َر َحد‬
ٍ َ‫يح ُه َو عَُب ْي ُد اللَّ ِه بْ ُن أَبِي بَ ْك ِر بْ ِن أَن‬
‫س‬ ِ َّ ‫س و‬
ُ ‫الصح‬ َ ٍ َ‫أَن‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wazir Al Wasithi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Ath Thannafisi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz Ar Rasibi dari Abu
Bakr bin Ubaidullah bin Anas bin Malik dari Anas ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang memelihara
dua orang anak wanita, maka aku dan ia akan masuk ke dalam surga
seperti kedua (jari) ini. Beliau sambil memberi isyarat dengan kedua jari
telunjuknya.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan gharib. Dan
Muhammad bin Ubaid telah meriwayatkan dari Muhammad bin Abdul
Aziz selain hadits ini dan dengan isnad ini dan ia menyebutkan; Dari Abu
Bakr bin Ubaidullah bin Anas. Yang shahih, ia adalah Ubaidullah bin Abu
Bakr bin Anas.

َ‫ب َع ْن َجابِ ِر بْ ِن َس ُم َرة‬ ِ ‫اص ٍح َعن ِسم‬


ٍ ‫اك بْ ِن َح ْر‬ ِ َ‫ح َّد َثنَا ُقَت ْيبةُ ح َّد َثنَا ي ْحيى بْن ي ْعلَى َعن ن‬
َ ْ ْ َُ َ َ َ َ َ
‫ال‬َ َ‫ق‬

ِ ِ ِ ُ ‫ال رس‬
‫ص َّد َق‬
َ َ‫الر ُج ُل َولَ َدهُ َخ ْي ٌر م ْن أَ ْن َيت‬ َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أَل َ ْن ُي َؤد‬
َّ ‫ِّب‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ق‬
َ ِ‫ب‬
‫ص ٍاع‬

‫س ِع ْن َد أ َْه ِل‬ ِ ِ ِ ٌ ‫يسى َه َذا َح ِد‬ ِ


َ ‫يب َونَاص ٌح ُه َو أَبُو ال َْعاَل ء ُكوف ٌّي ل َْي‬ ٌ ‫يث غَ ِر‬ َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫ق‬
ٌّ ‫ص ِر‬
‫ي‬ ْ َ‫اص ٌح َش ْي ٌخ آ َخ ُر ب‬ ِ َ‫يث إِاَّل ِمن َه َذا الْو ْج ِه ون‬ ُ ‫ْح ِد‬ ِ ‫الْح ِد‬
ِّ ‫يث بِالْ َق ِو‬
َ َ ْ َ ‫ف َه َذا ال‬ ُ ‫ي َواَل ُي ْع َر‬ َ
‫ت ِم ْن َه َذا‬ ُ َ‫َي ْر ِوي َع ْن َع َّما ِر بْ ِن أَبِي َع َّما ٍر َوغَْي ِرِه ُه َو أَْثب‬
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Ya'la dari Nashih dari Simak bin Harb dari Jabir bin
Samurah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Seseorang yang mengajari anaknya tentang kebaikan adalah lebih baik
baginya daripada ia bersedekah sebanyak satu sha'.” Abu Isa berkata; Ini
adalah hadits gharib. Nashih adalah Abul Ala` Kufi, menurut Ahli hadits ia
bukanlah termasuk rawi yang kuat. Dan hadits ini tidak diketahui kecuali
dari jalur ini. Sedangkan Nashih adalah seorang syaikh yang lain, ia
berasal dari Basrah dan meriwayatkan dari Ammar bin Abu Ammar dan
juga selainnya, dan ia lebih kuat dari pada yang ini.
5. Mendidik anak dengan sifat keteladanan6
Sifat ini ialah salah satu metode yang efektif dalam mendidik anak. Tanpa
keteladanan orang tua akan sulit mendapatkan ketaatan muthlak dari
anaknya. Rasul sebagainya yang dinyatakan Alquran adalah suri tauladan
dalam setiap detik kehidupan beliau. Beliau mengajar dengan memberi
contoh atau teladan.

6. Mendidik anak dengan mengambil ibrah dan mau'izzah


Dengan cara ini anak diajak untuk bisa mengambil setiap pelajaran atau
hikmah dari setiap peristiwa kehidupan yang dialami anak.

ِ ِ ِ َ ‫صر بْن َعلِ ٍّي الْج ْه‬


ُ ُّ‫ضم ُّي َح َّد َثنَا َعام ُر بْ ُن أَبِي َعام ٍر الْ َخ َّز ُاز َح َّد َثنَا أَي‬
‫وب بْ ُن‬ َ ُ ُ ْ َ‫َح َّد َثنَا ن‬
ِ ‫موسى َعن أَبِ ِيه َعن جد‬
‫ِّه‬ َ ْ ْ َ ُ
ٍ ‫ضل ِم ْن أ ََد‬ ِ ِ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫أ‬
‫ب‬ َ َ ْ‫ال َما نَ َح َل َوال ٌد َولَ ًدا م ْن نَ ْح ٍل أَف‬
‫َح َس ٍن‬

‫يث َع ِام ِر بْ ِن أَبِي َع ِام ٍر الْ َخ َّزا ِز‬


ِ ‫يث غَ ِريب اَل َن ْع ِرفُهُ إِاَّل ِمن ح ِد‬
َ ْ ٌ ٌ ‫يسى َه َذا َح ِد‬ ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬َ َ‫ق‬
‫يد بْ ِن‬ِ ‫وهو َع ِامر بن صالِ ِح ب ِن رستُم الْ َخ َّز ُاز وأَيُّوب بن موسى هو ابن َعم ِرو ب ِن س ِع‬
َ ْ ْ ُ ْ َُ َ ُ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ ُ َُ َ
ٌ ‫اصي َو َه َذا ِع ْن ِدي َح ِد‬
‫يث ُم ْر َس ٌل‬ ِ ‫الْع‬
َ
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami, telah
menceritakan kepada kami Amir bin Abu Amir Al Khazzar, telah
menceritakan kepada kami Ayyub bin Musa dari bapaknya dari kakeknya
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada
suatu pemberian seorang ayah kepada anaknya yang lebih utama dari
pada adab (akhlak) yang baik.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits gharib,
6
N, Hartini. Metodologi Pendidikan Anak dalam Pandangan Islam.( Ta'lim, 2011). h. 39-40.
kami tidak mengetahuinya kecuali dari haditsnya Amir bin Abu Amir Al
Khazzar, ia adalah Amir bin Shalih bin Rustum Al Khazzar. Sedangkan
Ayyub bin Musa adalah Ibnu Amr bin Sa'id bin Al Ash. Dan menurut saya,
ini adalah hadits Mursal.

7. Mendidik anak dengan targhib dan tarhib


Istilah lain dari kata di atas adalah reward and punishment. Melalui
pembelajaran ini anak akan mengetahui konsekuensi dari setiap
keputusan dan perbuatan yang diambil.
8. Memperdengarkan ucapan-ucapan yang baik
9. Membiasakan anak membaca doa-doa
10. Menanamkan sifat pengasih
Seperti menyebarkan satu kebaikan yang telah didapat oleh si anak
kemudian sedekahkan dengan ikhlas bisa berupa uang atau ilmu yang
bermanfaat.
Beberapa prinsip pendidikan seperti itu jika ditelusuri dari perkembangan
Islam awal seperti yang ditunjuki oleh hadis Nabi, meski masih sangat
umum, Nabi telah banyak membicarakannya. Misal; beberapa prinsip
dasar tentang mencari ilmu maupun petunjuk menyampaikan suatu ilmu
yang merupakan bagian dari proses pendidikan itu antara lain temukan
dalam hadis-hadis sebagai berikut:

ُّ ‫ضا ِم ْن‬
‫الد ْنيَا مَلْ جَيِ ْد‬ ِ ‫صي‬ ِ ِ ِ ِ ِِ ‫ِ مِم‬
ً ‫ب بِه َعَر‬
َ ْ ُ‫َن َت َعلَّ َم ع ْل ًما َّا يُْبَتغَى به َو ْجهُ اللَّه الَ َيَت َعلَّ ُمهُ إالَّلي‬
ْ‫م‬
‫ رواه امحد و ابو داود و ابن ماجه‬.‫ف اجْلَن َِّة‬
َ ‫َع ْر‬
7

“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang tidak untuk mencari keridhan


Allah, tapi hanya untuk mendapatkan nilai-nilai material dari kehidupan
duniawi, maka ia tidak akan mencium harumnya surga.”

7
https:// al-maktaba.org/
Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Menurut penilaian
Muhammad Ibn Shalih al-‘Utsaimin,8 yang mengutip penilaian Nashir al-
Din al-Albani hadis ini shahih, baik yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibn

Majah, maupun oleh Ahmad.

‫ي َع ْن أَبِي‬
ِّ ‫الزْه ِر‬ َّ ‫َح َّد َثنَا ابْ ُن أَبِي عُ َم َر َو َس ِعي ُد بْ ُن َع ْب ِد‬
ُّ ‫الر ْح َم ِن قَااَل َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن‬
َ َ‫َسلَ َمةَ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرةَ ق‬
‫ال‬

ِ
‫ال ابْ ُن أَبِي‬
َ َ‫ْح َس َن ق‬ َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو ُه َو ُي َقبِّ ُل ال‬ َ ‫س النَّبِ َّي‬ ٍ ِ‫ص َر اأْل َق َْرعُ بْ ُن َحاب‬
َ ْ‫أَب‬
‫ال‬َ ‫َح ًدا ِم ْن ُه ْم َف َق‬
َ ‫ْت أ‬
ُ ‫َد َع َش َرًة َما َقَّبل‬ ِ ‫ال إِ َّن لِي ِمن الْول‬
َ ْ َ ‫ْح َس َن َف َق‬ َ ‫ْح َس ْي َن أ َْو ال‬
ُ ‫عُ َم َر ال‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم إِنَّهُ َم ْن اَل َي ْر َح ُم اَل ُي ْر َح ُم‬ ِ ُ ‫رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ

َّ ‫يسى َوأَبُو َسلَ َمةَ بْ ُن َع ْب ِد‬ ِ ٍ َ‫ال َوفِي الْبَاب َع ْن أَن‬


َ َ‫س َو َعائِ َشةَ ق‬
ْ ‫الر ْح َم ِن‬
‫اس ُمهُ َع ْب ُد‬ َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫ق‬
ِ ‫يث حسن‬ ِ ٍ َّ ‫اللَّ ِه بْ ُن َع ْب ِد‬
‫يح‬
ٌ ‫صح‬ َ ٌ َ َ ٌ ‫الر ْح َم ِن بْ ِن َع ْوف َو َه َذا َحد‬
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Umar dan Sa'id bin Abdurrahman
keduanya berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri
dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata; Al Aqara' bin Habis pernah
melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencium Al Hasan, Ibnu Abu
Umar menyebutkan: Al Husain atau Al Hasan, maka ia pun berkata;
“Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak, namun tidak satu pun dari
mereka yang pernah kucium.” Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya siapa yang tidak mengasihi, maka ia
tidak akan dikasihi. Hadits semakna juga diriwayatkan dari Anas dan
Aisyah.” Abu Isa berkata; Abu Salamah bin Abdurrahman namanya adalah
Abdullah bin Abdurrahman bin Auf. Dan ini adalah hadits hasan shahih.

C. Aktualisasi Pendidikan Hadis Dalam Kehidupan Sehari-hari

8
Syariqah, Musthalah al-Hadis, (Saudi Arabia: Darl AlFatah al-Syariqah, 1994), h. 123.
Umat Islam dalam hidupnya harus berpedoman dengan Al-Qur‟an
dan Hadis, tapi banyak fakta yang tidak sesuai dengan apa yang mestinya
harus diamalkan dan dipraktikan. Kajian Living Hadis 9 dapat menjadi solusi
untuk masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan keagamaan.
Dalam Sosiologi10 diketahui bahwa media (Agen) Sosialisasi yang
paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya karakter setiap individu
ialah berikut ini:
1. Keluarga
Keluarga pasti menjadi faktor utama terhadap pembentukan
karakter setiap anak, karena keluarga ialah media pertama yang
mempunyai banyak waktu dengan setiap individual. Anak
dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia
hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT. Demikian
pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang
didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul
dengan mereka. Orang tua dapat mengajarkan anak-anak nya
berperilaku baik dengan cara menerangkan kandungan nilai-
nilai dalam hadis-hadis, atau memberikan contoh
pengaplikasiannya didasarkan pada suatu kisah-kisah Nabi
zaman dahulu.
2. Lingkungan
Lingkungan ini seperti sekitar pertemanan antar anak, entah
teman bermain an sebagainya. Penjelasan di atas juga termasuk
zona lingkungan karena masih satu cakupan.

9
Suryadilaga, M. A. Living Hadis dalam Tradisi Sekaar Makam. (Ar Risalah, 2013). h. 164.
10
Afwadzi, B. Membangun Integrasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Hadis Nabi. Jurnal Living Hadis,
(2016). h. 107.
Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena
sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada
perilaku dan akhlak anaknya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu


‘alaihi wa sallam:

‫َح ُد ُك ْم َم ْن يُ َخالِ ُل‬ ِِ ِ ِ


َ ‫ َفلَْي ْنظُْر أ‬،‫اَ َّلر ُج ُل َعلَى ديْ ِن َخل ْيله‬.
“Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka
hendaknya ia melihat dengan siapa dia berteman.”Hadits
shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi
(no. 2378), Ahmad (II/303, 334) dan al-Hakim (IV/171), dari
Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.

Apalagi kita mengetahui bahwa sesuatu yang jelek akan


mudah sekali mempengaruhi hal-hal yang baik, namun tidak
sebaliknya, terlebih dalam pergaulan muda-mudi seperti
sekarang ini yang cenderung melanggar batas-batas etika
seorang muslim. Mereka saling berkhalwat (berdua-duaan
antara lawan jenis), sehingga bisikan syaitan mudah sekali
menjerumuskan dirinya ke jurang kenistaan.

Atau pengaruh obat-obat terlarang yang dapat


menjadikan dirinya bergantung dan merasa ketagihan terhadap
obat-obat penenang yang diharamkan oleh Allah.
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan (NARKOBA) yang
dilakukan generasi muda kaum muslimin telah banyak
menjeremuskan mereka kepada kehinaan dan kesengsaraan.

Usaha yang telah kita curahkan beberapa tahun bisa


saja menjadi sia-sia hanya karena anak kita salah memilih
teman bermain atau teman di sekolah. Untuk itu, haruslah
diperhatikan akhlak teman anak kita, apakah temannya itu
memiliki pemahaman agama yang baik, apakah shalatnya baik,
apakah dia senan-tiasa nasihat-menasihati dan tolong-
menolong dalam kebajikan??
3. Sekolah
Guru mengemban amanah yang cukup besar dalam tugasnya
sebagai pendidik anak. Untuk itu sebagai seorang guru harus
memiliki kompetensi-kompetensi diantara Kompetensi tersebut
meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, sosial,
dan Kompetensi kepemimpinan. Pertimbangan tersebut
dimaksudkan agar usaha pendidikan tidak jatuh ketangan
orang-orang yang bukan ahlinya, yang dapat mengakibatkan
terkelolanya pendidikan secara amburadul. Kompetensi
kepribadian adalah kompetensi paling penting, karena
Kompetensi kepribadian guru bermuara ke dalam intern pribadi
guru.11
Di lingkungan sekolah jelas anak usia dini mendapat pendidikan
tentang hadis-hadis jika sekolah mereka berdasar keislaman,
maka Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang
handal. Mereka yang memiliki kepribadian Islam yang luhur,
punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi
pendidikan generasi serta cara-cara yang harus dilakukannya,
karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Pengajaran
mengenai teladan Nabi Muhammad bisa diterapkan dalam
sekolah dalam bentuk peraturan atau kode etik, seperti
misalnya pelarangan minum berdiri atau lainnya.
4. Media massa

11
Harmika. Urgensi Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Mengembangkan Pendidikan Karakter. (MTs Mursyidul Awwam Cenrana. Makassar. 2014). h. 31
Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang ditayangkan
dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi
penerbitan seluruh media cetak.
Hendaknya media menyajikan sajian atau ragam acara televisi
yang lebih mendidik dan berguna bagi pengembangan value
pada setiap individu. Seperti telah ada akhir-akhir ini penyajian
sinetron yang dikemas dengan mengaplikasikan nilai-nilai islami
yaitu tayangan “Malaikat Tak Bersayap” di stasiun televisi ANTV,
mereka menyajikan sinetron dengan diisi nasihat-nasihat yang
diambil dari ayat-ayat suci al-Qur‟an untuk bersikap sosial lebih
baik. ini perkembangan baik karena jarang sekali ditemukan
sinetron yang bersifat mendidik. Mungkin dapat dikembangkan
lebih baik lagi dengan menciptakan sinetron yang dilatar
belakangi pada kisah-kisah Nabi zaman dahulu.

Dengan menanamkan dan mengajarkan pendidikan hadis pada anak usia


dini di masa emas saat banyak nya pengetahuan diserap, memungkinkan bahwa
pengetahuan dan pemahaman anak akan keagamaan bertambah. Jika yang
diajarkan ialah pendidikan akan keagamaan seperti aqidah, maka pemahaman
yang benar akan aqidah tersebut dapat menjadi sumber dasar perilaku karakter
setiap anak.

Mengutamakan adab sebelum ilmu. Guru dan peserta didik wajib


mengembangkan adab yang sempurna dalam ilmu pengetahuan karena ilmu
pengetahuan tidak bisa diajarkan kepada siapapun tanpa adab. Ilmu pengetahuan
harus dikuasai dengan pendekatan yang berlandaskan sikap ikhlas, hormat, dan
sederhana terhadapnya. Menyeluruh dan selaras, pendidikan yang mampu
memenuhi dengnan baik dua aspek kebutuhan manusia, yaitu jasad dan ruh.
Keseimbangan antara ilmu dan iman. Serta penggabungan antara ilmu
pengetahuan dan agama yang bersumber dari Al-Qur‟an dan sunah. Kemudian,
kembali kepada fitrah. Pada awalnya Allah telah menciptakan segala sesuatu pada
status inisialnya dalam keadaan adil.Semuanya telah tertata rapi dalam susunan
yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Status inisial yang sesuai dengan kehendak Allah inilah yang dinamai
dengan status fitrah.Sebagaimana sabda nabi bahwa tidak ada yang lahir kecuali
dalam keadaan fitrah.Ini berarti manusia lahir dengan ilmu dan pengetahuan
tentang kondisi ideal.12

Untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter adalah dengan melihat


sejauh mana aksi dan perbuatan seseorang dapat melahirkan dan mendatangkan
manfaat bagi dirinya dan juga bagi orang lain.

12
Fitriningsih. Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aqidah. (Musawa, 2016). h. 68.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa Kullu mawluddin Yuladu


‘ala alfitrah... itu mengisyaratkan bagi pentinganya penataan iklim agamis di
lingkungan keluarga, dan iklim-iklim positif lainnya. Oleh karena itu, salah satu
antisipasi untuk memperbaiki akhlak anak-anak dari segi agama maupun masa
depannya, kita sebagai orangtua harus merujuk kembali, kepada apa yang telah
diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW. serta menguatkan banteng sekitar
lingkungan rumah merupakan proses awal bagi pertumbuhan anak. Itu sebabnya
rumah merupakan lingkungan pendidikan bagi anak prasekolah. Seluruh iklim yang
positif bagi perkembangan anak dibutuhkan di lingkungan prasekolah ini. Namun
iklim agamis tampaknya harus mendapat prioritas utama, agar mampu
memunculkan perilaku religius pada anak.

B. SARAN
Untuk itu tidak boleh melupakan semua aspek dan teruslah berdoa kepada
Allah SWT. semoga berkenan menjadikan kita dan anak keturunan kita orang yang
shaleh, hanya Dialah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan yang selalu
memberikan jalan yang lurus.
DAFTAR PUSTAKA

Afwadzi, B. (2016). Membangun Integrasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Hadis Nabi.


Jurnal Living Hadis, 107.

Ali, N. (2008). Kependidikan Islam dalam Perspektif Hadis Nabi. Jurnal


Penelitian Agama, 117.

Fikry, Ali. al-Ihsan, Bairut: Dar al-Fikr, t.t.

Fitriningsih. (2016). Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aqidah.


Musawa, 68.

Harmika. (2014). Urgensi Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama


Islam dalam Mengembangkan Pendidikan Karakter di MTs Mursyidul Awwam
Cenrana. Makassar.

Hartini, N. (2011). Metodologi Pendidikan Anak dalam Pandangan Islam.


Ta'lim, 39-40.

https:// al-maktaba.org/

Johnasyah. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Islam (Kajian dari Aspek


Metodologis). Jurnal Ilmiah Islam Futura, 86.

Suryadilaga, M. A. (2013). Living Hadis dalam Tradisi Sekaar Makam. Ar


Risalah, 164.

Suyuthi, Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin


Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri al-. Al-Jami’ AlShaghir, diterjemahkan Oleh H.
Nadjih Ahjad, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996.

Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Hadis No. 260

Mushaf Al-Qur’an Al Mumayyaz, Surah. Ali Imran:34 hal.50

Mushaf Al-Qur’an Al Mumayyaz, Surah. Nuh:26-27 hal.570

Mushaf Al-Qur’an Al Mumayyaz, Surah. Luqman:13 hal.411

Anda mungkin juga menyukai