Disusun oleh:
Dosen Pengampu:
Sofyan Effendi, S.Th.I, MA
TH. 1440/2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................iii
PENDAHULUAN................................................................................................iii
A. Latar Belakang Masalah........................................................................iii
B. Tujuan Penulisan...................................................................................iii
C. Pengertian Marah.................................................................................iii
BAB II................................................................................................................1
Pembahasan.....................................................................................................1
A. Larangan Jangan Marah.........................................................................1
B. Cara-cara Mengendalikan Amarah........................................................4
C. Pahala bagi yang menahan amarah......................................................9
D. Marah yang Diperbolehkan.................................................................13
E. Hukum Memutuskan Perkara dalam Keadaan Marah........................19
BAB III.............................................................................................................21
PENUTUP........................................................................................................21
Kesimpulan..................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan cara untuk Mengendalikan Amarah
2. Mengetahui Marah yang diperbolehkan
3. Mengetahu Balasan yang Menahan Amarah
C. Pengertian Marah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, marah adalah merasa (rasa
hati) sangat tidak senang karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya.
Dalam bahasa Arab kata marah disebut غضبyang berarti marah atau
iii
Marah adalah dorongan hati yang keluar berupa tindakan balas
dendam terhadap orang lain. Hadis ini memberi bimbingan bahwa jika
ada suatu perkataan yang menyebabkan kemarahan dan keinginan untuk
cepat-cepat membalas dendam terhadap orang yang menyebabkan
marah, maka hendaknya dorongan nafsu seperti ini dicegah dan
dihilangkan.
iv
BAB II
Pembahasan
1
Moh. Thalib, Sifat dan Sikap Tercela dalam Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983) cet. 1, hal.
11-12
2
Mahyuddin Ibrahim, 180 Sifat Tercela dan Terpuji, (Jakarta: Restu Agung, 1996), Cet. 4, hal.
84
1
1
Keterangan:
Dalam riwayat diterangkan bahwa laki-laki itu adalah Jariah Baljiem
Ibnu Qadamah, tetapi ada cerita lain yang mengatakan bahwa ia adalah
Sufyan bin Abdillah as- Tsaqafi. Memperhatikan bentuk hadts ini, Nabi
Saw. dalam setiap memberikan nasihat, selalu melihat orangnya. Orang
yang suka marah, dinasihati agar jangan marah.
Ibnu Tien berkata, “Dalam kalimat ‘jangan marah’ tersimpul segala
bentuk kebaikan dunia akhirat, sebab dengan marah mengakibatkan
terputusnya hubungan dan kasih sayang serta menunjukkan bahwa
orang yang suka marah itu kurang sempurna agamanya. Marah
timbulnya dari luapan nafsu (emosi) dari syetan. Siapa yang berusaha
keras untuk memeranginya berarti ia telah menjadi orang kuat yang
mampu menguasai dirinya.”4
Hadits ini berisi penolakan terhadap kejelekan manusia. Seorang
manusia dalam hidupnya berada di antara kesenangan dan kepahitan.
Kesenangan timbul dari bangkitnya nafsu untuk makan, minum dst,
sedangkan keahitan timbul dari bangkitnya marah.
Apabila manusia menjauhi marah, berarti dia sudah menolak separo
kejelekan, bahkan menolak sebagian besar kejelekan. Oleh sebab itulah,
malaikat selamat dari segala kejelekan karena mereka tidak memliki
rasa marah dan nafsu.5
َع ْن أَبِي،صي ٍن ِ َعن أَبِي ح،اش ٍ َْح َّد َثنَا أَبُو ُك َري
َ ْ ٍ َّ َح َّد َثنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن َعي:ال
َ َ ق،ب
،ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم
َ اء َر ُج ٌل إِلَى النَّبِ ِّي َ َ َع ْن أَبِي ُه َرْي َرَة ق،ص الِ ٍح
َ َج:ال َ
3
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari 2,
(Jakarta: Almahira, 2012), hal.
4
Moh. Thalib, Sifat dan Sikap Tercela dalam Islam, cet. 1, hal. 12-13
5
Syekh Ahmad Hijaazi, Empat puluh dua Mutiara Hadits, (Bandung, Trigenda Karya, 1994),
hal. 194
2
َ َِّد ذَل
ك ِ علِّمنِي َشيئًا والَ تُ ْكثِر علَ َّي لَعلِّي أ:ال
َ َ ق،َع ِيه
َ َف َرد،ب
ْ ض
َ ْ الَ َتغ:ال َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َف َق
.ب ْ ضَ ْ الَ َتغ:ول َ ِِم َر ًارا ُك ُّل ذَل
ُ ك َي ُق
Abu Isa berkata, “Terkait dengan bab ini ada pula hadits riwayat Abu
Sa’id dan Sulaiman bin Shurad. Hadits ini hasan shahih gharib dari jalur
ini. Nama Abu Hashin adalah Utsman bin Ashim al-Asadi.” (H.R. Tirmizi)
Keterangan:
“ب
ْ ض
َ اَل َت ْغ:( ق الBeliau bersabda, ‘Jangan engkau marah’)” Tentang
marah, Nabi Saw. telah menjelaskan bahwa hal itu merupakan bara api
yang dilemparkan oleh syaitan ke dalam hati anak Adam yang
menyebabkan hati bergejolak. Maka dari itu wajah orang yang sedang
marah akan memerah, urat lehernya mengembang, dan mungkin
rambut (pori-pori)nya pun akan berdiri.
berbeda satu dengan yang lainnya, akan tetapi bisa kita katakan
marahlah secara tabi’at (biasa-biasa saja), artinya engkau bisa
mengendalikan dirimu dan mampu meredam amarah.
6
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarah Hadits Arba’in, (Jakarta: Pustaka Ibnu
Katsir, 2012), Cet. 5, hal. 277
7
Humaidi Tatapangsara, Akhlaq yang Mulia, (Surabaya: PT Bina Ilmu, ) hal. 156-166
8
Moh. Thalib, Sifat dan Sikap Tercela dalam Islam, cet. 1, hal. 12
4
Keterangan:
Sedangkan obat yang berupa perbuatan adalah jika ia marah keadaan
berdiri hendaklah ia duduk, jika ia duduj hendaklah ia berbaring, karena
perubahan keadaan secara zhahir membwa perubahan secara bathin
9
Abu Dawud Sulaima bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu
Dawud, (Jakarta: Almahira, 2012), hal. 1001.
5
ي ِّ َع ْن َع ِد،ش ِ َع ِن اأْل َ ْع َم،َ َح َّد َثنَا أَبُو ُم َعا ِويَة،ََح َّد َثنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَبِي َش ْيبَة
ِ ِ َ َ ق،ص َرٍد ٍ ِبْ ِن ثَاب
ُص لَّى اهللَ ب َر ُجاَل ن ع ْن َد النَّبِ ِّي َّ َاس ت ْ :ال ُ َع ْن ُس لَْي َما َن بْ ِن،ت
ول اللَّ ِه
ُ ال َر ُسَ َف َق،ُاجه ِ ِ
َ فَ َج َع َل أ،َعلَْيه َو َسلَّ َم
ُ َح ُد ُه َما تَ ْح َم ُّر َع ْينَاهُ َوَت ْنتَف ُخ أ َْو َد
ب َع ْن هُ الَّ ِذي ِ ُ " إِنِّي أَل َ ْع ِر:صلَّى اهلل َعلَي ِه وس لَّم
َ ف َكل َم ةً لَ ْو قَالَ َه ا َه َذا لَ َذ َه َ ََ ْ ُ َ
َه ْل َت َرى بِي ِم ْن:الر ُج ُل َّ ال َ يم " َف َق ِ ان ال َّرِج َّ أَعُ وذُ بِاللَّ ِه ِم َن:يَ ِج ُد
ِ َالش ْيط
ٍ ُجن
ون؟ ُ
Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Abu
Muawiyah, dari al-A’masy, dari Adi bin Tsabit bahwa Sulaiman bin
Shurad berkata, “Dua lelaki saling mencaci-maki di hadapan Nabi Saw.,
hingga salah seorang dari mereka memerah kedua matanya dan urat
lehernya tampak jelas (nai darah). Rasululah Saw. bersabda, ‘Sungguh,
aku mengetahui suatu kalimat yang jika dia ucapkan niscaya akan hilang
kemarahan yang dirasakannya. Aku berlindung kepada Allah dari godaan
syetan yang terkutuk.’ Namun, orang yang marah tersebut justru
menimpali, ‘Apakah engkau kira bahwa aku gila?!’” Sunan Abu Dawud
(Shahih)11
ِّ َع ْن َع ِد،ش
ي بْ ِن ِ َع ِن األَ ْع َم، َح َّد َثنَا َج ِري ٌر،ََح َّد َثنَا عُثْ َم ا ُن بْ ُن أَبِي َش ْيبَة
ِ ِ َ َ ق،ص َرٍد ٍ ِثَ اب
َ ب َر ُجالَن ع ْن َد النَّبِ ِّي
ُص لَّى اهلل َّ َاس ت
ْ :ال ُ َح َّد َثنَا ُس لَْي َما ُن بْ ُن،ت
10
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsmaimin, Syarah Hadits Arbai’in, cet. 5, hal. 280
11
Abu Dawud Sulaima bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu
Dawud, hal. 1001
6
ِ َ ْ مغ،ُاحبه ِ ب ِ ِ
اح َم َّر
ْ ضبًا قَ د ُ َ ص َ ُّ س ُ ََح ُد ُه َما ي
َ َوأ،وس ٌ َُعلَْيه َو َسلَّ َم َونَ ْح ُن ع ْن َدهُ ُجل
لَ ْو قَالَ َه ا،ً " إِنِّي أَل َ ْعلَ ُم َكلِ َم ة:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َمَ ال النَّبِ ُّي
َ َف َق،َُو ْج ُه ه
ان ال َّرِج ِيم " َف َق الُوا ِ َالش ْيط َّ أَعُ وذُ بِاللَّ ِه ِم َن:ال َ َ لَ ْو ق،ب َع ْن هُ َم ا يَ ِج ُد َ لَ َذ َه
تُ إِنِّي لَ ْس:ال َ َص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم؟ ق َ ول النَّبِ ُّي َّ ِل
ُ أَالَ تَ ْس َم ُع َم ا َي ُق:لر ُج ِل
ٍ ُبِم ْجن
ون َ
Utsman bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Jarir, dari al-
A’masy, dari Adi bin Tsabit bahwa Sulaiman bin Shurad berkata, “Dua
orang saling mencaci di hadapan Nabi Saw. saat kami sedang duduk di
dekat beliau. Satu di antara mereka mencaci temannya. Wajahnya pun
merah karena marah. Kemudian Nabi Saw. bersabda, ‘Sungguh, aku
mengetahui suatu ungkapan yang bila dikatakan, niscaya mampu
meredamkan apa yang sedang terjadi. Andai dia mengucapkan ‘Aku
berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,’ para sahabat berkata
kepada lelaki itu, ‘Tidakkah engkau mendengar apa yang disabdakan
Nabi Saw?’ Dia menjawab, ‘Aku bukan orang gila (sehingga harus
membaca ta’awuz).”12
Keterangan:
Audaajuhu, urat-urat lehernya.
Alladzii yajidu, yang menyebabkan marah.
Ketika lelaki yang telah mendengar sabda ii dari Nabi Saw. pergi
menemui salah seorang di antara keduanya dan mengatakan
kepadanya, “Ucapkanlah olehmu, aku berlindung kepada Allah dari
setan yang terkutuk,” maka lelaki itu menjawab, “Apakah engkau kira
aku ini sudah gila?” ia berpahaman bahwa kalimat ta’awudz ini hanya
diucapkan oleh orang yang gila. Orang yang menjawab demikian ini
adalah orang munafik, atau dia dari kalangan orang Arab Badui yang
12
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2, hal.
7
tidak mengerti bahwa marah itu berasal dari godaan setan, sedangkan
banyak ber-ta’awudz, dapat menyelapkannya.13
ِ ِ ِ ٍ
ُ َح َّد َثنَا إ ْب َراه: قَ ااَل،س ُن بْ ُن َعل ٍّي ال َْم ْعنَى
يم بْ ُن َ َوال،َح َّد َثنَا بَ ْك ُر بْ ُن َخلَ ف
َ ْح
،يِّ الس ْع ِد
َّ َد َخلْنَا َعلَى ُع ْرَوةَ بْ ِن ُم َح َّم ٍد:ال ُّ َح َّد َثنَا أَبُو َوائِ ٍل الْ َق،َخالِ ٍد
َ َ ق،اص
َح َّدثَنِي:ال َ َف َق،َض أ َّ ض أَ ثُ َّم َر َج َع َوقَ ْد َت َو
َّ ام َفَت َو َ َف َق،ُض بَهَ فَ َكلَّ َم هُ َر ُج ٌل فَأَ ْغ
«إِ َّن:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ُ ال رس
َ ول اللَّه ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،َ َع ْن َج دِّي َع ِطيَّة،أَبِي
ِ ِ َّ ب ِم َن
ِ َالش ْيط
ُ َوإِنَّ َم ا تُطْ َف أُ الن،الش ْيطَا َن ُخل َق م َن النَّا ِر
َّار َّ َوإِ َّن،ان َ ض َ َالْغ
ِ ِ ِ
»ْضأ َّ َح ُد ُك ْم َفلْيََت َو
َبأ َ فَِإ َذا غَض،بال َْماء
Bakr bin Khalaf dan al-Hasan bin Ali menyampaikan kepada kami hadits
secara makna dari Ibrahim bin Khalid bahwa Abu Wa’il al-Qash berkata,
“Kami pernah menemui Urwah bin Muhammad as-Sa’di. Kemudian,
seorang laki-laki berbicara kepadanya dan membuatnya marah. Urwah
bin Muhammad as-Sa’di pun bangkit dan berwudhu, lalu kembai lagi
dan berkata, ‘Ayahku menyampaikan kepadaku dari kakekku, Athiyyah,
bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Sungguh, kemarahan itu berasal dari
setan dan setan diciptakan dari api. Sungguh, api itu dapat dipadamkan
dengan air. Jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah dia
berwudhu.’”14
Keterangan:
Minasy-syaithaan, pengaruh dari godaanya.
Di dalam hadits ini terkandung pengertian bahwa setan itu sebagian dari
makhluk jin.
Falyatawadhadha’, maka hendaklah ia berwudhu seperti wudhu untuk
shalat.
13
Syekh Mansur Ali, Mahkota Pokok-Pokok Hadits Rasulullah Saw., (Bandung: Sinar Baru
Algensindo), Jilid 4, hal. 159
14
Abu Dawud Sulaima bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu
Dawud, hal. 1002
8
َع ْن، َح َّد َثنَا َد ُاو ُد بْ ُن أَبِي ِه ْن ٍد،َ َح َّد َثنَا أَبُ و ُم َعا ِويَ ة،َح َم ُد بْ ُن َح ْنبَ ٍل
ْ َح َّد َثنَا أ
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه ِ َ إِ َّن رس:ال
َ ول اللَّه َُ َ َ ق، َع ْن أَبِي َذ ٍّر،َس َوِد ْ ب بْ ِن أَبِي اأْل ِ أَبِي َح ْر
ِ ِ ِ َ ََو َس لَّ َم ق
َ فَِإ ْن َذ َه،س
ُب َع ْن ه ْ َح ُد ُك ْم َو ُه َو قَ ائ ٌم َفلْيَ ْجل َبأ َ «إِ َذا غَض:ال لَنَ ا
»ضطَ ِج ْع
ْ َب َوإِاَّل َفلْي
ُ ض
َ َالْغ
Ahmad bin Hanbal menyampaikan kepada kami dari Abu Muawiyah,
dari Dawud bin Abu Hindun, dari Abu Harb bin Abu al-Aswad, dari Abu
Dzar bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami, “jika salah
seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah dia duduk.
Jika dengan begitu kemarahan dapat hilang, itulah yang diharapkan.
Namun jika belum hilang, hendaklah dia berbaring.” Sunan H.R.Abu
Dawud (Dhaif)16
Keterangan:
Dikatakan demikian karena orang yang dalam posisi berdiri dalam
keadaan siap untuk memukul dan membalas, sedangkan orang yang
dalam posisi duduk tidak demikian keadaanya, terlebih lagi orang yang
dalam posisi berbaring, lebih jauh dari melakukan kedua hal itu.
Nabi Saw. memerintahkan duduk lalu berbaring kepada orang yang
sedang marah, maksudnya agar jangan terburu-buru melakukan suatu
perbuatan yang akhirnya dia akan menyesal.17
15
Syekh Ahmad, Empat Pulug Dua Mutiara Hadits, hal. 197
16
Abu Dawud Sulaima bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu
Dawud, hal. 1001
17
Syekh Mansur Ali, Mahkota Pokok-Pokok Hadits Rasulullah Saw., hal. 160
9
Jika tidak cukup dengan hal-hal di atas. Bisa juga kita katakan, “Jika
engkau sedang marah, tinggalkanlah temtmu saat itu, dan inilah yang
banya dilakukan oleh orang-orang, artinya seseorang marah hendaklah
ia keluar dari tematnya hingga tidak terjadi apa yang dibenci seteah
itu.18
18
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsmaimin, Syarah Hadits Arbai’in, hal. 281
19
Abu Dawud Sulaima bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu
Dawud, hal. 1000
10
Atsar:
Umar ra, berkata: “Barang siapa bertaqwakepada Allah, maka ia tidak
menyembuhkan kearahannya, dan barang siapa takut kepaa Allah, maka
ia tidak berbuat apa yang dikehendakinya, dan jikalau tidak ada hari
kiamat, niscaya bukan apa yang kamu lihat.20
يم ِ ِ ِ َع ِن اأْل َ ْع َم،َ َح َّد َثنَا أَبُو ُم َعا ِويَة،ََح َّد َثنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَبِي َش ْيبَة
َ َع ْن إ ْب َراه،ش
ص لَّى ِ ُ ال رس َ َ ق، َع ْن َع ْب ِد اللَّ ِه،ث بْ ِن ُس َويْ ٍد ِ َع ِن الْحا ِر،الت َّْي ِم ِّي
َ ول اللَّه ُ َ َ َ ق:ال َ
ِ ِ ِ
ْ َ الَّذي اَل ي:الص َر َعةَ في ُك ْم؟» قَ الُوا
ُص َرعُه ُّ «م ا َتعُ ُّدو َن َ :اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم
»ب ِض َ َسهُ ِع ْن َد الْغ َ ك َن ْفُ ِ َولَ ِكنَّهُ الَّ ِذي يَ ْمل، «اَل:ال َ َال قُ الر َج ِّ
Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari Abu
Muawiyah, dari al-A’masy, dari Ibrahim at-Taimi, dari al-Harits bin
Suwaid, dari Abdullah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “seperti apakah
orang yang kuat menurut kalian?” Para sahabat menjawab, “orang yang
tidak dapat dikalahkan orang lain.” Beliau menjawab, “Tidak. Akan
tetapi, sejatinya orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan
jiwanya ketika sedang marah.” Sunan Abu Dauwud (Dhaif)21
Keterangan:
Kuat dalam hadits ini artinya kuat dalam arti moril, yaitu
kesanggupan untuk melawan hawa nafsunya, mencegah dari berbuat
kejahatan, serta menahan nafsu. Hadits ini mengisyaratkan, bahwa
melawan nafsu itu lebih sukar dari pada mengalahkan musuh.22
sering mengalahkan orang lain bergulat, tetapi dia adalah orang yang
mampu mengendalikan diri saat marah”. H.R Bukhari23
Keterangan:
Kesempurnaan kekuatan seorang hamba adalah dengan
mengendalikan pengaruh dari hawa amarah yang bergejolak, maka
sebaik-baik manusia adalah seseorang yang syahwat serta hawa
nafsunya mengikuti syari’at. Kemarahan yang ada pada dirinya dan
pembelaanya diperutukkan kepada kebenaran untuk menipis
kebathilan. Dan seburuk-buruk manusia adalah seseorang yang dikuasai
oleh syahwat da amarahnya.
Barang siapa yang diberi taufik untuk menepis hawa amarah maka
dia telah beruntung dan telah selamat, jika tidak demikian maka
hidupnya tidak akan bersih, dan hatinya tidak akan tentram, dan tidak
akan menanjak menuju kesempurnaan.24
Inilah makna kekuatan yang dicintai oleh Allah Ta’ala yang disebutkan
dalam sabda Rsulullah Saw.
ِ ِ ِ ِ
،يسَ َح َّد َثنَا َع ْب ُد اهلل بْ ُن إ ْدر: قَ ااَل، َوابْ ُن نُ َم ْي ٍر،ََح َّد َثنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَبي َش ْيبَة
َع ْن أَبِي، َع ِن اأْل َ ْع َر ِج، َع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن يَ ْحيَى بْ ِن َحبَّا َن،َع ْن َربِ َيع ةَ بْ ِن عُثْ َم ا َن
َخ ْي ٌر،يُّ «ال ُْم ْؤِم ُن الْ َق ِو:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِ ُ ال رس
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال َ َ ق،َُه َرْي َرة
ص َعلَى َم ا ْ اح ِر ْ َوفي ُك ٍّل َخ ْي ٌر،يف
ِ ِ الض ِع َّ اهلل ِم َن ال ُْم ْؤِم ِن
ِ ب إِلَى ُّ َح َ َوأ
ِ ِ ْ و،ك
فَاَل َت ُق ْل لَ ْو أَنِّي،ٌك َش ْيء َ ََص ابَ َوإِ ْن أ،اس تَع ْن بِاهلل َواَل َت ْع َج ْز َ َ َُي ْن َفع
فَِإ َّن لَ ْو َت ْفتَ ُح َع َم َل،اء َف َع َل ِ ِ
َ َولَك ْن قُ ْل قَ َد ُر اهلل َوَما َش،ْت َكا َن َك َذا َوَك َذا ُ َف َعل
ِ َالش ْيط
»ان َّ
23
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2, (Jakarta: Almahira, 2012)
24
Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, Akhlak-akhlak Buruk Fenomena, Sebab terjadinya,
cara mengatasinya, (Pustaka Darul Ilmi, 2007) Cet. 1, Hal. 18
13
Abu Bakr bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami, dari Ibnu
Numair, ia berkata: Abdullah bin Idris menyampaikan kepada kami, dari
Rabi’ah bin ‘Utsman, dari Muhammad bin Yahya bin Habban, dari al-
A’raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik
dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan
pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk
mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan
kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali
engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah
engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan
begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan
Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya
akan membuka (pintu) perbuatan syaitan. (H.R. Muslim)
25
Musthafa al-‘Adawi, Fiqh Akhlak, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hal. 389
14
Keterangan:
Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasul sendiri menyatakan dirinya
juga bisa marah seperti orang pada umumnya. Bedanya, marahnya Nabi
Muhammad bukan berdasarkan nafsu, melainkan bentuk ketaatan
kepada Allah Swt.
Adakah yang salah dengan marahnya Nabi Muhammad? Sebagai
manusia biasa, marahnya beliau adalah suatu hal yang bisa dianggap
naluriah.
ال
َ َ ق:ت ْ َ َوقَ ال،ُالس ْت َر َف َهتَ َك ه
ِّ َفَتلَ َّو َن َو ْج ُه هُ ثُ َّم َتنَ َاو َل،ص َوٌر ِ ِ ِ ِ البي
ُ ت ق َر ٌام فيه َْ
ين ِ َّ ِ ِ
َ َّاس َع َذابًا َي ْوَم القيَ َام ة الذ ِ َش ِّد الن َ «إِ َّن ِم ْن أ:ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم
َ النَّبِ ُّي
ُّ ص ِّوُرو َن َه ِذ ِه
»الص َوَر َ ُي
Yasarah bin Shafwan menyampaikan kepada kami dari Ibrahim, “Nabi
Saw. pernah mamasuki rumahku, dan di dalamnya terdapat kain tipis
yang bergambar. Wajah beliau pun memerah. Beliau segera mengambil
kain penutup dan menutupinya.” Aisyah berkata, “Nabi Saw. bersabda,
‘Di antara orang yang paling berat siksanya pada Hari Kiamat kelak
adalah orang yang menggambar seperti gambar-gambar ini.’” H.R.
Bukhari26
Keterangan:
26
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2, hal.
15
Keterangan:
27
Ahmad Muhammad Yunus, Ensiklopedia Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta:
Widya Cahaya, 2009) hal. 381
28
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2, hal.
16
Keterangan:
29
Ahmad Muhammad Yunus, Ensiklopedia Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, hal. 381
30
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2, hal.
17
ِ َعن َع ْب ِد اللَّ ِه ر، َعن نَافِ ٍع،ُ ح َّد َثنَا جويْ ِري ة،اعيل ِ
ض َي َ ْ ْ َ َُ َ َ وس ى بْ ُن إِ ْس َم َ َح َّد َثنَا ُم
َرأَى فِي قِ ْبلَ ِة،ص لِّي ِ
َ ُص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ي َ َب ْينَ ا النَّبِ ُّي:ال َ َ ق،ُاللَّهُ َع ْن ه
َح َد ُك ْم إِذَا َك ا َن فِيَ «إِ َّن أ:ال َ َ ثُ َّم ق،ظَ َّ َفَتغَي، فَ َح َّك َه ا بِيَ ِد ِه،ًالم ْس ِج ِد نُ َخ َام ةَ
»الصالَ ِة
َّ ال َو ْج ِه ِه ِفي َ ََّم َّن ِحي ِ
َ فَالَ َيَتنَخ،ال َو ْج ِهه َ َ فَِإ َّن اللَّهَ ِحي،الصالَ ِة
َّ
Musa bin Ismail menyampaikan kepada kami dari Juwairiyah, dari Nafi’
bahwa Abdullah bin Umar berkata, “Saat Nabi Saw. hendak shalat,beliau
melihat ada dahak di arah kiblat masjid. Lalu, beliau membersihkannya
sendiri dengan tangan. Beliau marah, kemudian berkata, ‘Sungguh, jika
seorang dari kalian shalat, maka Allah berada di hadapannya. Untuk itu,
janganlah seseorang berdahak ke arah depannya dalam shalat (H.R.
Bukhari).32
Keteranga:
1. Kewajiban untuk menyuruh kepada kebaikan, melarang kemungkara
dan menghilangkannya dengan tangan (tangan) jika memang
dimungkinkan
2. Masjid adalah tempat suci sehingga tidak boleh dikotori.
3. Pentingnya kebersihan terutama di tempat-tempat ibadah33
31
Ahmad Muhammad Yunus, Ensiklopedia Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, hal. 383
32
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2, hal.
33
Ahmad Muhammad Yunus, Ensiklopedia Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, hal. 383.
18
Keterangan:
Dari hadits-hadits diatas dapat dikatakan bahwa Rasulullahpun
pernah marah. Akan tetapi marah yang dilakukan tidaklah membalas
dengan hukuman untuk (membela) dirinya, tetapi beliau membalas
34
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari
2.
19
35
Musthafa al-‘Adawi, Fiqh Akhlak, hal. 391-392
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1
2
DAFTAR PUSTAKA
Thalib Moh., Sifat dan Sikap Tercela dalam Islam. Surabaya: PT Bina
Ilmu. 1983. cet. 1.