Anda di halaman 1dari 100

STASE

KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR ANC (Antenatal Care)


RUMAH SAKIT PROF.DR.H.M. CHATIB QUZWAIN SAROLANGUN

DISUSUN OLEH

NAMA : YULI ELVIANI

NIM : 201000414901168

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR ANTENATAL CARE

1. Pengertian Antenatal Care

Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk

mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi

persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi

secara wajar (Manuaba, 1998). Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu

hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk

mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan antenatal ialah untuk mencegah

adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi

sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin, dkk., 2002). Pemeriksaan

kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta

menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga

keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental

(Wiknjosastro, 2005). Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan

antenatal rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai

prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan

antenatal. Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan

antenatal terintegrasi meliputi :

a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)

b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)

c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)


d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia

e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)

f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)

g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta

h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)

i. Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN). (Depkes RI,

2009)

2. Tujuan Antenatal Care

Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara teratur

dan tertentu. Dengan usaha itu ternata angka mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi

jelas menurun.

Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan

mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas,

sehingga keadaan mereka postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi

juga mental. Ini berarti dalam antenatal care harus diusahakan agar :

a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya atau

lebih sehat;

b. Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati,

c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan

metal (Wiknjosastro, 2005)

3. Tujuan Asuhan Antenatal yaitu :

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dan tumbuh

kembang bayi;
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi,

c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin

terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan

pembedahan,

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu maupun

bayinya dengan trauma seminimal mungkin,

e. Mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat

tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk., 2002).

4. Keuntungan Antenatal Care

Dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil dapat

diarahkan untuk melakukan rujukan kerumah sakit. (Manuaba,1998)

5. Fungsi Antenatal Care

a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan

b. Melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan resiko tinggi dan

merujuk bila perlu

c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani

masalah yang terjadi.

6. Cara Pelayanan Antenatal Care

Cara pelayanan antenatal, disesuaikan dengan standar pelayanan antenatal

menurut Depkes RI yang terdiri dari :

a. Kunjungan Pertama

1) Catat identitas ibu hamil

2) Catat kehamilan sekarang


3) Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu

4) Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan

5) Pemeriksaan fisik diagnostic dan laboratorium

6) Pemeriksaan obstetric

7) Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)

8) Pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium, multivitamin, dan mineral lainnya

serta obat-obatan khusus atas indikasi.

9) Penyuluhan/konseling.

b. Jadwal Kunjungan Ibu Hamil

Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam

jiwanya. Oleh karena itu, wanita hamil memerlukan

sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal:

1) Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).

2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28).

3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36

dan sesudah minggu ke 36).(Saifudin, dkk.,2002)

4) Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan atau bila

janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (Pusdiknakes, 2003:45).

Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat penting.

a. Trimester pertama sebelum minggu ke 14

1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil.

2) Mendeteksi masalah dan menanganinya


3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia

kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan

4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi

5) Mendorong perilaku yang shat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan

sebagainya

b. Trimester kedua sebelum minggu ke 28

Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia

(tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi

edema, periksa untuk apakah ada kehamilan ganda

c. Trimester ketiga antara minggu 28-36

Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada

kehamilan ganda.

d. Trimester ketiga setelah 36 minggu

Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi

lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.

(Saifuddin, dkk., 2002)

7. Tinjauan Tentang Kunjungan Ibu Hamil

Kontak ibu hamil dan petugas yang memberikan pelayanan untuk mendapatkan

pemeriksaan kehamilan, istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil

yang ke fasilitas tetapi dapat juga sebaliknya, yaitu ibu hamil yang dikunjungi oleh

petugas kesehatan (Depkes RI, 1997:57).

8. Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T”

a. (Timbang) berat badan


b. Ukur (Tekanan) darah

c. Ukur (Tinggi) fundus uteri

d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)

e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan

f. Tes terhadap penyakit menular sexual

g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).

9. Kebijakan Pelayanan Antenatal

a. Kebijakan Program

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan

AKB pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe

Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga

Berencana, ANC, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial.

Pendekatan pelayanan obstetric dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai

dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan

kunci yaitu :

1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

2) Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.

3) Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan

penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya komplikasi

keguguran.

Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal

sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama


kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Minimal satu kali pada trimester pertama (K1).

2) Minimal satu kali pada trimester kedua (K2).

3) Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4). (Depkes, 2009)

b. Kebijakan teknis

Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga kesehatan

profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu kebijakan

teknis untuk ibu hamil seara keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi resiko

dan komplikasi kehamilan secara dini.

Kebijakan teknis itu dapat meliputi komponen-komponen sebagai berikut:

1) Mengupayakan kehamilan yang sehat

2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta

rujukan bila diperlukan.

3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman

4) Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi

komplikasi.

Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini dilaksanakan

dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain meliputi :

1) Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA,

dengan melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu

Hamil.

2) Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan Bidan

dan Dukun.
3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.

4) Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu.

(Depkes, 2009)

10. Intervensi Dalam Pelayanan Antenatal Care

Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan

kepada ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam

pelayanan antenatal care adalah :

a. Intervensi Dasar

1) Pemberian Tetanus Toxoid

a) Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum,

pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurang-

kurangnya 2 kali dengan interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya

ibu telah mendapatkan TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa

calon pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk

menjaga efektifitas vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis

pemberian

yang tepat.

b) Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas

c) Jadwal pemberian TT
Tabel : 2.1Jadwal Pemberian TT

Interval Lama
%
Antigen (selang waktu perlindungan
perlindungan
minimal)
TT1 Pada kunjungan
antenatal pertama
TT2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun 80
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95
TT4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99
TT5 1 tahun setelah TT4 25 99
tahun/seum
ur hidup

keterangan : artinya apabila dalam waktu 3 tahun Wanita Usia Subur (WUS)

tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari Tetanus

Neonatorum (TN). (Saifudin, 2002)

2) Pemberian Vitamin Zat Besi

a) Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu

hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan meningkat.

b) Di mulai dengan memberikan satu sehari sesegera mungkin setelah rasa mual

hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 Mg (zat besi

60 Mg) dan Asam Folat 500 Mg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet

besi sebaiknya tidak di minum bersama teh atau kopi, karena mengganggu

penyerapan. (Saifudin, 2002)

c. Intervensi Khusus

Intervensi khusus adalah melakukan khusus yang diberikan kepada ibu hamil

sesuai dengan faktor resiko dan kelainan yang ditemukan, meliputi:

1) Faktor resiko, meliputi:

a) Umur
(1) Terlalu muda, yaitu dibawah 20 tahun

(2) Terlalu tua, yaitu diatas 35 tahun

c) Paritas

(1) Paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah melahirkan)

(2) Paritas > 3

d) Interval

Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekurangkurangnya 2 tahun.

e) Tinggi badan kurang dari 145 cm

f) Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

2) Komplikasi Kehamilan

a) Komplikasi obstetri langsung

(1) Perdarahan

(2) Pre eklamasi/eklamsia

(3) Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida

(4) Anak besar, hidramnion, kelainan kembar

(5) Ketuban pecah dini dalam kehamilan.

b) Komplikasi obstetri tidak langsung

(1) Penyakit jantung

(2) Hepatitis

(3) TBC (Tuberkolosis)

(4) Anemia

(5) Malaria

(6) Diabetes militus


c) Komplikasi yang berhubungan dengan obstetri, komplikasi akibat kecelakaan

(kendaraan, keracunan, kebakaran) (Mochtar R,

1998:75).

11. Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal

Pelayanan kegiatan pelayanan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu dokter

umum dan dokter spesialis dan tenaga paramedic yaitu bidan, perawat yang sudah

mendapat pelatihan. Pelayanan antenatal dapat dilaksanakan di puskesmas, puskesmas

pembantu, posyandu, Bidan Praktik Swasta, polindes, rumah sakit bersalin dan rumah

sakit umum. (Depkes RI, 1995)

12. Peran Serta Ibu Dalam Pelayanan Antenatal

Peran serta ibu dalam hal ini ibu-ibu hamil di dalam memanfaatkan pelayanan

antenatal dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan pelayanan kesehatan, adanya

pengetahuan tentang manfaat pelayanan antenatal selama kehamilan akan menyebabkan

sikap yang positif. Selanjutnya sikap positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta

dalam pemeriksaan kehamilan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku.

(Fizben dan Ajzen, 1989).


STASE
KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR INC (Intranatal Care)


RUMAH SAKIT PROF.DR.H.M. CHATIB QUZWAIN SAROLANGUN

DISUSUN OLEH

NAMA : YULI ELVIANI

NIM : 201000414901168

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR INC (INTRANATAL CARE)

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37- 42 minggu) ,lahir spontan dengan

presentabelakang kepala berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik

pada ibu ataupun pada janin.(Wiknjosastro,2000)

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan

pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan , disusul dengan

pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.(FK UNPAD, 1983)

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin)

yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar secara

spontan tanpa bantuan alat dan tidak melukai ibu dan janin yang berlansung

sekitar 18-24 jam,dengan letak janin belakang kepala.( Varneys,2003)

Jadi kesimpulan yang dapat penulis ambil,persalinan normal adalah

proses pengeluaran janin yang dapat hidup dari dalam uterus dan keluar

melalui vagina secara spontan pada kehamilan cukup bulan tanpa bantuan

alat dan tidak terjadi komplikasi pada ibu ataupun pada janin dengan

presentasi belakang kepala berlangsung dalam kurang dari 24

jam.(Varneys,2003; FK UNPAD, 1983; Wiknjosastro,2000)


B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita ( Syaifuddin,1999 )

Alat / organ reproduksi wanita terdiri atas alat / organ eksternal dan

internal, sebagian besar terletak dalam rongga panggul. Organ eksternal

(sampai vagina) berfungsi sebagai kopulasi, sedangkan Internal berfungsi

untuk ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,

pertumbuhan fetus, kelahiran.

Gambar 2.1. Genetalia eksterna

( Sumber buku anatomi fisiologi system reproduksi )

7
1. Genetalia Ekasterna

Vulva tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi

perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris,

hymen, vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada

dinding vagina.

a. Mons pubis / mons veneris

Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa

pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.

b. Labia mayora

Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,

banyak mengandung pleksus vena. Ligamentum rotundum uteri

berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum,

labia mayora menyatu (pada commisur posterior).

c. Labia minora

Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel

rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung

serabut saraf.

d. Clitoris

Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior

vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior

8
vagina. Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak

pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.

e. Vestibulum

Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral

labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6

lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae,

ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri.

Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.

f. Introitus / orificium vagina

Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup

lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa

robekan. Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah

menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis,

septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat

robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan

(misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut

parous. Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek

yang tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen yang

abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata)

menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi

terkumpul di rongga genitalia interna.

9
g. Vagina

Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix

uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal

ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4

kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan

dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang

elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus

haid.

Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk

jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina

terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas

dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di

sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik

daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif

terhadap stimulasi orgasmus vaginal.

h. Perineum

Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-

otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma

urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor

urethra). Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara

anus dan vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu

10
dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah

ruptur.

2. Genetalia Interna

Uterus adalah suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir,

dilapisi peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat

implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan

adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi

konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan

serviks uteri.

Gambar 2.2 Genetalia interna

( Sumber buku anatomi fisiologi system reproduksi )

11
a. Serviks uteri

Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /

menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri

dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan

glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu

portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri externum

(luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks,

dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum). Sebelum melahirkan

(nullipara/primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah

pernah/riwayat melahirkan (primipara/ multigravida) berbentuk garis

melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina

ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah

serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan

larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan

viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.

b. Corpus uteri

Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada

ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan

muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam

arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam

lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan

runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium.

12
Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior,

fundus uteri berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus

terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan

dan perkembangan wanita (gambar).

c. Ligamenta penyangga uterus

Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum

cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium,

ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina,

ligamentum rectouterina.

d. Vaskularisasi uterus

Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna,

serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis.

e. Salping / Tuba Falopii

Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang

tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi

ovum dari ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga

lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa

dengan epitel bersilia. Terdiri dari atas pars isthmica

(proksimal/isthmus) merupakan bagian dengan lumen tersempit,

terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer gamet; pars ampularis

(medial/ampula) merupakan tempat yang sering terjadi fertilisasi

13
adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik

(patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini ;

pars infundibulum (distal) yang dilengkapi dengan fimbriae serta

ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan

ovarium. Fimbriae berfungsi "menangkap" ovum yang keluar saat

ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba ;

serta mesosalping yaitu jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya

mesenterium pada usus).

f. Ovarium

Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum,

sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan

jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula.

Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel

menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar

epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan

sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel,

progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan

pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae

"menangkap" ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium

terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum

infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi

dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

14
3. Organ Reproduksi / Organ Seksual Ekstragonadal

a. Payudara

Seluruh susunan kelenjar payudara berada di bawah kulit di daerah

pektoral. Terdiri dari massa payudara yang sebagian besar

mengandung jaringan lemak, berlobus-lobus (20-40 lobus), tiap lobus

terdiri dari 10-100 alveoli, yang di bawah pengaruh hormon prolaktin

memproduksi air susu. Dari lobus-lobus, air susu dialirkan melalui

duktus yang bermuara di daerah papila / puting. Fungsi utama

payudara adalah laktasi, dipengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin

pascapersalinan.

Kulit daerah payudara sensitif terhadap rangsang, termasuk sebagai

sexually responsive organ.

b. Kulit

Di berbagai area tertentu tubuh, kulit memiliki sensitifitas yang lebih

tinggi dan responsif secara seksual, misalnya kulit di daerah bokong

dan lipat paha dalam. Protein di kulit mengandung pheromone

(sejenis metabolit steroid dari keratinosit epidermal kulit) yang

berfungsi sebagai ‘parfum’ daya tarik seksual (androstenol dan

androstenon dibuat di kulit, kelenjar keringat aksila dan kelenjar liur).

Pheromone ditemukan juga di dalam urine, plasma, keringat dan liur.

15
4. Hormon-hormon Reproduksi

a. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)

Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi

menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan

hormon-hormon gonadotropin (FSH / LH ).

b. FSH (Follicle Stimulating Hormone)

berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel

granulosa) Diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai

respons terhadap GnRH. Berfungsi memicu pertumbuhan dan

pematangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium wanita (pada pria

: memicu pematangan sperma di testis).

Pelepasannya periodik / pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek

(sekitar 3 jam), sering tidak ditemukan dalam darah. Sekresinya

dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium, melalui

mekanisme feedback negatif.

c. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating

Hormone)

Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH

dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-

surge). Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan

mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam

menghasilkan progesteron.

16
Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi

setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam).

Kerja sangat cepat dan singkat.

d. Estrogen

Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di

ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi

di kelenjar adrenal melalui konversi hormon androgen. Pada pria,

diproduksi juga sebagian di testis. Selama kehamilan, diproduksi juga

oleh plasenta. Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

(proliferasi) pada berbagai organ reproduksi wanita.

Pada uterus : menyebabkan proliferasi endometrium. Pada serviks :

menyebabkan pelunakan serviks dan pengentalan lendir serviks. Pada

vagina : menyebabkan proliferasi epitel vagina. Pada payudara :

menstimulasi pertumbuhan payudara. Juga mengatur distribusi lemak

tubuh.

Pada tulang, estrogen juga menstimulasi osteoblas sehingga memicu

pertumbuhan / regenerasi tulang. Pada wanita pascamenopause, untuk

pencegahan tulang keropos / osteoporosis, dapat diberikan terapi

hormon estrogen (sintetik) pengganti.

e. Progesteron

Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium,

sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga

17
diproduksi di plasenta. Progesteron menyebabkan terjadinya proses

perubahan sekretorik (fase sekresi) pada endometrium uterus, yang

mempersiapkan endometrium uterus berada pada keadaan yang

optimal jika terjadi implantasi.

f. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)

Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan

trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan

kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian

turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik

kembali sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml).

Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum

dan produksi hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa

kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik.

Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda

kemungkinan adanya kehamilan (tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).

g. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin

Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu /

meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di

ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan

mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin juga

diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental Lactogen).

Fungsi laktogenik / laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa

18
laktasi / pascapersalinan. Prolaktin juga memiliki efek inhibisi

terhadap GnRH hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan

(hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan pematangan follikel,

gangguan ovulasi dan gangguan haid berupa amenorrhea.

C. Faktor-Faktor penyebab Dimulainya Persalinan

1. Faktor hormonal

Satu sampai dua minggu sebelum persalinan terjadi penurunan hormone

esterogen dan progresteron. Dimana progresteron bekerja sebagai

relaksasi otot polos. Sehingga aliran darah berkurang dan hal ini

menyebabkan atau merangasang pengeluaran prostaglandin merangsang

dilepaskannya oksitosin. Hal ini juga merangsang kontraksi uterus. Faktor

struktur uterus atau rahim membesar dan menekan, menyebabkan iskemia

otot-otot rahim sehingga menganggu sirkulasi otot plasenta yang

berakibat degenerasi.

2. Faktor syaraf

Karena pembesaran janin dan masuknya janin ke panggul maka akan

menekan dan menggesek ganglion servikalis yang akan merangsang

timbulnya kontraksi uterus.

3. Faktor kekuatan plasenta

Plasenta yang mengalami degenerasi akan mengakibatkan penurunan

produk hormon progrestero dan esterogen.

19
4. Faktor nutrisi

Suplai nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan

dikeluarkan.

5. Faktor partus

Partus sengaja ditimbulkan oleh penolong dengan menggunakan

oksitosin, amniotomo gagang laminaria.(prawirohardjo,1997)

D. Penyebab

Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui

secara pasti/jelas. Terdapat beberapa teori antara lain :

1. Penurunan kadar progesteron :

Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya Estrogen

meninggikan kerentanan otot rahim.

Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar Progesteron dan

Estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar Progesteron

menurun sehingga timbul his.

2. Teori oxytosin :

Pada akhir kehamilan kadar oxytocsin bertambah. Oleh karena itu timbul

kontraksi otot-otot rahim.

3. Keregangan otot-otot :

Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya

teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk

mengeluarkan isinya.

20
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin

teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.

4. Pengaruh janin :

Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang

peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari

biasa.

5. Teori Prostaglandin :

Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu

sebab permulaan persalinan.

Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa Prostaglandin F2 dan E2 yang

diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi

myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan

adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun

darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama

persalinan.

E. Tanda permulaan persalinan

1. Lightening yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul (PAP)

terutama pada primi para.

2. Perut kelihatan lebih besar /melebar, fundus uteri menurun.

3. Pola kesuria dan sasuk miksi karena kandung kemih tertekan bagian

bawah janin.

21
4. False labair pain yaitu perasaan sakit diperut dan pinggang karena

adanya kontraksi lemah dari uterus.

5. Serviks menjadi lembek, mendatar dan mengeluarkan sekresi lendir,

darah dari vagina (bloedy show). (Praworohardjo, 2000)

F. Tanda dan gejala inpartu

1. Kekuatan his bertambah, makin sering terjadi dan teratur dengan jarak

kontraksi makin pendek sehingga menimbulkan rasa sakit yang lebih

hebat.

2. Keluar lendir dan darah lebih banyak.

3. Kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4. Pada pemeriksaan dalam serviks mulai mendatar dan pembukaan

lengkap.( Praworohardjo, 2000)

G. Faktor esensial persalinan

1. Power

Kontraksi uterus, dinding perut dan daya meneran. Ibu melakukan

kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan

janin dan plasenta dari uterus.

2. Passageway

Jalan lahir terdiri panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar

panggul, vagina, dan introitus ( lubang luar vagina ) janin harus dapat

menyesuaikan diri dengan jalan lahir tersebut.

22
3. Passanger

Cara penumpang ( passanger ) atau janin bergerak disepanjang jalan

lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni : ukuran kepala

janin, presentasi letak kepala, letak, sikap, dan posisi janin.

4. Psikologikal respon

Penampilan dan perilaku wanita serta pasangannya secara keseluruhan

merupakan petunjuk yang berharga tentang jenis dukungan yang ia akan

perlukan.

5. Posisi ibu

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.

Posisi tegak memberikan sejumlah keuntungan. Mengubah posisi

membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki

sirkulasi ( melzack,dkk,1991). Posisi tegak meliputi posisi berdiri,

berjalan, duduk, dan jongkok.

H. Kala dalam persalinan

1. Kala I

Dimulai dari saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm).

Proses ini berlangsung antara 18-24 jam ,terbagi dalam 2 fase yaitu:

a. Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat

lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm.

b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu :

23
1) Fase akselerasi: dalam waktu 3 jam pembukaan 3cm tersebut

menjadi 4cm

2) Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat dari 4cm menjadi 9cm

3) Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali, dalam

waktu 2 jam pembukaan dari 9cm menjadi lengkap

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multi gravid pun

terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi

terjadi lebih pendek

Mekanisme membukanya seviks berbeda antara pada primigravida

dan multigravida, pada yang pertama ostium uteri internum akan

membuka terlebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis.

Baru kemudian osteum uteri eksternum membuka. Pada multigrvida

osteum uteri internum sudah sedikit terbuka. Osteum uteri internum dan

eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang

sama.

Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hampir atau

sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan

hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum

pembukaan mencapai 5 cm, disebut ketuban pecah dini.

24
Kala I selesai apabila pembukaan seviks uteri telah lengkap. Pada

primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada

multigravida kira-kira 7 jam.

2. Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2

sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini janin sudah masuk

ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar

panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita

merasa pula tekanan pada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian

perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka, labia

mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam

vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala

tidak masuk lagi di luar his, dengan his dan kekuatan mengedan maksimal

kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi,

muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai

lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada primi gravida kala

II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.

3. Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak

diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus kontraksi lagi untuk

melepas plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai

25
15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada

fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.

4. Kala IV

Dimulai saat plasenta lahir sampai 2 jam pertama post partum.

Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Rata-rata

perdarahan normal adalah 250 cc. Perdarahan persalinan yang lebih dari

500cc adalah perdarahan abnormal.

( Prawirohardjo,2007)

I. Mekanisme persalinan normal

1. Engagement

Bila diameter biparietal kepala melewati pintu atas panggul, kepala

dikatakan telah menancap ( engaged ) pada pintu atas panggul.

2. Penurunan

Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan

terjadi akibat tiga kekuatan yaitu tekanan dari cairan amnion, tekanan

langsung kontraksi fundus pada janin, dan kontraksi diafragma serta otot-

otot abdomen ibu pada tahap kedua persalinan.

26
3. Fleksi

Segera setelah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul,

atau dasar panggul, dalam keadaan normal fleksi terjadi dan dagu

didekatkan kearah dada janin.

4. Putaran paksi dalam

Putaran paksi dalam dimulai pada bidang setinggi spina iskiadika. Setiap

kali terjadi kontraksi kepala janin diarahkan ke bawah lengkung pubis, dan

kepala hampir selalu berputar saat mencapai otot panggul.

5. Ekstensi

Saat kepala janin mancapai perineum, kepala akan defleksi ke arah

anterior oleh perineum. Mula-mula oksiput melewati permukaan bawah

simfisis pubis, kemudian kepala muncul keluar akibat ekstensi.

6. Restitusi dan putaran paksi luar

Restitusi adalah gerakan berputar setelah kepala bayi lahir hingga

mencapai posisi yang sama dengan saat ia memasuki pintu atas. Putaran

paksi luar terjadi saat bahu engaged dan turun dengan gerakan mirip

dengan gerakan kepala.

7. Ekspulsi

Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan

badan bayi di keluarkan dengan gerakan fleksi lateral kearah simfisis

pubis.

27
J. Adapatasi/Perubahan Fisiologi dan Psikologi

1. Adaptasi janin

a. Denyut jantung janin ( DJJ )

Untuk memprediksikan keadaan janin yang berkaitan dengan

oksigenasi DJJ rata-rata pada aterm adalah 140 denyut/ menit

sedangkan DJJ normal ialah 110 sampai 160 denyut/ menit

b. Sirkulasi janin

Sirkulasi janin dipengaruhi oleh posisi ibu, kontraksi uterus, tekanan

darah, dan aliran darah tali pusat.kontraksi uterus selama masa

persalinan cenderung mengurangi sirkulasi melalui anterior spirallis,

sehingga mengurangi perfusi melalui ruang intervilosa.

c. Pernafasan dan perilaku lain janin

Perubahan-perubahan tertentu menstimulasi kemoreseptor pada aorta

dan badan carotid guna mempersiapkan janin untuk memulai

pernafasan setelah lahir. Perubahan yang terjadi:

1) 7-2 ml air ketuban diperas keluar dari paru-paru ( selama

persalinan pervaginam)

2) Tekanan oksigen ( PO2 ) janin menurun

3) Tekanan karbondioksida ( PCO 2 ) arteri meningkat

4) PH arteri menurun

28
2. Adaptasi ibu

a. Perubahan kardiovaskuler

Pada setiap kontraksi, 2100 ml darah dikeluarkan dari uterus dan

masuk kedalam system vaskuler ibu. Hal ini meningkatkan curah

jantung sekitar 10-15% pada tahap I persalinan dan sekitar 30 % - 50

% pada tahap II persalinan.

b. Perubahan pernafasan

Peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan pemakaian O2 terlihat dari

peningkatan frekuensi pernafasan. Hiperventilasi dapat menyebabkan

alkalosis respiratorik ( PH meningkat ) hipoksia dan hipokapnea ( CO 2

menurun)

c. Perubahan pada ginjal

Pada trimester ke II kandung kemih menjadi organ abdomen. Apakah

terisi kandung kemih dapat teraba diatas simpisis pubis. Selama

persalinan wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara

spontan akibat dari :

1) Oedema jaringan akibat tekanan bagian presentasi

2) Rasa tidak nyaman

3) Sedasi dan rasa malu

d. Perubahan integument

Terlihat pada daya distensibilitas daerah introtus vagina ( muara

vagina). Pada setiap individu tingkat distensibilitas berbeda, meskipun

29
meregang namun dapat terjadi robekan-robekan kecil pada kulit sekitar

introitus vagina meskipun tidak dilakukuan episiotomi / terjadi

laserasi.

e. Perubahan muskuloskeletal

Dapat mengalami stress selama masa persalinan. Diaphoresis,

keletihan, proteinuria dan kemungkinan peningkatan suhu menyertai

peningkatan aktivitas yang menyolok. Nyeri punggung dan nyeri sendi

terjadi sebagai akibat semakin renggangnya sendi pada masa aterm.

f. Perubahan neuriologis

Menunjukkkan bahwa timbul stress dan rasa tidak nyaman pada masa

persalinan. Perubahan sensori terjadi saat wanita masuk ke tahap I

persalinan dan masuk kesetiap tahap berikutnya. Mula-mula wanita

terasa euphoria kemudian menjadi serius dan mngelami amnesia

diantara fraksi selama tahap ke II akibatnya wanita merasa senang atau

merasa letih saat melahirkan.

g. Perubahan pencernaan

Bibir dan mulut dapat menjadi kering akibat wanita bernafas melalui

mulut, dehidrasi, dan sebagai respon emosi terhadap persalinan.

Selama persalinan, mortilitas dan absorbsi saluran cerna menurun dan

waktu pemasangan lambung menjadi lambat. Mual, muntah, dan

sendawa juga terjadi sebagai respon refleks terhadap dilatasi serviks

lengkap.

30
h. Perubahan endokrin

Sistem endokrin aktif selama persalinan. Awitan persalinan dapat

diakibatkan oleh penurunann kadar progresteron dan peningkatan

estrogen, prostaglandin dan oksitosin. Metabolisme meningkat dan

kadar aliran darah dapat menurun akibat proses persalinan.

31
K. Pathways

- Faktor hormone

- Faktor syaraf

- Faktor kekuatan
plasenta

- Faktor nutrisi

- Faktor partus

Kala I

laten aktif transisi

Estrogen Rahim Nafas mulut kontraksi↑ Meningkatnya Kepala bayi ↓


dan besar dan metabolisme
progrestero menegang

Sirkulasi O2 Dilatasi Kadar aliran Menekan
Oksitosin ↑ Ischemia maternal ↓ uterus 4-8 cm darah menurun jaringan
alat rahim

Kadar Tekanan pada


Hipoksia Aliran balik Hipoksia
jaringan
prostaglandin ↑ Sirkulasi jaringan janin vena jaringan
uteroplasenta
menurun
terganggu

Nyeri
Kontraksi Hipoksia Resti akut
uterus jaringan kerusakan Resti penurnan
pertukara gas curah jantung
janin

Nyeri akut Resti cidera


pada janin

Gambar 2.3. Pathways

Bobak, 2004: Varney, 2003: Prawiroharjdo 2007

32
Kala II
Kala III

Pembukaan cerviks
10 cm
Bayi lahir

Mengeran involunter

Kontraksi uterus

Kepala janin menurun

Kehilangan Terjadi laserasi


Pengeluran darah lebih Menekan darah
banyak saraf/penegangan jarinan

Resti kekurangan
trauma jaringan
Resti kekurangan Nyeri akut cairan
volume cairan

Kala IV

Nyeri akut

Plasenta lahir Kelahiran bayi

Kontraksi uetrus Pemulihan sistem Pertambahan


tubuh anggota keluarga

Sirkulasi uteroplasenta Tremor otot Perubahan proses


berlnjut keluarga

perdarahan Trauma
mekanis/edma
otot

Nyeri akut
Resti kekurangan volume cairan

Gambar 2.4. Pathways

Bobak, 2004: Varney, 2003: Prawiroharjdo 2007

33
L. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian kala I

a. fase laten

1) Integritas ego : senang atau cemas

2) Nyeri atau ketidaknyamanan

a) Kontraksi regular, frekuensi, durasi, dan keparahan

b) Kontraksi ringan masing-masing 5-30 menit berkisar 10-30

detik

3) Keamanan : irama jantung janin paling baik terdengar pada

umbilicus

4) Seksualitas :

a) membrane makin tidak pecah.

b) Cerviks dilatasi 0 – 4 cm bayi mungkin pada 0 (

primigravidarum ) atau dari 0 - ±2 cm ( multigravida ).

c) Rabas vagina sedikit, mungkin lender merah muda (“

show”), kecoklatan, atau terdiri dari plak lendir.

b. fase aktif

1) Aktivitas/istirahat : dapat menunjukan bukti kelelahan

34
2) Integritas ego :

a) dapat lebih serius dan terhanyut pada proses persalinan.

b) ketakutan tentang kemampuan pengendalian pernafasan dan

atau melakukan teknik relaksasi.

3) Nyeri/kenyamanan: kontraksi sedang tiap 3,5 -5 menit berakhir

30-40 menit

4) Keamanan :

a) irama jantung janin terdeteksi agak dibawah pusat pada

posisi vertex.

b) Denyut jantung janin ( DJJ ) bervariasi dan perubahan

periodik umumnya tramati pada respons terhadap kontraksi,

palpasi abdominal, dan gerakan janin.

5) Seksualitas :

a) dilatasi serviks dari kira-kira 4 sampai 8 cm ( 1,5 cm/jam

miltipara, 1,2 cm/jam nulipara ).

b) perdarahan dalam jumlah sedang.

c) janin turun ±1-2 cm dibawah tulang iskial .

35
c. Fase transisi

1) Sirkulasi : TD meningkat 5-10 mmHg diatas nilai normal kien,

nadi meningkat.

2) Integritas ego :

a) perilaku peka.

b) munkin mengalami kesulitan mempertahankan control.

c) memerlukan pengingat tentang pernafasan.

d) mungkin amnestik, dapat menyatakan “ saya tidak tahan

lagi “ .

3) Eliminasi : dorong untuk menghindari atau defekasi melalui

fekal ( janin pada posisi posterior).

4) Makanan/ cairan : terjadi mual muntah.

5) Nyeri / ketidaknyamanan :

a) Kontraksi uterus kuat setiap 2-3 menit dan berakhir 45-

60 detik.

b) Ketidaknyamanan hebat pada area abdomen / sakral.

c) Dapat menjadi sangat gelisah.

d) Menggeliat-geliat karena nyeri / ketakutan.

36
e) Tremor kaki dapat terjadi.

6) Keamanan :

a) DJJ terdengar tepat diatas simphisis pubis.

b) DJJ dapat menimbulkan deselerasi lambat ( sirkulasi

uterus terganggu ) atau deselerasi awal.

7) Seksualitas :

a) Dilatasi serviks dari 8-10 cm.

b) Penurunan janin + 2 - +4 cm.

c) Tampilan darah dalam jumlah berlebihan.

2. Pengkajian kala II

a. Aktivitas / istirahat :

1) Laporan kelelahan.

2) Melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan

sendiri/teknik relaksasi.

3) Letargi.

4) Lingkaran hitam di bawah mata.

b. Sirkulasi : TD dapat meningkat 5-10 mmHg diantara kontraksi

37
c. Integritas ego :

1) Respon emosional dapat di rentang dan perasaan

fear/irritation/relief/ joy.

2) Dapat merasa kehilangan control atau sebaliknya seperti saat ini

klien terlibat mengejan secara aktif.

d. Eliminasi :

1) Keinginan untuk defekasi atau mendorong involunter pada

kontraksi disertai dengan tekanan intra abdomen dan tekanan

uterus.

2) Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan

3) Distensi kandung kemih mungkin ada, urin harus dikeluarkan

selama upaya mendorong.

e. Nyeri / ketidaknyamanan :

1) Dapat merintih atau meringis selama kontraksi.

2) Amnesia diantara kontraksi mungkin terlihat.

3) Melaporkan rasa terbakar / meregang dari perineum.

4) Kaki gemetar selama upaya mendorong.

5) Kontraksi uterus kuat, terjadi 1,5-2 menit masing-masing dan

berakhir 60-90 detik.

38
6) Dapat melawan kontraksi, khusunya bila ia tidak berpartisipasi

dalam kelas kelahiran anak.

f. Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat.

g. Keamanan :

1) Diaphoresis sering terjadi .

2) Bradikardia janin ( tampak saat deselerasi awal pada pemantau

elektrik ) dapat terjadi selama kontraksi ( kompresi kepala ).

h. Seksualitas :

1) Serviks dilatasi penuh ( 10 cm ) dan penonjolan 100 %.

2) Peningkatan perdarahan pervaginam.

3) Penonjolan rektum atau perineal dengan turunnya janin.

4) Membran dapat ruptur bila masih utuh.

5) Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kotraksi.

3. Pengkajian kala III

a. Aktivitas / istirahat : perilaku dapat direntang dari senang sampai

keletihan

39
b. Sirkulasi :

1) TD meningkat saat curah jantung meningkat kemudian kembali

normal dengan cepat.

2) Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan

anestesi.

3) Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan curah

jantung.

c. Makanan / cairan : kehilangan darah normal 250-300cc.

d. Nyeri / ketidaknyamanan : dapat mengelih tremor kaki/menggigil.

e. Keamanan :

1) Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya

robekan atau laserasi.

2) Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.

f. Seksualitas :

1) Darah berwarna kehitaman dari vagina terjadi saat plasenta lepas

dari endometrium, biasanya 1-5 mnt setelah melahirkan bayi.

2) Tali pusat memanjang pada muara vagina.

40
4. Pengkajian kala IV

a. Aktivitas/istirahat : dapat tampak berenergi atau kelelahan/keletihan,

mengantuk.

b. Sirkulasi :

1) Nadi biasanya lambat ( 50-70 dpm), karena hipersensitivitas vagal

2) Tekanan darah bervariasi mungkin lebih rendah pada respon

terhadap analgesia/anestesi, atau meningkat pada respons terhadap

pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan ( HKK)

3) Edema bila ada, mungkin dependen ( mis, ditemukan pada

ekstermitas bawah ), atau dapat meliputi ekstermitas atas dan

wajah, mungkin umum ( tanda-tanda HKK ) .

4) Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sempai 400-500

ml untuk kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk kelahiran

sesaria.

c. Integritas ego :

1) Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah; mis, eksitasi

atau perilaku menunjukan kurang kedekatan, tidak berminat (

kelelahan), atau kecewa.

2) Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk perilaku

intrapartum atau kehilangan kontrol; dapat mengekspresikan rasa

41
takut mengenai kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada

neonatal.

d. Eliminasi :

1) Hemoroid sering ada dan menonjol.

2) Kandung kemih mungkin teraba diatas simfisis pubis atau kateter

urinarius terpasang.

3) Dieresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat

aliaran urinarius, dan/atau cairan I.V. diberikan selama persalinan

dan kelahiran.

e. Makanan/cairan : dapat mengeluh haus, lapar, atau mual.

f. Neurosensori :

1) Sensasi dan gerakkan ekstermitas bawah menurun pada adanya

anesthesia spinal atau analgesia kaudal/epidural.

2) Hiperrefleksia mungkin ada ( menunjukan terjadinya atau

menetapnya hipertensi, khususnya pada diabetika, remaja, atau

klien primipara)

g. Nyeri/ketidaknyamanan : dapat melaporkan ketidaknyamanan dari

berbagai sumber; mis, setelah nyeri, trauma jaringan/perbaikan

episiotomi, kandung kemih penuh, atau perasaan dingin/otot tremor

dengan “ menggigil “.

42
h. Keamanan :

1) Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit ( pengerahan tenaga,

rehidrasi).

2) Perbaikan episiotomi utuh, dengan tepi jaringan merapat.

i. Seksual :

1) Fundus keras terkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi

umbilicus.

2) Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap,

dengan hanya beberapa bekuan kecil ( sampai ukuran plam kecil ).

3) Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis, atau rabas.

4) Striae mungkin ada pada abdomen, paha, dan payudara.

5) Payudara lunak, dengan putting tegang.

j. Penyuluhan/pembelajaran : catat obat-obatan yang diberikan, termasuk

waktu dan jumlah.

k. Pemeriksaan diagnostik : hemoglobin/hematokrit ( HB/HT ), jumlah

darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan lain mungkin dilakukan sesuai

indikasi dari temuan fisik.

M. Diagnosa keperawatan

1. Kala I

a. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus

43
b. Resiko tinggi cidera pada janin berhubungan dengan hipoksia jaringan

c. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan perubahan hormonal

d. Resti kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan

hipoksia jaringan janin

e. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan pada jarinan sekitar

f. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran

balik vena

2. Kala II

a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan jaringan

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukkan,

perdarahan

3. Kala III

a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kurangnya intake, muntah diaphoresis

b. Resiko tinggi cidera pada ibu berhubungan dengan kesulitan dalam

pelepasan plasenta

4. Kala IV

a. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi/ peningkatan

perkembangan anggota keluarga.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kelelahan/kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik.

c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis/edema jaringan,

kelelahan fisik dan psikologis.

44
N. Fokus intervensi

1. Kala I

a. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus

Tujuan : nyeri dapat berkurang

Hasil yang diharapkan :

1) Mengidentifikasi/ menggunakan teknik untuk mengontrol nyeri atu

ketidaknyamanan

2) Melaporkan nyeri berkurang

3) Tampak rileks atau tenang diantara kontraksi

Intervensi :

1) Kaji derajat nyeri melalui isyarat verbal dan nonverbal. Kaji

implikasi pribadi dan budaya dari nyeri.

Rasional : sikap terhadap nyeri dan reaksi terhadap nyeri adalah

individual dan berdasarkan pada pengalaman masa lalu, latar

belakang budaya, dan konsep diri

2) Kaji kebutuhan klien terhadap sentuhan fisik selama kontraksi.

Rasional : sentuhan dapat bertindak sebagai distraksi,

memberikan dukungan untuk tenang, dan dorongan, serta dapat

membantu mempertahankan kontrol/ penurunan nyeri.

3) Pantau frekuensi, durasi, dan intensitas uterus

Rasional : mendeteksi kemajuan dan mengamati respons uterus

abnormal.

45
4) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam. Palpasi di atas

simfisi pubis untuk menentukan distensi, khususnya setelah

blok saraf.

rasional : Mempertahankan kandung kemih bebas distensi,

yang dapat meningkatkan ketidak nyamanan, mengakibatkan

kemungkinan trauma, mempengaruhi penurunan janin, dan

meperlama persalinan. Analgesia epidural atau paraservikal

dapat mempengaruhi sensasi penuh.

5) Berikan informasi tenang ketersediaan analgeia, respons/efek

samping biasanya (klien dan janin), dan durasi efek analgetik

pada lampu atau sitiuasi penyerta.

Rasional : Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan

tentang cara pengontrolan nyeri. (Catatan: Bila tindakan

konservatif tidak efektif dan meningkatkan tegangan otot

meghalangi kemajuan persalinan, penggunaan medikasi yang

minimal dapat meningkatkan relaksasi, memperpendek

persalinan, membatasi keletihan, dan mencegah komplikasi).

6) Berikan analgesik seperti alfaprodin hidroklorida(Nisentil) atau

meperidin hidroklorida (Demerol) dengan kekuatan tranquilizer

dengan IV atau IM yang dalam di antara kontraksi, bila

diindikasikan.

Rasional : Rute IV disukai karena menjamin pemberian

analgetik lebih cepat dan absorbsi seimbang. Medikasi

46
diberikan dengan rute IM memerlukan sampai 45 menit untuk

mencapai kadar plasma adekuat, dan ambilan maternal

mungkin bervariasi, khususnya bila obat diinjeksikan ke dalam

lemak subcutan sebagai pengganti otot.

b. Resiko cidera janin berhubungan dengan hipoksia jaringan,

hiperkapnea.

Tujuan : diharapkan resiko cidera janin tidak terjadi.

Hasil yang diharapkan :

1) Djj dalam batas normal

2) Tidak ada perubahan periodik yang berbahaya

Intervensi :

1) Lakukan pemeriksaan Leopold, maneuver untuk menentukan

posisi janin dan presentasi.

Rasional : abnormalitas seperti presentasi wajah, dagu, dan

posterior juga memerlukan intervensi kusus untuk mencegah

persalinan yang lama.

2) Pantau DJJ baik secara manual atau elektronik, perhatikan

variasi DJJ.

Rasional : DJJ harus di rentang 120 sampai 160 dpm dengan

variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas

maternal, gerakan janin, dan kontraksi uterus.

47
3) Catat kemajuan persalinan.

Rasional : persalinan lama/disfungsional dengan perpanjangan

fase laten dapat menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress

berat, infeksi, dan hemoragik Karena atino/rupture uteri,

menempatkan janin pada resiko lebih tinggi terhadap hipoksia

dan cidera.

4) Inspeksi perineum ibu

Rasioanal : penyakit hubungan kalamin dapat didapatkan oleh

janin selama proses melahirkan, karenanya kelahiran sesari

dapat diindikasikan, khususnya klien dengan virus herpes

simpleks tipe II.

5) Berikan perawatan perineal pada ibu sesuai protokol atau

perintah.

Rasional : membantu mencegah pertumbuhan bakteri,

menghilangkan kontaminasi yang dapat menimbulkan

korioamnionitis ibu atau sepsis janin.

6) Posisikan pasien miring kiri

Rasional : meningkatkan perfusi plasenta; mencegah sindrom

hipotensi terlentang.

7) Kolaborasi pemberian oksigen.

Rasional : meningkatkan oksigen ibu yang tersedia untuk

ambilan fetal.

48
c. Perubahan elimunasi urin berhubungan dengan perubahan hormonal

Tujuan : meningkatkan dan memudahkan kemajuan dalam persalinan

Hasil yang diharapkan :

1) Mengosongkan kandung kemih dengan tepat.

2) Bebas dari cidera kandung kemih

Intervensi :

1) Palpasi diatas simpisis pubis.

Rasional : mendeteksi adanya urin dalam kandung kemih dan

derajat kepenuhan

2) Catat dan bandingkan masukan dan haluran.

Rasional : haluran kira-kira sama dengan masukan.

3) Anjurkan upaya berkemih yang sering, sedikitnya setiap 1-2 jam

Rasional : tekanan dari bagian presentasi pada kandung kemih

sering menurunkan sensai dan mengganggu pengosongan komplit.

4) Posisikan klien tegak, alirkan air kran, cucurkan air hangat di atas

perineum, atau biarkan klien meniup gelembung melalui sedotan.

Rasional : memudahkan berkemih/meningkatkan pengosongan

kandung kemih.

5) Ukur suhu dan nadi, perhatikan peningkatan.

Rasional : memantau derajat hidrasi

6) Kateterisasi sesuai indikasi.

49
Rasional kandung kemih terlalu distensi dapat menyebabkan atoni,

menghalangi turunya janin, atau menimbulkan trauma karena

bagian presentasi janin.

d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan

dengan perubahan suplai darah

Tujuan : resiko tinggi kerusakan pertukaran gas pada janin tidak terjadi

Hasil yang diharapkan :

1) Menunjukan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam batas

normal

2) Bebas dari efek-efek merugikan.

Intervensi :

1) Kaji adanya faktor maternal / kondisi yang menurunkan

uteroplasenta

Rasional : situasi resiko tinggi yang negatif mempengruhi

sisrkulasi kemungkinan dimanifestasikan pada deselerasi akhir dan

hipoksia janin.

2) Pantau DJJ setiap 15-30 menit

Rasional : takikardia atau bradikardia janin adalah indikasi dari

kemungkinan penurunan yang mungkin memerlukan intervensi.

3) Periksa DJJ segera bila ketuban pecah dan periksa 5 menit

kemudian

Rasional : mendeteksi distress janinkarena prolaps tali pusat

50
4) Anjurkan klien tirah baring bila bagian tirah baring tidak masuk

Rasional : menurunkan resiko prolaps tali pusat.

5) Perhatikan dan catat warna, jumlah amnion saat ketuban pecah.

Rasional :pada presentasi vertex, hipoksia yang lama

mengakibatkan cairan amniotik warna mekonium karena vagal,

yang merilekskan sfingter anal janin.

e. Resti penumpukan curah jantung berhubungan dengan penurunan

aliran darah

Tujuan : resiko tinggi penumpukan curah jantung tidak terjadi.

Hasil yang diharapkan :

1) TTV dalam batas normal

2) DJJ dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji TTV diantar kontraksi

Rasional : selama kontraksi, tekanan darah biasanya meningkat

5-10 mmHg, kecuali selama fase transisi, di mana tekanan

darah tetap tinggi.

2) Perhatikan adanya dan luasnya edema

Rasional : kelebihan retensi cairan menempatkan klien pada

resiko terhadap perubahan sirkulasi, dengan kemungkinan

insufisiensi uteroplasenta dimanifestasikan sebagai deselerasi

lanjut

51
3) Pantau DJJ selama dan diantara kontraksi

Rasional : kelebihan retensi cairan menempatkan klien pada

resiko terhadap perubahan sirkulasi, dengan kemungkinan

insufisiensi uteroplasenta dimanifestasikan sebagai deselerasi

lanjut

4) Catatan masukan dan haluran parenteral dan oral secara akurat

Rasional : tirah baring meningkatkan curah jantung dan haluran

urin dengan penurunan berat jenis

5) Tes urine, ukur berat jenis, dan kadar albumin

Rasional : menandakan spasme glomerulu. Yang menurunkan

reabsorbsi albumin

2. Kala II

a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan jaringan

Tujuan : nyeri akut tidak terjadi

Hasil yang diharapkan

1) Mengungkapkan penurunan nyeri

2) Menggunakan tehnik relaksasi untuk mengontrol nyeri

Intervensi :

1) Identifikasi derajat ketidaknyamanan dan sumbernya

Rasional : mengklarifikasi kebutuhan ; memungkinkan

intervensi yang tepat

2) Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi.

52
Rasional : memberikan informasi/dokumentasi legal tentang

kemajuan kontinyu; membantu mengidentifikasi pola kontraksi

abnormal, memungkinkan pengkajian dan intervensi segera

3) Berikan informasi dan dukungan berhubungan dengan

kemajuan persalinan.

Rasional : pertahankan supaya pasangan tetap mendapatkan

informasi tentang perkiraan kelahiran; menguatkan bahwa

upaya-upaya yang dilakukan itu berarti dan “akhirnya sudah

terlihat “.

4) Anjurkan klien untuk upaya meneran

Rasional : anestetik dapat mengganggu kemampuan klien

untuk merasakan sensasi berkenaan dengan kntraksi,

mengakibatkan mengejan tidak efektif

5) Pantau penonjolan parineal dan metal, pembukaan muara

vagina

Rasional : pemutaran anal ke arah luar dan penonjolan parineal

terjadi saat vertex janin turun, menandakan kebutuhan untuk

persiapan kelahiran.

6) Bantu klien memiliki posisi optimal untuk meneran.

Rasional : posisi yang tepat dengan relaksasi jaringan perineal

mengoptimalkan upaya mengejan, memudahkan kemajuan

persalinan, menurunkan ketidaknyamanan, dan menurunkan

kebutuhan terhadap penggunaan forsep

53
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukkan,

perdarahan

Hasil yang diharapkan :

1) Klien bebas dari tanda dehidrasi dan rasa haus

2) Haluaran urine adekuat, membran mukosa lembab

Intervensi :

1) Ukur masukan dan haluran

Rasional : pada adanya dehidrasi, haluran urin menurun,

peningkatan berat jenis, dan turgor kulit dan produksi mukus

turun. Proteinurea mengkin karena dehidrasi atau kelelahan,

atau dapat menandakan preeklmpsia.

2) Pantau suhu klien

Rasional : peningkatan suhu dan nadi menandakan dehidrasi

atau, kadang-kadang, infeksi.

3) Kaji DJJ dan data dasar; perhatikan perubahan periodik dan

variabilitas

Rasional : pada awalnya, DJJ dapat meningkat karena dehidrasi

dan kehilangan cairan. Asidosis maternal yang lama dapat

mengakibatkan asidosis dan hipoksia jaringan.

54
4) Berikan cairan peroral atau parenetral

Rasional : menggantikan kehilangan cairan. Larutan ringer

laktat diberikan secara intravena membantu memperbaiki atau

mencegah ketidakseimbangan elektrolit.

5) Lepaskan pakaian yang berlebih, lindungi dari menggigil

Rasional : menyejukan tubuh melalui evaporasi; dapat

menurunkan kehilangan diaforetik. Tremor otot yang

dihubungkan dengan menggigil meningkatkan suhu tubuh dan

ketidaknyamanan secara umum.

3. Kala III

a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kurangnya intake, muntah diaphoresis.

Tujuan : mempertahankan volume cairan

Hasil yang diharapkan :

1) Klien menunjukan TD, nadi dalam batas normal

2) Bibir lembab, tidak kering

3) Mata tidak cekung

Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda dan gejala kehilangan cairan berlebih atau

syok

55
Rasional : hemoragik dihubungkan dengan kehilangan cairan

lebih besar dari 500ml dapat dimanifestasikan oleh

peningkatan nadi, penurunan TD, sianosis, disorientasi, peka

rangsang, dan penurunan kesadaran.

2) Monitor TTV

Rasional efek samping oksitosin yang sering terjadi adalah

hipertensi.

3) Masase uterus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta

Rasional : miometrium berkontraksi terhadap rangsangan

taktil lembut, karenanya menurunkan lokia dan menunjukkan

bekuan darah.

4) Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta

Rasional : pelepasan harus terjadi dalam 5 menit setelah

kelahiran. Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta untuk

lepas, dan lebih banyak waktu dimana miometrium tetap

rileks, lebih banyak darah hilang.

5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian secara

pariental membantu memperbaiki volume sirkulasi dan

oksigenasi dari organ vital.

b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis

setelah melahirkan.

Tujuan : meningkatkan rasa nyaman

56
Hasil yang diharapkan : mengungkapkan penatalaksanaan/reduksi

nyeri

Intervensi :

1) Bantu dengan penggunaan tehnik relaksasi selama perbaikan

pembedahan, bila tepat.

Rasional : pernapasan membantu mengalihkan perhatikan

langsung dari ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi.

2) Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan.

Rasional : mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan

edema, dan memberikan kenyamanan dan anestesi lokal.

3) Ganti pakaian dan linen yang basah.

Rasional : meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.

4) Beri selimut penghangat

Rasional : tremor/menggigil pada pasca melahirkan mungkin

karena hilangnya tekana tiba-tiba pada saraf pelvis atau

kemungkinan dihubungkan dengan tranfusi janin ke ibu yang

terjadi pada pelepasan plasenta.

5) Bantu dalam perbaikan episiotomi, bila perlu.

Rasional : penyambungan tepi-tepi memudahkan

penyembuhan.

57
4. Kala IV

a. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi/

peningkatan perkembangan anggota keluarga.

Tujuan : meningkatkan kesatuan dan ikatan keluarga

Hasil yang diharapkan :

1) Menggendong bayi, saat kondisi ibu dan neonatus

memungkinkan

2) Mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat

Intervensi :

1) Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh, dan

memeriksa bayi, lebih disukai bersentuhan kulit dengan kulit.

Rasional : jam-jam pertama setelah kelahiran memberikan

kesempatan unik untuk terjadinya ikatan keluarga, karena ibu

dan bayi secara emosional saling menerima isyarat, yang

menimbulkan kedekatan dan penerimaan.

2) Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong beyi dan

membantu dalam perawatan bayi, sesuai kondisi.

Rasional : membantu memfasilitasi ikatan/kedekatan diantara

ayah dan bayi. Ayah yang secara aktif berpartisipasi dalam

proses kelahiran dan aktivitas interaksi pertama dari bayi,

secara umum menyatakan perasaan ikatan khusus pada bayi.

3) Observasi dan catat interaksi bayi-keluarga, perhatikan perilaku

untuk menunjukan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus.

58
Rasional : kontak mata dengan mata, penggunaan posisi

menghadap wajah, berbicara dengan suara tinggi, dan

menggendong bayi dihubungkan dengan kedekatan pada

budaya Amerika.

4) Catat pengungkapan/perilaku yang menunjukkan kekecewaan

atau kurang minat/kedekatan.

Rasional : datangnya anggota keluarga baru, bahkan sekalipun

sudah diinginkan dan diantisipasi, menciptakan periode

disekuilibrium sementara melakukan penggabungan anak baru

ke dalam keluarga yang ada.

5) Anjurkan dan bantu pemberian ASI, tergantung pada pilihan

kliem dan keyakinan/praktek budaya.

Rasional : kontak awal mempunyai efek positif pada durasi

pemberian ASI, kulit dengan kulit dan mulinya tugas ibu

meningkatkan ikatan.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kelelahan/kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik.

Tujuan : mencegah atau mengontrol perdarahan

Hasil yang diharapkan :

1) Menunjukan tanda-tanda vital stabil dalam batas normal.

2) Mendemonstrasikan kontraksi uterus yang kuat pada

umbilikus, aliran lokhial sedang dan tidak ada bekuan.

59
Intervensi :

1) Tempatkan klien pada posisi rekumben

Rasional : mengoptimalkan aliran darah serebral, dan

memudahkan pemantauan fundus dan aliran vaginal.

2) Catat lokasi dan kosistensi fundus setiap 15 mnt,dan catat

temuan

Rasional : aktivitas miometri uterus menimbulkan hemostasis

dengan mekan pembuluh darah endometrial

3) Dengan perlahan masase fundus bila lunak ( menonjol )

Rasional : masase fundus merangsang kontraksi uterus dan

mengontrol perdarahan.

4) Kaji kepenuhan kandung kemih diatas simfisis pubis.

Rasional : kandung kemih penuh mengubah posisi fundus dan

mengganggu kontraktilitas uterus

5) Kaji jumlah, warna, dan sifat aliran lokhial setiap 15 mnt.

Rasional : membantu mengidentifikasikan laserasi yang

potensial terjadi pada vagina dan serviks, yang dapat

mengakibatkan aliran berlebihan dan merah terang.

6) Kaji TD dan nadi setiap 15 menit

Rasional : bila perpindahan cairan terjadi dan darah di

reduksikan kedalam vena, penurunan sedang pada sistolik dan

diastolik TD dan takikardi ringan dapat terlihat.

60
7) Kolaborasi dalam pemberian oksitosin atau preparat ergot.

Rasional : merangsang kontraktilitas miometrium, menutup

pembuluh darah yang terpajan pada sisi bekas plasenta dan

menurunkan kehilangan darah.

c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis/edema jaringan,

kelelahan fisik dan psikologis.

Tujuan : meningkatkan kenyamanan

Hasil yang diharapkan :

1) Mengungkapkan reduksi rasa ketidaknyamanan/nyeri

2) Menunjukan postur dan ekspresi wajah rileks.

Intervensi :

1) Kaji sifat dan derajat ketidaknyamanan.

Rasional : membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang

memperberat ketidaknymanan/nyeri.

2) Beri informasi yang tepat tentang perawatan rutin selama

periode pascapartum.

Rasional : informasi dapat mengurangi ansietas berkenaan

denganrasa takut tentang ketidaktahuan, yang dapat

memperberat persepsi nyeri.

3) Inspeksi perbaikan episiotomi atau laserasi.

Rasional : trauma dan edema meningkatkan derajat

ketidaknyamanan dan dapat menyebabkan stress pada garis

jahitan.

61
4) Kaji adanya tremor kaki atau tubuh atau gemetar yang tidak

terkontrol.

Rasional : tremor pasca melahirkan mungkin disebabkan

karena bebas dari tekanan pada nervus pelvis secara tiba-tiba

atau mungkin berhubungan dengan tranfusi janin ke ibu yang

terjadi dengan pemisahan plasenta.

5) Lakukan tindakan kenyamanan (mis, memandikan klien )

Rasional : meningkatkan kenyamana, perasaan bersih, dan

kesejahteraan

6) Ajarkan penggunaan teknik pernafasan/relaksasi

Rasional : meningkatkan rasa control dan dapat menurunkan

beratnya ketidaknyamanan berkenaan dengan afterprin

(kontraksi ) dan masase fundus.

7) Posisi atau reposisi klien sesuai kebutuhan.

Rasional : sensasi dan gerakan ekstremitas bawah masih di

pengaruhi oleh blok subaraknoid atau peridural, yang

mengganggu kemampuan klien untuk melakukan posisi

nyaman.

8) Berikan lingkungan yang tenang.

Rasional : ketenangan dan istirahat dapat mencegah kelelahan

yang tidak perlu

62
9) Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai kebutuhan.

Rasional : analgesik bekerja pada pusat otak lebih tinggi untuk

menurunkan persepsi nyeri

63
STASE
KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR PNC (Postnatal Care)


RUMAH SAKIT PROF.DR.H.M. CHATIB QUZWAIN SAROLANGUN

DISUSUN OLEH

NAMA : YULI ELVIANI

NIM : 201000414901168

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2021
7

LAPORAN PENDAHULUAN

Tentang konsep dasar post partum yang terdiri dari definisi post partum,
adaptasi fisiologis post partum, adaptasi psikologis post partum, perawatan
pasca persalinan. Konsep dasar seksio sesaria terdiri dari definisi seksio
sesaria, klasifikasi seksio sesaria, indikasi seksio sesaria, manifestasi klinik
seksio sesaria, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan.

A. Konsep Dasar Post Partum


1. Konsep Dasar Kebutuhan Manusia
Menurut Virginia Henderson Keperawatan adalah suatu fungsi yang
unik dari Keperawatan untuk menolong klien yang sakit atau sehat
dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan meningkatkan
kemampuan, kekuatan, pengetahuan dan kemandirian pasien secara
rasional, sehingga pasien sembuh atau meninggal dengan tenang.
Definisi ini merupakan awal terpisahnya ilmu keperawatan dan medik
dasar. Dari referensi tersebut asumsi dari individu yaitu :
1. Individu perlu mempertahankan keseimbangan fisiologis dan
emosional
2. Individu memerlukan bantuan untuk memperoleh kesehatan dan
kemandirian atau meninggal dengan damai
3. Individu membutuhkan kekuatan yang diperlukan, keinginan atau
pengetahuan untuk mencapai atau mempertahankan kesehatan

Henderson berpendapat peranan perawat membantu individu sehat


sakit dengan suatu cara penambah atau pelengkap (supplementary atau
emplementary).
Perawat sebagai partner penolong pasien dan kalau perlu sebagai
pengganti pasien. Focus perawat adalah menolong apsien dan keluarga
untuk memperoleh kebebasan dalam makan, bernafas normal. Tempat
memenuhi kebutuhan dasar: bergerak dengan mempertahankan,
8

eliminasi sampah tubuh, minum adequatemerubah dengan yang cocok.


Tidur dan istirahat, posisi yang diinginkan, mempertahankan
temperature tubuh dalam rentan normal dengan mengatur menjaga
tubuh, pakaian dan mendidik lingkungan. Dalam tulisannya dia
membicarakan keutamaan individual, dia melihat individu sebagai
relasi untuk perawat tapi sedikit membahas dampak dari komunitas
individu dan keluarga. Dalam buku yang ia tulis dengan Harmer, dia
mendukung tugas dari agency swasta dan public dalam menjaga
kesehatan masyarakat. Dia percaya bahwa masyarakat menginginkan
dan mengharapkan pelayanan perawat untuk orang-orang yang tidak
dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri. Dia mengharapkan
masyarakat untuk berkontribusi dalam pendidikan keperawatan. Model
perawat yang dijelaskan oleh Virginia handerson adalah model konsep
aktifitas sehari-hari dengan mengambarkan gambaran fungsi utama
perawat yaitu menolong.

2. Definisi Post Partum


Post partum adalah jangka waktu antara lahirnya bayi dengan
kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal seperti sebelum
hamil. Periode ini seringkali disebut masa nifas (puerperium), atau
trimester empat kehamilan, masa nifas secara dikatakan berlangsung 6
minggu, lamanya bervariasi pada tiap wanita (lowdermilk, 2013).
Periode postpartum adalah waktu antara kelahiran dan kembalinya
organ reproduksi keadaan tidak hamil yang normal.Periode ini kadang-
kadang disebut sebagi masa nifas, atau trimester keempat.Meskipun
masa nifas secara tradisional dianggap berlangsung 6 minggu,
kerangka waktu ini bervariasi di antara wanita. Perubahan fisiologi
yang terjadi selama proses pemulihan kehamilan berbeda, tetapi itu
normal (Perry, Shannon E, 2018).
Masa postpartum terbagi tiga tahap, yaitu:
a. Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah
melahirkan)
9

Post partum dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah di


perbolehkan berdiri dan jalan jalan, dihitu Post partum dini,
yaitu kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan berdiri dan
jalan jalan, dihitung setelah 24jam plasenta lahir.
b. Early post partum periode (minggu pertama setelah
melahirkan)
Periode 1 minggu setelah melahirkan
c. Late post partum (minggu kedua/ketiga sampai keenam setelah
melahirkan.

3. Adaptasi Fisiologis Post Partum


Setelah proses melahirkan, seluruh sistem tubuh berhubungan proses
kehamilan akan mengalami perubahan adaptasi
a. Perubahan sistem reproduksi
1) Uterus ( involusi uterus)
Kembalinya uterus ke keadaan normal setelah melahirkan
disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah ekspulsi
plasenta dengan kontraksi otot polos uterus.
Pada akhirnya kala tiga persalinan, uterus akan berada
ditengah, kira kira 2 cm dibawah umbilicus, dengan fundusnya
berada di promontorium sacrum. Pada saat ini, berat uterus
sekitar 100g.
Dalam 12 jam, fundus akan naik menjadi setinggi umbilicus,
kemudian fundus
akan turun sekitar 1 cmsetiap hari. Seminggu setelah
melahirkan, fundus biasanya berada 4-5 jari di bawah
umbilikus. Uterus seharusnya sudah tidak bisa dipalpasi dari
abdomen setelah 2 minggu dan sudah kembali ke keadaan
normal seperti sebelum hamil setelah 6 minggu.
Uterus yang saat cukup bulannya berada sekitar 11 kali berat
pada saat tidak hamil, akan menjadi berinvolusi menjadi sekitar
500g pada minggu pertama post partum dan 350g setelah 2
10

minggu. Setelah 6 minggu, berat uterus akan berkisar antara


60-80g (blackburn, 2013).
2) Tempat plasenta
Dengan involusi uterus, maka lapisan luar desidua yang
mengelilingi tempat atau situs plasenta akan menjadi nekrotik
(layu/mati). Decidua yang mati akan keluar bersama dengan
sisa cairan, suatu campuran antara darah dan yang dinamakan
lochea yang menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik tadi
adalah karena pertumbuhan endometrium. regenerasi
endometrium selesai pada hari ke 16 postpartum, kecuali pada
tempat plasenta melekat. Regenerasi pada tempat tersebut
terjadi perlahan dan biasanya baru selesai sampai 6 minggu
setelah melahirkan.( Blackburn, 2013).
3) Afterpains
Afterpain merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah
melahirkan dengan berbagai intensitas. Peristiwa ini merupakan
hal yang sering dialami oleh multipara, yang otot-otot
uterusnya tidak lagi dapat mempertahankan retraksi yang tetap
karna penurunan tonus dari proses persalinan sebelumnya. Pada
primipara, tonus uterus meningkat, dan otot-ototnya masih
dalam keadaan kontraksi dan retraksi yang tonik, oleh karena
itu, primipara umumnya tidak mengalami afterpain. Namun,
jika uterus sangat besar, seperti pada kasus kehamilan multiple
atau pholihidraion maka akan terjadi kontraksi intermiten, yang
menyebabkan afterpain.
Afterpain sering kali terjadi bersamaan dengan menyusui, saat
kelenjar hipofisi posterior melepaskan oksitosin yang
disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi
saluran lacteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum
atau air susu, dan menyebabkan otot-otot uterus berkontraksi.
Sensasi afterpain dapat terjadi selam kontraksi uterus aktif
untuk mengeluarkan bekuan-bekuan darah dari rongga uterus.
11

4) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan uterus selama masa nifas dan
memiliki bau yang amis/anyir meskipun tidak terlallu
menyengat dan volumenya berbeda beda pada setiap wanita.
Lochea mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lochea dapat dibagi menjadi (Maryunani, 2009).
a) Lochea rubra, rabas berwarna merah terang ini berlangsung
selam 3 hari dan terutama terdiri atas darah dengan
sejumblah lender, partikel desidua, dan sisa sel dari tempat
plasenta.
b) Lochea serosa, rabas cair berwarna merah muda terjadi
seiring dengan perdarahan dari endometrium berkurang,
kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah melahirkan
dan terdiri atas darah yang sudah lama, serum, lekosit, dan
sisa jaringan.
c) Lochea alba, rabas coklat keputih-putihan yang encer dan
lebih trasnparan ini terjadi setelah hari ke 10 dan
mengandung lekosit, sel-sel epitel, lender, serum. Pada
akhir minggu ke-3 rabas biasanya hilang, walaupun rabas
mukoid berwarna kecoklatan mungkin terjadi sampai
minggu ke-6 (Katz, 2007).
5) Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks mendatar dan sedikit tonus,
tampak lunak dan edema serta mengalami banyak laserasi
kecil.Serviks ukurannya mencapai 2 jari dan ketebalannya
sekitar 1cm. dalam 24 jam, serviks dengan cepat memendek
dan menjadi lebih keras dan lebih tebal. Mulut serviks secara
bertahap menutup, ukurannya 2 sampai 3 cm setelah beberapa
hari dan 1 cm dalam waktu 1 minggu.
6) Vagina dan Perinium
Vagina menjadi lunak dan membengkak dan memiliki tonus
yang buruk setelah persalinan.Setelah 3 minggu, vaskularisasi,
12

edema, dan hipertropi akibat kehamilan dan persalinan


berkurang secara nyata.Ketika sel-sel vagina diperiksa secara
mikroskopik, epithelium tampak atropik sampai minggu ketiga
hingga minggu keempat, tetapi sel-sel tersebut mencapai
kembali indeks estrogen yang relatif ini berperan penurunan
vasokongesti, yang menyebabkan penurunan respons seksual
pada minggu-minggu awal setelah melahirkan.
7) Abdomen
Ketika wanita berada pada hari-hari setelah melahirkan,
perutnya menonjol dan memberinya penampilan yang masih
hamil.Selama , 2 minggu pertama setelah lahir, dinding perut
rileks. Dibutuhkan 6 minggu hingga dinding abdomen kembali
kekeadaan sebelum hamil.

b. Sistem endokrin
Setelah kelahiran anak, kadar plasma horon yang diproduksi oleh
plasenta menurun secara cepat. Human plasenta lactogen, tidak
dapat terdeteksi dalam 24 jam dan kadar hormone gonodatropin
korionik turun dengan cepat. Kadar estrogen turun sampai 90%
dalam 3 jam setelah persalinan dan kemudian secara continue
menurun sampai hari ke 7 pascapartum saat estrogen mencapai
kadar yang terendah. Estrogen kembali ke kadar fase folikuler
sekitar 3 minggu pada wanita yang tdiak menyusui.

Kembalinya kadar normal estrogen lambat pada wanita yang


menyusui. Kadar prolaktin ( hormone hipofisis) meningkat selama
kehamilan setelah melahirkan, prolaktin menurun pada yang
wanita yang tidak menyusui dan mencapai kadar seperti sebelum
hamil pada 2 minggu. Pada wanita yang menyusui, prolaktin
meningkat dengan tajam bersamaan dengan hisapan dan tetap naik
selama berbuan bulan. Kadar serum prolaktin dipengaruhi oleh
banyaknya stimulus hisapan. Pada wanita yang menyusui 1-3 kali
13

perhari, prolaktin kembali ke kadar normalnya setelah 6 bulan jika


tidak menyusui lebih dari kali sehari, kadar prolaktin yang tinggi
akan terus ada sampai lebih dari 1 tahun.

c. Sistem urinaria
Pada 12 jam setelah melahirkan, ibu akan mulai kehilangan cairan
berlebihan di jaringan yang berakumulasi selama kehamilan.
Daforesis sering kali terjadi terutama pada malam hari, dua sampai
tiga hari pertama post sc. Diuresis postpartum, yang disebabkan
oleh kadar estrogen yang berkurang, hilangnya tekanan vena
meningkat di ekstermitas bawah, dan hilangnya peningkatan
volume darah karena kehamilan, juga membantu tubuh untuk
membuang cairan berlebih. Hilangnya cairan lewat keringat dan
penigkatan urine berperan dalam hilangya berat badab sekitar 2,25
pada masa nifas.
Kombinasi trauma karena melahirkan, peningkatan kapasitas
kandung kemih setelah melahirkan, dan efek anastesi akan
menyebabkan penurunan dorongan untuk berkemih. Selain itu rasa
nyeri di panggul karena tekanan saat melahirkan, laserasi atau
epiostomi di vagina akan menurunan atau mengubah refleks
berkemih. Berkurangnya frekuensi berkemih dan dieresis post
partum akan menyebabkan distensi kandung kemih. Tonus
kandung kemih biasanya akan kembali normal dengan
pengosongan yang adekuat dalam 5-7 hari setelah melahirkan.

d. Perubahan sistem pencernaan


Biasanya, ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan
mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas
tubuh. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi
dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan saat ambulasi
14

awal. Ibu sering kali mengantisipasi rasa tidak nyaman selama


pergerakan usus karena rasa nyeri dan menahan dorongan untuk
defekasi. Pergerakan usus yang biasa dan teratur akan kembali
setelah tonus otot kembali.

e. Payudara
Beberapa hormone hipofisis yang berperan dalam perkembangan
payudara di laktasi : prolaktin , hormone adrenokortikotropik,
hormone pertumbuhan manusia, tyroid simulatin hormone, follicle
stimuklating hormone (FSH), dan luteizing hormone (LH).
Prolaktin mempersiapkan payudara untuk laktasi dengan
meningkatkan ukuran payudara dan alveoli selama kehamilan.
Sejalan dengan lajunya usia kehamilan prolaktin menstimulasi
sekresi yang berasal dari sel-sel alveolar mamae, dan estrogen
menstimulasi pertumbuhan saluran dan alveolar, tetapi secara
bertentangan, astrogen dan progesterone menghambat sekresi air
susu.
Sekresi air susu dimulai dasar sel sel alveolar, tempat tetesan
terkecil dibentuk dan kemudan berimigrasi ke membrane sel.
Tetesan kecil ini dikeluarkan kedalam saluran alveolar untuk
disimpan. Pengeluaran air susu, atau let down, merupakan suatu
proses kontraksi sel miopitel payudara mendorong air susu
melewati saluran lalu masuk kedalam sinus laktiferus. Sinus ini
terletak dibawah areola dan air susu dikeluarkan dari sinus tersebut
dengan isapan bayi (Reeder, 2011).
Selama 24 jam pertama setelah melahirkan terjadi sedikit
perubahan di jaringan payudara. Kolostrum , cairan kuning jernih,
dapat keluar dari payudara. Payudara perlahan akan menjadi lebih
penuh dan berat ketika kolostrum berubah menjadi susu 72 sampai
96 jam setelah melahirkan. Payudara akan terasa hangat, kras dan
agak nyeri. Air susu putih kebiruan yang terlihat seperti susu-skim
(susu sebenernya) akan keluar dari payudara. Ketika kelenjar air
15

susu dan salurannya penuh dengan air susu, jaringan payudara akan
terasa bernodul atau berbenjol. Pada ibu yang tidak menyusui
pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak
nyaman biasanya berkurang dalam 24 – 36 jam
(Lowdermilk, 2013)

f. Sistem Kardiovaskuler
Kebanyakan perubahan signifikan yang disebabkan oleh kehamilan
menghilang pada akhir minggu kedua pascapartum. Dalam
beberapa hari setalah melahirkan tekana darah, frekuensi jantung,
konsumsi oksigen, dan jumblah cairan total umumnya kembali ke
kondisi sebelum hamil. Perubahan lainnya membutuhkan waktu
beberapa minggu untuk kembali kekeadaan sebelum hamil.
1. Volume darah
Perubahan volume darah setelah melahirkan berhubungan
dengan kehilangan darah dan dieresis pasca melahirkan. Rata
rata kehilangan darah pada persalinan dengan seksio sesaria,
kehilangan darah sering kali lebih dari 1.000 mL. Perubahan
fisiologis pascapartum memediasi respon terhadap kehilangan
darah dan melakukan fungsi perlindungan. Perubahan volume
darah pascapartum terjadi dengan cepat. Terjadi peningkatan
sementara sebesar 15% sampai 30% pada sirkulasi volume
darah antara 12 sampai 48 jam setelah melahirkan karena
perpindahan cairan ekstravaskular dan dieresis. Hal ini
menimbulkan efek hemodilusi, dengan penurunan kadar
hematokrit dan peningkatan curah jantung.

2. Curah jantung
Frekuensi denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung
akan meningkat selama kehamilan. Curah jantung akan tetap
meningkat minimal sampai 48 jam pertama pascapartum karena
peningkatan volume sekuncup. Peningkatan volume sekuncup
16

ini disebabkan oleh kembalinya darah kedalam sirkulasi ibu,


karena penurunan yang cepat dari aliran darah uterus dan
mobilitas cairan ekstravaskuler (Blackburn, 2007).
Curah jantung berkurang sekitar 30% dalam 2 minggu sete;ah
melahirkan dan perlahan berkurang sampai seperti sebelum
hamil dalam 6 sampai 12 minggu post partum pada sebagian
besar wanita. Meski demikian, curah jantung, volume
sekuncup, volume akhir diastolic dan resistansi pembuluh
darah sistemik akan tetap meningkat pada beberapa wanita
sampai 12 minggu atau lebih.
3. Tanda vital
Beberapa perubahan pada tanda vital sering kali terlihat pada
keadaan normal. Denyut jantung dan tekana darah akan
kembali ke niali sebelum hamil dalam beberapa sebelum hamil
dengancepat setelah uterus kosong, diafragma akan turun,
normal jantung kembali, dan titik rangsang maksimal dan
elektrokardiogramakan kembali normal.

4. Komponen Darah
a. Hematokrit dan hemoglobinolume darah total akan
berkurang sekitar 16% dari nilai sebelum melahirkan,
sehingga terjadi anemia sementara. Namun , pada 8 minggu
setelah melahirkan jumblah sel darah merah akan
meningkat, dan sebagian besar wanita akan mempunyai
hematokrit normal.
b. Hitung jenis sel darah putih
Leukosit normal selama kehamilan rata-rata sekitar
12000/mm. Selama 10 sampai 12 hari pertama setelah
melahirkan, nilai sebesar 20000-25000/mm umum terjadi.
Neutrofil merupakan sel darah putih terbanyak.
Leukositosis dengan peningkatan laju endap darah yang
17

juga normal akan mengaburkan diagnosis infeksi akut pada


waktu ini.
c. Faktor pembekuan
Faktor pembekuan dan faktor fibrinogen normalnya akan
meningkat selama kehamilan dan tetap meningkat selama
masa nifas. Ketika digabungkan dengan keruskan dan
imobilitas pembuluh darah, keadaan hiperkoagulabilitas ini
menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli, terutama
setelah operasi sesar. Aktifitas fibrinolitik juga akan
meningkat selama 1 sampai 4 hari setelah melahirkan.

5. Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi saat
kehamilan akan dibalikkan saat masa nifas. Adaptasi ini
termasuk relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat gravitasi ibu sebagai respons terhadap uterus yang
membesar. Meskipun semua sendi lainnya kembali ke keadaan
sebelum hamil, sendi di kaki tidak akan kembali. Ibu mungkin
akan mendapatkan ukuran sepatunya membesar.

6. Sistem Integumen
Kloasma kehamilan biasanya menghilang pada akhir kehamilan
hiperpigmentasi areola dan linea nigra mungkin tidak akan
hilang sepenuhnya setelah melahirkan. Beberapa wanita akan
mempunyai warna yang lebih gelap secara permanen pada area
tersebut. Striie gravidarum (stretch mark) di payudara,
abdomen, pinggul, dan paha akan memudar tapi biasanya tidak
menghilang.
Pertumbuhan rambut akan menjadi lambat pada periode
postpartum. Beberapa wanita dapat mengalami rambut rontok
karena rambut yang rontok sementara lebih banyak dari pada
rambut yang tumbuh. Rambut- rambut halus yang banyak saat
18

hamil akan menghilang setelah melahirkan. Meski demikian,


rambut yang kasar yang muncul selama kehamilan biasanya
menetap. Kuku akan kembali ke konsistensi dan kekuatannya
seperti sebelum hamil. Perubahan pada sistem integument yang
paling terlihat adalah munculnya keringat berlebih.

4. Adaptasi Psikologis Post Partum


Wanita banyak mengalami perubahan emosi pada awal masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting untuk
memantau perkembangan penyesuaian psikologis yang normal
sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan
khusus dalam masalah nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari
penyesuaian yang normal yang umum terjadi
Adaptasi psikologis ibu nifas dibagi 3 yaitu :

a. Fase Talking In
Fase talking in (Dependent) adalah fase ketergantungan yang
berlangsung dari hari pertama sampai hari keduan setelah
melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada
dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering
berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat
untuk untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah
tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra
makanan untuk proses pemulihan.

b. Fase Talking Hold


Fase talking hold (Dependent-Independent ) fase ini berlangsung
antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase talking hold, ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanngung jawab
dalam merawat bayinya. Selain itu perasaannya mudah tersinggung
dan komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang
19

baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan


bayinya sehingga tumbuh percaya diri.

c. Fase Letting Go
Fase letting go (Independent)fase ini merupakan fase menerima
tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari
setelah melahirkan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan
ketegantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini (Sunarsih, 2011).

5. Perawatan Pasca Post Partum


a. Mobilisasi
Disebabkan lelah setelah bersalin, ibu harus istirahat, tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring
miring ke kanan dan kiri unyuk mencegah terjadinya dan
thrombosis dan troemboli. Pada hari kedua diperbplehkan duduk,
hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat atau lima sudah
diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi,
tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka
luka.
b. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori.Sebaiknya
makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-
sayuran, dan buah-buahan.
c. Miksi
Hendaknya bak dapat dilakukan sendiri secepatnya.Kadang-kadang
wanita mengalami sulit bak, karena spingter ureter ditekan oleh
kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spingter ani selama
persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang
terjadi selama persalinan.Bila kandung kemih penuh dan wanita
sulit kencing, sebaiknya dilakukan katerisasi.
20

d. Defekasi
Ibu diharapkan dapat BAB 3-4 hari pasca persalinan.Apabila
mengalami kesulitan BAB/konstipasi, lakukan diet teratur, cukup
cairan, konsumsi makanan tinggi serat, olahraga, berikan obat
rangsangan per oral/ per rectal atau lakukan klisma bilamana
diperlukan.
e. Perawatan payudara
Tujuan perawatan payudara adalah untuk mencegah infeksi,
menyangga payudara secara adekuat, dan kenyamanan ibu.
Perawatan mamae sudah di mulai sejak hamil supaya putting, susu
lemas tidak keras, dan kering sebagi persiapan untuk menyusui
bayinya. Dianjurkan ibu untuk menyusukan bayinya dengan baik
dan benar karena air susu ibu (ASI) sangat baik untuk bayinya.
f. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan
telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamae, yaitu
proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan
lemak bertambah. Keluarnya cairan susu, hipervaskularisasi, dan
setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesterone
hilang. Maka, timbul pengaruh oksitosin menyebabkan keluarnya
air susu ibu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan
miopitel kelenjar susu berkontraksi sehingga ASI keluar.
g. Pemeriksaan pasca persalinan
Bagi wanita dengan persalinan normal sebaliknya dilakukan
pemeriksaan kembali setelah 6 minggu persalinan.Namun, wanita
dengan persalinan yang bermasalah harus kontrol 1 minggu setelah
bersalin. Pemeriksaan post natal meliputi pemeriksaan umum pada
tekanan darah, nadi, keluhan,dan sebagainya. Selain itu, keadaan
umum suhu badan, selera makan, payudara (ASI dan putting susu),
dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum, secret yang
keluar, dan keadaan alat alat kandungan.
21

h. Nasihat untuk ibu postnatal


Nasihat yang dapat di sampaikan pada ibu postnatal antara lain
bahwa fisioterapi seperti senam nifas sangat baik dilakukan sesuai
keadaan ibu, sebaiknya bayi segera disusui, mengikui keluarga
berencana, dan membawa bayi untuk imunisasi (mochtar, 2007).

B. Konsep Dasar Seksio Sesaria


1. Definisi Seksio Sesaria
Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan bayi melalui insisi pada
dinding abdomen dan rahim. Pada beberapa dekade terakhir, cara ini
jauh lebih sering dilakukan. Seksio sesaria telah menggantikan teknik
persalinan per vagina dengan bantuan alat yang berkomplikasi dan
semakin sering digunakan dalam menangani janin yang beresiko,
khususnya pada janin premature. Meskipun demikian, harus di ingat
bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas seksio sesaria besar dari pada
persalinan per vagina dan tatalaksana pasien pada kehamilan
berikutnya cenderung akan didominasi oleh teknik ini mengingat
adanya bekas luka pada rahim pasien tersebut (Henretty 2010).

2. Klasifikasi Seksio Sesaria


Klasifikasi sesksio sesaria merujuk pada insisi uterus yang digunakan.
Walaupun saat ini terdapat tige tipe bentuk insisi, insisi melintang pada
segmen bawah uterus merupaka insisi yang menjadi pilihan utama.
Tipe pelahiran sesarea lainnya meliputi seksio sesaria klasik, yaitu
suatu insisi tegak lurus dibuat pada segmen atas uterus, atau sesarea
vertikel rendah dibuat di segmen bawah uterus. Hanya dua tipe yang
paling umum dilakukan yang dibahas menjadi 3(tiga) jenis
(Reeder, 2014).
22

a. Persalinan sesarea melintang (Segmen Bawah )


Pelahiran sesarea melintang, atau segmen bawah merupakan
pelahiran sesarea yang pada umumnya dipilih karena berbagai
alasan. Karena insisi dibuat pada segmen bawah uterus, yang
merupakan bagian paling tipis dengan aktivitas uterus yang paling
sedikit, maka pada tipe insisi ini kehilangan darah minimal. Area
ini lebih mudah mengalami pemulihan, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya ruptur jaringan parut pada kehamilan
berikutnya. Selain itu juga insiden peritonitis, ileus paralisis, dan
perlekatan usus lebih rendah.
Insisi awal ( pembukaan rongga abdomen) dibuat secara melintang
melalui daerah peritoneum uterus, yang menempel dengan kendur
tepat diatas kandung kemih. Lipatan peritoneum bawah dan
kandung kemih dipisahkan dari uterus, dan otot otot uterus diinsisi
secara tegak lurus ataupun secara melintang. Selaput ketuban
dipecahkan, dan janin dilahirkan. Plasenta dikeluarkan dan
pemberian oksitosin melalui intravena dilakukan untuk membuat
uterus berkontraksi. Insisi uterus dijahit dalam dua lapisan, dengan
lapisan kedua bertumpang tindih dengan lapisan pertama. Susunan
kedua lipatan penutup ini menutup rapat insisi uterus dan diyankini
untuk mencegah lokia masuk kedalam rongga peritoneum.
Kemudian daerah peritoneum visceral dirapatkan kembali dengan
satu lapisan jahitan continue menggunakan benang jahit yang dapat
diserap. Rongga abdomen dibersihkan dari tampon. Lavase dengan
menggunakan salin normal dilakukan untuk mengurangi infeksi
pasca bedah dan kemudian abdomen ditutup dengan jahitan lapis
demi lapis.
b. Sebuah insisi tegak lurus dibuat langsung pada dinding korpus
uterus. Janin dan plasenta dikeluarkan dan insisi ditutup dengan
tipe lapisan jahitan menggunakan benang yang dapat diserap.
Tindakan ini dilakukan dengan menembus lapisan uterus yang
23

paling tebal pada korpus uterus. Hal ini terutama bermanfaat ketika
kandung kemih dan segmen bawah mengalami perlekatan yang
ekstensif akibat seksio sesaria sebelumnya. Kadang kala, tindakan
ini dipilih saat janin dalam posisi melintang atau pada kasusu
plasenta prevuia anterior.
Karena sesarea klasik lebih eksentsif, yang memberikan akses yang
cepat pada janin, metode ini merupakan pilihan ketikan terjadi
perdarahan akut atau pada situasi darurat lainnya pada saat waktu
sangat penting dan kehidupan wanita dan janin terancam. Lima
kondisi lain yang juga memerlukan insisi klasik
a) Janin preterm kurang dari 34 minggu dengan presentasi
bokong, karena segmen bawah masih belum terbentuk secara
adekuat dan insisi melintang mungkin terlalu sempit untuk
melakukan pelahiran janin tanpa menimbulkan trauma
b) Akses ke segmen bawah uterus terhambat karena adanya
jaringan fibrosa
c) Akan dilakukan tindakan histerektomi segera setelah seksio
sesaria
d) Seksio sesaria postmortem dalam usaha untuk menyelamatkan
janin yang hidup dari seorang ibu yang meninggal
e) Terdapat kanker serviks invasif

3. Indikasi Seksio Sesaria


Muchtar (2013) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi
indikasi dilakukan seksio sesaria, diantarnya yaitu :
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Disproporsi sefalo-pelvik
Ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju
24

g. Distosia serviks
h. Pre- eklampsi dan hipertensi
i. Malpresentasi janin :
1) Letak melintang
a) bila adakesempitan panggul, maka seksio sesaria adalah
cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin
dan besar biasa.
b) Semua primigravida dengan letak lintang harus tolong
dengan seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul
sempit
c) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara cara lain
2) Letak bokong : Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong
bila ada :
a) Panggul sempit
b) Primigravida
c) Janin besar
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara
cara lain tidak berhasil
Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
4) Seksio sesaria dianjurkan
a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi janin bahu
(shoulder presentation)
b) Bila terjadi interlock (locking of the twins)
c) Distosia oleh karena tumor
d) Gawat janin

Dari beberapa faktor seksio sesaria yang telah diuraikan, beberapa


indikasi seksio sesaria menurut (Manuaba, 2002) Dan (Syaifudin,
2001)
Dalam buku adalah sebagai berikut :
1) CPD ( Chepalo Pelvic Dispropotion)
25

CPD ( Chepalo Pelvic Dispropotion) adalah ukuran lingkar


panggul ibu tidak sesuai dengan lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merukapan jalan yang harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran- ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2) PEB (Pre-Eklmapsi Berat)
Pre-eklmasi dan eklamsi merupakan satu kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, Pre-Eklmasi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu, diagnosis disini
amatlah pentingm yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KPD (Ketuba Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu,
sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37
minggu, sedangkan matur dibawah 36 minggu.
4) Bayi Kembar
Tidak selamanyan bayi kembar dilahirkan secara ceasar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi dari pada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar
pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan letak janin
26

a) Kelaianan pada letak kepala


i. Letak kepa tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemerikasaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul`
ii. Presentasi muka
letak kepala tengah (defleksi), sehingga kepala bagian
terletak paling rendah ialah muka
iii. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetep paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya berubah menjadi letak
muka atau belakang kepala.
b) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenali beberapa jenis letak
sungsang, yakni prsentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki.

j. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan post seksio sesaria, menurut
(prawihrdjo, 2007) antara lain :
a) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b) Terpasang kateter : urin jernih dan pucat.
c) Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d) Bising usus tidak ada
e) Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f) Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g) Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebih dan banyak
27

k. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tindakan seksio sesaria
menurut Mochtar, 2002 dalam buku adalah :
a) Pemeriksaan darah lengkap
b) Golongan darah (ABO), dan pencocokan silang
c) Urinalisasi : menentukan kadar albumin/glukosa.
d) Pelvimetri : menentukan CVD.
e) Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tpe II.
f) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan
kedudukan, dan presentasi janin.
g) Tes stress kontraksi atau tes non stress : mengkaji respon janin
terhadap gerakan/stress dari pola kontraksi uterus/pola abnormal
h) Penentuan elektronik selanjutnya : memastikan status
janin/aktivitas uterus.

l. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan seksio sesaria adalah
sebagai berikut :
a. Infeksi puerpuralis
1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralirik. Hal ini
sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama.
b. Perdarahan disebabkan karena :
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Atonia uteri
3) Perdarahan pada placenta bled
c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung
kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi
28

d. Suhu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya


perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi rupture uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah seksio sesaria klasik.

m. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio
caesarea menurut (Prawirohardjo, 2007), yaitu:
a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.
b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa
uterus tetap berkontraksi dengan kuat.
c. Pemberian analgetik dan antibiotik.
d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.
e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai
untuk 24 jam pertama setelah pembedahan.
f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar
dari tempat tidur dengan bantuan orang lain.
g. Perawatan luka: insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip)
diangkat pada hari keempat setelah pembedahan.
h. Pemeriksaan laboratorium: hematokrit diukur pagi hari setelah
pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau
mengisyaratkan hipovolemia.

C. Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dalam landasan proses keperawatan,
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi dan menganalisa masalah pasien. Penulis hanya akan
menjelaskan pengkajian secara khusus pada pasien dengan kelahiran
seksio sesaria. Menurut (Donges, 2011) pengkajian pada post sesaria
adalah :
29

1. Pengkajian Dasar
a. Sirkulasi
Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer atau statis vascular (peningkatan pembentukan thrombus).
b. Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor stress
multiple, dengan tanda tidak dapat beristirahat dan peningkatan
tegangan
c. Eliminasi
Terpasang kateter menetap, bising usus tidak ada, atau jelas
d. Makanan/ cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering, pembatasan puasa
praoperasi
e. Neurosensori
Sensasi dan gerakan ekstermitas bawah menurun pada adanya
analgesiakaudal/epidural.
f. Nyeri
Mengubah ketidkanyamanan/ nyeri dari berbagai sumber :
trauma/bedah insisi bedah, nyeri abdomen karena kontraksi uterus,
distensi kandung kemih, nyeri karna pembengkakan payudara.
g. Keamanan
Riwayat transfuse darah dan tanda munculnya proses infeksi.
h. Seksualitas
Seksualitas pascapartum dipengaruhi oleh derajat trauma perineum
selama kelahiran dan penurunan hormone steroid yang khas terjadi
pada awal masa pascapartum.
i. Aktivitas
Tampak berenergi, kelelahan/keletihan, mengantuk.
j. Pemeriksaan diagnostic
Jumlah darah lengkap, hemoglobin / hematokrit (Hb / Ht) :
mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek
kehilangan darah pada pembedahan.
30

Urinalisasi : kultur urine, darah , vagina, dan lochea

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada ibu post sc antara lain
adalah :
a. Ketidak efektifan jalan nafas b.d akumulasi secret, efek anastesi
b. Nyeri akut b.d terputusnya jaringan saraf pada daerah luka bekas
operasi
c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
d. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri luka bekas operasi
e. Defesiensi pengetahuan tentang pembedahan seksio sesaria b.d
kurangnya informasi
f. Deficit perawatan diri mandi/kebersihan b.d kelemahan fisik
g. Kemandirian ibu dalam memilih alat kontrasepsi

3. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidak efektifan bersihan jalan b.d akumulasi secret, efek anatesi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
bersihan jalan nafas efektif dengan status pernafasan adekuat

Kriteria Hasil :
1) Klien mudah untuk bernafas
2) Tidak ada sianosis, tidak ada dispneu
3) Mengeluarkan secret secara efektif

Intervensi
a) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Auskultasi bunyi nafas
c) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suksion sesuai
kebutuhan
d) Anjurkan klien untuk bernafas pelan, nafas dalam dan batuk
31

b. Nyeri akut b.d agen injury fisik (pembedahan, trauma jalan lahir,
epiostomi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
akut dapat teratasi dengan :
Kriteria Hasil :
1) Tanda tanda vital batas normal
2) Klien dapat mengungkapkan nyeri
3) Skala nyeri 0 – 1 (dari 0 – 10)
4) Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
5) Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
6) Ekspresi wajah tenang

Intervensi
a) Observasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Observasi skala nyeri
c) Ajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam
d) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri ( miring kanan kiri
e) Kolaborasi untuk pemberian analgetik

c. Resiko infeksi b.d tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko
infeksi tidak terjadi dengan :

Kriteria Hasil:
1) Tidak ada tanda tanda infeksi
2) Tanda tanda vital batas normal
3) Keadaan luka tetap kering dan bersih

Interversi
a) Kaji tanda tanda vital
b) Monitor tanda tanda infeksi
32

c) Ganti balutan luka bila basah


d) Anjurkan klien menggunakan teknik aseptic
e) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic

d. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri luka bekas operasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
mobilitas klien meningkat dengan :

Kriteria Hasil :
1) Aktivitas fisik meningkat
2) Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan dan kemampuan
dalam bergerak

Intervensi :
a) Monitor kemampuan klien dalam melakukan mobilitas
b) Lakukan penggantian pembalut klien
c) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan personal hygine

e. Defesiensi pengetahuan tentang pembedahan seksio sesaria b.d


kurangnya informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
defesiensi pengetahuan dapat teratasi dengan :

Kriteria Hasil :
1) Klien dan keluarga menyatakan pemahaman penyakit, kondisi,
program pengobatan
2) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
sudah dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang pembedahan yang
dilakukan
33

b) Berikan informasi kepada klien tentang kondisinya


c) Berikan penjelasan tentang nutrisi yang harus dipenuhi dalam
penyembuhan luka

f. Deficit perawatan diri mandi/kebersihan b.d kelemahan fisik


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan deficit
perawatan diri dapat teratasi dengan :

Kriteria Hasil :
1) Menerima bantauan atau perawatan total dari pemberi
perawatan jika diperlukan
2) Klien mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan hygiene
3) Klien mempertahankan mobilitas yang diperlukan

Intervensi :
a) Kaji kemampuan klien untuk menggunakan alat bantu
b) Pantau adanya perubahan kemampuasn fungsi
c) Pantau kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
secara mandiri
d) Berikan bantuan sampai klien mampu melakukan perawatan
diri
e) Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan hygiene
mulut, bantu klien jika mungkin

g. Kemandirian ibu dalam memilih alat kontrasepsi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
masalah pemilihan alat kontrasepsi teratasi dengan

Kriteria Hasil :
1) Ibu dapat menjelaskan pengertian alat kontrasepsi
2) Dapat memilih alat kontrasepsi
34

Intervensi :
a) Kaji pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi KB
b) Beri motivasi klien untuk memilih alat kontrasepsi
c) Perkuat ibu dalam pilihannya
d) Beri reword/ dukungan

Anda mungkin juga menyukai