Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi

Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah
kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut
maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan
untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.
(Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.

B. Anatomi Saluran Kemih

Alat-alat kemih terdiri dari : ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-buli (vesika
urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan otot yang mampu
menghasilkan gerakan peristaltik. Gambaran anatomi saluran kemih sebagai berikut : Ginjal
Ginjal menghasilkan air seni dengan membuang air dan berbagai bahan metabolik yang
berbahaya yang mayoritas dihasilkan oleh alat-alat lain. Pelvis Renalis (Pielum)
Mengumpulkan air seni yang datang dari apeks papilla. Mengecil menjadi ureter yang dilalui
air seni dalam porsi-porsi kecil sampai ke dalam kandung kemih. Kapasitas rata-rata 3-8 ml.
Air seni mula-mula terkumpul di kaliks, saat sfingter kaliks berkontraksi. Kemudian, otot-
otot dinding kaliks, sfingter forniks, berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan sfingter
kaliks berelaksasi. Lalu air seni terdorong ke dalam pelvis renalis. Air seni dibuang dengan
cepat oleh penutupan bergantian dari sfingter pelvis dan kaliks. Ureter Berbentuk seperti pipa
yang sedikit memipih, berdiameter 4-7 mm. Panjang bervariasi + 30 cm pada laki-laki dan +
1 cm lebih pendek dari wanita. Kedua ureter menembus dinding kandung kemih pada
fundusnya, terpisah dalam jarak antara 4-5 cm, miring dari arah lateral, dari belakang atas ke
medial depan bawah. Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam kandung kemih dan berakhir
pada suatu celah sempit (ostium ureter). Kandung kemih (Buli-buli) Pada dasar buli-buli,
kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut
trigonum buli-buli. Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume)
untuk orang dewasa + 350-450 ml; kapasitas buli-buli pada anak menurut Koff : Kapasitas
buli-buli = [ Umur (tahun) + 2] x 30 ml Bila buli-buli terisi penuh, verteks dan dinding atas
terangkat dan membentuk suatu bantal yang lonjong dan pipih, yang dapat meluas sampai
tepi atas simfisis pubis. Selama kontraksi otot kandung kemih, ketika dikosongkan selama
berkemih, bentuknya menjadi bulat. Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin
keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis, uretra dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu : uretra posterior dan uretra anterior. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna
yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak
pada perbatasan uretra anterior dan uretra posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot
polos yang dipersarafi oleh saraf simpatik sehingga saat buli-buli penuh, sfingter terbuka.
Sfingter ani eksterna terdiri atas otot bergaris yang di persarafi oleh sistem somatik yang
dapat diperintah sesuai keinginan seseorang; pada saat kencing, sfingter ini terbuka dan tetap
menutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita + 3-5 cm dengan diameter 8 mm,
berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. + 1/3 medial uretra
terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra
eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di
dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi bila tekanan intra vesika
melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra
eksterna. Panjang uretra pria dewasa + 23-25 cm. Uretra posterior pria terdiri atas uretra pars
prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars
membranasea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis; uretra anterior terdiri atas : (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis,
dan (4) meatus uretra eksterna.

C. Fisiologi

1. Pengisian urine Pada pengisian kandung kencing, distensi yang timbul ditandai
dengan adanya aktivitas sensor regang pada dinding kandung kencing. Pada kandung kencing
normal, tekanan intravesikal tidak meningkat selama pengisian sebab terdapat inhibisi dari
aktivitas detrusor dan active compliance dari kandung kencing. Inhibisi dari aktivitas motorik
detrusor memerlukan jaras yang utuh antara pusat miksi pons dengan medula spinalis bagian
sakral. Mekanisme active compliance kandung kencing kurang diketahui namun proses ini
juga memerlukan inervasi yang utuh mengingat mekanisme ini hilang pada kerusakan radiks
s2-S4. Selain akomodasi kandung kencing, kontinens selama pengisian memerlukan fasilitasi
aktifitas otot lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan uretra lebih tinggi dibandingkan
tekanan intravesikal dan urine tidak mengalir keluar 2. Pengaliran urine Pada orang dewasa
yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari distensi kandung kencing yang sinyalnya
diperoleh dari aferen yang bersifat sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal dari miksi
volunter tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari relaksasi oto lurik dari sfingter
uretra dan lantai pelvis yang diikuti dengan kontraksi kandung kencing. Inhibisi tonus
simpatis pada leher kandung kencing juga ditemukan sehingga tekanan intravesikal
diatas/melebihi tekanan intra uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung kemih
yang lengkap tergantung adri refleks yang menghambat aktifitas sfingter dan
mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.

D. Etiologi

Penyebab retensi urin : 1. Kelemahan otot detrusor : - Kelainan medulla spinalis. -


Kelainan saraf perifer. 2. Hambatan / obstruksi uretra : - Batu uretra. - Klep uretra. - Striktura
uretra. - Stenosis meatus uretra. - Tumor uretra. - Fimosis. - Parafimosis. - Gumpalan darah. -
Hiperplasia prostat. - Karsinoma prostat. - Sklerosis leher buli-buli. 3. Inkoordinasi antara
Detrusor-Uretra : Cedera kauda ekuina. Menurut lokasi, penyebab retensi urin : 1.
Supravesikal : Kerusakan terjadi pada pusat miksi di Medula Spinalis setinggi Th12-L1;
kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis, baik sebagian atau seluruhnya. 2. Vesikal : Berupa
kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau penyakit
neurologis. 3. Infravesikal (distal kandung kemih) : Berupa pembesaran prostat (kanker,
prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur
uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
Pada retensi urin kronik, disebabkan oleh : obstruksi uretra yang semakin hebat, sehingga
akhirnya kandung kemih mengalami dilatasi. Pada keadaan ini, urin keluar terus menerus
karena kapasitas kandung kemih terlampaui. Penderita tidak mampu berkemih lagi, tetapi
urin keluar terus tanpa kendali.

E. Klasifikasi

Retensi urin dapat terjadi secara akut, yaitu : penderita secara tiba-tiba tidak dapat
miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin
miksi yang hebat disertai mengejan, seringkali urin belum menetes atau sedikit-sedikit; dapat
pula terjadi secara kronis, yaitu penderita secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang lama
tidak dapat miksi, merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit / tidak ada sama sekali
walaupun buli-buli penuh. Retensi urin dapat terjadi sebagian, yaitu penderita masih bisa
mengeluarkan urin, tetapi terdapat sisa kencing yang cukup banyak di kandung kemih ; pada
retensi urin total, penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan urin.
F. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari retensi urin meliputi: - Rasa tidak nyaman hingga rasa nyeri
yang hebat pada perut bagian bawah hingga daerah genital. - Tumor pada perut bagian
bawah. - Tidak dapat kencing. - Kadang-kadang urin keluar sedikit-sedikit, sering, tanpa
disadari, tanpa bisa ditahan (inkontinensi paradoksa). Pada retensi urin akut, penderita akan
merasa nyeri yang hebat di daerah suprapubik, dan bila penderita tidak terlalu gemuk, akan
terlihat / teraba benjolan di daerah suprapubik. Pada retensi urin totalis, penderita sama sekali
tidak bisa miksi, gelisah, mengedan bila ingin miksi, dan terjadi inkontinensia paradoksal.
Pada anamnesa, pasien akan mengeluh sulit buang air kecil. Pada inspeksi, palpasi dan
perkusi, akan didapatkan buli-buli yang mengembang. Pada perkusi akan terdengar pekak,
yang menentukan adanya buli-buli yang penuh pada penderita yang gemuk.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos abdomen menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat


bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli. 2. Uretrografi akan tampak adanya
striktur uretra. 3. Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, LED, Trombosit. 4. Pemeriksaan
Faal Ginjal : kreatinin, ureum, klirens kreatinin. 5. Pemeriksaan urinalisa : warna, berat jenis,
pH.

H. Penatalaksanaan

Urin dapat dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi. Penanganan pada
retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan Sistostomi.

1. Kateterisasi uretra

Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui uretra.


Indikasi kateterisasi : - Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal,
baik yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah) yang
menyumbat uretra. - Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli. - Diversi urin setelah
tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada operasi prostatektomi,
vesikolitektomi. - Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi
uretra. - Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik untuk
buli-buli. Kontraindikasi kateterisasi : Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada buli-
buli.
2. Kateterisasi Suprapubik

Kateterisasi Suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang pada


buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan mengeluarkan urin. Kateterisasi suprapubik
ini biasanya dikerjakan pada : - Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra. - Ada
kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra, misalkan pada ruptur uretra atau
dugaan adanya ruptur uretra. - Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi
sistotonometri. - Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR
Prostat.

3. Sistostomi Trokar

Kontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas


penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen / pelvis, buli-buli yang
ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang mempergunakan alat prostesis pada
abdomen sebelah bawah. Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan
alat trokar. Langkah-langkah Sistostomi Trokar : - Desinfeksi lapangan operasi. -
Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril. - Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan
Lidokain 2% mulai dari kulit, subkutis hingga ke fasia. - Insisi kulit suprapubik di garis
tengah pada tempat yang paling cembung + 1 cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia. -
Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk memastikan
tempat kedudukan buli-buli. - Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa
hilangnya tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor. - Alat obturator dibuka dan jika alat itu
sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar urine memancar melalui sheath trokar. -
Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan sheath
dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah lingkaran tetap
ditinggalkan. - Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran,
kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah balon dipastikan
berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari bulibuli dan kateter
dihubungkan dengan kantong penampung urin (urinbag). - Kateter difiksasikan pada kulit
dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan kain kasa steril. Menusukkan alat trokar
ke dalam buli-buli Setelah yakin trokar masuk ke buli-buli, obturator dilepas dan hanya slot
kateter setengah lingkaran ditinggalkan Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat
pula digunakan alat trokar konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak
dilengkapi dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang digunakan adalah NG
tube nomer 12 F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya harus
dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli. Beberapa penyulit yang mungkin
terjadi pada saat tindakan maupun setelah pemasangan kateter sistotomi adalah : - Bila
tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat. - Mencederai rongga / organ
peritoneum. - Menimbulkan perdarahan. - Pemakaian kateter yang terlalu lama dan
perawatan yang kurang baik akan menimbulkan infeksi, ekskrutasi kateter, timbul batu
saluran kemih, degenerasi maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko-ureter.

4. Sistostomi Terbuka

Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan sistostomi


trokar atau bila tidak tersedia alat trokar. Dianjurkan untuk melakukan sistostomi terbuka jika
terdapat jaringan sikatriks / bekas operasi di daerah suprasimfisis, sehabis mengalami trauma
di daerah panggul yang mencederai uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-
buli yang tidak mungkin dilakukan tindakan per uretram. Tindakan ini sebaiknya dikerjakan
dengan memakai anestesi umum. Langkah-langkah dalam sistostomi terbuka - Desinfeksi
seluruh lapangan operasi. - Mempersempit daerah operasi dengan kain steril. - Injeksi
anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum. - Insisi vertikal pada garis tengah +
3-5 cm diantara pertengahan simfisis dan umbilicus. - Insisi diperdalam sampai lemak
subkutan hingga terlihat linea alba yang merupakan pertemuan fasia yang membungkus
muskulus rektus kiri dan kanan. Muskulus rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat
jaringan lemak, buli-buli dan peritoneum. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya putih dan
banyak terdapat pembuluh darah. - Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial
untuk memudahkan memegang buli-buli. - Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang
pada 2 tempat. - Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat yang telah
difiksasi. - Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam hingga
keluar urin, yang kemudian (jika perlu) diperlebar dengan klem. Urin yang keluar dihisap
dengan mesin penghisap. - Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu,
adanya perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-buli. - Pasang kateter Foley
ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda dengan luka operasi. - Buli-buli dijahit 2 lapis
yaitu muskularis-mukosa dan sero-muskularis. - Ditinggalkan drain redon kemudian luka
operasi dijahit lapis demi lapis. Balon kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan
difiksasikan ke kulit dengan benang sutra.

Anda mungkin juga menyukai