Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang

disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa spesies Aedes

lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat ditemukan,

dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3.

Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi

jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang

menguntungkan bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada

musim hujan dimana sumber air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk

Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak dilakukan program pembersihan

lingkungan yang baik (Depkes RI, 2012).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan

oleh karena virus Dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan

nyamuk Aedes aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah

Dengue (Hidayat, 2014).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat

pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi

1
2

yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati,

trombositopenia ringan dan bintik-bintik pendarahan (ptekie) spontan (Noer,

2014).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit akut dengan ciri-

ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan

yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2015).

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus Dengue dengan manifestasi klinis demam disertai

gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.

2. Etiologi

Virus Dengue ini disebarkan dari manusia ke manusia melalui

nyamuk genus Aedes, seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes

aegypti tersebar di daerah tropis dan subtropis merupakan vektor utama.

Nyamuk ini berukuran kecil jika dibandingkan dengan nyamuk lain,

biasanya berukuran 3-4 mm. Warna tubuh hitam dengan bintik-bintik putih

pada seluruh tubuh dan kepala, dan lingkaran putih pada kaki. Dadanya

biasanya mempunyai corakan putih dan sayapnya bersisik serta translusen

(Hadinegoro, 2013).

Nyamuk betina Aedes aegypti mengigit pada waktu siang hari dengan

aktivitas puncak pada pagi hari dan petang. Perkembangan hidup nyamuk
3

Aedes Aegypti dari tidur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12

hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta

memilih dari manusia untuk memotongkan telurnya. Sedangkan nyamuk

jantan tidak biasa darah namun hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan.

Umur nyamuk Aedes Aegypti betina ±2 minggu. Umur nyamuk Aedes

Aegypti kemempuan terbang 40-100 m. (Hadinegoro, 2013).

3. Anatomi Fisiologi

Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan

oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain

itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa

metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan

tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi

mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah.

a. Jantung

Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam

thorax, diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri. Jantung adalah organ

berongga, berotot yang terletak ditengah thorax dan menempati rongga

antara paru dan diafragma. Struktur jantung meliputi : Atrium,

Ventrikel, Katup dan otot jantung (Smeltzer and Bare, 2012).


4

Gambar 2.1
Gambar Anatomi Pembuluh Darah

Sumber : Syaifuddin (2016)


Struktur jantung terdiri dari atrium dan ventrikel juga terpisah

oleh dua katup meliputi :

1) Atrium kanan berada di sebelah kanan jantung dan terbuka pada

bagian kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan.

2) Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena

pulmonalis masuk kedalam setiap sudutnya.

3) Ventrikel kanan Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan

memompakan darah keatas masuk ke arteri pulmonalis.

4) Ventrikel kiri dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan

dinding ventrikel kanan namun strukturnya sama. Dinding yang


5

tebal diperlukan untuk memompa darah teroksigenasi dengan

tekanan tinggi melalui sirkulasi sistemik.

5) Katup bikuspidalis adalah katup yang menjaga aliran darah dari

atrium kiri ke ventrikel kiri.

6) Katup trikuspidalis adalah katup yang terdapat antara atrium kanan

dengan ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup.

Lapisan jantung terdiri dari endokardium, miokardium dan

perikardium.

1) Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdiri dari jaringan

indotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.

2) Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot

jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot.

3) Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang

merupakan selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan

parietal dan viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk

kantung jantung.

b. Pembuluh Darah

Menurut Syaifuddin (2016) Pembuluh darah ada 3 yaitu: Arteri,

Kapiler dan Vena

1) Arteri (Pembuluh nadi)

Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa

pembuluh darah arteri yang penting:


6

a) Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung.

b) Arteri subklavikula adalah arteri bawah selangka yang

bercabang kanan kiri leher dan melewati aksila

c) Arteri Brachialis adalah arteri yang berada pada lengan atas.

d) Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.

e) Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak.

f) Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan

telinga.

g) Arteri facialis teraba denyutan disudut kanan bawah.

h) Arteri femoralis merupakan arteri yang berjalan ke bawah

menyusuri paha menuju ke belakang lutut.

i) Arteri Tibia adalah arteri pada kaki.

j) Arteri Pulmonalis merupakan arteri yang menuju ke paru-paru.

2) Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari

cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah

mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,

kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah

yang lebih besar yang disebut vena.

3) Vena (pembuluh darah balik)

Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena

yang penting:
7

a) Vena Cava Superior adalah vena balik yang memasuki atrium

kanan, membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak dan

ekstremitas atas.

b) Vena Cava Inferior merupakan vena yang mengembalikan darah

kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.

c) Vena jugularis adalah vena yang mengembalikan darah kotor

dari otak ke jantung.

d) Vena pulmonalis adalah vena yang mengembalikan darah kotor

ke jantung dari paru-paru.

c. Darah

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair

yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah. Darah

adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang

berwarna merah (Syaifuddin, 2016). Proses pembentukan sel darah

(hemopoesis) terdapat tiga tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan

limpa. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat

darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan

jumlah tersebut pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur,

pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.Tekanan viskositas

atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada air yaitu
8

mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067 dengan temperatur 38C dan PH

7.37 – 1.45.

Menurut Syaifuddin (2016) fungsi darah secara umum terdiri dari:

1) Sebagai alat pengangkut yaitu :

a) Mengambil Oksigen atau zat pembakaran dari paru untuk

diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

b) Mengangkut Karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan

melalui paru.

c) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan

dan dibagikan ke seluruh jaringan / alat tubuh.

d) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi

tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

2) Sebagai pertahanan tubuh

Terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan

membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibodi atau zat-

zat anti racun.

3) Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

Fungsi khususnya lebih lanjut di terangkan lebih banyak di struktur

atau bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah.

Menurut Syaifuddin (2016) darah terdiri dari 2 bagian yaitu: Sel

darah dan Plasma darah.


9

1) Sel-sel Darah

Sel-sel darah ada 3 macam yaitu Eritosit, Leukosit, Trombosit

a) Eritrosit (sel darah merah)

Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,

ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya

kirakira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerahan

karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut

hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya

banyak mengandung Oksigen. Fungsi dari eritrosit adalah

mengikat Karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan

melalui paru-paru.

Eristrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang

kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari,

setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit

yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang

menjadi Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan

hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat dalam eritrosit yang

berguna untuk mengikat Oksigen dan Karbondioksida. Jumlah

Hb dalam orang dewasa kira-kira 11, 5-15 mg %. Normal Hb

wanita 11, 5- 15, 5 mg % dan Hb laki-laki 13, 0- 17, 0 mg %.

Apabila eritrosit dan hemoglobin berkurang maka keadaan ini

disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena pendarahan


10

yang hebat dan gangguan dalam pembuatan eritrosit

(Syaifuddin, 2016)

b) Leukosit (sel darah putih)

Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat

bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai

bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan

berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna kuning (tidak berwarna),

banyaknya kira-kira 4000- 11.000/mm3. Leukosit berfungsi

sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit

penyakit / bakteri yang masuk dalam tubuh jaringan RES

(Retikulo Endotel System). Fungsi yang lain yaitu sebagai

pengangkut dimana leukosit mengangkut dan membawa zat

lemak dari dinding usus melalui limpa dan ke pembuluh darah.

Sel leukosit selain dari dalam pembuluh darah juga terdapat di

seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit

disebabkan karena kemasukan kuman/ infeksi maka jumlah

leukosit yang ada dalam darah akan meningkat. Hal ini

disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar

limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan

tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut.

Macam-macam leukosit menurut Sarjadi (2015) adalah sebagai

berikut:
11

(1) Agranulosit

Sel yang tidak mempunyai granula didalamnya, terdiri dari:

(a) Limfosit

Leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar

limfe di dalam sitoplasmannya tidak terdapat granula

dan inti besar banyaknya 20-25 %. Fungsinya

membunuh kuman dan memakan bakteri yang masuk ke

dalam jaringan tubuh.

(b) Monosit

Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 30%.

(2) Granulosit

(a) Neutrofil

Mempunyai inti, protoplasma, banyaknya bintik-bintik,

banyaknya 60-70%.

(b) Eosinofil

Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.

(c) Basofil

Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar

banyaknya ½%.

(3) Trombosit (sel pembeku)

Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan ukurannya

bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong.


12

Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/

mm3. Trombosit memegang peranan penting dalam

pembekuan darah jika kurang dari normal. Apabila timbul

luka, darah tidak lekas membeku sehingga timbul

pendarahan terus menerus.

Proses pembekuan darah dibantu oleh zat yaitu Ca2+ dan

fribinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh

mendapat luka. Jika tubuh terluka, darah akan keluar,

trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang disebut

trombokinase. Trombokinase akan bertemu dengan

protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi thrombin.

Thrombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan

benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur

letaknya, yang akan menahan sel darah. Dengan demikian

terjadi pembekuan (Syaifuddin, 2016)

2) Plasma darah

Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening

kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari:

a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.

b) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan

lain-lain yang berguna dalam metabolisme).


13

c) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas

darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik untuk

memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

d) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin)

e) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

f) Antibodi atau anti toksin.

Hematokrit adalah presentase darah yang berupa sel. Harga normal

hematokrit adalah 40,0-54,0 %. Efek hematokrit terdapat viskositas

darah makin besar presentase darah merah yaitu makin besar

hematokrit.

Proses pembentukan sel darah (hemotopoesis) terdapat di tiga

tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa.

a) Sumsum Tulang

Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah

Tulang Vertebrae, Sternum (tulang dada), Costa (tulang iga).

b) Limpa

Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang

rusak. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa

terdapat darah kirakira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5

liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap organ tidak sama

tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau

pembuluh darah.
14

4. Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa

penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah,

nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut,

bintik-bintik merah pada kulit. Kelainan juga dapat terjadi pada sistem

retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati

dan limpa. Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta

aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke

ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma akibat pembesaran

plasama terjadi pengurangan volume plasma yang menyebabkan

hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,

efusi dan renjatan. Selain itu sistem reikulo endotel bisa terganggu sehingga

menyebabkan reaksi antigen anti bodi yang akhirnya bisa menyebabkan

anaphylaxia (Price dan Wilson, 2013).

Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya

saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat

berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi

akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi

anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini

biasanya pada hari ke-3 dan ke-7 (Sudoyo, 2014).


15

Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan

menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia,

yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit

dan kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan. Reaksi

perdarahan pada pasien DHF diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis

yang mencakup perubahan vaskuler, trombositopenia (trombosit <

100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor

koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan yang

terjadi seperti peteke, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai

perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal Pembekuan yang meluas pada

intravaskuler (DIC) juga bisa menyebabkan terjadi saat renjatan (Price dan

Wilson, 2013).
16

Gambar 2.2
Pathways Penyakit DHF

Gigitan Nyamuk
Aedes Aegepti

Infeksi Virus Dengue

Terjadinya Viremia Karena Situasi Cemas

Depresi sumsum
tulang
Nyeri otot, Stimulasi RES
Demam Permeabilitas
tulang dan
Akut Vaskuler
sendi
Hepatomegali
Keringat Kebocoran
Hipertemi Gangguan rasa Peningkatan plasma
nyaman nyeri Hepar mendesak enzim-enzim
Output rongga abdomen hepar SGOT
Berlebih SGPT

Hematokrit Trombosytopenis
Mual, muntah
wiskositas
darah
Nafsu makan Fungsi trombosit
menurun, faktor
Aliran darah koagulasi menurun
Intake tidak lambat
adekuat
Resiko injuri
Suplay O2 ke perdarahan
Resiko perubahan jaringan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Resiko Gangguan
Perfusi jaringan
Resiko defisit
volume cairan dan
elektrolit

Sumber : Doenges (2013)


17

5. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF,

dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Adapun tanda dan gejala menurut

WHO dikutip dari (Mansjoer, 2015).

a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari

b. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif,

seperti perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis,

Hematemesis, Hematuri, dan melena)

c. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)

d. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah

menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik

20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab

terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul

sianosis disekitar mulut.

Adapun gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada

penderita DHF menurut Mansjoer (2015) adalah:

a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu

menelan.

b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,

konstipasi
18

c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,

tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada

saluran tubuh dll.

d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah

thrombocytopenia (kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20%).

6. Pemeriksaan Penunjang

Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu

pemeriksaan lengkap darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini

berfungsi untuk mengikuti perkembangan dan diagnosa penyakit (Soebrata,

2015).

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian cairan

disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara

keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari

sel darah yang dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Pearce,2010)

Sel darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit)

dan trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram kecil bikonkaf, cekung pada

sisinya. Jumlah eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/μl (Soebrata,

2015).

Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit. Sel

granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri
19

dari limfosit dan monosit. Sel lekosit merupakan sel yang peka terhadap

masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi sebagai sistim pertahanan

tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 μl. Sel ini diproduksi di sumsum

tulang belakang (Soebrata, 2015).

Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah. Jumlahnya

sekitar 300.000/μl. Perannya penting dalam penggumpalan darah (Pettit,

2016).

Menurut Depkes (2012) bahwa pemeriksaan yang dilakukan antara

lain :

a. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple Leed

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada

penderita DHF.

Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk

mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif

jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan

bawah bagian depan termasuk lipatan siku.

Prinsip: bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan

tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut

Ptechiae.

b. Pemeriksaan Hemoglobin

Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi

kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya


20

akan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan

kadar hemoglobin >14 gr/100 ml.

Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli

dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah

metode fotoelektrik.

Prinsip : metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah

diubah menjadi cianmeth hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium

ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada panjang

gelombang 540 nm/filter hijau.

c. Pemeriksaan Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya

hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesan

plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar

hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro.

Prinsip : mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam

100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah itu.

d. Pemeriksaan Trombosit

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat

pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di

lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut

normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl atau
21

kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan

10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.

Prinsip : darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang

melisiskan semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam bilik

hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah

trombosit per μ/l darah.

e. Pemeriksaan Lekosit

Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan

sampai lekopenia ringan.

Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang

melisiskan semua sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung

dengan menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per μ/l darah.

f. Pemeriksaan Bleding Time (BT)

Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang

menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah

trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit

dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis

sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang.

Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan

setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya

perdarahan tersebut secara spontan.


22

g. Pemeriksaan Clothing Time (CT )

Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan

hemostatis.

Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur

waktunya mulai dari keluarnya darah sampai membeku.

h. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)

Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit

plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid,

plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai

hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit

non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I

dan IgM positif..

Prinsip : Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-

jenis lekosit.

i. Pemeriksaan Imunoessei Dot-Blot

Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM

positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan

karena sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi

primer lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal.

Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat

oleh anti-human IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di

strip nitrosellulosa.
23

7. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut Maslow dalam (Mubarak & Chayatin, 2015) banyak ahli

filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan

membahasnya dari berbagai segi. Maslow mengembangkan teori tentang

kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki

Kebutuhan Dasar Maslow. Hierarki tersebut meliputi lima kategori

kebutuhan dasar, yakni:

a. Kebutuhan fisiologis (Physiologic needs).

b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and security needs).

c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and belonging

needs).

d. Kebutuhan harga diri (Self-esteem needs).

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Need for self actualization).

Menurut Mubarak & Chayatin (2015) pada kasus DHF kebutuhan

dasar manusia yang terganggu adalah kebutuhan fisiologistepatnya pada

gangguan kebutuhan kesehatan temperature tubuh hipertermi, kebutuhan

cairan, kebutuhan nutrisi.

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat

tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan

partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam

larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke tubuh melalui makanan, minuman,

dan cairan intravena (IV) dan didistribusikan ke seluruh tubuh (Haswita,

Sulistyowati, 2017).
24

Cairan dan elekteolit merupakan komponen tubuh yang berperan

dalam memelihara fungsi tubuh dan proses homeostatis. Tubuh kita terdiri

atas sekitar 60% air yang tersebar dalam sel maupun luar sel. Namun

demikian, besarnya kandungan air tergantung usia, jenis kelamin, dan

kandungan lemak.(Tarwoto dan Wartonah, 2014).

Menurut Hidayat (2016) total jumlah volume cairan tubuh (total body

water/TBW) kira-kira 60% dari berat badan pria dan 50% dari berat badan

wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan

usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada

wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah

dari pria. Usia juga berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua usia

makin sedikit kandungan airnya

Air memiliki molekul yang kecil, sangat mudah berdifusi dan

bersifat polar (senyawa elektron) sehingga berkohesi satu dengan yang

lainnya membentuk benda cair. Fungsi vital air adalah pelarut yang sangat

baik karena molekulnya dapat bergabung dengan protein, hidrat arang, gula,

dan zat yang terlarang lainnya. Dalam homeostatis jumlah air tubuh selalu

diupayakan konstan karena air tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah

air yang masuk (Hidayat, 2016).


25

B. Asuhan Keperawatan Klien Dengan DHF

Asuhan keperawatan diawali dengan mencari data dasar yang akurat

berupa hasil pengkajian. Setelah pengkajian maka ditegakkan diagosa

keperawatan lalu menyusun rencana tindakan (intervensi) sebagai panduan

dalam melakukan tindakan keperawatan (implementasi). Proses asuhan

keperawatan yang terakhir adalah evaluasi keperawatan untuk menilai

keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan

dalam melakukan asuhan keperawatan, baik saat penderita baru pertama kali

datang maupun selama klien dalam masa perawatan (Doengoes, 2014)..

Menurut Nurarif & Hardhi (2015) data yang diperoleh dari

pengkajian klien dengan DHF dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Identitas Pasien

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol sesuai dengan gejala yang

muncul pada pasien DHF datang ke rumah sakit.


26

2) Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai

menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya

panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, kondisi semakin lemah.

Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,

muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan

persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,

serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),

melena atau hematemasis.

3) Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya

mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.

4) Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan

yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju

yang ada kamar).

c. Pola persepsi fungsional kesehatan

1) Pola Nutrisi dan Metabolik

Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat

menelan.

Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,

nyeri tekan pada ulu hati.


27

2) Pola eliminasi

Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri,

(tahap lanjut).

3) Pola aktifitas dan latihan

Gejala : Keluhan lemah

Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.

4) Pola istirahat dan tidur

Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/

menggigil.

Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi

pleura, nteri epigastrik, nyeri otot/ sendi.

5) Pola persepsi sensori dan kognitif

Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh

tubuh.

Tanda : Cemas dan gelisah.

6) Persepsi diri dan konsep diri

Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.

7) Sirkulasi

Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah

Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,

dispnea, perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena


28

hematuri), peningkatan hematokrit 20% atau lebih,

trombosit kurang dari 100.000/mm.

8) Keamanan

Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena

hipoproteinemia.

9) Kebersihan

Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk

membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti..

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik DHF perlu

dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi (Hadinegoro,

2014).

1) Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

a) IgG dengue positif (dengue blood)

b) Trombositipenia

c) Hemoglobin meningkat >20%

d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)

e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinema,

hiponatremia, hipokalemia
29

f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat

g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

h) Waktu perdarahan memanjang

i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik

PCO2 <35-40 mmHg, HCO3 rendah.

2) Pemeriksaan laboratorium urine : pada pemeriksaan urine dijumpai

albumin ringan.

3) Pemeriksaan serologi

Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien

yang diduga terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi inhibisi (HI

test), uji komplemen fiksasi (CF test), uji neutralisasi (N test), IgM

Elisa (Mac. Elisa), IgG Elisa

Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test

(Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen

(komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan

dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa

penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5

ml.

4) Pemeriksaan radiology

a) Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.

b) Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali dan

splenomegal.
30

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan penyakit

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) tergantung pada data yang ditemukan,

menurut Hadinegoro (2014) diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:

a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.

b. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah

perifer.

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.

d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

permeabilitas kapiler, muntah dan demam.

e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.


31

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Peningkatan suhu tubuh NOC: NIC :
(hipertermia) berhubungan Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering mungkin
dengan infeksi virus 2. Monitor warna dan suhu kulit
Batasan karakteristik: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
1. Gelisah
selama 1 x 24 Jam diharapkan suhu 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
2. Apne
tubuh klien kembali normal dengan 5. Monitor WBC, Hb, dan Hct
3. Hipotensi
kriteria hasil : 6. Monitor intake dan output
4. Kejang
1. Suhu tubuh dalam batas normal 7. Berikan anti piretik:
5. Koma
dengan kreiteria hasil: 8. Kelola Antibiotik
6. Kulit kemerahan
2. Suhu 36 – 37C 9. Selimuti pasien
7. Kulit terasa hangat
3. Nadi dan RR dalam rentang normal 10. Berikan cairan intravena
8. Letargi
4. Tidak ada perubahan warna kulit dan 11. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
9. Takikardi
tidak ada pusing, merasa nyaman 12. Tingkatkan sirkulasi udara
10. Vasodilatasi
13. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
11. Peningkatan suhu kulit
14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
12. Hipertermia
15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
13. Sakit kepala
16. Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
14. Sakit otot
kelembaban membran mukosa)
32

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


15. Perubahan warna kulit
16. Dehidrasi
17. Melaporkan kenyamanan
suhu
DO/DS:
1. Kenaikan suhu tubuh di atas
rentang normal
2. Serangan atau konvulsi
(kejang)
3. Kulit kemerahan
4. Pertambahan RR
5. Takikardi
6. Kulit teraba panas/ hangat
2. Nyeri berhubungan dengan NOC : NIC :
gangguan metabolisme pembuluh a. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
darah perifer b. pain control, komprehensif termasuk lokasi,
c. comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
Batasan Karakteristik : faktor presipitasi
1. Pengisian kapiler >3 Setelah dilakukan tinfakan keperawatan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
2. Nadi perifer menurun atau selama 1 x 24 pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
tidak teraba nyeri, dengan kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
3. Akral teraba dingin dan menemukan dukungan
33

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


4. Warna kulit pucat 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 4. Kontrol lingkungan yang dapat
5. Turgor kulit menurun penyebab nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
6. Parastesia menggunakan tehnik pencahayaan dan kebisingan
7. Nyeri ekstermitas nonfarmakologi untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
8. Edema nyeri, mencari bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
9. Penyembuhan luka lambat 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang menentukan intervensi
DS/DO: dengan menggunakan manajemen 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
1. Posisi untuk menahan nyeri nyeri napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
2. Tingkah laku berhati-hati 3. Mampu mengenali nyeri (skala, hangat/ dingin
3. Gangguan tidur (mata sayu, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
tampak capek, sulit atau 4. Menyatakan rasa nyaman setelah 9. Tingkatkan istirahat
gerakan kacau, menyeringai) nyeri berkurang
4. Terfokus pada diri sendiri 5. Tanda vital dalam rentang normal
5. Tingkah laku ekspresif 6. Tidak mengalami gangguan tidur
(contoh: gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
6. Perubahan dalam nafsu makan
dan minum
7. Respon autonom (seperti
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
34

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


3. Gangguan pemenuhan kebutuhan NOC: NIC
nutrisi kurang dari kebutuhan a. Nutritional status: Adequacy of 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan dengan mual, nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
muntah, tidak ada napsu makan b. Nutritional Status : food and Fluid menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Batasan karakteristik : Intake dibutuhkan pasien
1. Berat badan 20 % atau lebih c. Weight Control 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
di bawah ideal tinggi serat untuk mencegah konstipasi
2. Membran mukosa dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan

konjungtiva pucat selama 1 x 24 jam diharapkan nutrisi makanan harian.


kurang teratasi dengan indikator: 5. Monitor adanya penurunan BB dan gula
3. Kelemahan otot yang
1. Albumin serum darah
digunakan untuk menelan/
2. Pre albumin serum 6. Monitor lingkungan selama makan
mengunyah
3. Hematokrit 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
4. Luka, inflamasi pada rongga
4. Hemoglobin selama jam makan
mulut
5. Total iron binding capacity 8. Monitor turgor kulit
5. Mudah merasa kenyang, 6. Jumlah limfosit 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
sesaat setelah mengunyah protein, Hb dan kadar Ht
makanan 10. Monitor mual dan muntah
6. Dilaporkan atau fakta adanya 11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
kekurangan makanan jaringan konjungtiva
7. Perasaan ketidakmampuan 12. Monitor intake nuntrisi
untuk mengunyah makanan 13. Informasikan pada klien dan keluarga
8. Keengganan untuk makan tentang manfaat nutrisi
35

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


DS: 14. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
1. Nyeri abdomen selama makan
2. Muntah 15. Kolaborasi dengan dokter tentang
3. Kejang perut kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/
4. Rasa penuh tiba-tiba setelah TPN sehingga intake cairan yang adekuat
makan
dapat dipertahankan.
16. Kelola pemberan anti emetik:.....
DO:
17. Anjurkan banyak minum
1. Diare
18. Pertahankan terapi IV line
2. Rontok rambut yang berlebih
19. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
3. Kurang nafsu makan
4. Bising usus berlebih papila lidah dan cavitas oval

5. Konjungtiva pucat
6. Denyut nadi lemah
4. Gangguan keseimbangan cairan NOC: NIC :
dan elektrolit berhubungan a. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan output yang
dengan permeabilitas kapiler, b. Hydration akurat
muntah dan demam c. Nutritional Status : Food and Fluid 2. Monitor status hidrasi (kelembaban
Intake membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Batasan Karakteristik : darah ortostatik), jika diperlukan
1. Haus 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan
2. Peningkatan frekuensi nadi retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin,
albumin, total protein )
36

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


3. Kulit kering Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Monitor vital sign setiap 15menit - 1 jam
4. Kelemahan selama 1 x 24 Jam diharapkan defisit 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
5. Peningkatan hematocrit volume cairan teratasi dengan kriteria
6. Membran mukosa kering hasil:
7. Peningkatan suhu tubuh
8. Penurunan berat badan tiba-
tiba
9. Penurunan Haluaran urine
10. Penurunan tekanan darah
11. Penurunan turgor kulit
12. Perubahan status mental

DS / DO:
1. Penurunan turgor kulit/ lidah
2. Membran mukosa/kulit
kering

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


37

3. Peningkatan denyut nadi, 1. Mempertahankan urine output sesuai 6. Monitor status nutrisi
penurunan tekanan darah, dengan usia dan BB, BJ urine 7. Berikan cairan oral
penurunan volume/tekanan normal, 8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai
nadi 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh output (50 – 100cc/jam)
4. Pengisian vena menurun dalam batas normal 9. Dorong keluarga untuk membantu pasien
5. Perubahan status mental 3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, makan
6. Konsentrasi urine meningkat Elastisitas turgor kulit baik, 10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
7. Temperatur tubuh meningkat membran mukosa lembab, tidak ada muncul meburuk
8. Kehilangan berat badan rasa haus yang berlebihan 11. Atur kemungkinan tranfusi
secara tiba-tiba 4. Orientasi terhadap waktu dan tempat 12. Persiapan untuk tranfusi
9. Penurunan urine output baik 13. Pasang kateter jika perlu
10. HMT meningkat 5. Jumlah dan irama pernapasan dalam 14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
11. Kelemahan batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
normal
7. pH urin dalam batas normal
8. Intake oral dan intravena adekuat

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


5. Gangguan aktivitas sehari-hari NOC : NIC :
38

berhubungan dengan kelemahan a. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
tubuh b. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
c. Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
Batasan karakteristik kelelahan
1. Kram abdomen Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
2. Nyeri abdomen selama 1 x 24 jam diharapkan pasien
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
3. Menghindari makanan bertoleransi terhadap aktivitas dengan
dan emosi secara berlebihan
Kriteria Hasil : 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap
4. Bising usus hiper aktif
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
5. Penurunan berat badan tanpa disertai peningkatan tekanan diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
6. Membrane mukosa pucat darah, nadi dan RR 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/
7. Cepat kenyang 2. Mampu melakukan aktivitas sehari istirahat pasien
hari (ADLs) secara mandiri 7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat Medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
DS / DO :
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
1. Respon abnormal dari yang mampu dilakukan
tekanan darah atau nadi 9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
terhadap aktifitas yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
2. Perubahan ECG : aritmia,
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan
iskemia mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
39

13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan


diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
Sumber : Hadinegoro (2014)
40

4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dan perencanaan keperawatan

yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien

secara optimal, pelaksanan adalah pengetahuan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendy,

2008 : 42).

Menurut Asmadi (2015) dalam melakukan implementasi

keperawatan terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, yaitu :

a. Independent implementations adalah suatu tindakan yang dilakukan

secara mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari tenaga kesehatan

lainnya. Independent implementations ini bertujuan untuk membantu

klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan klien itu

sendiri, seperti contoh : membantu klien dalam memenuhi activity daily

living (ADL), memberikan perawatan diri, menciptakan lingkungan

yang aman, nyaman dan bersih untuk klien, memberikan dorongan

motivasi, membantu dalam pemenuhan psiko-sosio-spiritual klien,

membuat dokumentasi, dan lain-lain.

b. Interdependent/collaborative implementations adalah tindakan perawat

yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan tim kesehatan yang lain.

Contohnya dalam pemberian obat, harus berkolaborasi dengan dokter

dan apoteker untuk dosis, waktu, jenis obat, ketepatan cara, ketepatan

klien, efek samping dan respon klien setelah diberikan obat.


41

c. Dependen implementations adalah pelaksanaan rencana tindakan medis/

instruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi, psikolog, psikoterapi, dan

lain-lain dalam hal pemberian nutrisi kepada klien sesuai dengan diet

yang telah dibuat oleh ahli gizi dan latihan fisik sesuai dengan anjuran

bagian fisioterapi

5. Evaluasi dan Catatan Perkembangan

a. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses

keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan

keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter &

Perry, 2014)

Menurut Asmadi (2015) secara umum, hasil evaluasi ditujukan

untuk :

1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

Evaluasi yang diharapkan pada klien dengan Dengue Hemoragik

Fever (DHF) menurut Effendy (2015) adalah :

1) Trombosit dalam batas normal 150000-400000 mmᵌ

2) Suhu tubuh dalam batas normal 36,5 - 37,2 Celcius


42

b. Catatan Keperawatan

Catatan perkembangan merupakan pengkajian ulang dari

rencana keperawatan melalui perkembangan komponen SOAPIER. Di

bawah ini akan dibahas mengenai komponen dari catatan

perkembangan SOAPIER menurut Carpenito (2012) sebagai berikut :

S : Subjek merupakan data yang didapatkan mengenai hal-hal

yang dirasakan klien atau keluarga klien

O : Objek merupakan data yang didapatkan melalui pengamatan

atau pemeriksanaan langsung kepada klien

A : Analisa merupakan kesimpulan hasil pengamatan terhadap

subjek dan objek terkait

P : Planning atau perencanaan merupakan upaya lanjutan dalam

rangka menindak lanjuti yang dilakukan oleh perawat dalam

mengatasi masalah kesehatan lain.

I : Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan nyata

yang dilakukan oleh perawat dalam mengatasi kesehatan lain.

E : Evaluasi, untuk mengevaluasi klien saat dirawat

R : Reasessment, merupakan pengkajian ulang terhadap penilaian

yang telah dilakukan

Anda mungkin juga menyukai