Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati. Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang
buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di
daerah perkotaan.

Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati
piogenik. Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica
sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae,
Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati
sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Abses hati
piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan oleh
Hipppocrates (400SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah


terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan
gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang
mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke
daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan
rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.

Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa
nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan
atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual
muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.

Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan


pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase
perkutan dan operasi reseksi hati.
BAB II
LAPORAN KASUS

III.1 Anamnesis
Pasien MRS pada tanggal 28 Januari 2013, anamnesis dilakukan pada tanggal 29
Januari 2013.
Identitas
Nama : Ny. G
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Meranti Gg 1 Rt 23
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri perut kanan atas dirasakan sejak 3 minggu sebelum MRS. Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk dengan frekuensi 2x/hari, selama kurang lebih 30 menit.
Keluhan juga disertai demam pada saat nyeeri. Pasien juga mengeluhkan mual (+),
muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Dua tahun yang lalu pasien masuk MRS dengan keluhan nyeri ulu hati, mual
dan muntah. Riwayat DM (-). Riwayat HT (+)
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), olahraga (-), aktifitas minimal, terbatas hanya di rumah.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga dengan penyakit yang sama.
Riwayat DM (-), Riwayat HT (-).

III.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Status gizi :
Indeks Massa Tubuh (IMT): BB (kg) : TB (m)2
54 kg : (1,65 m)2 = 54 kg : 2,7225 m2 = 19,83 (BB normal)

Penentuan status gizi :


- Berat badan ideal : (TB cm – 100) kg – 10%
= (165-100) kg – 10% = 65 Kg – 10%
= 65 kg – 6,5 kg = 58,5 kg

- Penentuan status gizi : (BB aktual : BB idaman) x 100%


(54 : 58,5) x 100% = 92,31% ( Berat badan normal)

Vital Sign
TD : 140/90 mmHg
N : 92 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2
Kepala/leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-/-), pembesaran KGB (-).

Thorax
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Kanan : ICS III parasternal dekstra
Kiri : ICS V midclavicular sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : flat
Palpasi : nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepatomegali (+) 2 jari di bawah arcus
costae, hepar/lien/ginjal tidak teraba
Perkusi : timphani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas:
- Akral hangat, oedem (-).

III.3 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium :
Hb : 12,6
Ht : 38,6%
Leuko : 13. 000
Platelet : 291.000
GDS : 108
Na : 131
K : 4,4
Cl : 96

Kimia Darah
SGOT : 28
SGPT : 30
Alkalin pospatase : 80
Gamma GT : 30
Bilirubin Total : 0,5
Bilirubin Direct : 0,1
Bilirubin Indirect : 0,3
Albumin : 3,7

II.4 Diagnosis kerja : abses hepar + Hipertensi Grade 1

II.5 Penatalaksanaan :
IVFD RL 15 tpm
Inj Ranitidine 2x1 ampul iv
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metronidazole 3x 500 gr iv
Paracetamol 3x500 mg
Captopril 3x12,5 mg
II.6 Prognosa :
Vitam : dubia ad bonam
Functionam : dubia ad bonam

II.7 Follow Up

Date Subjective(S), Objective (O), Planning therapy


Assesment (A)
29-01-2013 S : Nyeri perut kanan atas (+), demam  IVFD RL 15 tpm
Hb: 12,6 pada malam hari, mual (+)  Ranitidin inj 2 x 1 amp
Ht: 38,6% O : composmentis, sakit sedang (iv)
Leuko: 13. TD 140/80 mmHg  Metronidazole infus
000 N 88x /menit 3x500 mg (iv)
Platelet: RR 20x / menit  Cefotaxim 2x1 gr iv
291.000 T= 36,5 C, an(-/-), ikt(-/-), Rho(-/-),  Antasida 3x1 C
GDS: 108 Whe(-/-), s1s2 tunggal reguler, flat,
 PCT 3x500 mg tab
Na: 131 Nyeri tekan kuadran Kanan
 Captopril 3x 12,5 mg \
K: 4,4 Atas (+) Hepatomegali (+) 2 jari di
 Konsul bedah
Cl: 96 bawah Arcus costae, BU (+) N
 Periksa KDL
A : abses hepar + HT grade 1

30-01-2013 S : nyeri perut kanan atas (+) berkurang  IVFD RL 15 tpm


O : composmentis, sakit sedang  Ranitidin inj 2 x 1 amp
SGOT : 28 TD = 140/80 mmHg (iv)
SGPT : 30 N = 80x /menit  Metronidazole infus
Alkalin RR = 20x / menit 3x500 mg (iv)
pospatase : 80 T= 36,1 C an(-/-), ikt(-/-), Rho(-/-),  Cefotaxim 2x1 gr iv
80 Whe(-/-), s1s2 tunggal reguler, flat,  Antasida 3x1 C
Gamma GT : Nyeri tekan kuadran Kanan atas (+)
 PCT 3x500 mg tab
30 Hepatomegali (+) 2 jari di bawah
 Captopril 3x 12,5 mg
Bilirubin Arcus costae, BU (+) N
Total: 0,5 A : abses hepar + HT grade 1
Bilirubin
Direct : 0,1
0,1
Bilirubin
Indirect : 0,3
0,3
Albumin : 3,7
3,7

31-01-2013 S : nyeri perut kanan atas (+) berkurang  IVFD RL 15 tpm


O : composmentis, sakit sedang  Ranitidin inj 2 x 1 amp
TD = 140/80 mmHg (iv)
N = 84x /menit  Metronidazole infus
RR = 20x / menit 3x500 mg (iv)
T= 36,4 C an(-/-), ikt(-/-), Rho(-/-),  Cefotaxim 2x1 gr iv
Whe(-/-), s1s2 tunggal reguler, flat,  Antasida 3x1 C
Nyeri tekan kuadran Kanan atas (+)
 PCT 3x500 mg tab
Hepatomegali (+) 2 jari di bawah
 Captopril 3x12,5 mg
Arcus costae, BU (+) N
A : abses hepar + HT grade 1

01-02-2013 S : nyeri perut kanan atas (+) berkurang  IVFD RL 15 tpm


O : composmentis, sakit sedang  Ranitidin inj 2 x 1 amp
TD = 140/80 mmHg (iv)
N = 84x /menit  Metronidazole infus
RR = 20x / menit 3x500 mg (iv)
T= 36,4 C an(-/-), ikt(-/-), Rho(-/-),  Cefotaxim 2x1 gr iv
Whe(-/-), s1s2 tunggal reguler, flat,  Antasida 3x1 C
Nyeri tekan kuadran Kanan atas (+)
 PCT 3x500 mg tab
Hepatomegali (+) 2 jari di bawah  Captopril 3x12,5 mg
Arcus costae, BU (+) N
A : abses hepar + HT grade 1

02-02- 2013 S : nyeri perut kanan atas (-)


O : composmentis, sakit sedang  Pasien boleh pulang
TD = 140/80 mmHg  Metronidazole 500 mg
N = 84x /menit  Ranitidin 2x1 tab
RR = 20x / menit  Antasida 3x1 C
T= 36,4 C an(-/-), ikt(-/-), Rho(-/-),
 Captopril 3x12,5 mg
Whe(-/-), s1s2 tunggal reguler, flat,
Nyeri tekan kuadran kanan atas (-)

Hepatomegali (+) 2 jari di bawah


Arcus costae, BU (+) N

A : abses hepar + HT grade 1


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi hepar

Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu :

1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)
1. Facies diaphragmatika

Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah


diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatika dibagi menjadi
facies anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak
jelas, kecuali di mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat
menyebar ke sistem pulmonum melalui facies diapharagma ini secara
perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan akan timbul efusi pleura,
empiema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan
biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati.

2. Facies viseralis

Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa


struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak
porta hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika
fellea. Sebelah kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum
venosum dan ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang
berbentuk segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh
ligamen koronarius bagian atas dan bawah.

Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum
minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan
glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea,
lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini
banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-
organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.

Pendarahan
 Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri
dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di
posterior duktus hepatis dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior.
Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari
truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan memberikan pasokan darah
sebanyak 20 % darah ke hepar.
 Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh
vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang
berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini
berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar
melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika.
Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan abses pada hepar
dikarenakan aliran vena porta ke hepar.

Persarafan

 nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah


pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
 nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.

Drainase limfatik

Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari
vesika fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke
nodus retropylorikus dan nodus seliakus.
Struktur

Hati terbagi menjadi 8


segmen berdasarkan percabangan
arteri hepatis, vena porta dan duktus
pankreatikus sesuai dengan segi
praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada
pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis dekstra (segmentum
anterior medialis dekstra dan segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi
lateralis dekstra (segmentum anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior
lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus
kaudatus, divisio lateralis sinistra (segmantum posterior lateralis sinistra dan
segmantum anterior lateralis sinistra) dan divisio medialis sinistra (segmentum
medialis sinistra).

Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli.


Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang
tersusun radial mengellilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat
kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffler) yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing dalam
tubuh, jadi hati merupakan organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri
dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang
mengelilingi lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan antara lembaran sel hati.
Hati terdiri atas bermacam-macam
sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sisanya adalah sel-sel epitelial sistem
empedu dan sel-sel non parenkim yang
termasuk di dalamnya endotelium, sel
kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh
sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatika dan duktus hepatikus. Membran
hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili.
Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan
merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit
memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan
sebelahnya. Sinusoid hati merupakan lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal).

Fisiologi Hati

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak
1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam
lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi
percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan
bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan
walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator
penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.

Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan
asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal
metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida
dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari
pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan
dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona
hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis
glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme
protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen,
dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah
menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.

Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan
15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat
penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.

Etiologi

Abses hati amebik disebabkan oleh strain


virulen Entamoeba hystolitica yang tinggi. Sebagai
host definitif, individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran
mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum
air atau memakan makanan yang terkontaminasi
kotoran yang mengandung tropozoit atau kista
tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus
halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa
tinggal di usus besar terutama sekum. Strain
Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi
dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop
tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga
berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.

Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic


streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes,
Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans,
Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella
melitensis dan fungal.

Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai
hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal
dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis.
Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari
endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.

Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan


pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari daerah sekum infeksi amuba
invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses
pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe
mesenterium, atau penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar
terbentuk tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan
pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut
bergabung maka terjadilah abses amuba.

Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi
ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis
anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga
dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan
transplantasi hati.
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama
laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.

Patogenesis

Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa
mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi,
faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas
cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan
penempelan E. Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal,
lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. histolytica
kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena porta.

Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan
nekrotik yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu
berbulan-bulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati
ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju
berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989)
mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya
lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena di situ terdapat banyak pembuluh
darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan
fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul
serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan
proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati
tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.

Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat
berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian
rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan
menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris
sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi
bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut
akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena
abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus
kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta,
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik.

Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik.
Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu,
penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri.
Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena
porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses fileplebitis.
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakterimia sistemik.

Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati
sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi
kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke
hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan
pus. Abses hati yang disebabkan oleh trauma biasanya soliter.

Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang
mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke
sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya
multipel tapi dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari
proses bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis.

Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati
amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh
proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma
hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh.

Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam,
dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai “anchovy
paste” , berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah
merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak
seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan
abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam
mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik
hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat diagnosis
dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan penyangga
dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel
inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.

Manifestasi Klinis

Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat


dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya abses hati
piogenik apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa
nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan
jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila
AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi
nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan
muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang
unintentional.

Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama,
anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali
teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 %
kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris,
abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura,
atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis.

Diagnosis

Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit
ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti
yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat
disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitasnya.

Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi
dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri
tekan pada kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang
teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum.

Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan
untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati.
Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-
95%.

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar
Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati,
termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam
darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes
laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi
menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis
justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin
fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar
albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.

Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses
hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada
10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi
parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.

Serologis

Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect


Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence,
dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering
digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat
mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang
positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun dapat
mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena amuba
yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar.
Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6
bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi
ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk
memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.

Pemeriksaan penunjang
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi
abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan
untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel.
Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai
berikut :

1. Peninggian dome dari diafragma kanan.


2. Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
3. Pleural efusion.
4. Kolaps paru.
5. Abses paru.

CT scan:

 Hipoekoik
 Massa oval dengan batas tegas
 Non-homogen

USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :


1. Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
2. Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
3. Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
4. Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
5. Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
6. "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
7. "Amoeba Hemaglutination" test positif

Komplikasi

Sistem plueropulmonum merupakan sistem


tersering terkena. Secara khusus, kasus tersebut
berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar.
Hal ini dikarenakan facies diaphragm hepar yang
berdekatan dengan system pleuropulmonum
terutama di lobus kanan. Abses menembus
diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema
abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial
juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan
menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.

Komplikasi abses hati amoeba umumnya berupa perforasi abses ke berbagai


rongga tubuh dan ke kulit. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard.
Insidens perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi pleura yang
besar dan luas yang memperlihatkan cairan coklat pada aspirasi. Perforasi dapat
berlanjut ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas
coklat. Perforasi ke perikard menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung.

(gambar di atas adalah gambaran makroskopis abses hati)

Komplikasi ke kaudal terjadi ke rongga


peritoneum. Perforasi akut menyebabkan
peritonitis umum. Abses kronis, artinya
sebelum perforasi, omentum dan usus
mempunyai kesempatan untuk mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis
lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit (seperti gambar di samping)
sehingga menimbulkan fistel yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi sekunder.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara


operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di
dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan
abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus abses
intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi komputer,
komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal dan
infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter drainase. Kadang
pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.

Antibiotik Terapi medikamentosa adalah


antibiotik yang bersifat amubisid seperti
metronidazol atau tinidazol. Dosis 50
mg/kgBB/hari diberikan tiga kali sehari
selama 10 hari, dapat menyembuhkan 95%
penderita abses amuba hepar. Pemberian
intravena sama efektifnya, diperlukan pada
penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya
buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat
memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam
beberapa hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses
dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol mudah didapat dan aman, walaupun
merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah
mual dan rasa logam. Neuropati perifer kadang-kadang dapat terjadi.

Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range"
yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi
dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan
pemantauan vital sign secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan
terutama untuk penderita yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan
umumnya buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan
gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% penderita
amubiasis ekstrakolon yang resisten.

Aspirasi Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam
hal ini, aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko
ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri
hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi
sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-
ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah
infeksi sekunder.

Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum,


dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan
diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses
setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.

Operasi

Pembedahan diindikasikan untuk


penanganan abses yang tidak berhasil membaik
dengan cara yang lebih konservatif. Laparotomi
diindikasikan untuk perdarahan yang jarang
terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai
atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi
juga dilakukan bila abses amuba mengenai
sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder
juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan
tidak berhasil.

Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan


subkostal kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam
fisiologik dan larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.

Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:

 Terapi antibiotika gagal


 Aspirasi tidak berhasil
 Abses tidak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase
 Adanya komplikasi intraabdominal

Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:

 Abses multipel
 Infeksi polimikrobakteri
 Immunocompromise dissease

Hepatektomi

Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena
abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan
atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.

BAB IV

PEMBAHASAN

Fakta Teori

Anamnesa

- Nyeri perut kanan atas sejak 3 - Nyeri spontan perut kanan atas

minggu sebelum MRS. Nyeri - Demam atau panas tinggi


dirasakan seperti ditusuk-tusuk
- Anoreksia
dengan frekuensi 2x/hari, selama
kurang lebih 30 menit. - Malaise

- Keluhan juga disertai demam pada - batuk disertai rasa sakit pada
diafragma
saat nyeri
- ikterus terdapat pada 25 %
- Pasien juga mengeluhkan mual (+). kasus dan biasanya
berhubungan dengan
penyebabnya yaitu penyakit
traktus biliaris

Pemeriksaan Fisik
- Pada beberapa pasien kadang
TD : 140/90 mmHg sudah dapat terlihat abses hepar
N : 92 x/menit secara inspeksi dikarenakan
RR : 22 x/menit abses telah menembus kulit
T : 36,2 sehingga terlihat dari luar.

Abdomen: - Terdapat nyeri tekan pada

Inspeksi : flat kuadran kanan atas abdomen

Palpasi : soefl, nyeri tekan (+), - hepatomegali yang teraba


hepatomegali (+) 2 sebesar tiga jari sampai enam
jari dari arcus jari arcus-costarum.
costae,
hepar/lien/ginjal
tidak teraba
Perkusi : timphani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan penunjang

Hasil Laboratorium :
- Leukositosis
Hb : 12,6
Ht : 38,6% - Peningkatan LED
Leuko : 13. 000
- Peningkatan alkalin fosfatase,
Platelet : 291.000
peningkatan enzim
GDS : 108
transaminase dan serum
Na : 131
bilirubin, berkurangnya kadar
K : 4,4
albumin serum dan waktu
Cl : 96
protrombin yang memanjang

SGOT : 28
SGPT : 30
Alkalin pospatase : 80
Gamma GT : 30
Bilirubin Total : 0,5
Bilirubin Direct : 0,1
Bilirubin Indirect : 0,3
Albumin : 3,7

USG

- Terdapat abses pada lobus sinistra


dengan ukuran 3,5 x 5,3 1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3.Ekogenitas lebih rendah dari
parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5.Peninggian sonik distal (distal
enhancement)

Terapi

 IVFD RL 15 tpm - Antibiotik


 Ranitidin inj 2 x 1 amp (iv) - Aspirasi
 Metronidazole infus 3x500 mg (iv) - Drainase perkutan
 Cefotaxim 2x1 gr iv - Operasi
 Antasida 3x1 C

PENUTUP
Kesimpulan

1. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada pasien ini maka diagnosanya adalah Abses Hepar + Hipertensi

grade 1

2. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah cukup terpenuhi

baik pada laboratorium dan radiologi.

3. Pemberian terapi pada pasien ini, sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran. 2004

3. Wordpress. Abses Hepar [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from:
http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-Hepar/
4. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a
glance. USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.
5. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and
Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186.

Anda mungkin juga menyukai