Lapsus Abses
Lapsus Abses
PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati. Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang
buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di
daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati
piogenik. Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica
sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae,
Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati
sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Abses hati
piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan oleh
Hipppocrates (400SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa
nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan
atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual
muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
III.1 Anamnesis
Pasien MRS pada tanggal 28 Januari 2013, anamnesis dilakukan pada tanggal 29
Januari 2013.
Identitas
Nama : Ny. G
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Meranti Gg 1 Rt 23
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
Dua tahun yang lalu pasien masuk MRS dengan keluhan nyeri ulu hati, mual
dan muntah. Riwayat DM (-). Riwayat HT (+)
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), olahraga (-), aktifitas minimal, terbatas hanya di rumah.
Vital Sign
TD : 140/90 mmHg
N : 92 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2
Kepala/leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-/-), pembesaran KGB (-).
Thorax
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Kanan : ICS III parasternal dekstra
Kiri : ICS V midclavicular sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : flat
Palpasi : nyeri tekan kuadran kanan atas (+), hepatomegali (+) 2 jari di bawah arcus
costae, hepar/lien/ginjal tidak teraba
Perkusi : timphani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas:
- Akral hangat, oedem (-).
Hasil Laboratorium :
Hb : 12,6
Ht : 38,6%
Leuko : 13. 000
Platelet : 291.000
GDS : 108
Na : 131
K : 4,4
Cl : 96
Kimia Darah
SGOT : 28
SGPT : 30
Alkalin pospatase : 80
Gamma GT : 30
Bilirubin Total : 0,5
Bilirubin Direct : 0,1
Bilirubin Indirect : 0,3
Albumin : 3,7
II.5 Penatalaksanaan :
IVFD RL 15 tpm
Inj Ranitidine 2x1 ampul iv
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metronidazole 3x 500 gr iv
Paracetamol 3x500 mg
Captopril 3x12,5 mg
II.6 Prognosa :
Vitam : dubia ad bonam
Functionam : dubia ad bonam
II.7 Follow Up
TINJAUAN PUSTAKA
1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)
1. Facies diaphragmatika
2. Facies viseralis
Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum
minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan
glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea,
lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini
banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-
organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.
Pendarahan
Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi kiri
dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di
posterior duktus hepatis dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior.
Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari
truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan memberikan pasokan darah
sebanyak 20 % darah ke hepar.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh
vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang
berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini
berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar
melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika.
Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan abses pada hepar
dikarenakan aliran vena porta ke hepar.
Persarafan
Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada porta hepatis (nodus
hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah. Nodi ini juga menerima aliran limfe dari
vesika fellea. Dari nodus hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke
nodus retropylorikus dan nodus seliakus.
Struktur
Fisiologi Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak
1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam
lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi
percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan
bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan
walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator
penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan
asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal
metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida
dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari
pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan
dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona
hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis
glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme
protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen,
dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah
menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang merupakan
15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat
penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.
Etiologi
Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat mencapai
hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal
dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan pylephlebitis.
Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari
endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu obstruksi
ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris. Anastomosis
anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau choledochojejunostomy) juga
dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping komplikasi biliaris dan
transplantasi hati.
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama
laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.
Patogenesis
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa
mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi,
faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas
cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan
penempelan E. Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal,
lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E. histolytica
kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena porta.
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulumatosa. Lesi membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan
nekrotik yang dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal ini memakan waktu
berbulan-bulan setelah kejadian amebiasis intestinal. Secara patologis, amebiasis hati
ini berukuran kecil sampai besar yang isinya berupa bahan nekrotik seperti keju
berwarna merah kecoklatan, kehijauan, kekuningan atau keabuan. Shaikh et al (1989)
mendapatkan abses tunggal 85%, 2 abses 6% dan abses multipel 8%. Umumnya
lokasinya pada lobus kanan 87%-87,5% karena di situ terdapat banyak pembuluh
darah portal. Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan
fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma bergranul
serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi limfosit dan
proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN. Lesi amebiasis hati
tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentuknya jaringan fibrosis.
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat
berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran darah hepar yang sedemikian
rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan
menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris
sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi
bakteri Sel kupffler dalam sinusoid hati dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut
akan tetapi proses multipel terjadi pada abses. Lobus kanan hati lebih sering terkena
abses dibandingkan dengan lobus kiri. Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus
kanan lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena porta,
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik.
Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik.
Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu,
penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri.
Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena
porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses fileplebitis.
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakterimia sistemik.
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati
sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga terjadi
kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan masuknya bakteri ke
hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi disertai pembentukan
pus. Abses hati yang disebabkan oleh trauma biasanya soliter.
Infeksi pada organ porta dapat menyebabkan septik tromboplebitis lokal yang
mengarah pada abses hati. Septik emboli akan dilepaskan ke sistem porta, masuk ke
sinusoid hati, dan menjadi nidus bagi formasi mikroabses. Mikroabses ini biasanya
multipel tapi dapat juga soliter. Mikroabses juga dapat berasal secara hematogen dari
proses bakterimia seperti endokarditis dan pyelonephritis.
Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati
amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga disebabkan oleh
proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada perawatan karsinoma
hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam tubuh.
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam,
dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses menyerupai “anchovy
paste” , berwarna coklat kemerahan sebagai akibat jaringan hepar dan sel darah
merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak
seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan
abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam
mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik
hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini sering memperkuat diagnosis
dari manifestasi abses amuba hepar. Pada abses lama kapsul jaringan penyangga
dibentuk oleh perkembangan fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel
inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.
Manifestasi Klinis
Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama,
anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali
teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa, ikterus terdapat pada 25 %
kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris,
abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura,
atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis.
Diagnosis
Pada beberapa pasien kadang sudah dapat terlihat abses hepar secara inspeksi
dikarenakan abses telah menembus kulit sehingga terlihat dari luar. Terdapat nyeri
tekan pada kuadran kanan atas abdomen, selain itu didapatkan hepatomegali yang
teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum.
Pemeriksaan lain-lain seperti foto toraks dan foto polos abdomen digunakan
untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh amebiasis hati.
Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang sensitivitasnya sekitar 85-
95%.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar
Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati,
termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulin dalam
darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes
laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi
menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis
justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin
fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar
albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses hati.
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses
hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada
10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik terjadi proses destruksi
parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat.
Serologis
Pemeriksaan penunjang
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi
abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan
untuk mendiagnosis abses hepar. Abses hepar amebik biasanya besar dan multipel.
Menurut Middlemiss (I964) gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai
berikut :
CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
USG:
1. Bentuk bulat atau oval
2. Tidak ada gema dinding yang berarti
3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
4. Bersentuhan dengan kapsul hati
5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)
Komplikasi
Penatalaksanaan
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengan metronidazol gagal. Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range"
yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi
dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan
pemantauan vital sign secara teratur. Emetin dan dehidroemetin diindikasikan
terutama untuk penderita yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan
umumnya buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan
gejala klinis. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% penderita
amubiasis ekstrakolon yang resisten.
Aspirasi Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam
hal ini, aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko
ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri
hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi
sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-
ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah
infeksi sekunder.
Drainase Perkutan
Operasi
Abses multipel
Infeksi polimikrobakteri
Immunocompromise dissease
Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena
abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan
atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.
BAB IV
PEMBAHASAN
Fakta Teori
Anamnesa
- Nyeri perut kanan atas sejak 3 - Nyeri spontan perut kanan atas
- Keluhan juga disertai demam pada - batuk disertai rasa sakit pada
diafragma
saat nyeri
- ikterus terdapat pada 25 %
- Pasien juga mengeluhkan mual (+). kasus dan biasanya
berhubungan dengan
penyebabnya yaitu penyakit
traktus biliaris
Pemeriksaan Fisik
- Pada beberapa pasien kadang
TD : 140/90 mmHg sudah dapat terlihat abses hepar
N : 92 x/menit secara inspeksi dikarenakan
RR : 22 x/menit abses telah menembus kulit
T : 36,2 sehingga terlihat dari luar.
Pemeriksaan penunjang
Hasil Laboratorium :
- Leukositosis
Hb : 12,6
Ht : 38,6% - Peningkatan LED
Leuko : 13. 000
- Peningkatan alkalin fosfatase,
Platelet : 291.000
peningkatan enzim
GDS : 108
transaminase dan serum
Na : 131
bilirubin, berkurangnya kadar
K : 4,4
albumin serum dan waktu
Cl : 96
protrombin yang memanjang
SGOT : 28
SGPT : 30
Alkalin pospatase : 80
Gamma GT : 30
Bilirubin Total : 0,5
Bilirubin Direct : 0,1
Bilirubin Indirect : 0,3
Albumin : 3,7
USG
Terapi
PENUTUP
Kesimpulan
dilakukan pada pasien ini maka diagnosanya adalah Abses Hepar + Hipertensi
grade 1
2. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah cukup terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran. 2004
3. Wordpress. Abses Hepar [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from:
http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-Hepar/
4. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a
glance. USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.
5. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and
Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186.