Abstrak
Ventricular fibrillation/atau ventrikel fibrilasi adalah satu jenis gangguan irama jantung. Bilik
jantung yang seharusnya berdenyut, menjadi hanya bergetar saat terjadi ventrikel fibrilasi. Hal
ini disebabkan oleh adanya gangguan aliran listrik pada jantung. Akibatnya, jantung tidak
mampu memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga pasokan darah yang membawa oksigen dan
nutrisi ke organ-organ tubuh akan terhenti. Kondisi ini merupakan kondisi darurat yang harus
segera mendapatkan penanangan, karena dapat menimbulkan kematian hanya dalam waktu
beberapa menit. Ventrikel fibrilasi paling banyak ditemukan pada orang dewasa berusia 45-75
tahun dan merupakan gangguan irama jantung yang sering dijumpai pada infark miokard akut
(IMA). Disamping itu ventrikel fibrilasi juga merupakan penyebab utama dari kematian akibat
henti jantung mendadak (cardiac arrest).
Abstrack
Keadaan paling serius dari semua aritmia jantung adalah fibrilasi ventrikel (VF), yang
bila tidak dihentikan dalam waktu 1 sampai 3 menit, akan menimbulkan keadaan yang fatal.(2)
Kematian mendadak terjadi 300.000 per tahun di Amerika Serikat, dimana 75-80% disebabkan
oleh VF. Jumlah kematian yang disebabkan oleh VF lebih banyak dibandingkan dengan kanker
dan AIDS. Sekitar 50% kejadian VF disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan pria lebih
tinggi dibandingkan wanita dengan rasio 3:1, yang terjadi pada usia 45-75 tahun.1
Fibrilasi ventrikel mesrupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel dimana ventrikel
mengalami depolarisasi secara kacau dan cepat, sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai
satu unit, tetapi bergetar secara inefektif, yang ditandai dengan gelombang P, segmen ST yang
tidak beraturan dan sulit dikenali (disorganized), bahkan tanpa kompleks QRS, dan menjadi
penyebab utama kematian mendadak. Mekanisme tersebut menyebabkan hilangnya curah
jantung, tekanan darah tidak terukur, dan cardiac arrest.(3,6,8) Penyebab utama VF adalah
infark miokard akut, blok AV total dengan respon ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit
(hipokalemia dah hiperkalemia), asidosis berat, dan hipoksia. (8) Fibrilasi ventrikel terjadi
sekitar 2-8% pada fase akut infark miokard. Fibrilasi ventrikel kasar (coarse ventricular
fibrillation) menunjukkan aritmia yang baru terjadi dan lebih besar peluangnya untuk
determinasi dengan defibrilasi, sedangkan fibrilasi ventrikel halus (fine ventricular fibrillation)
sulit dideterminasi dan memerlukan obat-obatan (adrenalin) sebelum dilakukan kardioversi, juga
sulit dibedakan dengan asistol.1,2
Penanganan VF harus cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku dan
defibrilasi. Selama tidak ada irama jantung yang efektif (pulsasi pembuluh nadi besar tidak
teraba) harus terus dilakukan resusitasi jantung paru, sambil mengulangi kardioversi dengan
pemberian unsynchronized DC shock mulai 200 Joules sampai 360 Joules, dan obat-obatan
seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.1
Anamnesis
Alloanamnesis
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: Koma.
Tekanan darah: Tidak terukur.
Nadi: Tidak teraba.
Pemeriksaan Penunjang
Pada hasil penghitungan score 1-4 adalah hasilnya yang rendah, perlunya pemeriksaan
ulangan dan pasien harus dilakukan rawat inap. Hasil score dengan jumlah 5-6 atau red score,
pemeriksaan oleh dokter yang kompeten pada penyakit akut diperlukan dan perlu ditentukan
apakah perlu memanggil tim yang melakukan perawatan emergensi. Hasil score lebih dari 7
diperlukan tim khusus yang menangani kasus emergensi, dan biasanya pasien dirawat pada
kamar inap dengan pengawasan yang tinggi dan alat yang lengkap. Pada news ini tidak
dianjurkan pada anak-anak (<16 tahun) maupun ibu hamil karena respon fisiologi tubuh pasien
anak dan ibu hamil akan termodifikasi sehingga hasil news tidak akan sesuai.4
Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah: Laki-laki usia 40
tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrest satu berbanding delapan
orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang,
semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit
jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan risiko
terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008). 5
a) Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain; jantung
yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk
mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah
seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya
cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b) Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena
tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk
terkena cardiac arrest.
c) Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa kondisi
tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya
aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic
effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan
magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan
aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d) Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti
Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa
menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e) Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan
aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin
ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu
terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f) Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac
arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.
fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a) Fibrilasi ventrikel
b) Takhikardi ventrikel
d) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang
harus segera diambil adalah CPR.
Epidemiologi
Fibrilasi ventrikel (VF) merupakan penyebab henti jantung yang paling sering dan
biasanya disebabkan oleh iskemik akut atau infark miokard selama fase akut sekitar 2-8% kasus.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pasien yang dengan VF selama fase akut infark
miokard memiliki risiko kematian mendadak yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang singkat.
Kematian mendadak terjadi 300.000 per tahun di Amerika Serikat, dimana 75-80% disebabkan
oleh VF. Insiden VF pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita dengan rasio 3:1, yang terjadi
pada usia 45-75 tahun.6
Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi, yaitu iskemia dan infark miokard,
manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan interval
QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian
takikardi ventrikel yang memburuk. Penyebab yang paling umum dari fibrilasi ventrikel adalah
heart attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak memperoleh oksigen
yang cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain. Fibrilasi ventrikel dapat
disebabkan antara lain gangguan jantung struktural (iskemik atau infark miokard akibat penyakit
jantung koroner, dan kardiomiopati), gangguan jantung nonstruktural (mekanik (commotio
cordis), luka atau sengatan listrik, pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome),
heart block, QT syndrome, brugada syndrome), noncardiac respiratory (bronchospasm, aspirasi,
hipertensi pulmonal primer, emboli pulmonal, tension pneumotoraks, metabolik atau toksik),
gangguan elektrolit dan asidosis (obat-obatan, keracunan, sepsis), dan neurologik (kejang,
perdarahan intrakranial atau stroke iskemik, dan tenggelam).6
Patofisiologi
Secara umum terdapat 3 mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia ventrikel, yaitu
automaticity, re-entry, dan triggered activity. Automaticity terjadinya karena adanya percepatan
aktivitas fase 4 dari potensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity
biasanya tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark miokard akut, gangguan elektrolit,
gangguan keseimbangan asam basa, dan tonus adrenergik yang tinggi. Oleh karena itu bila
berhadapan dengan aritmia ventrikel karena gangguan automaticity, perlu dikoreksi faktor
penyebab yang mendasarinya. Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaan akut tidaklah
memiliki aspek prognostik jangka panjang yang penting.
Mekanisme aritmia ventrikel yang tersering adalah re-entry dan biasanya disebabkan oleh
kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati dilatasi. Jaringan parut yang
terbentuk akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan yang
ideal untuk terbentuk sirkuit re-entry. Bila sirkuit ini telah terbentuk maka aritmia ventrikel re-
entrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian mendadak. Triggered activity
memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme diatas. Mekanismenya adalah adanya
kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga terjadi lonjakan potensial pada akhir fase 3 atau
awal fase 4 dari aksi potensial jantung. Bila lonjakan ini cukup bermakna maka akan tercetus
aksi potensial baru. Keadaan ini disebut afterdepolarization.
Fibrilasi ventrikel terjadi akibat impuls pada otot jantung timbul diluar kendali. Impuls
tersebut akan merangsang salah satu bagian otot ventrikel dan juga bagian lain, kemudian yang
lain lagi, dan akhirnya kembali ke tempat semula dan merangsang kembali otot ventrikel yang
sama berulang-ulang kali, dan tidak pernah berhenti, sehingga tidak terjadi kontraksi otot yang
terkoordinasi pada otot ventrikel yang diperlukan untuk siklus pompa jantung. Walaupun
terdapat aliran sinyal-sinyal perangsangan yang sangat banyak diseluruh ventrikel, ruangan di
dalam ventrikel tidak membesar, tidak juga berkontraksi tetapi tetap betahan pada tahap
kontraksi parsial yang tidak dapat ditentukan, juga tidak memompa darah dalam jumlah yang
berarti. Oleh karena itu, pada saat fibrilasi tersebut dimulai, akan terjadi kehilangan kesadaran
dalam waktu 4 sampai 5 menit, akibat tidak ada aliran darah ke otak dan terjadi kematian
jaringan di seluruh tubuh yang berlangsung selama beberapa menit.
Bila impuls jantung yang normal pada jantung yang normal telah berjalan ke seluruh
ventrikel, impuls tersebut tidak mempunyai tempat lain untuk dituju lagi karena semua otot
ventrikel dalam keadaan refrakter dan tidak dapat mengantarkan impuls lebih jauh lagi, oleh
karena itu impuls akan berhenti dan jantung menunggu potensial aksi yang baru untuk
merangsang nodus sinus atrium kembali. Pada keadaan fibrilasi ventrikel, keadaan normal ini
tidak terjadi yang diakibatkan oleh fenomena masuk-kembali atau Re-entry sehingga
menyebabkan gerakan berputar.6
Diagnosis
Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai oleh
kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali
(disorganized) yang merupakan penyebab utama kematian mendadak.(3,8) Fibrilasi ventrikel
akan menyebabkan tidak adanya curah jantung sehingga pasien dapat pingsan dan mengalami
henti napas dalam hitungan detik. Fibrilasi ventrikel ditandai dengan gelombang fibrilasi yang
sangat cepat dan kacau dan tanpa kompleks QRS, dengan karakteristik diagnostik sebagai
berikut :7
Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai
10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung . Kondisi tersebut dapat dicegah
dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas
maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan
fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7
menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban hidup rata-
rata sebesar 30% sampai 45%. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan
defibrillator yang mudah di akses ditempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti
meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin ,
akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%.9
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fibrilasi ventrikel (VF)
adalah suatu aritmia jantung dimana ventrikel mengalami depolarisasi secara kacau dan cepat,
sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai satu kesatuan, tetapi bergetar secara inefektif tanpa
menhasilkan curah jantung, yang ditandai dengan kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST
yang tidak beraturan dan sulit dikenali (disorganized). Penanganan VF harus cepat dengan
protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku. Selama tidak ada irama jantung yang efektif
(pulsasi pembuluh nadi besar tidak teraba) harus terus dilakukan resusitasi jantung paru, sambil
mengulangi kardioversi dengan pemberian unsynchronized DC shock mulai 200 Joules sampai
360 Joules, dan obat-obatan seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.
Daftar Pustaka
1. Morrison LJ, Neumar RW, Zimmerman JL, Link MS, Newby LK, McMullan PWJ, dkk.
Strategies for improving survival aft er in-hospital cardiac arrest in the United States: 2013
consensus recommendations: a consensus statement from the American Heart Association.
Circulation. 2014 Apr;127(14):1538–63.
2. Masica AL, Richter KM, Convery P, Haydar Z. Linking Joint Commission inpatient core
measures and National Patient Safety Goals with evidence. Proc Bayl Univ Med Cent.
2013;22(2):103–11.
3. Goldhill DR, McNarry AF, Mandersloot G, McGinley A. A physiologically-based early
warning score for ward patients: the association between score and outcome. Anaesthesia.
2015 Jun;60(6):547–53.
4. Groarke JD, Gallagher J, Stack J et al. Use of an admission early warning score to predict
patient morbidity and mortality and treatment success. Emerg Med J 2012;25:803–6.
5. 1. Thim T, Krarup NH, Grove EL, Lofgren B. ABCDE – a systematic approach to critically ill
patients. Ugeskr Laeger. 2013;172(47):3264–3266.
6. 6. Nolan JP, Soar J, Zideman DA, et al. European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2010. Section 1. Executive summary. Resuscitation. 2014;81(10):1219–1276.
7. Thim T, Krarup NHV, et al. Initial assessment and treatment with the Airway, Breathing,
Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) approach. Int J Gen Med. 2012; 5: 117–121.
8. Khalid U, Juma AAM. Paradigm shift: 'ABC' to 'CAB' for cardiac arrests. Scand J Trauma
Resusc Emerg Med. 2013; 18: 59.
9. Mahode AA, Dany F, et al. Vademecum:Kedokteran Emergensi. EGC.2016;29-39.