Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era revolusi industri 4.0 dimana teknologi internet berkembang pesat

dan mendisrupsi berbagai pola yang ada, berhasil menciptakan beragam

tantangan bagi organisasi. Selain tantangan teknologi yang terus berkembang,

organisasi juga dituntut untuk terus meningkatkan kualitas SDM agar mampu

beradaptasi dengan teknologi dan bertahan dalam persaingan bisnis yang

terus meningkat akibat globalisasi. Salah satu kunci untuk dapat

memenangkan pesaingan tersebut adalah dengan menunjukan kinerja yang

baik, yang akan menentukan pada kelangsungan dan keberhasilan organisasi.

Semakin baik kinerja organisasi maka semakin dapat organisasi tersebut

bertahan dan meningkatkan usahanya, begitupun sebaliknya jika kinerja

organisasi buruk maka akan sulit bagi organisasi tersebut untuk bertahan

apalagi meningkatkan usahanya (Sri Mulyani : 2012).

Kinerja organisasi merupakan gabungan dari kinerja – kinerja

karyawan yang ada di dalamnya. Kinerja diartikan sebagai gambaran tingkat

pencapaian atas pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan, yang

tertuang dalam perencanaan strategis organisasi dalam rangka mewujudkan

sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi (Moheriono : 2012). Kinerja

merupakan hasil dari suatu perbuatan atau prestasi yang mempresentasikan


suatu keterampilan dari seseorang (Whitmore : 2002). Sedangkan Suryadi

(2010), mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari suatu proses.

Kinerja erat kaitannya dengan hasil pekerjaan karyawan dalam

organisasi yang menyangkut kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu (Ardial :

2018). Kinerja karyawan yang baik dan terus meningkat merupakan harapan

dari semua organisasi, namun peningkatan kinerja tersebut sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Baseem E

Maamari dan Adel Saheb (2018) pada pekerja di Lebanon, kinerja

dipengaruhi oleh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan. Sedangkan

Suharno Pawirosumarto, Purwanto Katijan Sarjana dan Rachmad Gunawan

(2018) pada pekerja hotel di Indonesia, kinerja merupakan impilikasi dari

kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja, gaya kepemimpinan

dan budaya organisasi. Penelitian yang juga dilakukan oleh Suharno dkk

(2017) pada karyawan di Perusahaan Modal Asing (PMA) Jepang di

Indonesia, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kinerja yakni gaya

kepemimpinan, motivasi karyawan dan disiplin. Berbeda dari penelitian di

atas, Scoot Lee Reece (2018) pada pekerja di perusahaan manufaktur dengan

tingkat kecepatan dan volume yang tinggi menganalisa hubungan kinerja

dengan proses komunikasi organisasi dan keterikatan pekerja.

Dari penelitian-penelitian tersebut dapat digambarkan bahwa kinerja

dipengaruhi oleh faktor intenal dan eksternal karyawan, pada faktor internal

dipengaruhi oleh motivasi dan kepuasan kerja sedangkan faktor eksternal

dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan komunikasi


organisasi. Pemimpin merupakan faktor penentu keberhasilan kinerja

organisasi, karena melalui perannya seorang pemimpin dituntut untuk dapat

mempengaruhi orang lain/ kelompok untuk menjalankan visi misi organisasi

guna mencapai tujuan organisasi. Seperti yang dinyatakan oleh Buble, dkk.

(2014), kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk memengaruhi,

memotivasi, dan membuat orang lain berkontribusi pada efektivitas dan

keberhasilan suatu organisasi.

Setiap pemimpin memiliki pola yang berbeda untuk mendorong,

merangsang dan mengarahkan potensi bawahannya. Variasi ini disebabkan

oleh gaya kepemimpinan yang berbeda dari masing-masing pemimpin. Gaya

kepemimpinan adalah metode yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk

mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah norma

perilaku yang digunakan oleh seseorang ketika seseorang mencoba untuk

mempengaruhi perilaku orang lain (Pawirosumarto, Sarjana, & Muchtar

Muzaffar, 2017). Gaya kepemimpinan merupakan sebuah perilaku yang

memiliki tujuan untuk memberdayakan, menginspirasi, dan menantang

pengikut atau individu yang dikembangkan untuk dalam mencapai suatu

tujuan (Bass, 2006).

Konsep gaya kepemimpinan yang diperkenalkan oleh Burns (1978)

dan di kembangkan oleh Bass & Avolio menyebut gaya kepemimpinan

rentang penuh yang terbagi dalam tiga tipe yakni : (1) Tipe laissez-faire atau

tidak ada kepemimpinan, (2) Tipe transaksional, didasarkan pada aspek pasif

dan aktif, (3) Tipe transformasional, didasarkan pada hubungan pribadi


(Vigoda-gadot, 2007). Sedangkan Munnever Cettin, Melisa Erdelik Karabay

dan Mehmet Neci Efe (2012) melakukan penelitian tentang gaya

kepemimpinan dan kompetensi komunikasi manager pada kepuasan kerja

karyawan pekerja Bank di Turki. Pada penelitian tersebut gaya

kepemimpinan di bagi menjadi tiga tipe berikut (1) Tipe transformasional,

pemimpin menekankan motivasi dan pengembangan pribadi karyawan,

berusaha menyelaraskan aspirasi karyawan dengan hasil yang diinginkan

organisasi, (2) Tipe interaktif, pemimpin yang mendekati karyawan untuk

mengubah sesuatu, transaksi menjadi dasar dari hubungan tersebut dan yang

menjadi focus utama dari pemimpin tipe ini adalah psikologi, keselamatan

dan kebutuhan yang mengikutinya (3) Tipe orientasi individual dengan sudut

pandang bahwa pemimpin adalah orang yang memulai dan mempertahankan

perubahan.

Komunikasi dalam organisasi merupakan komponen inti bukan hanya

komponen pelengkap, yang mengkoordinasi semua hal dalam organisasi.

Komunikasi secara alami digunakan untuk mengkomunikasikan strategi

perusahaan dan tujuan organisasi serta mendeskripsikan apa yang organisasi

kerjakan dan lakukan. Tidak ada organisasi yang dapat terbentuk tanpa

adanya komunikasi (Sadia et al., 2016). Karakteristik dari komunikasi

organisasi adalah sesuatu yang kompleks gabungan antara aktifitas formal

dan informal dalam penyebaran informasi secara langsung dalam organisasi

(Reece et al., 2018). Komunikasi organisasi tidak hanya berlangsung dalam

internal organisasi tetapi juga melibatkan pihak eksternal, komunikasi


organisasi terbagi menjadi tiga level dasar yakni level komunikasi antar

pribadi (antara pimpinan dan karyawan, karyawan dan karyawan), level

komunikasi grup (grup karyawan) dan level organisasi (antara perusahaan

dengan stakeholder / klien) (Lampley, Daniels, & Flora, 2015).

Komunikasi berkaitan erat dengan kepemimpinan yakni bagaimana

pemimpin menjalankan fungsinya. Menurut Nawawi dan Martini (1995),

kepemimpinan memiliki lima fungsi sebagai berikut : (1) Fungsi instruksi,

berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah, pemimpin sebagai pengambil

keputusan berfungsi untuk memberikan perintah/ instruksi pada bawahan, (2)

Fungsi konsultatif, berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah meskipun

pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin, (3) Fungsi

partisipatif, fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi

juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin

dengan dan sesama orang yang dipimpin, (4) Fungsi delegatif, dilaksanakan

dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan

keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan,

(5) Fungsi pengendalian, cenderung bersifat komunikasi satu arah, meskipun

tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi dua arah.

Penelitian tentang komunikasi organisasi telah dilakukan lebih dari 75

tahun yang lalu, menurut Barnard dalam Edward J Priola fungsi pertama dari

pimpinan adalah untuk membangun dan merawat system komunikasi (Priola,

Sherlock, & Cason, 2016). Sejalan dengan hal tersebut Carriere dan Borque

(2009) juga menegaskan bahwa tanggung jawab pimpinan adalah untuk


memastikan efektifitas dan efisiensi dari system komunikasi organisasi,

sehingga semua anggota organisasi menerima informasi yang mereka

butuhkan untuk menjalankan fungsinya secara tepat waktu dan relevan

(Reece et al., 2018). O’Hair dalam Aubrey G Butts juga berpendapat bahwa

“kemampuan pimpinan untuk mengkomunikasikan tugas menjadi suatu

tindakan yang terukur, adalah kompetensi kunci untuk mencapai efektifitas

kinerja organisasi”(Butts, 2010).

PT Kubota Indonesia (PTKI) merupakan perusahaan joint venture

antara Indonesia dan Jepang yang bergerak dalam bidang manufaktur mesin

diesel. Sebagai perusahaan joint venture yang memiliki perusahaan induk di

Jepang yakni Kubota Corporation (KBT), semua hal yang menyangkut bisnis

perusahaan sangat bergantung pada persetujuan serta arahan dari perusahaan

induk. Sayangnya arahan dan tujuan dari perusahaan induk tidak

terinternalisasi dengan baik sampai ke tingkat karyawan. Seperti wawancara

yang dilakukan dengan Manager Human Resource and General Affair

(HRGA) Ibu Yuanti, bahwa tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan induk

kemudian diturunkan dalam manajemen obyektif oleh top manajemen dan

disosialisasikan kepada jajaran middle manajemen tidak dapat tereksekusi

dengan baik. Ibu Yuanti berasumsi bahwa ada gangguan arus informasi &

komunikasi yang menyebabkan strategi dan aktifitas yang dilakukan masing-

masing karyawan, divisi dan departemen tidak saling terintegrasi untuk

mencapai tujuan organisasi.


Tujuan dari organisasi bisnis adalah mendapatkan keuntungan / laba,

dengan memproduksi barang yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pada tahun

2014, PTKI melakukan relokasi pabrik dari Jl Setiabudi Semarang ke

Kawasan Indsutri Bukit Semarang Baru untuk meningkatkan kapasitas

produksi dari 50,000 mesin per tahun menjadi 100,000 mesin per tahun.

Relokasi ini juga diharapkan dapat menambah keuntungan perusahaan. Jika

dilihat data kinerja perusahaan setelah relokasi 2015 – 2018 dengan indikator

penjualan mengalami fluktuasi dari target yang ditetapkan oleh perusahaan

induk :

Pemimpin memiliki peranan penting untuk mengkomunikasikan visi

dan memberdayakan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. PTKI

dipimpin oleh ekspatriat perwakilan dari KBT Jepang dengan masa jabatan ±

5 tahun. Dibutukan kemampuan adaptasi yang baik dan cepat untuk

menghadapi siklus pergantian top manajemen tersebut. Perbedaan budaya dan

gaya kepemimpinan menjadi tantangan tersendiri bagi jajaran middle

manajemen (manager, vice manager, kepala bagian) untuk dapat


menyelaraskan ritme kerja karyawan dengan tujuan yang ditetapkan oleh top

manajemen maupun perusahaan induk.

Middle manajemen memegang peranan penting sebagai penerima

pesan dari top manajemen dan penyampai pesan kepada karyawan. Sebagai

seorang pemimpin, middle manajemen juga dituntut untuk memiliki

kemampuan untuk mengartikulasikan tujuan perusahaan, merancang strategi

dan aktifitas yang terukur serta mendorong karyawan untuk mencapai kinerja

maksimal.

Berdasarkan uraian diatas studi difokuskan untuk mengetahui gaya

kepemimpinan middle manajemen di PT Kubota Indonesia dan gaya

kepemimpinan yang efektif untuk mendorong kinerja karyawan di PTKI.

Studi ini juga mengkaji bagaimana komunikasi organisasi berlangsung dan

melihat pengaruhnya pada kinerja karyawan.

1.2 Perumusan Masalah

Ditengah persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi,

perusahaan swasta dituntut untuk menghasilkan keuntungan/ profit sebesar-

besarnya dalam rangka mempertahankan bisnis perusahaan. Profit menjadi

roda untuk menggerakan perusahaan dan mencapai tujuan-tujuan lain.

Tercapai atau tidaknya profit perusahaan sangat bergantung pada kinerja

karyawan. Kinerja karyawan yang sesuai dengan standar dan prosedur

perusahaan akan menghasilkan profit sesuai dengan target perusahaan.


Untuk mencapai hal tersebut bukanlah suatu yang mudah, dibutuhkan

peran pemimpin / manajemen untuk ikut serta dalam mengkontrol dan

mengarahkan kerja karyawan. Kepatuhan karyawan pada arahan manajemen

juga bergantung pada gaya kepemimpinan manajemen, komunikasi organisasi

yang tercipta antara manajemen dan karyawan dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, studi ini merumuskan masalah pada gaya

kepemimpinan middle manajemen dan iklim komunikasi organisasi

bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja karyawan yang dipengaruhi oleh

kepuasan kerja.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang digunakan middle manajemen

PTKI dalam mendorong karyawan untuk mencapai kinerja

b. Mengidentifikasi iklim komunikasi organisasi di PTKI

c. Mengidentifikasi kepuasan kerja di PTKI

d. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan middle manajemen, iklim

komunikasi organisasi, terhadap kinerja karyawan yang diperngaruhi oleh

kepuasan kerja di PTKI

1.4 Signifikansi Penelitian

a. Signifikasi Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dalam

memperkaya kajian ilmu komunikasi, pada kajian komunikasi strategis


dalam komunikasi organisasi. Khususnya mengenai pengaruh gaya

kepemimpinan, iklim komunikasi organisasi dan kepuasan kerja pada

kinerja karyawan di PTKI.

b. Signifikansi Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan bagi

perusahaan, sebagai bahan pertimbangaan dalam menerapkan gaya

kepemimpinan yang efektif oleh middle manajemen dan menciptakan

komunikasi organisasi yang baik guna mencapai kinerja dan kepuasan

kerja.

c. Signifikansi Sosial

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi

organisasi lain seperti industri manufaktur dalam hal bagaimana gaya

kepemimpinan, iklim komunikasi organisasi dibentuk untuk mencapai

kinerja dan kepuasan kerja pada industry manufaktur.

1.5 Kerangka Teori atau Konsep

a. Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan seperangkat teori, prosedur, asumsi yang

diyakini oleh peneliti dan menggambarkan cara pandangnya bagaimana ia

melihat dunia. Terdapat tiga paradigma atau pendekatan untuk penelitian

komunikasi menurut Kriyantono yakni : Klasik/Objektif/Positivistik,

Konstruktivis, Kritis.
Penelitian ini menggunakan paradigma positivistik sebagai dasar

pemikiran filosofis sesuai dengan tujuan penelitian. Mulyana dalam

Kriyantono menjelaskan bahwa pendekatan objektif menganggap perilaku

manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan di luar kemauan mereka

sendiri. Manusia dianggap sebagai produk lingkungan yang memberikan

respon atas rangsangan lingkungan, respon atau reaksi terhadap suatu

objek tersebut cenderung dipengaruhi oleh struktur social seperti peran,

sosialisasi, grup referernsi dan pola-pola hubungan sosial. Pendekatan

positivistic ini menggunakan metodologi riset kuantitatif.

Tabel 1.1 Dasar Pemikiran Filosofi Pace and Faules, dan Hidayat

(Kriyantono : 2010)

Elemen Pandangan Paradigma Positivistik

Ontologi Ada relaitas real yang diatur

dalam kaidah-kaidah universal,

di luar subjektifitas peneliti.

Dapat diukur dengan standar

tertentu, dapat digeneralisasi

serta bebas konteks dan waktu

Epistemologi Ada realitas objektif di luar diri

peneliti, peneliti harus membuat

jarak mungkin dengan objek

penelitian. Jangan ada penilaian


subjektif atau bias pribadi.

Methodologi Pengujian hipotesis dengan

survey eksplanatif dan analisis

kuantitatif.

b. State of The Art

1. Judul : The Effect of Leadership Style and The

Communication Competency of Bank Manager on The Employee

Satisfaction : The Case of Turkish Bank

Peneliti : Munevver Cettin, Melissa Erdilek Karabay,

Mahmet Naci Efe

Objek Penelitian: 225 orang pegawai bank di Turki

Metode : Kuantitatif, Survey

Hasil Penelitian : Kepemimpinan yang efektif dan kepuasan kerja

karyawan adalah hal utama untuk mencapai kesuksesan organisasi.

Pemimpin dinilai efektif apabila dapat memberikan panduan bagi

organisasi dan karyawannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan

serta memiliki kemampuan untuk mengatur dan memotivasi karyawan

dalam bekerja sehari-hari. Gaya kepemimpinan interaktif dan

kompetensi komunikasi memiliki hubungan yang kuat dengan

kepuasan kerja, dibanding dengan dua gaya kepemimpinan lain yakni

transformasional dan individual. Komunikasi dan interaksi seorang

pemimpin dengan karyawannya merupakan pilar utama kesuksesan


organisasi tidak peduli apapun tantangannya, karena komunikasi

memungkinkan karyawan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi.

2. Judul : Relationship between work values, communication

satisfaction and employee job performance

Peneliti : Muhammad Jallakamali, Annes Jane Ali,

Sunghyup Sean Hyun, Davoud Nikbin

Objek Penelitian: Karyawan dari Perusahaan Internasional Joint

Venture di Iran

Metode : Kuantitatif, Kuesioner

Hasil Penelitian : Work value karyawan berpengaruh positif

terhadap iklim organisasi, perspektif tentang organisasi dan integritas

pada organisasi. Work value memiliki pengaruh positif pada kepuasan

komunikasi secara realsional dan informasional, pada aspek relasional

komunikasi work value diperkuat dengan kesempatan karyawan untuk

berkembng, lingkungan kerja yang bersahabat. Sedangkan pada

komunikasi informasional work value dikaitkan dengan kinerja tugas,

semakin banyak karyawan menerima informasi penting mengenai

organisasi (kabar karyawan, progress pekerjaan, profit & kondisi

keuangan perusahaan, kebijakan, tujuan dll) semakin baik kinerja

yang ditunjukan oleh karyawan tersebut. Kepuasan komunikasi dan

kinerja karyawan juga berimplikasi dari manafer sebagai pengambil

keputusan, manager harus mengaplikasian proses komunikasi yang


efektif untuk mencapai tujuan dan membangun keuntungan yang

kompetitif.

3. Judul : Organizational Communication : Perceptions of

Staff Member Level of Communication and Job Satisfaction

Peneliti : Pritti R Sharma

Objek Penelitian: Karyawan dari tiga kampus yang masih dalam satu

institusi pendidikan di Timur Laut Tennese

Metode : Kuantitatif, online survey

Hasil Penelitian : Kepuasan komunikasi dan kepuasan bekerja

memiliki hubungan yang langsung karena komunikasi merupakan

fungsi dari semua aspek yang ada dalam organisasi. Melalui

komunikasi semua unit dalam organisasi dapat terhubung dan

bekerjasama. Kebijakan dan prosedur mengenai komunikasi dalam

organisasi dapat meningkatkan fungsi organisasi, selain itu pemimpin

juga sangat berperan dalam proses komunikasi internal organisasi.

Dengan menciptakan kebijakan komunikasi terbuka / dua arah,

memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk komunikasi tatap

muka, menanamkan kepercayaan, memberikan umpan balik,

membuka peluang bawahan untuk berinteraksi, berpartisipasi dalam

proses perbaikan dan memberikan solusi untuk menciptakan

lingkungan dan iklim kerja yang efektif.

4. Judul : An Examination of The Relationship Between The

Organizational Communication Process, Employee Work


Engagement and Job Performance in A High Speed, High Volume

Manufacturing Operation

Peneliti : Scoot Lee Reece

Objek Penelitian: Karyawan assembling di manufaktur besar

Metode : Kuantitatif, survey pada grup sample

Hasil Penelitian : Terdapat hubungan yang siginifikan baik secara

korelasional dan prediktif antara kepuasan kerja karyawan,

komunikasi pada keterlibatan kerja karyawan di perusahaan

manufaktur. Praktik komunikasi perusahaan menjadi nilai tambah

pada keterlibatan karyawan dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan

kerja.

5. Judul : How organizational culture and leadership style

affect employees’ performance of genders

Peneliti : Baseem E Maamari dan Adel Saheb

Objek Penelitian: Pekerja perempuan di Lebanon

Metode : Kuantitatif, survey

Hasil Penelitian : Hubungan antara gender dengan budaya organisasi

menunjukan bahwa karyawan perempuan lebih mudah beradaptasi

dengan budaya organisasi dan menunjukan kinerja yang lebih baik

dibanding dengan karyawan laki-laki. Sedangkan hubungan kinerja

dengan usia menunjukan bahwa karyawan yang lebih tua seharusnya

lebih memahami pekerjaan kurva belajar dan pengalaman mereka

lebih banyak dibanding karyawan muda. Namun karyawan senior


menunjukan perlawanan dibanding adaptasi pada gaya kepemimpinan

pemimpin mereka. Budaya organisasi yang mendorong kinerja dan

efisiensi dapat tercipta ketika pemimpin membuat standar perilaku

mengenai kepatuhan karyawan dan memudahkan adaptasi untuk

karyawan. Meskipun gaya kepemimpinan juga dapat mendorong

kinerja dan efisiensi.

6. Judul : Factors Affecting Employee Performance of PT.

Kiyokuni Indonesia

Peneliti : Suharno Pawirosumarto, Purwanto Katijan

Sarjana, Muzaffar Muchtar

Objek Penelitian: Karyawan PT Kiyokuni Indonesia

Metode : Kuantitatif, survey

Hasil Penelitian : Ada pengaruh positif dan signifikan secara

simultan antara gaya kepemimpinan, motivasi karyawan, dan disiplin

pada kinerja karyawan. Disiplin adalah variabel dari pengaruh yang

paling kuat pada kinerja karyawan, sehingga perlu perhatian khusus.

Gaya kepemimpinan secara individu atau sebagian, memiliki efek

positif dan signifikan pada kinerja karyawan, Kepemimpinan yang

kuat dalam mengarahkan dan memimpin karyawan, membuat

karyawan patuh dalam melaksanakan kewajiban dan menghasilkan

tugas / kinerja yang baik.

7. Judul : The effect of work environment, leadership style,

and organizational culture towards job satisfaction and its


implication towards employee performance in Parador Hotels and

Resorts, Indonesia

Peneliti : Suharno Pawirosumarto, Purwanto Katijan

Sarjana, Rachmad Gunawan

Objek Penelitian: Karyawan Grup Hotel & Resort Parador

Metode : Kuantitatif, Survey

Hasil Penelitian : Lingkungan kerja, gaya kepemimpinan dan

budaya organisasi memiliki dampak positif dan signifikan pada

kepuasan kerja, tetapi hanya gaya kepemimpinan yang memiliki efek

positif dan signifikan pada kinerja karyawan. Kepuasan kerja tidak

memberikan efek yang signifikan dan positif pada kinerja karyawan

dan itu bukan menjadi variable mediasi pada penelitian ini.

8. Judul : Effective Organizational Communication: a Key to

Employee Motivation and Performance

Peneliti : Kirti Rajhans

Objek Penelitian: Karyawan perusahaan manufaktur di India

Metode : Kuantitatif, Survey

Hasil Penelitian : Komunikasi menjadi peran yang krusial sebagai

upaya manajemen untuk memotivasi, mereorientasi ataupun

mengarahkan karyawan yang bingung dalam mencapai tujuan.

Dengan situasi organisasi yang berkembang saat ini banyak

dijalankan oleh multi atau lintas tim fungsional yang minim toleransi.

Untuk itu diperlukan seni persuasi guna mencapai tingkat kecocokan


emosional. Komunikasi tidak hanya dilakukan satu arah tetapi ke atas

dan ke bawah, komunikasi ke bawah memungkinkan keputusan

direksi dan manajemen dapat dieksekusi menjadi tindakan yang tepat

oleh karyawan selain bermanfaat untuk meningkatkan kerja tim,

kepercayaan, hubungan yang lebih baik, produktivitas dan

memininalisir kemungkinan miskomunikasi. Selain itu,

memungkinkan konsistensi Komunikasi ke atas membantu manajer

untuk memahami masalah bisnis dan pribadi yang mempengaruhi

karyawan. Selain itu, saran kreatif dari karyawan membantu

manajemen dalam membuat keputusan dan pengembangan organisasi.

Berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya, studi ini dirasa

lebih unik dan baru karena menganalisa gaya kepemimpinan middle

manajemen (Indonesia) di bawah kepemimpinan top manajemen (Jepang)

serta komunikasi organisasi yang berlangsung di perusahaan joint venture

Jepang – Indonesia yang belum banyak diteliti. Studi ini bertujuan untuk

mengidentifikasi dan menganalisa gaya kepemimpinan yang digunakan

serta iklim komunikasi organisasi yang berlangsung pada pengaruhnya

terhadap kinerja yang dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Guna

mengidentifikasi dan mengukur pengaruh diantara ketiga variable tersebut,

peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif.

c. Teori yang Digunakan


Komunikasi organisasi merupakan proses pertukaran informasi

antara individu dengan individu lainnya dalam suatu kelompok /

organisasi yang bertujuan untuk mencapai kesuksesan organisasi. Untuk

mencapai sebuah kesuksesan organisasi diperlukan integrasi antar individu

dalam organisasi / hubungan antar manusia. Teori hubungan manusia

menekankan pada pentingnya individu dan hubungan sosial dalam

kehidupan organisasi.

Teori hubungan manusia yang dicetuskan oleh Elton Mayo pada

studi proyek Hawthorne yang meneliti soal cahaya, waktu istirahat dan

jam kerja. Teori ini menyadari bahwa manusia-manusia di dalam

organisasi adalah mahluk yang aktif dan dinamis, hubungan anggota atau

kelompok informal lebih penting dan kuat dalam menentukan moral dan

produktifitas organisasi (Romli : 2014). Teori ini menyarankan untuk

meningkatkan strategi organisasi harus mempertimbangkan peningkatan

kepuasan anggota organisasi dan menciptakan organisasi yang mampu

mengembangkan potensi anggotanya Berikut anggapan dasar dari teori

hubungan manusia (Arni : 2001) :

1. Komunikasi berpengaruh terhadap tingkah laku dan efektifitas

organisasi

2. Kepemimpinan memegang peranan pada aspek formal dan

informal, efektifitas usaha pimpinan terletak pada kemampuan

untuk membangun dan mengangkat komitmen pekerja


3. Pada dasarnya setiap manusia cenderung mencari rasa

tanggung jawab, jika timbul sifat menghindari rasa tanggung

jawab, mencari aman dan kurang ambisi itu adalah hasil

konsekuensi pengalaman

Teori hubungan manusia merupakan teori induk dalam organisasi

yang didukung oleh teori-teori di dalamnya termasuk teori kepemimpinan.

Kepemimpinan merupakan unsur penting dari organisasi yang berperan

untuk menggerakan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan.

Kepemimpinan adalah kegiatan seseorang untuk menggerakan orang lain

dengan memimpin, membimbing dan mempengaruhi orang lain untuk

melakukan sesuatu untuk mencapai hasil yang diharapkan. Terdapat tiga

impikasi penting dalam kepemimpinan (Romli : 2012)

1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan atau

pengikut karena tanpa bawahan semua sifat-sifat

kepemimpinan seorang pemimpin menjadi tidak relevan

2. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasan yang tidak sama

antara pemimpin dan bawahan

3. Kepemimpinan sebagai sebuah kemampuan untuk

menggunakan berbagai bentuk kekuasan dalam mempengaruhi

perilaku bawahan, selanjutnya kemampuan ini dapat

menggambarkan gaya kepemimpinan yang dianut dan

membandingkannya dengan gaya kepemimpinan lain.


1.6 Definisi Konseptual

a. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi menurut Redding dan Sanborn dalam

(Arni : 2001) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah

pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks,

Hal-hal yang mencakup di dalamnya adalah komunikasi internal,

hubungan manusia, hubungan pengelola / manajemen, komunikasi dari

atasan ke bawahan, komunikasi dari bawahan ke atasan ataupun

komunikasi dengan level yang sejajar, keterampilan komunikasi dsb.

Katz dan Khan dalam (Arni : 2001) menyatakan bawha

komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi

dan pemindahan arti dalam suatu organisasi. Muhammad Arni (2001)

menyimpulkan bahwa :

 Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu system terbuka yang

kompleks dan dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal

maupun eksternal

 Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah

dan media

 Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaanya

hubungannya dan keterampilan / skillnya

b. Kepemimpinan
Menurut Griffin & Ebert dalam (Wijono : 2018), kepemimpinan

adalah sebuah proses memotivasi orang lain untuk mau bekerja dan

mencapai tujuan organisasi. Pemimpin diharapkan mampu

mempengaruhi, mendukung dan memotivasi para pengikutnya untuk mau

melaksanakan tugas secara antusias dalam rangka merealisasikan tujuan

individu ataupun tujuan organisasi.

Dilihat dari sudut pandang manajemen, pemimpin adalah seorang

yang mampu menetapkan tujuan organisasi, merancang strategi atau

taktik untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawal realisasi strategi

agar berjalan baik dan efisien. Tantangan yang cukup berat bagi seorang

pemimpin adalah bagaimana ia dapat menggerakan pengikutnya agar

bersedia mengerahkan segala kemampuannya dalam mencapai tujuan

organisasi. Seringkali dijumpai pemimpin yang menggunakan

kekuasannya secara mutlak tanpa memperhatikan keadaan yang ada pada

pengikutnya, hal ini jelas dapat memicu hubungan yang tidak harmonis

dalam organisasi (Romli : 2014).

Kepemimpinan merupakan suatu bentuk seni yang unik dan

membutuhkan kekuatan yang luar biasa untuk dapat mempengaruhi

orang lain. Persoalan kemampuan mempengaruhi ini tidaklah mudah

untuk dimiliki oleh semua individu, dibutuhkan kedewasaan dalam

berpikir dan bersikap serta kreatifitas dan keberanian yang dapat

dijadikan teladan oleh pengikutnya (Saleh : 2016).


Selain kemampuan untuk mempengaruhi pengikutnya,

keberhasilan seorang pemimpin juga dipengaruhi oleh kemampuan

komunikasi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan. Kemampuan

komunikasi diperlukan agar perintah yang disampaikan kepada pengikut

dapat diterima dan dikerjakan sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan

analisa gaya kepemimpinan yang tepat diperlukan untuk mendorong

pengikut bekerja secara efektif (Wijono : 2018). Kepemimpinan menjadi

hampa tanpa komunikasi karena komunikasi mengalirkan aspek

kepemimpinan dalam keberlangsungan organisasi. Organisasi merupakan

wadah yang memungkinkan berbagai pola komunikasi terjadi dan

pemimpin bertanggung jawab atas pola aliran komunikasi dalam

organisasi yang dipimpinnya (Saleh : 2016).

 Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan yang menekankan pertukaran antara

pemimpin dan pengikut, pertukaran ini merupakan arahan dari

pemimpin untuk pengikut mengenai persyaratan untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Tercapainya tujuan akan membawa manfaat

psikologis maupun material bagi pengikut. Kinerja pengikut

dipengaruhi oleh faktor imbalan yang diberikan oleh pemimpin dan

kedisiplinan pengikut untuk menjalankan arahan pemimpin (Bass,

2009).

 Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transformasional memotivasi pengikutnya untuk

melakukan lebih dari yang mereka maksudkan dan membuat hal

tersebut menjadi mungkin. Pemimpin menetapkan ekspektasi tujuan

yang menantang dan mencapai standar kinerja yang tinggi, untuk

mewujudkan tujuan yang lebih tinggi guna mengatasi beragam

kesulitan (Bass. 2009). Pemimpin transformasional menginspirasi

pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi demi

kebaikan organisasi, memperhatikan kebutuhan pengembangan

pengikut dan menyadarkan pengikut akan pentingnya menghargai

diri (Robin and Judge : 2008).

c. Iklim Komunikasi Organisasi

Iklim komunikasi dan organisasi merupakan hal yang harus

diperhatikan oleh pemimpin organisasi, karena dua hal tersebut memiliki

hubungan sirkuler yang berdampak pada produktifitas organisasi dan

kehidupan manusia di dalamnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Redding dalam (Arni : 2001) bahwa iklim komunikasi organisasi lebih

luas dari sekedar persepsi karyawan mengenai kualitas hubungan,

komunikasi dalam organisasi, tingkat pengaruh dan keterlibatan. Saleh

(2016) juga menegaskan bahwa iklim komunikasi merupakan gabungan

dari persepsi-persepsi mengenai suatu peristiwa komunikasi, perilaku,

respon pegawai, ekspektasi, berbagai pertentangan individu dan

kesempatan pertumbuhan organisasi.


Gerald M Goldhaber dalam (Kriyantono : 2010) menjelaskan

bahwa iklim komunikasi organisasi terdiri dari lima faktor yakni :

 Dukungan karyawan : karyawan memandang bahwa hubungan

komunikasi dengan atasan dapat membangun dan meningkatkan

kesadaran diri tentang “makna dan kepentingan perannya”

 Kesertaan dalam proses keputusan : kesadaran bahwa komunikasi

dengan atasan mempunyai manfaat dan pengaruh didengarkan dan

digunakan

 Kejujuran, percaya diri dan keandalan : sumber pesan atau

peristiwa komunikasi dianggap dapat dipercaya

 Terbuka dan tulus : dalam komunikasi formal dan informal terdapat

ketulusan dalam berkata dan mendengar

 Tujuan kinerja yang tinggi : tingkat kejelasan uraian dan penjelasan

tentang tujuan kinerja sebagaimana dirasakan oleh karyawan.

d. Kinerja

Kinerja menurut Ivancevich Konopaske dan Matteson dalam

(Fattah : 2017) adalah hasil yang diinginkan dari perilaku / hasil unjuk

kerja karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan. Mangkunegara (2005)

menegaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.


Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa kinerja adalah apa

yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja perusahaan

bergantung pada keseluruhan kegiatan yang meliputi kinerja karyawan

secara individu maupun kelompok dalam perusahaan tersebut. Menurut

Hellriegel dan Woodman (Fattah : 2017) pencapaian kinerja yang tinggi

cenderung dipengaruhi apabila :

 Adanya tujuan yang menantang

 Adanya moderator (kemampuan, komitmen, tujuan masukan dan

kompleksitas tugas)

 Adanya mediator (arah, usaha, ketekunan dan tugas strategi) yang

beroperasi di dalamnya

Secara umum kinerja dapat diartikan sebagai hasil pekerjaan

seorang karyawan dari suatu organisasi sesuai tanggung jawab yang

diberikan kepadanya, menyangkut kualitas, kuantitas dan ketepatan

waktu. Kinerja merupakan suatu hal yang harus diukur untuk mengetahui

tingkat pencapaian organisasi, atas hal-hal yang sudah direncanakan

dalam tujuan dan rencana strategis organisasi.

e. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja bagi seseorang bersifat relative karena masing-

masing orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Kepuasan kerja

menurut Wexley dan Yuki dalam (Fattah : 2017) adalah cara seorang
pekerja yang merasakan pekerjaannya yang didasarkan pada aspek-aspek

pekerjaannya yang bemacam-macam.

Sedangkan Luthfans dalam (Fattah : 2017) berpendapat bahwa

kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan mengenai

seberapa baik pekerjaan mereka memberikan sesuatu yang dinilai

penting. Luthfans juga mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dapat

dipahami dari tiga aspek :

 Respon emosional karyawan terhadap situasi kerja

 Seringkali ditentukan oleh hasil yang dicapai dapat memenuhi atau

melampaui harapan

 Terkait dengan sikap lainnya yang dimiliki oleh karyawan

d. Definisi Operasional

1. Kepemimpinan

1.1 Kepemimpinan Transaksional

Menurut Bass kepemimpinan transaksional memiliki karakteristik

sebagai berikut:

 Contingent reward, kontrak pertukaran penghargaan untuk

usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang baik,

mengakui pencapaian.

 Active management by exception, melihat dan mencari

penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan

perbaikan.
 Pasive management by exception, intervensi hanya jika standar

tidak tercapai.

 Laissez-fairee, melepaskan tanggung jawab, menghindari

pengambilan keputusan.

1.2 Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional menurut Bass (2002: 13) memiliki

karakteristik yang membedakan dengan gaya komunikasi

kepemimpinan yang lainnya diantaranya:

 Charisma, memberikan visi dan misi yang masuk akal,

menimbulkan kebanggaan, menimbulkan rasa hormat dan

percaya.

 Inspiration, mengkomunikasikan harapan yang tinggi,

menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya,

mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana.

 Intellectual stimulation, meningkatkan intelegensi, rasionalitas,

dan pemecahan masalah secara teliti.

 Individualized consideration, memberikan perhatian pribadi,

melakukan pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan

secara individual.

2. Iklim Komunikasi Organisasi

Iklim komunikasi organisasi merupakan persepsi mengenai

seberapa jauh anggota organisasi merasa bahwa organisasi dapat


dipercaya, mendukung, terbuka dan menaruh perhatian pada pendapat

karyawan. Redding dalam (Arni : 2001) mengemukakan lima dimensi

penting dari iklim komunikasi sebagai berikut :

 Supportiveness atau bawahna mengamati bahwa hubungan

komunikasi mereka dengan atasan membantu mereka membangun

dan menjaga perasaan diri berharga dan penting

 Partisipasi membuat keputusan

 Kepercayaan, dapat dipercata dan dapat menyimpan rahasia

 Keterbukaan dan keterusterangan

 Tujuan kinerja yang tinggi, pada tingkat mana tujuan kinerja

dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi

3. Kinerja

Kinerja merupakan kemampuan dan usaha yang ditunjukan

seseorang sehingga dapat dinilai hasil kerjanya. Menurut Gomez (2003)

terdapat delapan indikator untuk melihat kinerja dari karyawan :

 Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-

syarat kesesuaian dan kesiapannya

 Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu

periode yang ditentukan

 Job knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilan

 Creativeness : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul


 Cooperative : kesadaran untuk berkerjasama dengan orang lain

 Initiative : keaslian ide-ide yang disampaikan sebagai program

organisasi di masa mendatang

 Dependerabillity : kesadaran dapat dipercaya dalam hal kehadiran

dan penjelasan kerja

 Personal quality : menyangkut kepribadian, kepemimpinan dan

kemampuan pribadi

4. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan emosi seseorang mengenai penilaian

pada pekerjaannya maupun pengalaman kerja yang dialaminya.

Luthfans (2006) mengemukakan lima dimensi untuk mengukur

kepuasan kerja :

 Pekerjaan itu sendiri : sejauh mana tugas kerja dianggap menarik

dan memberikan kesempatan untuk maju dan belajar

 Gaji atau upah : jumlah yang diterima meliputi besarnya gaji,

kesesuaian antara gaji dan pekerjaan

 Kesempatan promosi : berhubungan dengan masalah kenaikan

jabatan, kesempatan untuk maju dan pengembangan karir


 Pengawasan : hubungan karyawan dengan atasan, pengawasan

kerja dan kualitas kerja

 Rekan kerja : hubungan dengan sesame karyawan

1.9 Metode Penelitian

1.9.1 Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode kuantitatif. Riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan

atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan,

tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis melainkan

aspek keluasan data dan hasil riset dapat merepresentasikan seluruh

populasi (Kriyantono : 2010).

1.9.2 Populasi dan Sampel

1.9.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek / objek yang

diteliti. Menurut Sugiyono dalam (Kriyantono : 2010) populasi

merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dan subjek / objek

yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh periset untuk dipelajari kemudian ditarik

kesimpulan. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh karyawan tetap di PT Kubota Indonesia non middle

manajemen sejumlah 305 orang karyawan sebagai berikut :

Tabel 1.1 Rekapitulasi Karyawan Tetap Non Middle


Manajemen PT Kubota Indonesia per Januari 2020
Kepala Karyawa
No Unit Kerja Inspektor Total
Seksi n Tetap
1 HR & GA 2 5 26 33
2 Finance 1 2 4 7
3 Marketing 4 7 22 33
4 Purchasing 3 4 14 21
Direct
5 4 10 101 115
Production
Indirect
6 3 4 29 36
Production
7 Control 2 7 35 44
Quality
8 1 2 13 16
Assurance
Total 20 41 244 305
Sumber : Database Karyawan PT Kubota Indonesia per 6 Januari 2020

1.9.2.2 Sample

Sampel merupakan bagian dari populasi yang harus

memenuhi unsur representatif. Representatif dapat diartikan

bahwa sample tersebut mencerminkan semua unsur dalam

populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang

sama pada semua unsur populasi untuk dipilih, sehingga dapat

mewakili keadaan sebenarnya dari seluruh populasi (Kriyantono :

2010).

Untuk menentukan jumlah besaran / ukuran sample dari

populasi, peneliti menggunakan rumus perhitungan besaran

sample yang diambil menggunakan rumus slovin. Rumus slovin

adalah metode perhitungan untuk menentukan berapa minimal

sampel yang dibutuhkan jika suatu ukuran populasi diketahui

(Umar : 2004) berikut rumusnya :


n= N_____
1 + Ne2
n = ukuran sample
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sample yang dapat ditolerir, yaitu 10%
Berdasarkan data yang didapatkan dari PT Kubota

Indonesia, jumlah karyawan tetap non middle manajemen yang

bekerja di PT Kubota Indonesia berjumlah 305 orang karyawan.

Oleh karenanya besaran sample dari penelitian ini dengan

menggunakan rumus slovil adalah 75,308 dibulatkan menjadi 75.

Angka tersebut didapat dengan pehitungan sebagai berikut.

75,308 = 305_____
1 + 305 (0,12)
Dari hasil perhitungan tersebut menetukan besaran sample

ialah 75,308 namun karena jumlah karyawan merupakan variable

deskret maka dibulatkan menjadi 75 orang karyawan atau 24,59%

dari populasi.

1.9.3 Teknik Pengambilan Sampel

Untuk menarik sample dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teknik probability sampling yakni teknik yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi

untuk dipilih menjadi anggota sample (Prasetyo & Jannah : 2005).

Teknik probability sampling yang digunakan adalah teknik

propotionated stratified random sampling yakni mengambil sample

dari populasi yang heterogen dan berstrata dengan mengambil sample


dari tiap-tiap sub populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah

anggota dari masing-masing populasi.

Untuk mendapatkan sample yang proporsional, populasi

dikumpulkan sesuai unit kerja masing-masing yang ada di PT Kubota

Indonesia. Selanjutnya populasi dari setiap unit dikalikan 24,59%

(persentase sample populasi) untuk mengetahui jumlah sample pada

setiap unit kerja sebagai berikut :

Tabel 1.2 Stratifikasi Populasi dan Proporsi Sample Pada


Setiap Unit Kerja di PT Kubota Indonesia

Jumlah
No Unit Kerja Populasi Perhitungan
Sample
1 HR & GA 33 24.59% x 33 = 8.11 8
2 Finance 7 24.59% x 7 = 1.72 2
3 Marketing 33 24.59% x 33 = 8.11 8
4 Purchasing 21 24.59% x 21 = 5.16 6
5 Direct Production 115 24.59% x 115 = 28.2 29
6 Indirect Production 36 24.59% x 36 = 8.85 9
7 Control 44 24.59% x 44 = 10.8 11
8 Quality Assurance 16 24.59% x 16 = 1.47 2
Total 305 24.59% x 305= 74.99 75
Sumber : Database Karyawan PT Kubota Indonesia per 6 Januari 2020

Untuk menentukan responden dari setiap kelompok sample,

digunakan teknik sample random sampling sehingga setiap anggota

populasi di masing-masing unit kerja memiliki kesempatan yang sama

untuk menjadi sample.

1.9.4 Jenis Dan Sumber Data

1.9.4.1 Jenis Data


Jenis data yang digunakan merupakan data yang berasal

dari hasil wawancara kepada sample yang telah ditentukan

dengan menggunakan kuesioner.

1.9.4.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,

yaitu data primer dan data sekunder. Data perimer diperoleh

secara langsung berupa kuesioner. Sementara data sekundur

merupakan data yang diperoleh dari secara tidak langsung dari

obyek penelitian yaitu sumber-sumber tertulis yang terdapat

dalam buku-buku literatur dan referensi lainnya yang menunjang

proses penelitian.

1.9.5 Skala Pengukuran

Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan dengan skala Likert,

skala Likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang tentang suatu

objek sikap. Objek sikap merupakan variable yang dijabarkan dalam

indikator-indikator variable, yang selanjutnya menjadi titik tolak dalam

membuat pertanyaan. Pertanyaan dihubungkan dengan jawaban berupa

dukungan atau pernyataan yang diungkapkan dengan kata- kata

(Kriyantono : 2006). Untuk keperluan analisa kuantitatif penelitian ini,

peneliti menyusun alat dan cara ukur beserta hasil ukur seperti berikut:

Tabel 1.3 Skema Tabel Skala Likert


1.9.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

melalui kuesioner dan dokumentasi. Kuesioner atau angket merupakan

Variabel Alat dan Cara Ukur Hasil Ukur


Kuesioner A, diukur dengan skala
Likert:
5= sangat setuju
4= setuju
Gaya 3= kurang setuju
1. Transaksional
Kepemimpinan 2= tidak setuju
2. Transformative
(X1) 1= sangat tidak setuju

Skala untuk pernyataan negatif


kebalikan dari skala pernyataan
positif
Kuesioner A, diukur dengan skala
Likert:
5= sangat setuju
4= setuju
Iklim Komunikasi 3= kurang setuju Mendukung /
Organisasi 2= tidak setuju Tidak
(X2) 1= sangat tidak setuju mendukung

Skala untuk pernyataan negatif


kebalikan dari skala pernyataan
positif

pengumpulan data dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013:142).

1.9.7 Instrumentasi Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti berupa tabel

pertanyaan kuesioner. Dimana dalam pengisisan kuesioner responden cukup

memberi tanda silang, mencentang ataupun melingkari sesuai jawaban yang

dianggap sesuai. Adapun menurut Arikunto (2006:225), prosedur yang digunakan

untuk melakukan penyusunan kuesioner atau angket yaitu sebagai berikut :

(2006:225) mengemukakan prosedur penyusunan angket adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai melalui keusioner.

2. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran dalam kuesioner.

3. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih spesifik dan

tunggal.

4. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan

teknik analisisnya.

1.9.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan

analisis statistik inferensial. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing

analisis.

1.9.8.1 Analisis Deskriptif

Langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan analisis

deskriptif yaitu sebagai berikut :

1. Mengumpulkan angket hasil pengisian responden

2. Menentukan skor jawaban

3. Membuat tabulasi data

4. Menentukan nilai maksimum


5. Menentukan nilai minimum

6. Menentukan rentang

7. Menentukan kelas interval

1.9.8.2 Analisis Statistik Inferensial

Dalam analisis statistik imferensial terdapat beberapa uji yang

dilakukan diantaranya sebagai berikut :

1. Uji Asumsi Klasik

Model analisis yang baik harus memenuhi asumsi klasik. Hasil

hipotesis dikatakan tidak bias jika memenuhi asumsi klasik, oleh

karena itu uji ini diperlukan sebelum uji regresi. Adapun pengujian

asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal

atau tidak. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola

distribusi normal, dan pada tabel Kolmogrov-smirnov signifikansinya

lebih dari 5% (>0,05) maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas. Namun, jika data menyebar jauh dari diagonal dan/ atau

tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak

menunjukkan pola distribusi normal, dan pada tabel Kolmogrov-

smirnov signifikansinya kurang dari 5% (<0,05) maka model regresi

tidak memenuhi asumsi normalitas.


b. Uji Linearitas

Uji ini digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang

digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan

dalam studi empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik.

Dengan uji linearitas akan diperoleh informasi apakah model empiris

sebaiknya linear, kuadrat atau kubik (Ghozali, 2011:115). Untuk

mendeteksi adanya keberkaitan persamaan regresi dan uji kelinearan

garis regresi dibutuhkan bantuan dengan melihat deviation from

linearity pada tabel ANOVA program SPSS for windows release 21.

Apabila signifikan pada nilainyakurang dari0,05 maka persamaan

dinyatakan linear.

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi diketahui adanya korelasi antar variabel bebas

(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi antara variabel independen. Nilai cut off yang dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai toleransi lebih

besar dari 0,01 atau VIP ≤ 10.

d. Uji Heteroskedastis

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual atau pengamatan

ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak

terjadi heteroskedastisitas. Hail uji heteroskedastisitas dapat dilihat


kebenaran atau tidaknya dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya

pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika terdapat pola tertentu maka telah

terjadi heteroskedastisitas. Adapun nilai kriteria pengujiannya adalah

sebagai berikit :

Ho : Tidak terdapat masalah heteroskedanstisitas

Ha :Terdapat masalah heteroskedanstisitas

Dengan ketentuan, H0 ditolak dan Ha diterima: apabila nilai dari

chi-square hitung (n.R2) lebih besar daripada nilai χ2 kritis dengan derajat

kepercayaan tertentu (α) atau ada heteroskedastisitas. Sedangkan, H 0

diterima dan Ha ditolak: apabila nilai dari chi-square hitung lebih kecil

dari nilai χ2 kritis atau tidak ada heteroskedastisitas.

2. Uji Regresi

Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi ganda

digunakan jika jumlah variabel bebasnya minimal 2. Analisis ini

digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel terikat bila

terdapat variabel bebas yang lain sebagai faktor prediktor dimanipulasi.

Teknik analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis apakah terdapat

pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-

sama terhadap variabel terikat.

a. Membuat persamaan garis regresi dua prediktor dengan rumus:

Y = α1X1 + α2X2 + K (3.2)


Keterangan:

Y : Kriterium
K : Bilangan konstan
X : Prediktor 1, 2
α1 : Koefisien prediktor 1,2
(Sutrisno Hadi, 2004: 18)

b. Mencari koefisiensi korelasi antara variabel X dengan Y dengan rumus

sebagai berikut:

Ry(1,2) = (3.3)

Keterangan:

Ry(1,2) : Koefisien korelasi antara Y dengan X1 dan X2

α1 : Koefisien prediktor X1

α2 : Koefisien prediktor X2

∑X1Y : Jumlah produk antara X1 dengan Y

∑X2Y : Jumlah produk antara X2 dengan Y

∑Y2 : Jumlah kuadrat kriterium Y

(Sutrisno Hadi, 2004: 22)

c. Uji keberartian regresi ganda diuji dengan uji F, dengan rumus:

Freg = (3.5)

Keterangan:

Freg : Harga F garis regresi


N : Cacah kasus
m : Cacah predictor
R : Koefisien korelasi antara kriterium dengan

prediktor-prediktor
Selanjutnya Fhitung dibandingkan dengan nilai Ftabel adapun taraf

signifikansi yang digunakan adalah 5%. Apabila Fhitung sama dengan atau

lebih besar dari Ftabel maka pengaruh antara variabel bebas dengan variabel

terikat signifikan, dan sebaliknya apabila F hitunglebih kecil dari Ftabel maka

pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat tidak signifikan.

3. Uji Hipotesis

Peneliti menggunakan analisis regresi untuk menguji hipotesis.

Analisis regresi digunakan untuk mengukur pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen. Pada uji hipotesis ini, peneliti menggunakan

aplikasi SPSS for Widows Release 21.

a. Uji Simultan (Uji F)

Uji simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas

dalam penelitian ini mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat yang

ditetapkan dalam penelitian ini. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis

dengan melihat taraf signifikansi dari F hitung . Apabila taraf signifikasi yang

dpierolah kurang dari 5% maka hipotesis tersebut dapat diterima.

b. Uji Parsial (Uji t)

Uji parsial digunakan untuk mengetahui atau mengukur pengaruh

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis

dilakukan dengan melihat tabel coefficient pada output SPSS. Dasar

pengambilan keputusannya: Signifikan bila r value < a (0,05) sehingga

menerima hipotesis. Kemudian tidak signifikan bila r value > a (0,05)

sehingga menolak hipotesis.


c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi merupakan sebuah pengukur dari kemampuan

model yang menjelaskan variasi dependen . Tujuan dilakukannya uji ini yaitu

untuk melihat besarnya nilai koefisien determinasi R 2. Besar nilai koefisien

determinasi yaitu berkisar dalam rentang 0 hingga 1. Nilai koefisien

determinasi yang kecil memiliki arti bahwa kemampuan variabel independen

dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Kemudian nilai

yang mendekati satu berarti bahwa variabel dependen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel

dependen (Ghozali, 2011). Hal tersebut dapat dijelaskan dengan koefisien

determinasi terletak antara 0 sampai dengan 1, atau 0<1 yang memiliki arti

bahwa (1) Apabila nilai mendekati nol, maka variabel independen tidak

mampu menjelaskan persentase pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dan

(2) apabila mendekati satu, maka variabel independen mampu menjelaskan

persentase pengaruhnya terhadap variabel dependen.

Dalam penelitian ini menggunakan adjusted R square, hal ini karena

kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi yaitu terkait dengan

bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model

(Ghozali, 2011). Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 akan

mengalami peningkat. Oleh karena itu, banyak peneliti menggunakan adjusted

R square pada saat mengevaluasi model regresi. Tidak seperti R2, nilai

adjusted R square dapat naik atau turun apabila satu variabel independen

ditambahkan ke dalam model.


d. Uji Koefisien Determinasi Parsial (r2)

Tujuan dari perhitungan koefisien determinasi parsial (r2) yaitu untuk

mengetahui seberapa besar sumbangan dari masing-masing variabel bebas

terhadap variabel terikatnya. Koefisien ini menunjukkan sebesar variasi

variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi

variabel terikat. Adapun proses perhitungannya yaitu dengan

mengkuadratkan nilai correlations partial pada output SPSS. Apabila r2

mendekati 1 berarti bahwa semakin kuat model tersebut menerangkan variasi

variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dan sebaliknya. Adapun

analisis determinasi parsial dalam penelitian ini menggunakan bantuan

program SPSS for windows release 21.

Anda mungkin juga menyukai