Anda di halaman 1dari 41

I.

LATAR BELAKANG

Visi merupakan elemen dasar yang paling penting dalam sebuah organisasi.

Baik organisasi formal maupun informal, sektor publik ataupun sektor bisnis.

Nanus (dalam Irawan, 2002: 65) melukiskan visi sebagai berikut:

“....mental image of possible and desirable future state of the


organization...a vision always refers to a future state, a condition that
does not presently exist and never existed before. With a vision, the leader
provides the all-important bridge from the present to the future of the
organization”

Menurut Nanus (Irawan, 2002: 65) visi merupakan suatu citra mental

mengenai keadaan masa depan organisasi yang dewasa ini belum eksis dan

belum pernah ada sebelumnya. Dengan visi, pemimpin menciptakan jembatan

penting untuk menyeberang dari masa kini ke masa yang akan datang.

Dapat diartikan bahwa visi adalah tujuan masa depan sebuah organisasi,

sehingga organisasi mampu menentukan langkah dalam perkembangnnya. Visi

juga dapat menjadi panduan dan acuan agar organisasi berjalan sesuai dengan

arahnya. Visi membantu suatu organisasi dalam menyusun aturan-aturan dan

target yang harus dicapai untuk jangka waktu tertentu. Visi organisasi akan

terwujud melalui pencapaian target yang ditentukan secara berkala. Visi juga

mampu memberi gambaran strategi-strategi yang harus dilakukan untuk

mewujudkan tujuan masa depan organisasi. Langkah-langkah nyata yang

dilakukan bersama oleh anggota organisasi adalah hasil dari penggambaran

proses mewujudkan visi.

Pencapaian sebuah visi organisasi dapat dilihat dari kinerja anggota

organisasi tersebut. Menurut Moeheriono (2012: 95), kinerja diartikan sebagai

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan

1
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi

yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Di sisi lain

kinerja dilihat dari arti kata, Wirawan (2009: 5) menjelaskan kinerja

merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam Bahasa

Inggris adalah performance. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh

fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam

waktu tertentu. Di sisi lain kinerja dipandang sebagai prestasi kerja di mana hal

ini merupakan hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab

yang diberikan (Mangkunegara, 2009: 18).

Dapat diartikan bahwa kinerja adalah keluaran atau hasil dari suatu

pekerjaan dan fungsi yang dapat bersifat kualitas maupun kuantitas yang

dicapai oleh seorang pegawai dan dipandang sebagai gambaran tingkat

pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan oleh sebuah organisasi.

Kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian yang dilakukan

sebelumnya oleh Cheng Kang Yuan dan Chuan Yin Lee (2011) pada beberapa

organisasi di Taiwan mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai,

ditemukan bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu gaya

kepemimpinan dan budaya organisasi. Beberapa organisasi menjadi sampel

dalam penelitian, hal ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja secara umum.

Secara normatif beberapa penelitian menemukan bahwa pemimpin

menjadi faktor utama dalam pencapaian kinerja sebuah organisasi maupun

2
secara personal kinerja anggota organisasi. Pemimpin merupakan kunci

keberhasilan sebuah organisasi. Keberhasilan sebuah organisasi dalam

mencapai visinya tidak lepas dari peran pemimpin organisasi tersebut. Hal ini

berkaitan dengan kemampuan pemimpin mentransformasi visi organisasi

menjadi sebuah pesan yang dapat dipahami sebagai tujuan bersama yang akan

dicapai. Timple (Umar, 2004: 31) memandang pemimpin sebagai orang yang

mampu menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin,

dan produktivitas jika bekerjasama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat

mencapai sasaran perusahaan. Di sisi lain, Calder (Pace, 2001: 305)

berpendapat bahwa kepemimpinan tidak dapat diajarkan sebagai sebuah

keahlian, di mana keahlian dapat membantu manusia untuk bertindak lebih

efektif, tetapi kepemimpinan bergantung pada perilaku dan pengaruhnya dapat

dipahami orang lain.

Redding dan Sanborn (Arni, 2009: 65) mengatakan bahwa komunikasi

organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang

kompleks. Yang dimaksud dalam hal ini adalah komunikasi internal, hubungan

manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau

komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi

bawahan kepada atasan, komunikasi horisontal, atau komunikasi dari orang-

orang yang sejajar tingkatannya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi

dan berbicara, mendengarkan, menulis, dan berkomunikasi evaluasi program.

Berdasar pada konteks komunikasi organisasi di atas, pemimpin secara

ideal mampu menyampaikan pesan sehingga dipahami oleh anggota organisasi

yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan dan gaya komunikasi pemimpin

3
memiliki peran penting dalam penyampaian sebuah pesan pada organisasi.

Banyak tokoh yang mengemukakan macam-macam gaya kepemimpinan,

Sutikno (2014: 35) menyebut gaya kepemimpinan sebagai tipe kepemimpinan

dan menjabarkannya menjadi tujuh tipe: (1) Tipe otokratik, (2) Tipe Kendali

Bebas atau Laissez Faire, (3) Tipe Paternalistik, (4) Tipe Kharismatik, (5) Tipe

Militeristik, (6) Tipe Pseudo-demokrtaik, (7) Tipe Demokratik. Berbeda

dengan Bass dan Riggio yang membagi gaya kepemimpinan hanya menjadi

tiga gaya: (1) Transfromasional Leadership, (2) Transacsioinal Leadership, (3)

Laissez Faire Leadership.

Di sisi lain Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku

antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu.

Dalam hal ini gaya komunikasi diartikan memiliki kekhasan, berbeda atau ciri

dan model tertentu, tata cara atau ekspresi dan tanggapan yang tersendiri. Gaya

komunikasi dapat tercermin dari setiap sikap diri (Sumirat, 2000: 115).

Salah satu penelitian menemukan bahwa gaya komunikasi pemimpin

berpengaruh terhadap iklim organisasi dan kinerja secara langsung. Penelitian

yang dilakukan oleh Rexona Urea dan Alina Muscalu (2012) di Romania

menemukan bahwa gaya komunikasi berperan penting dalam mempengaruhi

efektifitas organisasi. Di mana diungkapkan bahwa gaya komunikasi idealnya

memenuhi kualitas kejelasan, kejujuran, kemurnian, presisi, amputasi,

kealamian, martabat, harmoni, kemahiran, dan lain-lain. Penelitian ini juga

mengemukakan bahwa gaya komunikasi dipengaruhi oleh tiga eleman dasar,

yaitu sikap, pola komunikasi dan temperamen atau tingkat emosi.

4
Gaya komunikasi pemimpin dapat didefinisikan sebagai gaya yang

digunakan oleh pemimpin dalam berkomunikasi, di mana gaya komunikasi

seorang pemimpin dituntut memiliki kualitas kejelasan, kejujuran, kemurnian,

presisi, kemahiran, dan lain-lain.

Pada penelitian uji regresi yang dilakukan oleh Benedicta Yoanne (2013)

pada PT. Djatim Super Cooking Oil Surabaya menunjukkan bahwa iklim

komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

karyawan. Menurut Arni ( 2009: 85) ada hubungan yang sirkuler antara iklim

organisasi dengan iklim komunikasi. Iklim organisasi dipengaruhi oleh

bermacam-macam cara anggota organisasi bertingkah laku dan berkomunikasi.

Iklim komunikasi yang penuh persaudaraan mendorong para anggota

organisasi berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota

yang lain. Di sisi lain iklim yang negatif menjadikan anggota tidak berani

berkomunikasi secara terbuka dan penuh rasa persaudaraan.

Denis (Arni 2009: 86) mengemukakan iklim komunikasi sebagai kualitas

pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi,

yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan

pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi.

Berdasar pada hal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa iklim

komunikasi organisasi merupakan bagian dari iklim organisasi. Iklim

persaudaraan, ramah tamah dan keterbukaan dalam berkomunikasi merupakan

iklim komunikasi organisasi yang bersifat internal yang mampu mendukung

penyampaian pesan-pesan terkait dengan kejadian-kejadian di dalam

organisasi. Iklim komunikasi organisasi dapat diindikasikan menjadi salah satu

5
faktor yang mempengaruhi kinerja anggota organisasi. Pace dan Faules (2005:

159) mengemukakan enam faktor yang dapat diguanakan untuk menganalisis

iklim komunikasi organisasi: (1) kepercayaan, (2) pembuatan keputusan

bersama, (3) kejujuran, (4) Keterbukaan, (5) mendengarkan komunikasi ke

atas, (6) perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi. Dapat dilihat bahwa

dengan iklim komunikasi yang baik, perhatian anggota organisasi terhadap

tujuan berkinerja tinggi dapat tercapai.

Telaah pada sejumlah media, Bandara Internasional Ahmad Yani

Semarang cukup sering diberitakan mendapat banyak keluhan dari para

penggunanya. Salah satu berita mengenai hal tersebut diterbitkan oleh

Tribunejateng.com yang mengungkap bahwa Gubernur Jawa Tengah, Ganjar

Pranowo mengaku sering menerima keluhan masyarakat masalah bandara.

Beliau mengatakan bahwa telah menerima keluhan masyarakat mengenai

minimnya pelayanan dan fasilitas di Bandara Internasional Ahmad Yani. Hal

tersebut ia sampaikan saat meninjau proyek pengembangan di lahan bandara

baru, Kamis (7/5/2015).

Bandara Ahmad Yani Semarang adalah salah satu bandara yang dikelola

oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) dan resmi menjadi bandara Internasional

pada 31 Oktober 2013 . Bandara yang terletak di Kota Semarang bagian barat

ini sempat mendapat peringkat pertama bandara kelas B pada tahun 2013.

Namun peringkat tersebut tidak bertahan lama, karena pada tahun 2015

bandara ini hanya berhasil menduduki peringkat kelima di kelasnya.

Menurunnya peringkat Bandara yang sedang dalam proses pembangunan

terminal baru ini merupakan kemunduran yang signifikan dalam mewujudkan

6
visi PT. Angakasa Pura I (Persero). Penilaian peringkat bandara dinilai

berdasar pada pelayanan, fasilitas, pendapatan dan aspek-aspek pendukung

pelayanan bandara lainnya.

Dilihat dari Customer Satisfaction Indeks (CSI) dari tahun 2012 hingga

tahun 2016, Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang memiliki dinamika

yang cukup signifikan. Mengalami penurunan indeks sangat signifikan pada

tahun 2013 dengan perolehan indeks 4,04 turun menjadi 3,83 di tahun 2014.

Peningkatan juga dialami secara signifikan dari tahun 2015 dengan nilai indeks

3,88 naik menjadi 4,08 pada tahun 2016.

Gambar 1.1 Customer Satisfaction Indeks

Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang

CSI SRG
2012-2016
4.1
4.08
4.05 4.04
4.01
4

3.95

3.9
3.88
3.85
3.83
3.8

3.75

3.7
2012 2013 2014 2015 2016

Tahun 2012-2016

Pemimpin dimungkinkan memiliki peran penting dalam kesuksesan

pencapaian visi sebuah organisasi. Hal ini didasarkan pada konsep

7
Kepemimpinan yang mengandung arti kemampuan mempengaruhi,

menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau

sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Yukl,

2015: 15).

Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang memiliki pimpinan dengan

latar belakang militer. Hal ini yang membedakan bandara inclaf sipil

dibandingkan dengan bandara lainnya. Bandara di Kota Semarang ini

merupakan salah satu Bandara Militer yang dikelola PT. Angkasa Pura I

(Persero). Bandara militer lainnya adalah Bandara Adi Sutjipto (Yogyakarta),

Bandara Adi Sumarmo (Surakarta), dan Bandara Juanda (Surabaya). Berbeda

dengan bandara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) yang lain,

keempat bandara militer ini dipimpin oleh General Manager yang diangkat dari

militer. General manager pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang

diangkat dari Satuan Angkatan Udara Semarang.

Berdasar pada definisi-definisi pemimpin dapat sisimpulkan bahwa

seorang pemimpin idealnya memiliki kemampuan dalam mentransformasi visi

suatu organisasi memjadi sebuah pesan yang mampu dipahami dan

mempengaruhi sikap anggota organisasi tersebut. Dalam hal ini visi PT.

Angkasa Pura I (Persero) idealnya secara normatif dikomunikasikan oleh

General Manajer Bandara Internasional Ahmad Yani guna mewujudkan cita-

cita besar perusahaan.

Berdasar pada uraian di atas, studi ini difokuskan pada bagaimana visi

PT. Angkasa Pura I (Persero) dikomunikasikan oleh General Manager Bandara

Internasional Ahmad Yani Semarang kepada karyawan-karyawan yang berada

8
di bawah kepemimpinannya. Gaya komunikasi dalam gaya kepemimpinan

yang digunakan dalam mentransformasi visi perusahaan menjadi sebuah pesan.

Studi ini juga akan mengkaji bagaimana model dan besar pengaruh gaya

komunikasi kepemimpinan tersebut terhadap iklim komunikasi organisasi dan

kinerja karyawan.

II. PERUMUSAHAN MASALAH

Visi dikonsepkan oleh Sowell (Irawan, 2002: 65) sebagai penggambaran pra

analisis tindakan kognitif. Hal tersebut berhubungan dengan penelitian yang

diuji terhadap bukti yang harus diciptakan oleh pemimpin dan pengikutnya di

masa yang akan datang.

Berdasar pada konsep yang diterangkan oleh Sowell dapat disimpulkan

bahwa visi merupakan bukti yang harus dicapai oleh pemimpin dan

pengikutnya di masa yang akan datang. Hal ini memperkuat bahwa gambaran

masa depan merupakan tujuan organisasi yang harus dicapai secara signifikan.

Tindakan-tindakan yang dilakukan organisasi idealnya mencerminkan proses

mencapai visi, yang mampu ditiunjukkan melalui kinerja.

Visi PT. Angkasa Pura I (Persero) adalah Menjadi salah satu dari sepuluh

perusahaan pengelola bandar udara terbaik di Asia. Visi ini kemudian juga

menjadi visi seluruh bandara yang berada di bawah pengelolaan PT. Angkasa

Pura I (Persero)

Namun pada realitanya, visi suatu organisasi sering dilupakan dan hanya

menjadi wacana belaka. Visi sudah tidak lagi menjadi cerminan dalam kinerja

karyawan. Hal ini yang dimungkinkan terjadi pada Bandara Internasional

9
Ahmad Yani Semarang, yang banyak mendapat keluhan dari para penggunanya

terkait dengan pelayanan jasa bandar udara.

Pencapaian visi pada sebuah organisasi membutuhkan peran dari anggota

organisasi tersebut. Pemimpin merupakan elemen terpenting dalam proses

mencapai visi, karena pemimpin dituntut untuk mampu mengarahkan anggota

organisasi yang lain. Kepatuhan pengikut organisasi juga bergantung pada gaya

kepemimpinan dalam organisasi tersebut.

Berdasar pada uraian di atas studi ini merumuskan masalah pada “Gaya

komunikasi dan gaya kepemimpinan apa yang digunakan dan bagaimana

model dan besar pengaruhnya terhadap iklim komunikasi dan kinerja

karyawan, (Studi metode campuran pada PT. Angkasa Pura I (Persero)

Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang”).

III. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan dan gaya komunikasi yang

digunakan General Manager Bandara Internasional Ahmad Yani

Semarang dalam mengkomunikasikan visi PT. Angkasa Pura I (Persero).

2. Mengetahui model hubungan antara gaya kepemimpinan, iklim

komunikasi organisasi, dan kinerja karyawan Bandara Internasional

Ahmad Yani Semarang.

3. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan General Manager dalam

mengkomunikasikan visi perusahaan terhadap iklim komunikasi dan

kinerja karyawan Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang.

10
IV. SIGNIFIKANSI PENELITIAN

1. Signifikansi Akademik

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian Ilmu

Komunikasi Strategis, terutama dalam bidang kajian komunikasi organisasi

dan teori Human Relation, khususnya untuk meneliti gaya komunikasi dan

gaya kepemimpinan General Manager sebagai pimpinan tertinggi dan

bagaimana model dan pengaruhnya terhadap iklim komunikasi organisasi

dan kinerja karyawan PT. Angkasa Pura I (Persero) yang bertugas sebagai

pengelola Bandara Internasional Ahmad Yani di Semarang.

2. Signifikansi Praktis

Dalam tataran praktis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi secara teoritis dan empiris mengenai hubungan dan pengaruh

gaya kepemimpinan terhadap iklim komunikasi organisasi dan kinerja

karyawan, sehingga pimpinan secara khusus dan pengelola Bandara

Internasional Ahmad Yani pada umumnya mampu meningkatkan kualitas

pelayanan dan secara signifikan mampu mewujudkan visi perusahaan.

3. Signifiansi Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi organisasi-

organisasi sosial, bisnis maupun sektor publik dalam hal bagaimana

pemimpin mengkomunikasikan visi organisasinya, sehingga membentuk

iklim komunikasi ideal yang berdampak pada kinerja yang berkualitas

dalam proses mewujudkan visi organisasi.

11
V. KERANGKA TEORI

1. Paradigma Penelitian

Paradigma menjadi pemandu peneliti untuk menentukan perspektif teori

dan metode penelitian yang akan digunakan. Paradigma yang digunakan

dalam penelitian komunikasi adalah paradigma positivistik,

postpositivistik, konstruktivis, dan kritis (Sunarto, 2011: 23).

Sehubungan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai,

penelitian ini menggunakan paradigma postpositivistik sebagai dasar

filosofis. Sunarto dalam Mix Methodology Dalam Penelitian Komunikasi

(2011: 23) menjelaskan bahwa metode campuran (mixed methods)

merupakan model penelitian yang menggabungkan pendekatan kuantitatif

dan kualitatif. Metode ini menemukan muara justifikasinya dalam

paradigma postpositivistik ketika semua persoalan filosofis relatif tidak

meghalangi penggunaan kedua pendekatan trersebut untuk digunakan

bersama-sama dengan kemungkinan variasi gabungan.

Tabel 5.1 Dasar Pemikiran Filosofi (Guba, 2000: 165)

Elemen Pandangan Paradigma Postpositivistik


Ontologi Realita tunggal, tetapi tidak

sempurna dan kemungkinan yang

mudah dipahami

Epistemologi Modifikasi dualisme/objectivitas,

12
kelompok dalam tradisi kritis,

mencari kebenaran yang paling

mungkin (peneliti

mengumpulkan data secara

objektif)
Methodologi Penelitian modifikasi,

mengumpulkan data kualitatif

maupun kuantitatif.

2. State of The Art

Penelitian mengenai komunikasi organisasi sudah sangat banyak dikaji,

namun masih sedikit kajian mengenai gaya komunikasi dan gaya

kepemimpinan dalam pengaruhnya terhadap iklim komunikasi dan kinerja

anggota organisasi.

Salah satu penelitian yang dapat digunakan sebagai bahan dukung

dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Samsudin

Wahap, dkk (2015) di Malaysia yang menguji pengaruh antara gaya

kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional

terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini menggunakan teori

kepemimpinan untuk menjelaskan perbedaan antara gaya kepemimpinan

transaksional dan transformasional. Menggunakan teknik pengumpulan

data survei dan teknik analisis uji korelasi menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang lebih tinggi

terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan gaya komunikasi

kepemimpinan transaksional.

13
Hasil yang berbeda didapat oleh Norlina M. Ali, dkk (2015) yang

meneliti tentang pengaruh gaya komunikasi kepemimpinan transaksional

dan gaya komunikasi kepemimpinan transformasional terhadap kualitas

kerja pada lembaga keuangan di Malaysia. Menggunakan teori yang sama

seperti Samsudin Wahap, dkk yaitu teori kepemimpinan, Norlina

melakukan teknik pengumpulan data dengan menggunakan survei dan

wawancara. Hasil data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji regresi

sehingga diperoleh hasil bahwa gaya komunikasi kepemimpinan

transaksional memiliki pengaruh yang lebih tinggi terhadap kualitas kerja

dibandingkan dengan gaya komunikasi kepemimpinan transformasional.

Selain pengaruhnya terhadap kinerja karyawan dan kualitas kerja,

kepemimpinan juga memiliki pengaruh terhadap iklim organisasi.

Penelitian yang lain menyoroti tentang keterampilan komunikasi

pemimpin dalam pengaruhnya terhadap iklim organisasi. Keterampilan

komunikasi tersebut meliputi keterampilan komunikasi verbal (verbal),

keterampilan mendengarkan (listening), dan ketrerampilan komunikasi

dalam memberikan umpan balik ( feedback). Ketiga keterampilan

komunikasi tersebut diketahui memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

iklim organisasi (Alipour, 2011). Fakhredin Hamze Alipour melakukan

penelitiannya pada Organisasi Olahraga di Iran dengan menggunakan teori

perilaku organisasi yang menjelaskan bahwa organisasi adalah

sekelompok orang dalam sistem sosial dengan berbagai mental, ekonomi,

sosial dan latar belakang budaya yang bekerja sama untuk mencapai

tujuan bersama. Dalam sistem sosial, perlu untuk menggabungkan anggota

14
berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah sistem

hidup dan dinamis dengan berbagai struktur dan dimensi manusia.

Menggunakan teknik pengumpulan data survei dengan kuesioner dan

teknik analisis menggunakan deskritif, inferensial, dan komparasi data.

Di sisi lain Iklim organisasi diketahui memiliki pengaruh terhadap

kepuasan kerja karyawan. Hal ini dijabarkan oleh Chaur-luh TSAI (2014)

yang meneliti tentang pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan kerja

karyawan terminal operasional pelabuhan industri Kaohsiung. Pada

penelitiannya dihasilkan empat dimensi iklim organisasi yang sangat

berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan, yaitu upah, manajemen

sistem, pengahargaan dan motivasi.

Salah satu hasil telaah penelitian tentang komunikasi organisasi

berfokus pada teori hubungan manusia. Di mana teori tersebut

menjelaskan signifikan terhadap gagasan bahwa komunikasi di organisasi

harus menjadi proses dua arah. Ini menekankan perhatian untuk sikap dan

kepuasan karyawan, dirangsang penelitian tentang keterlibatan karyawan

dalam membuat keputusan dua aliran komunikasi, ke atas dan aliran

komunikasi ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi

organisasi memainkan peran penting dalam motivasi dan kinerja karyawan

sebagai perubahan nyata yang terjadi di organisasi modern yang

menghadapi realitas baru dari staf ketat, meningkatnya beban kerja, jam

lebih lama dan lebih menekankan pada kinerja, pengambilan risiko dan

fleksibilitas (Rajhans, 2012).

15
Penelitian yang dilakukan oleh Kirti Rajhans pada perusahaan

manufaktur di India ini bertujuan untuk mengeksplorasi keterkaitan antara

komunikasi dan motivasi dan dampak keseluruhannya terhadap kinerja

karyawan. Menggunakan teknik random sampling dengan populasi seluruh

karyawan perusahaan manufaktur tersebut mengumpulkan data dengan

wawancara dan kuesioner dan menganalisis datanya menggunakan kajian

yang komprehensif, dalam artian menganalisa secara kritis terhadap hasil

penelitian dan literatur yang berkaitan dengan topik penelitiannya.

Berdasar pada beberapa penelitian sebelumnya, studi ini dirasa

lebih unik dan baru karena akan mengkaji lebih dalam tentang komunikasi

organisasi dengan objek Badan Usaha Milik Negara yang berkolaborasi

dengan militer dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat

dalam bidang jasa bandar udara.

Tujuan studi ini juga akan menggali lebih dalam, terkait dengan

gaya komunikasi yang digunakan seorang pemimpin sekaligus dengan

gaya kepemimpinan yang digunakan dalam mewujudkan visi sebuah

perusahaan. Studi ini juga akan menguji gaya kepemimpinan apa di antara

dua gaya transaksional dan transformasional yang paling berpengaruh

terhadap kinerja karyawan pada Bandara Internasional Ahmad Yani

Semarang. Variabel iklim komunikasi organisasi juga menjadi variabel

yang belum banyak diteliti sebagai variabel yang mempengaruhi kinerja

anggota organisasi. Studi ini juga bertujuan untuk menemukan model

pengaruh antara gaya kepemimpinan, iklim komunikasi, dan kinerja

karyawan, sehingga berdasar pada model yang dihasilkan dari penelitian

16
tersebut dapat dihitung besaran pengaruh antara ketiga variabel. Guna

memenuhi seluruh tujuan studi ini, peneliti memilih menggunakan metode

campuran.

3. Teori yang Digunakan

Teori hubungan manusia yang fokus kepada manusia sebagai anggota

organisasi adalah merupakan inti organisasi sosial. Teori hubungan

manusia ini menekankan pada pentingnya individu dan hubungan sosial

dalam kehidupan organisasi. Teori ini menyarankan strategi peningkatan

dan Penyempurnaan organisasi dengan meningkatkan kepuasan anggota

organisasi dan menciptakan organisasi yang dapat membantu individu

mengembangkan potensinya (Arni, 2009: 39).

Tiga implikasi kunci yang dihasilkan dari studi Hawthorne yang

dilakukan mengenai Teori Hubungan Manusia oleh Mayo, Roethlisherger

dan Dickson. Pertama, pengaruh peneliti kepada produksi pekerja dalam

penelitian cahaya, mulai menunjukkan pengaruh komunikasi menusia

terhadap tingkah laku anggota organisasi. Kedua, pengaruh yang positif

dari interview kepada pekerja mengarahkan kepada identifikasi mengenai

komunikasi upward atau komunikasi dari bawah kepada atasan atau

sebaliknya sebagai aktivitas organisasi yang berguna. Ketiga, penemuan

norma-norma sosial bagi pekerja mengarahkan identifikasi mengenai

adanya pengaruh Channel informasi dari komunikasi kepada angggota

organisasi (Arni, 2009: 43).

17
Berdasar pada ruang lingkup yang dijelaskan oleh Teori Hubungan

Manusia, dapat diketahui bahwa teori ini merupakan induk teori yang

menjelaskan mengenai organisasi. Dalam hal ini, organisasi dimungkinkan

memiliki elemen-elemen penyusun organisasi tersebut yang juga

dijelaskan oleh beberapa teori di dalamnya.

Salah satu teori yang dicakup dalam teori hubungan manusia

adalah teori kepemimpinan. Teori Kepemimpinan dikelompokkan menurut

tingkat konseptualisasi atau jenis teori yang digunakan untuk

menggambarkan pemimoin dan pengaruhnya pada orang lain.

Kepemimpinan dapat dikonseptualisasikan sebagai (1) proses dalam

indivisu (intra individual proses), (2) proses hubungan dua pihak (dyadic

proses), (3) proses grup (group process), (4) proses organisasi

(organizational process) (Yukl, 2015: 17).

Gambar 5.1 Level Konseptualisasi Proses Kepemimpinan (Yukl, 2015: 17)

Organisasi

Grup

Hubungan Dua Pihak

Dalam-individu

Teori Kepemimpinan jarang berfokus pada proses individu

tunggal, karena sebagian besar definisi kepemimpinan melibatkan proses

pengaruh antar individu. Meski demikian, sejumlah peneliti menggunakan

18
teori psikologi tentang ciri kepribadian, nilai, keterampilan, motivasi, dan

kepandaian untuk menjelaskan keputusan dan perilaku pemimpin. Peran,

perilaku, dan gaya keputusan juga digunakan untuk menggambarkan dan

membandingkan pemimpin (Yukl, 2015: 19).

VI. DEFINISI KONSEPTUAL

1. Komunikasi Organisasi

Kontak yang dijalin orang-orang antara yang satu dengan lainnya dan

penafsiran yang mereka berikan kepada perilaku, objek, dan peristiwa,

baik yang ada ataupun yang tidak ada dalam lingkungan terdekat,

merupakan inti dari sistem komunikasi organisasi (Pace, 2013: 31).

Redding dan Sanborn (Arni, 2009: 65) mengatakan bahwa

komunikasi organisasi adalah pemgiriman dan penerimaan informasi

dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam komunikasi

organisasi adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan

persatuan pengelola, komunikasi downward, komunikasi upward, dan

komunikasi horisontal.

Komunikasi orrganisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

komunikasi yang terjadi secara internal pada sebuah organisasi atau

lingkungan terdekat mengenai peristiwa yang berkaitan dengan organisasi

tersebut. Komunikasi organisasi merupakan serangkaian kegiatan

komunikasi internal yang mencakup banyak elemen di dalamnya terlebih

dalam konteks organisasi.

2. Kepemimpinan

19
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami

dan menyetujui apa yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dan

bagaimana melakukan tugas itu, serta proses untuk memfasilitasi upaya

individu dan kolektif guna mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan

dipandang sebagai peran khusus dan sekaligus proses pengaruh sosial.

Baik proses rasional maupun emosional ditinjau sebagai aspek penting

dalam kepemimpinan (Yukl, 2015: 9)

Kartono (1994: 181) mengartikan pemimpin sebagi pribadi yang

memiliki kecakapan dan kelebihan di suatu bidang sehingga mampu

mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas-

aktifitas tertentu demi pencapaian tujuan organisasi.

Berdasar pada pengertian pemimpin di atas, pemimpin juga dapat

diartikan sebagai individu yang mampu memberikan teladan kepada

anggotanya sehingga anggotanya memiliki kesediaan secara sukarela

untuk melakukan perintah dari pemimpin. Pemimpin dituntut memiliki

kemampuan khusus dalam bidang tertentu sehingga mampu memberikan

gambaran atas perintah yang disampaikan. Pencapaian tujuan sebuah

organisasi sangat bergantung pada pemimpin organisasi tersebut.

a. Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional terjadi ketika imbalan dari pemimpin atau

disiplin pengikut menjadi faktor dalam kinerja pengikut.

Kepemimpinan transaksional tergantung pada penguatan faktor

pemimpin, baik positif atau bentuk aktif atau pun pasif dari manajemen

(Bass, 2002: 14).

20
b. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional memotivasi orang lain untuk

melakukan lebih dari yang mereka inginkan. Cenderung dan bahkan

sering lebih daripada yang mereka pikir. Pemimpin seperti diatur pada

harapan yang lebih menantang dan biasanya mencapai kinerja yang

lebih tinggi. Kepemimpinan transformasional merupakan perluasan dari

kepemimpinan transaksional. kepemimpinan transaksional menekankan

transaksi atau pertukaran yang berlangsung di antara para pemimpin,

kolega, dan pengikut (Bass, 2002: 12).

3. Gaya Komunikasi Pemimpin

Gaya komunikasi diartikan sebagai perilaku komunikasi yang dilakukan

seseorang dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk mendapatkan

feedback atau tanggapan dari orang lain maupun anggota organisasi

terhadap pesan organisasional yang disampaikan. Gaya komunikasi juga

diartikan sebagai seperangkat perilaku antar pribadi yang spesial yang

digunakan dalam situasi tertentu (Sendjaja, 1996: 7).

Gaya komunikasi dapat diartikan sebagai sebuah perilaku

komuniksi yang spesial yang disesuaikan dengan konteks dan situasi

komunikasi. Masing-masing gaya diindikasikan memiliki sekumpulan

perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan tanggapan tertentu

dalam situasi tertentu pula.

Berdasar pada definisi gaya komunikasi dan pemimpin pada

umunya, dapat disimpulkan bahwa gaya komunikasi pemimpin merupakan

perilaku komunikasi seorang pemimpin yang memiliki kekhasan atau

21
kekhususan dalam menyampaikan pesan dengan tujuan mempengaruhi

anggota organisasi untuk bisa memahami dan melakukan keinginan

pemimpin pada pesan yang disampaikan.

4. Iklim Komunikasi Organisasi

Ada hubungan yang sirkuler (saling berhubungan) antara iklim organisasi

dengan iklim komunikasi. Iklim organisasi dipengaruhi oleh bermacam-

macam cara anggota organisasi bertingkah laku dan berkomunikasi. Iklim

komunikasi penuh persaudaraan mendorong para anggota organisasi

berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota yang

lain (Arni, 2009: 85).

Untuk memahami iklim komunikasi pada sebuah organisasi, Pace

dan Faules (2005: 159) menjabarkan enam faktor yang dapat digunakan

untuk manganalisis pemahaman terkait dengan iklim komunikasi, antar

lain:

a. Kepercayaan, seluruh anggota organisasi pada semua tingkatan

idealnya mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang di

dalamnya terdapat kepercayaan, keyakinan, dan kredibililtas serta

didukung dengan pernyataan dan tindakan.

b. Pembuatan keputusan bersama, seluruh anggota organisasi di semua

tingkat mampu berperan serta dalam mengkomunikasikan masalah

yang timbul pada organisasi sehingga mampu menghasilkan

kesepakatan bersama dalam menangani masalah tersebut.

22
c. Kejujuran, suasana yang diliputi keterbukaan dan keterusterangan

merupakan hal yang penting dalam menciptakan iklim komunikasi

yang kondusif dalam sebuah organisasi

d. Keterbukaan ke bawah, lain halnya dengan kejujuran keterbukaan

dalam komunikasi ke bawah idealnya diperoleh seluruh anggiota

organisasi, sehingga seluruh anggota organisasi mengetahu isu dan

permasalahan yang sedang dialami oleh organisasinya. Hal ini

berkaitan erat dengan penyelesaian masalah dalam perusahaan.

e. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas, seluruh anggota

organisasi idealnya bersedia mendengarkan saran maupun kritik dan

laporan masalah yang dihadapi oleh anggota pada lini di bawahnya.

Informasi dari bawahan harus dipandang penting, karena termasuk

dalam pesan-pesan organisasi yang dimungkinkan berpengaruh

terhadap keberlangsungan organisasi

f. Perhatian pada kinerja tinggi, seluruh anggota organisasi harus

menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja

tingga demi tercapainya tujuan perusahaan.

Dapat diambil kesimpulan iklim komunikasi organisasi merupakan

bagaimana suasana komunikasi dalam sebuah organisasi berlangsung.

Pengiriman dan penerimaan pesan antar anggota organisasi sangat

dipengaruhi oleh iklim komunikasi dalam organisasi tersebut.

5. Kinerja Karyawan

Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen

23
kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan

kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing

individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

Dari kacamata perusahaan, Simamora (1995: 381) memandang

kinerja adalah tingkat terhadap mana karyawan mencapai persyaratan-

persyaratan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh sebuah perusahaan.

Secara umum kinerja sering diartikan sebagai gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau

kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi

yang tertuang dalam rencana strategis suatu organisasi. Kineja merupakan

kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu

untuk mengetahui tingkat pencapaian organisasi tersebut.

Sinta Petri Lestari dalam tesisnya (2015) menjabarkan Pedoman

pengukuran kinerja guna menentukan indikator kinerja adalah spesifik dan

jelas, dapat diukur secara objektif, baik kuantitatif maupun kualitatif, dapat

dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan pencapaian

keluaran, hasil, manfaat, dan dampak, cukup fleksibel dan sensitif terhadap

perubahan, berdaya guna, datanya dapat dikumpulkan, dioleh, dianalisa,

secara berhasil guna dan ekonomis.

VII. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kepemimpinan

a. Kepemimpinan Transaksional

24
Kepemimpinan transaksional menurut Bass (2002: 14) memiliki

karakteristik sebagai berikut:

 Contingent reward, kontrak pertukaran penghargaan untuk

usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk kinerja yang baik,

mengakui pencapaian.

 Active management by exception, melihat dan mencari

penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan

perbaikan.

 Pasive management by exception, intervensi hanya jika standar

tidak tercapai.

 Laissez-fairee, melepaskan tanggung jawab, menghindari

pengambilan keputusan.

b. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional menurut Bass (2002: 13) memiliki

karakteristik yang membedakan dengan gaya komunikasi

kepemimpinan yang lainnya diantaranya:

 Charisma, memberikan visi dan misi yang masuk akal,

menimbulkan kebanggaan, menimbulkan rasa hormat dan

percaya.

 Inspiration, mengkomunikasikan harapan yang tinggi,

menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya,

mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana.

 Intellectual stimulation, meningkatkan intelegensi, rasionalitas,

dan pemecahan masalah secara teliti.

25
 Individualized consideration, memberikan perhatian pribadi,

melakukan pelatihan dan konsultasi kepada setiap bawahan

secara individual.

2. Gaya Komunikasi Pemimpin

Sendjaja (1996: 143) mejabarkan enam gaya komunikasi yaitu:

a. The Controling Style

Gaya komunikasi ini bersifat mengendalikan dan ditandai dengan

adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa

dan mengatur perilaku, pikiran, dan tanggapan orang lain.

Pemimpin yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan

komunikator satu arah atau one way communicator. Para

komunikator ini tidak khawatir dengan pandangan negatif orang

lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan

kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-

pandangannya. Di sini komunikator tidak berusaha membicarakan

atau mendiskusikan gagasan dan ide dengan orang lain, namun

lebih bersifat memaksakan ide dan gagasannya.

b. The Equalitarian Style

Gaya komunikasi ini memiliki aspek penting yaitu landasan

kesamaan yang ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-

pesan verbal secara lisan maupun tulisan bersifat dua arah (two

way communications). Komunikasi dilakukan secara terbuka,

artinya setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan

ataupun pendapat dalam suasana yang formal mapun informal.

26
Pemilih gaya komunikasi ini mempertimbangkan kemungkinan

setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian

bersama. Pemimpin dengan gaya komunikasi ini memiliki sikap

kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan baik

dengan orang lain, baik secara pribadi maupun organisasi.

c. The Structuring Style

Gaya komunikasi ini merupakan gaya komunikasi yang terstruktur,

memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun isan guna

memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tuga

dan pekerjaan serta struktru organisasi. Gaya komunikasi ini

menekankan kepada prosedur yang berlaku.

d. The Dynamic Style

Gaya komunikasi dinamis ini memiliki kecenderungan agresif

karena pengirim pesan memahami bahwa lingkungan pekerjaannya

berorientasi pada tindakan. Gaya komunikasi dinamis ini sering

digunakan oleh juru kampanye ataupun supervisor yang

membawahi wiraniaga. Tujuan utama dari gaya komunikasi ini

adalah merangsang para pegawai untuk bekerja dengan lebih cepat

dan lebih baik. Gaya komunikasi ini akan menjadi sangat efektif

dalam menangani krisis dengan syarat pegawai memiliki

kemampuan dalam penanganan krisis yang dimaksud.

e. The Relinguishing Style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk

menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada

27
keinginan untuk memberi perintah meskipun pengirim pesan

mempunya hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang

lain. Gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan yang

menggunakan gaya komunikasi ini bekerja sama dengan orang-

orang yang berpengetahuan atas semua tugas atau pekerjaan yang

dibebankan kepadanya.

f. The Withdrawal Style

Gaya komunikasi ini memiliki kelemahan yang signifikan terhadap

komunikasi dalam organisasi, karena berakibat pada melemahnya

tindak komunikasi. Hal ini berarti bahwa tidak adanya keinginan

dari pemimpin yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi

dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun

kesulitan antar priadi yang dihadapi pemimpin tersebut.

3. Iklim Komunikasi Organisasi

Redding (Arni, 2009: 85) mengemukakan lima dimensi penting dari

iklim komunikasi tersebut.

a. “Supportiveness” atau bawahan mengamati bahwa hubungan

komunikasi mereka dengan atasan membantu mereka

membangun dan menjaga perasaan diri berharga dan penting

b. Partisipasi membuat keputusan

c. Kepercayaan, dapat dipercaya dan dapat menyimpan rahasia

d. Keterbukaan dan keterusterangan

28
e. Tujuan kinerja yang tinggi, pada tingkat mana tujuan kinerja

dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi

4. Kinerja Karyawan

Faktor-faktor yang merupakan indikator dari kinerja karyawan adalah

(Gomes: 135):

a. Quantity of work: jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu

periode yang ditentukan

b. Quality of Work: kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-

syarat kesesuaian dan kesiapannya.

c. Job Knowledge: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya

d. Creativeness: keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang

timbul

e. Cooperation: kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau

sesama anggota organisasi

f. Dependability: kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal

kehadiran dan penyelesaian kerja

g. Initiative: semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan

dalam memperbesar tanggung jawab

h. Personal Qualities: berkaitan dengan kepribadian, kepemimpinan,

keramatamahan dan integritas pribadi.

VIII. METODE PENELITIAN

29
1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe eksploratory desain penelitian

mixed methods, yang dilakukan dengan cara melaksanakan penelitian

kualitatif terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan penelitian

kuantitatif (Abidin, 2011: 40). Creswell (Sugiono, 2011: 409)

menyatakan pencampuran data kedua metode bersifat connecting

(menyambung) antara hasil penelitian pertama dan tahap berikutnya.

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruan objek atau fenomena yang diriset.

Sugiono menyebut populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri

dari ojek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari (2005 : 55).

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan organik

PT. Angkasa Pura I (persero) di Bandara Internasional Ahmad Yani

Semarang mulai dari lini tertinggi hingga lini paling bawah yang

berjumlah 136 pegawai.

b. Sampel

Secara ideal, sebuah penelitian sebaiknya meneliti seluruh anggota

populasi. Apabila kita melakukan penelitian pada seluruh populasi,

beraqrti kita melakukan sensus (Soehartono, 2011: 57). Pada

penelitian ini jumlah sample merupakan jumlah populasi itu sendiri,

sehingga penelitian ini dapat dikatakan sensus. Sensus dilakukan

terhadap seluruh karyawan organik PT. Angkasa Pura I (Persero)

30
yang bertugas di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang yang

berjumlah 135 pegawai.

c. Teknik Pengambilan Sample

Sehubungan dengan sensus yang dilakukan, teknik pengambilan

sampel adalah proposional sampling (sampling proposional). Teknik

ini mengambil secara rata seluruh jumlah sample yanag juga

merupakan jumlah populasi.

d. Jenis dan Sumber Data

 Jenis Data

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif

dan kuantitatif. Dengan demikian, jenis data yang digunakan

adalah data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang

diperoleh melalui observasi, wawancara dan survei kuesioner

pada seluruh karyawan organik Bandara Internasional Ahmad

Yani Semarang.

 Sumber Data

1. Data primer

Data primer adalah yang diperoleh dari sumber data

pertama di lapangan. Dalam penelitian ini data primer

diperoleh langsung dari hasil observasi, wawancara, dan

kuesioner terhadap seluruh karyawan organik PT. Angkasa

Pura I (Persero) Bandara Internasional Ahmad Yani di

Semarang.

2. Data sekunder

31
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung dari obyek penelitian yaitu sumber-sumber tertulis

yang terdapat dalam buku-buku literatur dan referensi

lainnya yang menunjang proses penelitian.

e. Skala Pengukuran

Menurut Sugiyono (2009: 132) skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dam persepsi seseorang atau sekelompok

orang tentang fenomena sosial. Sehingga untuk mengetahui

pengukuran jawaban responden pada penelitian ini yang mana

menggunakan instrument penelitian berupa kuisioner, penulis

menggunakan metode skala Likert (Likert’s Summated Ratings).

Dalam pengukuran jawaban responden, pengisian kuesioner

proses rekrutmen dan proses seleksi terhadap kinerja karyawan

diukur dengan menggunakan skala likert, dengan tingkatan sebagai

berikut :

1. Jawaban Sangat Setuju diberi bobot 6

2. Jawaban Agak Setuju diberi bobot 5

3. Jawaban Setuju diberi bobot 4

4. Jawaban Tidak Setuju diberi bobot 3

5. Jawaban Agak Tidak Setuju diberi bobot 2

6. Jawaban Sangat Tidak Setuju diberi bobot 1

f. Teknik Pengumpulan Data

32
Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik

observasi, wawancara dan pembagian kuesioner sebagai instrumen

pengumpul data.

Terdapat dua macam teknik observasi, observasi langsung

dan observasi partisipan. Observasi langsung adalah metode

melakukan kunjungan lapangan terhadap objek yang diteliti, peneliti

menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Sedangkan

observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus di mana

peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga

mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi

dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti (Yin, 2005: 112).

Wawancara memiliki tiga tipe, yang pertama adalah tipe

wawancara open-ended, di mana peneliti dapat bertanya kepada

responden kunci tentang fakta-fakta dan opini mereka mengenai

duatu peristiwa. Tipe wawancara yang kedua ialah wawancara yang

terfokus, di mana responden diwawancarai dalam waktu yang

pendek, pewawancara tidak perlu mengikuti serangkaian pertanyaan

tertentu. Tipe wawancara yang ketiga memerlukan pertanyaan-

pertanyaan yang lebih terstruktur, sejalan dengan survei (Yin, 2005:

110).

Menurut Kriyantono (2006: 93) kuesioner adalah daftar

pertanyan yang harus diisi oleh reponden. Tujuan penyebaran

kuesioner adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu

masalah dari reponden tanpa merasa khawatir bila responden

33
memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam

pengisian daftar pertanyaan.

Kuesioner yang disusun terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

tentang gaya kepemimpinan, iklim komunikasi organisaasi dan

kinerja karyawan.

g. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti berupa tabel

observasi, pertanyaan terbuka untuk wawancara dan kuesioner

tertutup. Di mana dalam pengisisan kuesioner responden cukup

memberi tanda silang, mencentang ataupun melingkari sesuai

jawaban yang dianggap sesuai.

h. Teknik Analisis Data

Berdasar pada metode campuran yang digunakan dalam penelitian

ini, teknik analisis data juga mengkombinasikan teknik analisis dari

kedua metode, baik kualitatif maupun kuantitatif.

Secara kualitatif, teknik analisis observasi menggunakan

berbagai teknik analisis yang dikemukakan Miles dan Huberman

(Yin, 2005: 135), antara lain:

1. Memasukkan informasi ke dalam daftar yang berbeda

2. Membuat matriks kategori dan menempatkan buktinya ke

dalam kategori tersebut

3. Menciptakan analisis data-flowcart dan perangkat lainnya-

guna memeriksa data yang bersangkutan

4. Mentabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda

34
5. Memeriksa kekompleksan tabulasi dan hubungannya

dengan mengkalkulasi angka urutan kedua seperti rata-rata

hitung dan varians

6. Memasukkan informasi ke dalam urutasn kronolohis atau

menggunakan skema waktu lainnya.

Pada sisi kuantitatif teknik analisis menggunakan Structural

Equation Modeling Partial Least Square (SEM PLS). PLS

dikembangkan pertama kali oleh Wold sebagai metode umum untuk

mengestimasi path model yang menggunakan konstruk laten dengan

multiple indikator. Pendekatan PLS adalah distribution free (tidak

mengansumsikan data berdistribusi tertentu, dapat berupa nominal,

kategori, ordinal, interval dan rasio) (Ghozali, 2008: 17).

Partial Least Squares merupakan factor indeterminacy metode

analisis yang powerfull oleh karena tidak mengansumsikan data

harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel kecil. PLS

membantu peneliti untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk

tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten

adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate

untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat

berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang

menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model

pengukuran yaitu hubungan antar indikator dengan konstruknya)

dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel

35
dependen (keduanya variabel laten dan indikator)

diminimumkan(Ghozali, 2008: 18).

Tabel 8.1 Kriteria Penilaian Model PLS oleh Chin (Ghozali, 2008:

27)

Kriteria Penjelasan
Evaluasi Model Struktural
R² untuk variabel laten endogen Hasil R² sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 untuk variabel

laten endogen delam model struktural

Mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”, dan

“lemah”
Estimasi koefisien jalur Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model

struktural harus signifikan. Nilai signifikansi ini dapat

diperoleh dengan prosedur bootstrapping.


f² untuk effect size Nilai f² sebesar 0.02, 0.15 dan 0.35 dapat

diinterpretasikan apakah prediktor variabel laten

mempunyai pengaruh yang lemah, medium atau besar

pada tingkat struktural.


Relevansi Prediksi (Q² dan q²) Prosedur blindfolding digunakan untuk menghitung:

∑D E
Q² = 1 - D

∑D O D

D adalah omission distance, E adalah sum of squares of

prediction errors, dan O adalah sum of squares of

observation. Nilai Q² di atas nol memberikan bukti

bahwa model memiliki predictive relevance (Q² di

bawah nol mengindikasikan model kurang memiliki

predictive relevance. Dalam kaitannya dengan f²,

damnpak relatif model struktural terhadap pengukuran

36
variabel dependen laten dapat dinilai dengan:

Q2 included−Q 2 exclude
q² =
1−Q 2 included
Evaluasi Model Pengukuran

Refleksif
Loading faktor Nilai loading faktor harus di atas 0.70
Composite Realibility Composite reliability mengukur internal consistency

dan nilainyaxtracted harus di atas 0.60


Average Variance Extracted Nilai average variance extracted (AVE) harus di atas

0.50
Validitas Diskriminan Nilai akar kuadrat dari AVE harus lebih besar daripada

nilai korelasi antar variabel laten


Cross Loading Merupakan ukuran lain dari validitas diskriminan.

Diharapkan setiap blok indikator memiliki loading

lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang diukur

dibandingkan dengan indikator untuk laten variabel

lainnya.
Evaluasi Model Pengukuran

Formatif
Signifikansi nilai weight Nilai estimasi untuk model pengukuran formatif harus

signifikan. Tingkat signifikansi ini dinilai dengan

prosedur bootstrapping
Multikolonieritas Variabel manifest dalam blok harus diuji apakah

terdapat multikol. Nilai variance inflantion factor (VIF)

dapat digunakan untuk menguji hal ini. Nilai VIF di

atas 10 mengindikasikan terdapat multikol.

IX. KETERBATASAN PENELITIAN

1. Teoritis

37
Secara teoritis penelitian ini terbatas pada teori yang menjelaskan

model hubungan antara gaya kemimpinan, iklim komunikasi organisasi,

dan kinerja karyawan.

2. Metodologi

Secara metodologi, penelitian ini terbatas pada teknik pengambilan

data observasi langsung. Karena dalam obesrvasi langsung dibutuhkan

keterlibatan peneliti secara langsung dalam organisasi. Sedangkan

objek penelitian dalam hal ini Bandara Internasional Ahmad Yani

Semarang, tidak memungkinkan untuk pihak luar mengikuti seluruh

kegiatan komunikasi intern perusahaan.

3. Praktis

Keterbatasan penelitian secara praktis yaitu, penelitian ini hanya

diorientasikan kepada pimpinan Bandara Internasional Ahmad Yani

Semarang, dikarenakan keterbatasan waktu dan materi untuk dapat

melakukan penelitian secara langsung terhadap Pimpinan Pusat PT.

Angkasa Pura I (Persero).

38
DAFTAR PUSTAKA

Wahap, Samsudin, dkk. (2015). “Organization Performance and Leadership

Style: Issue in Education Service”. Malaysia: Science Direct.

Ali, Norlina M., dkk (2015). “Influence of Leadership Styles In Creating Quality

Work Culture”. Malaysia: Science Direct.

Alipour, Fakhredin Hamze. (2011). “The relationship between organizational

climate and communication skills of managers of the Iranian physical

education organization”. Iran: Science Direct.

TSAI, Chaur-luh. (2014). “The Organizational Climate and Employees Job

Satisfaction in the Terminal Operation Context of Kaohsiung Port”.

Kaohsiung: Science Direct.

Rajhans, Kirti. (2012). “Effective Organizational Communication: a Key to

Employee Motivation and Performance”. India: Science Direct.

Pace, R. Wayne & Faules, Don F. (2013). “Komunikasi Organisasi Strategi

Meningkatkan Kinerja Perusahaan”. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Muhammad, Arni. (2009). “Komunikasi Organisasi”. Jakarta: Bumi Aksara.

39
Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. (2015). “Perilaku organisasi”. Jakarta:

Salemba Empat.

Yukl, Gary. (2015). “Kepemimpinan dalam Organisasi-edisi ketujuh”. Jakarta:

PT. Indeks Permata Puri Media.

Yanuar, Irawan. (2010). “Kepemimpinan”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Avolio, Bruce J. & Bass, Bernard M. “Developing Potencial Across a Full range

of Leadership Case on Transactional and Transformational

Leadership”. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Tashakkori, Abbas & Teddlie, Charles. (2003). “Handbook Mixed Methods in

Social & Behavioral Research”. London: Sage Publication

Luthans, F. (2005). “Organizational Behavior”. New York: McGraw-hill.

Mathis, R.L. & J.H. Jackson. (2006). “Human Resource Management:

Manajemen Sumber Daya Manusia”. Terjemahan Dian Angelia.

Jakarta: Salemba Empat

Prawirosentono, Suryadi. (1999). “Kebijakan Kinerja Karyawan”. Yogyakarta:

BPFE.

Republik Indonesia. (2003). “Undang Undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang

Badan Udaha Milik Negara”.Jakarta: Kementrian Perhubungan.

Soehartono, DR Irawan. (2011). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Ghozali, I. (2008). Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan

Partial Least Square. Semarang: Badan Penerbit Undip.

Guba, Egon G. & Lincoln, I. S. (2000). Handbook of Qualitative Research

(second). London: Sage Publications.

40
Mangkunegara, A. P. A. A. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Moeheriono. (2012). Pengukuran Kinerja Berbasis Kinerja (Edisi Revi). Jakarta:

PT. Raja Grafindo Perkasa.

Sendjaja, S. Djuarsa, D. (1996). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Sumirat, S. dkk. (2000). Komunikasi Organisasi. Universitas Terbuka.

Sunarto, D. (2011). Mix Methodology Dalam Penelitian Komunikasi. Yogyakarta:

ASPIKOM.

Sutikno, S. (2014). Metode & Model-Model Pembelajaran Menjadikan Proses

Pembelajran Lebih Variatif, Aktif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan.

Lombok: Holistica.

Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta.

Yin, R. K. (2005). Studi Kasus Desain & Metode (Terjemahan). Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada.

Purnomo, Danie Ari. (2015). “Ganjar Terima Keluhan Warga Terkait Pelayanan

di Bandara A. Yani”. http://jateng.tribunnews.com/2015/05/07/ganjar-

terima-keluhan-warga-terkait-pelayanan-di-bandara-a-yani. Diakses 5

September 2016.

41

Anda mungkin juga menyukai