TINJAUAN PUSTAKA
5
6
1. Cengkeram
a. Cengkeram Kawat merupakan jenis cengkram yang lengan-lengannya
terbuat dari kawat jadi (wrought wire). Ukuran dan jenis kawat yang sering
digunakan untuk pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik adalah yang bulat
dengan diameter 0,7 mm untuk gigi anterior dan premolar. Kawat berdiameter 0,8
mm untuk gigi molar (Gunadi dkk, 1991:161).
b. Syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan cengkeram yaitu,
sandaran dan badan tidak boleh mengganggu oklusi maupun artikulasi, lengan
cengkeram melewati garis survei, ujung lengan cengkeram harus bulat dan tidak
ada bekas tang dan lekukan yang rusak.
c. Macam-macam cengkeram kawat
Cengkeram kawat di kelompokkan menjadi dua, yaitu cengkeram oklusal
dan cengkeram gingival dimana masing-masing dibagi menjadi beberapa bentuk
(Gunadi dkk,1991:163)
7
c) Cengkeram S
Cengkeram ini berbentuk seperti huruf S, bersandar pada singulum gigi
kaninus. Bisa digunakan untuk gigi kaninus bawah dan gigi kaninus atas bila
ruang interoklusalnya cukup.
8
b) Cengkeram C
Lengan retentif cengkram ini seperti cengkeram setengah jackson dengan
pangkal ditanam pada basis.
9
2. Elemen gigi
Elemen atau gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan sebagian
lepasan yang berfungsi menggantikan gigi asli yang hilang (Gunadi, 1991:206)
Faktor yang diperhatikan dalam pemilihan gigi:
a. Ukuran gigi
Ukuran elemen harus sesuai dengan gigi sejenis pada sisi sebelahnya. Pada
pemilihan ukuran gigi hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu panjang dan lebar
gigi.
b. Bentuk gigi
Bentuk gigi tiruan hendaknya dibuat harmonis dengan bentuk wajah.
Terdapat tiga bentuk wajah yaitu persegi, oval dan segitiga, bentuk permukaan
10
labial gigi depan biasanya dipilih sesuai dengan bentuk profil wajah pasien yang
bersangkutan.
c. Warna gigi
Pengaruh warna dalam pemilihan elemen gigi tiruan sangat besar. Pada
umumnya warna gigi depan berkisar antara kuning sampai kecoklatan atau abu-
abu, dan putih.
kembali, relatif lebih ringan, teknik pembuatannya lebih mudah, harganya murah.
Kekurangannya adalah penghantar panas yang buruk, dimensinya tidak stabil
pada waktu pembuatan pemakaian maupun reparasi (Gunadi dkk, 1991:220)
c. Basis metal-resin
Tujuan pemakaian basis kombinasi adalah memanfaatkan kelebihan
masing-masing bahan. Basis kombinasi ini berupa rangka dari metal yang dilapisi
resin untuk tempat perlekatan elemen gigi tiruan dan yang berkontak dengan
mukosa mulut (Gunadi dkk, 1991:220)
2. Kelas II
Daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada,
tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral).
12
3. Kelas III
Daerah tak bergigi terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian
posterior maupun anteriornya dan unilateral.
4. Kelas IV
Daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih
ada dan melewati garis midline.
c) Estetika
Hal ini berhubungan dengan bentuk atau tipe cengkram serta lokasi dari
gigi penyangga.
1. Retensi
Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk melawan atau menahan
gaya pemindah yang cenderung mempengaruhi gigi tiruan lepas atau keluar dari
kedudukannya. Contoh gaya pemindah adalah aktivitas otot-otot pada saat bicara,
mastikasi, tertawa, menelan, batuk, bersin, makanan lengket atau gravitasi untuk
gigi tiruan rahang atas (Gunadi dkk, 1991:156)
Retensi utama dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a) Ketetapan kontak antara basis gigi dengan mukosa mulut
Ketetapan kontak antara basis gigi tiruan dengan mukosa mulut tergantung
pada efektifitas gaya-gaya fisik dari adhesi dan kohesi. Adhesi adalah daya tarik-
menarik fisik antara molekul yang berlainan satu sama lain. Gaya ini bekerja bila
saliva yang membasahi dan melekat pada permukaan basis gigi tiruan dan juga
pada membran mukosa dari daerah pendukung. Keefektifan adhesi tergantung
pada rapatnya kontak antara basis gigi tiruan dan jaringan pendukungnya. Kohesi
adalah daya tarik-menarik fisik antara molekul-molekul yang sama satu sama lain.
15
Kohesi merupakan gaya retentif, yang terjadi dalam lapisan saliva pengaruhnya
adalah dengan kental atau cairnya saliva (Zarb dkk,2002:146)
b) Perluasan basis gigi tiruan
Desain basis gigi tiruan dibuat cenderung menutupi seluas mungkin
permukaan jaringan lunak, sampai batas toleransi pasien. Hal ini sesuan dengan
prinsip dasar biomekanik, yaitu gaya oklusal harus disalurkan ke permukaan
seluas mungkin, sehingga tekanan per satuan luas menjadi kecil agar dapat
meningkatkan faktor retensi dan stabilisasi (Gunadi dkk, 1991:220)
c) Peripheal seal
Faktor terpenting yang mempengaruhi retensi gigi tiruan adalah peripheal
seal. Efektivitas peripheal seal sangat mempengaruhi efek retensi dari atmosfer.
Tekanan fisik ini berpengaruh terhadap tekanan-tekanan yang dapat melepaskan
suatu gigi tiruan (Watt. Dm,1992:59)
2. Stabilisasi
Stabilisasi merupakan gaya untuk melawan pergerakan geligi tiruan dalam
arah horizontal. Dalam hal ini semua bagian cengkeram berperan, kecuali bagian
terminal (ujung) lengan retentif. Dibanding yang berbentuk batang, cengkeram
sirkumferensial memberikan stabilisasi yang lebih baik, karena mempunyai
sepasang bahu yang tegar dan lengan retentif yang fleksibel (Gunadi dkk,
1991:157).
F. Oklusi
Oklusi adalah hubungan daerah kunyah gigi geligi dalam keadaan tidak
berfungsi. Hubungan oklusi dari seorang dewasa ialah:
1. Oklusi sentris ialah hubungan kontak maksimal dari gigi-gigi di rahang
atas dan rahang bawah waktu rahang bawah dalam keadaan relasi sentris.
2. Oklusi aktif ialah hubungan kontak antara gigi-gigi rahang atas dan
rahang bawah di mana gigi-gigi rahang bawah mengadakan gesekan ke depan, ke
belakang, ke kiri dan ke kanan/gerakan lateral (Itjingningsih, 1991:12)
16
G. Maloklusi
1. Pengertian Maloklusi
Maloklusi merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan gigi,
khususnya dalam bidang ortodonsia di Indonesia. Maloklusi itu sendiri merupakan
keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, hal ini terjadi karena tidak
sesuainya antara lengkung gigi dan lengkung rahang. Keadaan ini terjadi pada
rahang atas maupun rahang bawah (Dika dkk, 2011:45).
2. Klasifikasi Maloklusi
Menurut klasifikasi Edward Angel maloklusi dapat dikelompokkan
menurut hubungan antero-posterior antara lengkung gigi rahang atas dan rahang
bawah. Namun klasifikasi ini tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal,
gigi berjejal dan malposisi lokal dari gigi-gigi (Foster,1997:32-34) klasifikasi
yang ditemukan oleh Angel, yaitu:
a) Klas I
Pada kelas ini lengkung rahang atas dan rahang bawah mempunyai
hubungan normal dimana alveolar ridge rahang atas sejajar dengan alveolar ridge
rahang bawah.
b) Klas II
Pada hubungan klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih ke posterior dari
gigi rahang atas. Pada relasi rahang klas II ini umumnyandikelompokkan menjadi
2 divisi, yaitu:
17
1) Klas II divisi I
Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II, dengan gigi-gigi incisivus
sentral atas proklinasi, dan overjet incisal yang besar.
2) Klas II divisi II
Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II, dengan gigi-gigi incisivus
sentral atas yang proklinasi dan overbite incisal yang besar.
c) Klas III
Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior dari
lengkung gigi rahang atas (Foster T.D, 1997:32-34
18
H. Kelainan Malposisi
1. Protrusif
Protrusif merupakan salah satu maloklusi yang mempengaruhi penampilan
seseorang. Maloklusi protrusif mempunyai hubungan molar normal, kelainan
yang paling banyak menyertai adalah gigi berdesakan akibat ketidaksesuaian
antara ukuran gigi dengan lengkung rahang (Rahmawati,2013:224-225).
Protrusif gigi anterior merupakan suatu kelainan yang menimbulkan
gangguan estetik karena posisi gigi anterior lebih kedepan sehingga penderita sulit
menutup mulut. Bibir atas terangkat disertai celah interlabial yang membuat
estetik wajah kurang menyenangkan (Zaenab,2010:3).
2. Retrusif
Retrusif adalah suatu kelainan gigi yang kedudukan rahangnya mendekati
bidang transversal atau bidang orbital. Kelainan malposisi ini gigi rahang atas
menutupi gigi anterior rahang bawah sehingga tidak ada celah interlabial antara
gigi rahang atas maupun rahang bawah (sulandjari,2008:21)
3. Ekstrusi
Ekstrusi adalah pergerakan gigi ke luar dari alveolus dimana akar
mengikuti mahkota. Ekstrusi gigi ke luar dari soketnya dapat terjadi tanpa
resorpsi dan deposisi tulang yang dibutuhkan untuk pembentukan kembali dari
mekanisme pendukung gigi. Pada umumnya pergerakan ekstrusi mengakibatkan
tarikan pada seluruh struktur pendukung (Amin dkk, 2016:22).
19
4. Intrusi
Intrusi adalah pergerakan gigi secara vertikal ke dalam alveolus. Intrusi
gigi menyebabkan resorpsi tulang, terutama di sekitar apeks gigi. Dalam
pergerakan ini, terjadi daerah tekanan pada seluruh struktur jaringan pendukung
tanpa adanya daerah tarikan (Amin dkk, 2016:22-23)
5. Crowded
Crowded dapat terjadi karena ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi
pada posisi yang benar lebih besar dibandingkan dengan ruang yang tersedia pada
lengkung gigi. Crowded sering disebabkan kurangnya pertumbuhan lengkung
rahang untuk menampung gigi sehingga gigi tidak tumbuh pada posisi yang
normal (Rasyid dkk, 2014:191).
6. Crossbite
Crossbite adalah keadaan dimana satu atau beberapa gigi depan atas
terletak di sebelah lingual dari gigi depan bawah jika rahang dalam oklusi sentrik.
Crossbite anterior yang tidak dirawat akan menyebabkan fungsi abnormal gigi
insisivus bawah, kompensasi insisivus mandibula mengarah pada pengurangan
tulang alveolar bagian labial dan atau resesi gingiva (Utari,2012:97)
7. Migrasi dan Rotasi Gigi
Migrasi dan rotasi gigi dapat menyebabkan hilangnya kesinambungan
pada lengkung gigi, sehingga dapat menimbulkan pergeseran/perpindahan posisi,
miring atau berputarnya gigi. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga
aktivitas karies dapat meningkat (Gunadi dkk, 1991:31).
I. Gigi Impaksi
a) Berdasarkan aksis panjang gigi atau posisi gigi impaksi molar tiga
terhadap gigi molar dua. Klasifikasi gigi impaksi menurut George Winter:
(Balaji,2007:233)
1) Mesioangular (miring ke mesial)
Gigi molar ketiga bawah mengalami tilting terhadap gigi molar kedua ke
arah mesial.
2) Distoangular (miring ke distal)
Sumbu panjang molar ketiga bawah mengarah ke arah distal atau posterior
menjauhi molar kedua.
3) Vertikal
Sumbu panjang gigi molar ketiga bawah berada pada arah yang sama
dengan sumbu panjang gigi molar kedua bawah.
4) Horizontal
Sumbu panjang gigi molar ketiga bawah mendatar secara horizontal
terhadap sumbu panjang gigi molar kedua bawah.
A B
C D
a. Klas I
Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara
batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua. Pada klas
I ada celah di sebelah distal molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi
molar ketiga.
b. Klas II
Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak
adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal 11 gigi lebih besar
daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah distal molar.
c. Klas III
Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula – akses yang sulit. Pada klas
III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.
B
A
c) Berdasarkan pada jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi. Baik gigi
impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan kedalamannya,
dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua disebelahnya.
Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang
bawah: (Balaji,2007:234)
22
1. Posisi A
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan
oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota molar ketiga yang impaksi berada
pada atau di atas garis oklusal.
2. Posisi B
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servikal dan
bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota molar ketiga di bawah garis
oklusal tetapi di atas garis servikal molar kedua.
3. Posisis C
Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi
molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila. Mahkota gigi
yang impaksi terletak di bawah garis servikal.
B
A
Gambar 2.17 Klasifikasi Gigi Impaksi Berdasarkan pada jumlah tulang yang
menutupi gigi impaksi Menurut Pell Gregory’s.
(A) Posisi A, (B) Posisi B, (C) Posisi C
(Balaji,2007:234)
4. Desain
Desain merupakan rencana awal yang berfungsi sebagai panduan dalam
proses pembuatan gigi tiruan. Desain dibuat dengan menggambar pada model
kerja dengan menggunakan pensil (Itjingningsih,1991:45).
5. Pembuatan bite rim
Bite rim berfungsi menggantikan gigi untuk mendapatkkan hubungan
maksila dan mandibula dengan membuat bite rim dan bentuk landasan dari malam
(Itjiningsih, 1991:57).
6. Penanaman model kerja pada okludator
Okludator adalah alat yang digunakan untuk meniru gerakan tinggi bidang
oklusal. Penanaman okludator dengan menyesuaikan bentuk oklusi, garis median
okludator harus berhimpitan dengan garis median pada model, bidang oklusal
sejajar dengan bidang datar, serta gips pada model kerja rapih atau tidak menutupi
batas anatomi model kerja. Pemasangan okludator bertujuan untuk membantu
proses penyusunan elemen gigi.
7. Pembuatan cengkram
Cengkram dibuat mengelilingi gigi dan menyentuh sebagian besar kontur
gigi untuk memberikan retensi, stabilisasi serta sebagai support untuk gigi tiruan
sebagian lepasan. Pada pembuatan cengkeram harus memenuhi syarat yaitu
lengan cengkeram harus melewati garis survei, sandaran dan badan tidak boleh
mengganggu oklusi, ujung lengan cengkeram harus dibulatkan dan tidak
menyentuh gigi tetangga. (Gunadi dkk,1991:161-162)
8. Penyusunan elemen gigi tiruan
Penyusunan elemen gigi tiruan adalah salah satu yang paling penting,
karena hubungan antara gigi-gigi tersebut dengan gigi yang masih ada.
Penyusunan gigi dilakukan secara bertahap yaitu gigi anterior atas, gigi anterior
bawah, gigi posterior atas, gigi molar satu bawah dan gigi posterior bawah lainnya
(Itjingningsih,1991:85).
9. Wax contouring
Wax contouring merupakan membentuk dasar dari geligi tiruan malam
sedemikian rupa sehingga harmonis dengan otot-otot orofasial penderita dan
semirip mungkin dengan anatomis gusi dan jaringan lunak mulut. Adapun
27
anatomis gusi dan jaringan lunak yang harus dibentuk antara lain membentuk
kontur servikal dengan membentuk sudut 45º menggunakan lecron, membentuk
alur tonjolan akar dari setiap gigi alurnya makin ke arah apikal semakin sempit
kadang-kadang tidak jelas, daerah interproksimal harus sedikit cekung meniru
daerah-daerah interdental papilla sehingga higienis serta mencegah pengendapan
sisi makanan dan plak (Itjingningsih,1991:135).
10. Flasking
Flasking adalah suatu proses penanaman model malam dalam suatu
kuvet untuk mendapatkan suatu mould space dan bahan yang biasanya sering
digunakan adalah gips (plaster of paris) (Itjingningsih,1991:147).
Ada 2 metode flasking dalam gigi tiruan, yaitu:
a. Pulling the casting
Dimana setelah boiling out, elemen gigi tiruan akan ikut pada kuvet bagian
atas, sedangkan model kerja tetap berada pada kuvet bagian bawah.
b. Holding the casting
Model beserta seluruh elemen gigi tiruan berada di kuvet bawah dan
ditutup dengan gips, sehingga setelah boiling out akan terlihat seperti ruangan
kecil. Pada waktu packing adonan akrilik harus melewati bagian bawah gigi untuk
mencapai daerah sayap (Itjingningsih, 1991:153).
11. Boiling out
Boiling out bertujuan untuk menghilangkan wax dari model yang telah
ditanam di kuvet untuk mendapatkan mould space. Boilling out dilakukan dengan
cara memasukan ke dalam air mendidih selama 5-10 menit, kemudian kuvet
diangkat lalu dibuka, sisa malam dibersihkan dengan disiram air panas, rapihkan
mould space dari gips yang tajam dan olesi CMS sampai merata
(Itjingningsih,1991:151).
12. Packing
Packing ialah suatu proses pencampuran antara polimer dan monomer
resin akrilik, dengan perbandingan antara polimer dan monomer yaitu 3:1. Ada 2
metode packing, yaitu dry method adalah cara mencampur monomer dan polimer
langsung di dalam mold. Wet method adalah cara mencampur monomer dan
28
polimer di luar mould dan bila sudah mencapai stadium dough stage baru di
masukkan ke dalam mould (Itjingningsih,1991:155).
13. Curing
Curing adalah proses polimerisasi antara monomer yang bereaksi dengan
polimernya bila dipanaskan atau ditambah zat kimia lain. Pada pembuatan gigi
tiruan sebagian lepasan, polimerisasi dilakukan secara thermis yaitu disebut heat
curing acrylic (memerlukan pemanasan dalam proses polimerisasinya) yaitu
dengan cara merebus protesa di kuvet tersebut pada air dalam keadaan dingin
sampai naik pada suhu 100º celcius perebusan kuvet dilakukan ± selama 1 jam
kemudian tunggu hingga kuvet berada pada suhu
ruangan(Itjingningsih,1991:163).
14. Deflasking
Deflasking ialah proses melepaskan protesa gigi tiruan resin akrilik dari
kuvet dan bahan tanamnya, dengan cara memotong-motong gips sehingga dapat
dikeluarkan secara utuh (Itjingningsih,1991:170).
15. Finishing
Finishing dalah proses menyempurnakan bentuk akhir gigi tiruan dengan
membuang sisa-sisa resin akrilik pada batas gigi tiruan dn membersihkan sisa-
sisa bahan tanam yang masih menempel pada gigi tiruan. Finishing dapat
dilakukan menggunakan mata bur round untuk membersihkan sisa gips pada
daerah interdental gigi dan mata bur frezer untuk merapihkan dan menghaluskan
permukaan basis gigi tiruan (Itjingningsih,1991:183).
16. Poleshing
Poleshing adalah proses pemolesan gigi tiruan. Pemolesan gigi tiruan
terdiri dari proses menghaluskan dan mengkilapkan gigi tiruan tanpa mengubah
konturnya. Poleshing dilakukan menggunakan sikat hitam dengan bahan pumice
untuk menghaluskan dan sikat putih dengan bahan CaCO3 untuk mengkilapkan
basis gigi tiruan (Itjingningsih,1991:187).