Epid Cindy
Epid Cindy
NILAI :
Makalah
EPIDEMIOLOGI DASAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram
negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran
darah. (Darmowandowo, 2006). Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan
disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh virus
tersebut. Manifestasi klinis dan tingkat morbiditas demam typhoid bervariasi pada beberapa
populasi yang diteliti. Sekitar 60 hingga 90 % pasien dengan demam tyhpoid tidak
mendapatkan perhatian medis yang cukup atau diperlakukan sebagai pasien rawat jalan.
(husada, 2009).
Demam tifoid pada beberapa dekade terakhir sudah jarang terjadi di negara-negara
industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian wilayah dunia,
seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan
Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu diantaranya
berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita
demam tifoid di Asia. Di negara berkembang, diperkirakan sekitar 150 kasus/ juta populasi/
tahun di Amerika Latin. Hingga 1.000 kasus/ juta populasi/ tahun di beberapa negara Asia.
(healthy caus, 2009)
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene buruk.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi
(S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A).
CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-810/100.000 populasi
pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas
bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap. Sedangkan Hasil Riset Dasar
Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar
1,6% . Provinsi NAD merupakan prevalensi demam tifoid tertinggi yaitu sebesar 2,96%.
Profil kesehatan Indonesia 2008 menunjukkan prevalensi tifoid di Indonesia masih cukup
tinggi, yaitu 1,6 persen, atau sekitar 600.000-1.500.000 kasus setiap tahun dan peringkat 15
dari penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia. Tahun 2009 demam tifoid dan
paratifoid terdapat 80.850 kasus, kematian 1013 dan CFR 1,25%. (Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2007, 2008, 2009).
Situasi penyakit Typhus (demam typhoid) di Provinsi Sulawesi Selatan pada
tahun 2005 sebanyak 16.478 kasus, dengan kematian sebanyak 6 orang (CFR=1%).
Berdasarkan 27 laporan yang di terima oleh Subdin P2&PL Dinkes Prov. Sulsel dari
beberapa kabupaten yang menunjukkan kasus tertinggi yakni Kota Parepare, Kota Makassar,
Kota Palopo, Kab. Enrekang dan Kab. Gowa. Sedangkan untuk tahun 2006, tercatata jumlah
penderita sebanyak 16.909 dengan kematian sebanyak 11 orang (CFR=0,07%) dan sebaran
kasus tertinggi di Kab. Gowa, Kab. Enrekang, Kota Makassar dan Kota Parepare. (Profil
Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2005,2006).
Jumlah penderita pada tahun 2007 telah tercatat sebanyak 16.552 dengan kematian
sebanyak 5 orang (CFR=0,03 %) dengan sebaran kasus tertinggi di Kab.Gowa, Kab.Enrekang
dan Kota Makassar.Penyakit typhus berdasarkan Riskesdas tahun 2007 secara nasional di
Sulawesi Selatan, penyakit typhus tersebar di semua umur dan cenderung lebih tinggi pada
umur dewasa. Prevalensi klinis banyak ditemukan pada kelompok umur sekolah yaitu 1,9%,
terendah pada bayi yaitu 0,8%.(Profil Kesehatan Sulawesi Selatan Tahun 2007).
Data program tahun 2008 tercatat penyakit typhus tercatat jumlah penderita
sebanyak 20.088 dengan kematian sebanyak 3 orang, masing-masing Kab. Gowa (1 orang)
dan Barru (2 orang) atau CFR= 0,01 %. Insiden Rate (IR=0.28%) yaitu tertinggi di
Kab.Gowa yaitu 2.391 kasus (merah) dan terendah di Kab. Luwu yaitu 94 kasus (hijau),
tertinggi pada umur 15-44 tahun) sebanyak 15.212 kasus. (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan
Tahun 2008).
Data-data terebut diatas telah menjadi bukti bahwa penyebaran penyakit typhus ini
sudah menjadi masalah yang sering ditemukan dimasyarakat maka diperlukan langkah-
langkah surveilans utuk mengetahui seberapa besar penyebaran penyakit ini untuk nantinya
di lakukan langkah-langkah pencegahan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka diangkatlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana distribusi penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja puskesmas
Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010 ?
2. Bagaimana pelaksanaan Surveilans penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja
puskesmas Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010 ?
3. Bagaimana CFR dan KLB penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja
puskesmas Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010 ?
1.3 Tujuan Praktik
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan survailens dan epidemiologi Demam Tifoid di
puskesmas Batua, Kota Makasaar tahun 2008-2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Tujuan Surveilans
a) Komponen Surveilans
1. Collection
Untuk mengetahui bagaimana pengumpulan data Demam Tifoid di puskesmas Batua.
2. Analisis
Mengetahui analisis data dari surveilans penyakit Demam Tifoid di puskesmas Batua
3. Interpretation
Untuk mengetahui bagaimana interpretasi/hasil olahan data penyakit demam tipoid di
pukesma Batua.
4. Dissemination
Mengetahui bagaimana upaya penyebarluasan informasi mengenai data penyakit demam
tipoid dipukemas Batua
b) Atribut Surveilans
1. Timelines
Mengetahui apakah kegiatan surveilans penyakit demam tipoid berjalan dengan tepat waktu.
2. Simplicity
Mengetahui apakah laporan datanya sederhana dan dapat dipergunakan oleh semua pihak
3. Flexibelity
Mengetahui apakah format laporan penyakit Demam Tifoid yang sudah jadi bersifat flexibel
sehingga jika ada penambahan data format laporan tersebut masih bisa disesuaikan.
4. Acceptability
Mengetahui bahwa data penyakit demam tipoid tersebut dapat diterima oleh semua pihak.
5. Sensitivity
Mengetahui adanya kasus baru penyakit Demam Tifoid
6. Representative
Mengetahui apakah data yang diambil dapat mewakili data dari wilayah sekitar Puskesmas
Batua.
7. Predictive value positive
Mengetahui apakah kegiatan surveilans dapat memprediksi penderita yang positif mengalami
penyakit Demam Tifoid
8. Cost effectiveness
Mengetahui apakah biaya kegiatan surveilans penyakit Demam Tifoid digunakan secara
efektif.
b. Tujuan Epidemiologi
1. Untuk mengetahui frekuensi penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja
puskesmas Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010.
2. Untuk mengetahui distribusi penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja
puskesmas Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010.
3. Untuk mengetahui determinan penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja
puskesmas Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010
4. Untuk melihat distribusi penyakit demam tifoid menurut umur di wilayah kerja puskesmas
Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010.
5. Untuk melihat distribusi penyakit demam tifoid menurut waktu di wilayah kerja puskesmas
Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010.
6. Untuk melihat distribusi penyakit demam tifoid menurut tempat di wilayah kerja puskesmas
Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010.
7. Untuk mengetahui angka kematian (CFR) akibat penyakit demam tifoid di wilayah kerja
puskesmas Batua Kota Makasaar tahun 2008-2010.
8. Untuk mengetahui KLB penyakit demam tifoid di wilayah kerja puskesmas Batua Kota
Makasaar tahun 2008-2010.
1.4 Manfaat Praktik
Pelaksanaan praktik surveilans tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Ilmiah
Hasil praktek ini diharapkan memperkaya khasanah Ilmu Pengetahuan dan merupakan bahan
acuan dan pembanding bagi praktek surveilans berikut.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil praktek ini sebagai masukan bagi instansi terkait sehingga dapat dijadikan sebagai
dasar untuk program penanggulangan penyakit demam tifoid.
b. Dapat dijadikan informasi bagi instansi dinas kesehatan kota Makassar dan Puskesmas
untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pada pengembangan
program pencegahan penyakit demam tifoid.
3. Manfaat bagi Peneliti
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini akan menjadi pengalaman berharga dalam memperluas
wawasan mengenai kejadian penyakit demam tifoid dan program survailans penyakit demam
tifoid.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum Surveilans Epidemiologi dan Survailans Penyakit Demam Tifoid
2.1.1 Tinjauan Umum Survailans Epidemiologi
a. Pengertian Surveilans Epidemiologi
Survailens epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan yang dilakukan secara
sistematik dan berkesinambungan, analisis, dan interpretasi data kesehatan dalam proses
untuk menjelaskan dan memantau (memonitor) peristiwa kesehatan. (Noor,2004).
b. Tujuan Surveilans Epidemiologi
1. Mengetahui distribusi geografis penyakit.
2. Mengetahui periodesitas atau waktu terjadinya suatu penyakit yang diambil minimal 3
tahun sehingga dapat terlihat trend penyakit.
3. Mengetahui situasi suatu masalah kesehatan, misalnya prevalensi, insidens, angka serangan
(attack rate), dan lain-lain.
c. Komponen Surveilans Epidemiologi
1. Pengumpulan dan pencatatan kejadian atau data yang dapat dipercaya
2. Pengolahan data untuk memperoleh keterangan yang berarti
3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan
4. Diseminasi data dan keterangan, termasuk umpan balik
5. Hasil evaluasi terhadap sistem surveilans
d. Jenis Surveilans Epidemiologi
1. Surveilans pasif, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana
pelayanan kesehatan yang ada di daerah.
2. Surveilans aktif, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu relatif singkat dan dilakukan oleh petugas
kesehatan secara teratur untuk mencatat ada tidaknya kasus baru penyakit tertentu.
3. Surveilans menyeluruh, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dalam batas waktu tertentu
di berbagai bidang agar dapat mewakili populasi yang diteliti dalam suatu negara.
4. Surveilans sentinel, yaitu pengumpulan data yang dlakukan terbatas pada bidang-bidang
tertentu.
5. Surveilans berdasarkan kondisi masyarakat, sarana dan prasarana serta laboratorium
kesehatan.
e. Sasaran Surveilans Epidemiologi
1. Individu, pengamatannya dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi
untuk menularkan penyakit.
2. Populasi lokal, yaitu kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko
terkena penyakit (population at risk).
3. Populasi nasional, pengamatanya dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional.
4. Populasi internasional, merupakan pengamatan yang dilakukan oleh berbagai negara secara
bersama-sama, yang ditujukan untuk penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan epidemi
atau pendemi.
f. Kegiatan Surveilans Epidemiologi
1. Kegiatan Rutin mencakup:
a. Laporan rutin penyakit tertentu, baik menular maupun tidak menular
b. Pencatatan dan pelaporan penyakit tertentu dalam masyarakat yang biasanya terbatas pada
berbagai kejadian yang mungkin mempunyai dampak yang berat atau memiliki potensi
mewabah.
c. Pencatatan jenis penyakit wajib lapor, termasuk penyakit wjib lapor, termasuk penyakit
menular tertentu / penyakit karantina serta berbagai penyakit yang memiliki potensi
mewabah.
d. Surveilans ekologi dan lingkungan
e. Pengawasan dan pengmatan pemakaian zat tertentu, seperti insektisida, vaksin dan lain-lain.
f. Pencatatan dan pelaporanperistiwa vital, meliputi kelahiran, perkawinan, perceraian dan
kematian.
g. Kegiatan khusus mencakup:
1) Pelaksanaan survei berkala
2) Pengamatan khusus KLB
3) Pengamatan khusus oleh dokter swasta dan klinik swasta
2.2.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A,
dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan
oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng
lain. (Ashkenazi et al, 2002)
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan
manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa.
Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif.
Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan
sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap
dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan
hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika
an bahan tinja. (Ashkenazi et al, 2002)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah
komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H
adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)
2.2.3 Patogenesis
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. (mansjoer,
2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel
mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II
(Darmowandowo, 2006).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch
of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas
vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll (Darmowandowo, 2006)
Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah
melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk
memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh
Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006)
2.2.4 Gejala klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu
ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara
klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi
usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi,
sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.
2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung,
hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.
F Jenis Data
1. Data Primer
Data yang diperlukan untuk mengetahui pelaksanaan pemecahan masalah surveilans TB
Paru, meliputi pelaksanaan masalah dalam observasi, pengumpulan,analisis, dan interpretasi
data, penyebarluasan informasi serta penggunaan data dalam rencana program
penanggulangan TB paru di wilayah Puskesmas Pattallassang Kab. Takalar.
2. Data Sekunder
Data diperlukan untuk mengetahui distribusi penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Pattallassang Tahun 2004-2006.
G Sumber Data
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dari petugas surveilans dan petugas program
pemberantasan penyakit TB serta pemeriksaan dokumen laporan bulanan dari Kepala Tata
Usaha dan Puskesmas Patallasang.
Data Sekunder diperoleh dari pihak Puskesmas melalui pengamatan dan pencatatan formulir
SP2TP, LB1, buku suspek penderita TB Paru.
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui wawancara dan pemeriksaan kartu penderita, buku register
suspek TB dan dokumen laporan bulanan di Puskesmas Patallassang Kab. Takalar Tahun
2004-2006.
I Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan alat elektronik berupa computer
pada program excel yaitu dengan metode sebagai berikut: membuat variabel, input data dan
pengolahan data lalu disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi.
J Analisis Data
Data yang telah diolah akan dianalisis secara diskriptif untuk mengetahui gambaran
distribusi dan permasalahan mengenai surveilans TB Paru di Puskesmas Patallassang Kab.
Takalar tahun 2004-2006.
K. Defenisi Operasional
2. Tuberkolosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman mikobakterium Tuberkolosis.
3. Umur adalah lamanya hidup seseorang mulai lahir sampai saat terakhir yang tercatat pada
Puskesmas Patallassang yang dinyatakan dalam tahun.
4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki seseorang yang membedakan pria dan
wanita sebagaimana yang tercatat pada Puskesmas Patallassang
5. Waktu Kejadian adalah periode kejadian penyakit yang diamati berdasarkan bulan tahun
masehi
6. Tempat adalah wilayah kerja yang ada di Puskesmas Patallassang dalam memberikan
pelayanan kesehatan
7. Prevalensi TB adalah jumlah kasus TB yang baru dan lama dibagi dengan jumlah
penduduklah
8. Tingkat ekonomi adalah keadaan yang menunjukkan status ekonomi keluarga penderita yang
dinyatakan dalam 2 kategori yaitu Gakin dan Nongakin
Daftar Pustaka
http://bufethelat.blogspot.com/2011/03/demam-tifoid-makalah-surveilans.html?m=1