Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi dasar dengan judul
“laporan penyakit hipertensi surveilans di puskesmas ”.
Dalam menyusun makalah ini, kami banyak menemui kesulitan dan hambatan sehingga kami
tidak terlepas dari segala bantuan, arahan, dorongan semangat dari berbagai pihak. Dan
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang
telah membantu kami yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Terima kasih atas
kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan masukan, motivasi dan bimbingan selama
penyusunan makalah ini.
Segala kemampuan dan daya upaya telah kami usahakan semaksimal mungkin, namun kami
menyadari bahwa kami selaku penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Penulis berharap semoga hasil makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di seluruh dunia, Hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di samping karena
prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena
tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke,
gagal ginjal dan lain-lain, juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak.
Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian
keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang,
bahkan seumur hidup.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat
menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju maupun Negara berkembang. Menurut
survey yang dilakukan oleh Word Health Organization (WHO) pada tahun 2000, jumlah
penduduk dunia yang menderita hipertensi untuk pria sekitar 26,6% dan wanita sekitar 26,1%
dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29,2% .

Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2001, angka kesakitan Hipertensi pada
dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia.
Beberapa penyakit tidak menular yang ada tersebut,penyakit kardiovaskular mempunyai
kontribusi cukup besar terhadap tingginya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat
PTM.

Di Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia terus terjadi peningkatan. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2000 sebesar 21% menjadi 26,4% dan
27,5% pada tahun 2001 dan 2004. Selanjutnya, diperkirakan meningkat lagi menjadi 37%
pada tahun 2015 dan menjadi 42% pada tahun 2025. Menurut data Kementrian Kesehatan RI
tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi
34,1% tahun 2010. Data Dinas Kesehatan kota Semarang tahun 2009 menyebutkan
prevalensi hipertensi sebesar 12,85 % dengan jumlah kasus sebanyak 2063.

Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan tenyata prevalensi hipertensi meningkat dengan
bertambahnya usia. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia
menunjukan 1,8 – 28,6 % penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Gorontalo Tahun 2013, angka penderita
hipertensi dari tahun 2011 hingga 2013 sebagai berikut. Pada tahun 2011 sebesar 123990
jiwa, terjadi peningkatan pada tahun 2011 sebesar 130683 jiwa. Selanjutnya pada tahun 2011
dan 2012 mengalami penurunan, pada tahun 2011 sebesar 113537 jiwa dan pada tahun 2012
sebesar 107839 jiwa. Namun, pada tahun 2013 terjadi peningkatan yaitu sebesar 128594 jiwa.

Diharapkan dengan dibuatnya laporan survailans epidemiologi penyakit Hipertensi ini dapat
mengurangi angka kesakitan serta kematian karena hipertensi dalam masyarakat..

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam perumusan penyakit Hipertensi yaitu :

1. Bagaimana gambaran surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di Puskesmas Limboto


Barat tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di Puskesmas Limboto


Barat tahun 2012?

3. Belum diketahuianya gambaran surveilans epidemiologi penyakit hipertensi Puskesmas


Limboto Barat tahun 2013?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Yaitu Untuk mendapatkan gambaran survailans tentang epidemiologi penyakit Hipertensi


pada kawasan wilayah kerja puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013

2. Tujuan Khusus

1. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan kelompok umur

2. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan jenis kelamin

3. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan Tempat (Place)

4. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan waktu kejadian (Time)

3. Manfaat

1) Untuk menambah wawasan terhadap masyarakat tentang penyakit Hipertensi dan


bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya.
2) Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kecamatan Limboto Barat pada
wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit
Hipertensi.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Teori Survailans

Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu “surveillance”, yang berarti “mengamati
tentang sesuatu”. Menurut Last (2001) survailans adalah proses pengumpulan pengolahan
analisis dan interpretasi data secara sistimatik dan terus-menerus serta diseminasi
(penyebarluasan) informasi secara tepat waktu kepada unit yang membutuhkan untu3k dapat
diambil tindakan yang tepat.

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus
menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak
yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2,
2008).

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan


memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir, Selanjutnya
surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat
dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001), Kadang
digunakan istilah surveilans epidemiologi, Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun
surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan
tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga
epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health).

Program Surveilans adalah program pengamaan dan pemantauan penyakit di lapangan yang
memiliki tugas dan fungsi mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis dan
menginterpretasi data, menyebarluaskan hasil analisis serta mengevaluasi hasil cakupan. Di
lapangan, survelans penyakit dilaksanakan untuk mengetahui besar kecilnya kejadian
penyakit dan indikasi-indikasi penularan/meluasnya kasus melalui kajian-kajian tertentu.

Setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan


kabupaten/kota dan lembaga kesehatan masyarakat dan swasta diwajibkan untuk
menyelenggarakan surveilans epidemiologi. Kegiatan dari unit surveilans ini adalah
melakukan pengumpulan, pencatatan, dan pelaporan data baik secara aktif maupun pasif
(kompilasi dan analisis data) serta penentuan tindak lanjut/cara penanggulangan masalah.

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan secara terus
menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik.
Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan
kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi,
sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan
tepat.
Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja Puskesmas Limboto
Barat maka disusun laporan tentang penyakit hipertensi disekitar wilayah kerja Puskesmas
Limboto Barat. Penyakit Hipertensi tersebut merupakan suatu pola penyakit yang ada pada
kunjungan pasien ke Puskesmas Limboto Barat yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan upaya-upaya pencegahan berbagai penyakit.

Dalam melakukan surveilans penyakit terdapat beberapa komponen surveilans didalamnya.


Di antaranya :

1. Pengumpulan data

Data diperoleh melalui laporan dari Puskesmas Pembantu, Puskesmas, dan pelayanan
kesehatan swasta seperti klinik, DPS/BPS Pengambilan data dilakukan secara manual atau
menggunakan data sekunder, yaitu dengan cara merekap data yang ada di puskesmas
Limboto Barat. Selanjutnya data mentah tersebut di input kedalam program-program yang
sudah ada agar dapat dengan mudah untuk memilah-milahnya sesuai dengan yang kita
perlukan

2. Pengolahan data

Dilakukan kompilasi terhadap data yang telah terkumpul untuk kemudian dianalisis dan
disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun peta yang dirinci berdasarkan golongan umur,
jenis kelamin, waktu, tempat, dan lain-lain.

Pengolahan data yang dilakukan sebelumnya adalah dengan merekap data yang diperoleh
dari puskesmas Limboto barat menggunakan cara manual. Selanjutnya data yang telah terurut
berdasarkan orang, tempat, dan waktu tersebut di input kedalam program pengloah SPSS
untuk lebih memudahkan kita dalam menganalisis data.

3. Analisis Dan Interpretasi Data

Analisis data yang kami lakukan yaitu menggunakan anilisis Bivariat dengan membuat Tabel
(menghitung proporsi), Grafik (analisis kecenderungan) dan Peta (analisis tempat dan waktu).
Hasil analisis dan interpretasi data berupa informasi Epidemiologi. Oleh karena belum
adanya sistem pencatatan yang lebih rinci maka analisis data menjadi tidak maksimal
terutama analisa terhadap tempat atau daerah yang cenderung memiliki jumlah kasus yang
tinggi.
Survailans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematik dan terus-menerus
terhadap masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan, dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

4. Penyebaran data

Kesimpulan yang telah diambil disebarkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Tujuan survailans epidemiologi adalah :

a. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemic ( out break )

b. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan pengendalian


penyakit.

c. Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan, perencanaan,


implementasi, dan alokasi sumber daya kesehatan.

d. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak penyakit dimasa


mendatang.

e. Mengindentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.

Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi karakteristik sebagai berikut
(Romaguera, 2000) :

a. Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan pengorganisasian sistem. Besar


dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara
pengiriman data, organisasi yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf, pengolahan
dan analisa data perlu dirancang agar tidak membutuhkan sumber daya yang terlalu besar dan
prosedur yang terlalu rumit.

b. Fleksibilitas (Flexibility)

Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-
perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa memerlukan
peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.
c. Dapat diterima (Acceptability).

Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi individu, organisasi
dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem dengan mereka yang terlibat, temasuk pasien atau
kasus yang terdeteksi dan petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan terhadap
sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian formulir
pelaporan dan ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans
dipengaruhi oleh pentingnya kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas kontribusi
mereka yang terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar, beban
sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang dijalankan dengan tepat.

d. Sensitivitas (Sensitivity).

Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian kasus-kasus
penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan mengidentifikasi adanya
KLB. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :

1) Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.

2) Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang terdiagnosa akan
dilaporkan.

3) Keakuratan data yang dilaporkan

e. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)

Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang
kenyataannya memang menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif
Positif menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau
masalah kesehatan di masyarakat.

f. Representatif (Representative).

Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara akurat distribusi


kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat. Kualitas data merupakan
karakteristik sistem surveilans yang representatif. Data surveilans tidak sekedar pemecahan
kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri demografik dan infomasi mengenai faktor
resiko yang penting.
g. Tepat Waktu.

Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan kecepatan mulai dari
proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu
perlu dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak
meluas sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat
dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya
segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka panjang.Tekhnologi komputer
dapat sebagai faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu penyediaan
informasi.

B. Epidemiologi penyakit Hipertensi

1. Defenisi Penyakit Hipertensi

Hipertensi yang di derita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik dan diastolik atau
keduanya secara terus menerus. Tekana sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada
arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan diastolik berkaitan dengan tekanan arteri
pada saat jantung relaksasi di antara dua denyut jantung. Dari hasil penelitian tekanan sistolik
memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan diastolik .

Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg sedangkan
dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg. Angka yang lebih tinggi menunjukkan
fase darah yang sedang dipompa jantung (sistolik) sedangkan nilai yang lebih rendah
menunjukkan fase darah yang kembali ke dalam jantung (diastolik). Penyakit hipertensi
sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga
sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai
kelompok umur sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat
urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan berbagai faktor risiko yang dapat
meningkatkan angka kesakitan hipertensi.

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dindingdinding arteri ketika darah tersebut
dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada
dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut
jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini
paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika
ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Ketika jantung memompa darah melewati arteri,
darah menekan dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai
tinggi tekanan darah yang tidak normal.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dapat di
klasifisikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal
tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini di kategorikan sebagai primer atau esensial dan
hipertensi sekunder, terjadi sebagai akibat kondisi patologi yang dapat di kenali, sering kali
dapat di perbaiki.

Hipertensi adalah suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam
arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung,
dan kerusakan ginjal.

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan arteri rata-rata lebih tinggi dari pada batas atas
yang di anggap normal yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi dapat di definisikan sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg.

Dari definisi –definisi di atas dapat di peroleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu
keadaan di mana tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik lebih dari 140/90 mmHg,
di mana sudah di lakukan pengukuran tekanan darah minimal dua kali untuk memastikan
keadaan tersebut dan hipertensi dapat menimbulkan resiko terhadap penyakit stroke, gagal
jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.

2. Anatomi dan Fisiologi Hipertensi

a) Anatomi

1) Jantung

Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya terdapat
pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima kiri pada linea midclavikula.

Hubungan jantung adalah:

atas: pembuluh darah besar

bawah: diafragma
setiap sisi: paru-paru

belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis

2) Arteri

Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari
lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-
cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk
menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot
(mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya

b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal
ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan
darah juga meningkat, Sebaliknya, jika:

a) Aktivitas memompa jantung berkurang

b) arteri mengalami pelebaran

c) banyak cairan keluar dari sirkulasi.

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi


ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh
secara otomatis).
3) Perubahan fungsi ginjal

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

a. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang
akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke
normal.

b. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal

c. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa
menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.

4) Arteriol

Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol
dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila
kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi
umum, tekanan darah akan meningkat.

5) Pembuluh darah utama dan kapiler

Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol
ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah
utama

6) Sinusoid

Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat
kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial.
Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan
pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan
7) Vena dan venul

Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan
venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.

b) Fisiologi

Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem
arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah
yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk
reoksigenasi (Black, 2010).

3. Klasifikasi

1. Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri
yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa
penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 95% dari seluruh
penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.

b. Hipertensi Sekunder ( Hipertensi Non Esensial )

Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat di ketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total penderita hipertensi.
Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau
kebiasaan seseorang.

Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu
atau kombinasi dari hal-hal berikut :

1) Akibat stres yang parah,

2) Penyakit atau gangguan ginjal,

3) Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan,

4) Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya,

5) Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat,


6) Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.25

2. Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD

Berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National Comitte on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC 7) tahun
2003, membagi hipertensi sebagai berikut :

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:

Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-150 90-99

Hipertensi stage II >150 >100

Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO:

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub group: Perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110

Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90

Sub group: Perbatasan 140-149 <90

Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)

Normal <120 Dan <180

Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89


Hipertensi Tahap I

140-159 Atau 90-99

Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100

Hipertensi Sistol Terisolasi ≥140 Dan <90

3. Berdasarkan Gejala-gejala Klinik

a. Hipertensi Benigna

Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat,
bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan dari target organ
seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat
tersebut yang sifatnya berbahaya.

b. Hipertensi Maligna

Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan khas
pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endotelial yang
akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.

Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Di


upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 – 139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena
insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat
besar.

c. Hipertensi Ensafalopati

Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak. Secara
klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala yang hebat, nausea, dan
muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan
darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik
melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan
otak, pendarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan
penanganan secara seksama.

5. Gejala Penyakit Hipertensi


Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit kepala, rasa pegal
dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak
jantung terasa cepat, dan telinga berdengung.

Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-gejala sebagai
berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah
lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai.
Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf, gejala
gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering di jumpai. Gagal jantung
dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang umumnya disertai
pula dengan gangguan pada ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat
hipertensi dapat merupakan kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma

Keluhan tersebut tidak selalu akan dialami oleh seorang penderita hipertensi. Sering juga
seseorang dengan keluhan sakit belakang kepala, mudah tersinggung dan sukar tidur, ketika
diukur tekanan darahnya menunjukkan angka tekanan darah yang normal. Satu-satunya cara
untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi hanya dengan mengukur tekanan darah.

6. Pencegahan Penyakit

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya komplikasi.

Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:

1) Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan
berat badannya sampai batas ideal.

2) Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah
tinggi.

3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium
klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup)
dan mengurangi alkohol.

4) Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.

5) Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya
terkendali.
6) Berhenti merokok.

7. Pengobatan Penyakit

Tujuan penatalaksanaan penderita hipertensi adalah menurunkan faktor risiko yang


menyebabkan aterosklerosis untuk menghindari komplikasi seperti stroke, penyakit jantung
dan lain-lain, olahraga dan aktifitas fisik, perubahan pola makan dan menghilangkan stres
serta pemberian obat antihipertensi secara adekuat.

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler


dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan
komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi
hanya dimaksudkan akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain
mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,
dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.

a) Diauretik

1) Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati
hipertensi.

2) Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan
di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.

3) Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah.

4) Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium.

5) Diuretik sangat efektif pada: orang kulit hitam,lanjut usia, kegemukan, penderita gagal
jantung atau penyakit ginjal menahun.

b) Penghambat adrenergik

Merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, betablocker dan alfa-beta-blocker
labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis.Sistem saraf simpatis adalah sistem
saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan
tekanan darah.
Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker, yang efektif diberikan kepada: penderita
usia muda,penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut
jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada), sakit kepala migren.

c) Angiotensin Converting Enzyme

Merupakan inhibitor (ACE-inhibitor) yang menyebabkan penurunan tekanan darah dengan


cara melebarkan arteri.Obat ini efektif diberikan kepada:orang kulit putih,usia muda,
penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh
penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai
efek samping dari obat yang lain.

d) Angiotensin-II-bloker

menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-
inhibitor.

e) Antagonis kalsium

menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yangbenar-benar berbeda.

8. Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang
hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi.

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi
hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50
% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnyaatau kelenturannya dan tekanan
darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika

berumur lima puluhan dan enampuluhan.Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya


hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala

usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar
bila tekanan darahsedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai
faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.

2) Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup
bervariasi Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita
dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik.Sedangkan menurut Arif
Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya
hipertensi.

3) Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi
risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi
dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan.

Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai
25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,
kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.34

4) Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian
bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot
(berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan

timbul tanda dan gejala.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan
risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.6 Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok
sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat
kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk
kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah
isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam
beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi.

2. Konsumsi Asin/Garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh
asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga
kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi
esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi
orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat maupun yang
mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya
terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu
banyak natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.

3. Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang
berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama
lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang
bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

4. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi
meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti Orang-orang yang
minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi
dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih
minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.
Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas.
Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol
berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.

5. Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi
volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang
tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf
simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga
dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi.

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan
berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.

6. Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga
juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan
memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita
hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

7. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi
pada binatang percobaan yang diberikan pemaparantehadap stress ternyata membuat binatang
tersebut menjadi hipertensi.

Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi
atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus
dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah
respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau ketegangan jiwa (rasa
tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa
bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu
jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika
stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag.

8. Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah
peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari
penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.Distribusi epidemiologi penyakit Hipertensi pada
wilayah keja Puskesmas limboto barat Tahun 2011-2013.

a. Berdasarkan Orang (Person)

Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit yang umum timbul di dalam
masyarakat yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi tidak menunjukkan
gejala spesifik,Sehingga pada tahap awal, orang masih merasa nyaman dengan kondisi
tubuhnya dan tidak merasa perlu memeriksakan diri. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak
dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti pola
makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain

Penyakit Hipertensi ini dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur sosial dan
ekonomi. Begitupun dengan jenis kelamin penyakit Hipertensi ini tidak mengenal perempuan
atau laki-laki. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan
globalisasi memunculkan berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kesakitan
hipertensi. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.Dengan
bertambahnya umur juga, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
di kalangan usia lanjut cukup tinggi.

b. Tempat (Place)

Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola kehidupan


masyarakat.Berdasarkan tempat, Distribusi epidemiologi penyakit hipertensi dapat di
pengaruhi oleh kondisi lingkungan atau tempat tinggal. Hal ini di akibatkan oleh pembawaan
sikap dan perilaku dari lingkungannya sekitarnya, yang akan dapat mempengaruhi kebiasaan
individu. Misalnya terdapat suatu kelompok dengan kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol atau Kurangnya olahraga serta tidak menjaga pola makan akan dapat berpengaruh
terhadap masyarakat lain di sekitar. Sehingga sikap tersebut akan menjadi suatu kebiasaan
bagi suatu kelompok.

c. Berdasarkan Waktu (Time)

Distribusi epidemiologi berrdasarkan waktu digunakan untuk menentukan masa inkubasi


penyakit, dan penyebaran penyakit. Penyakit hipertensi dapat muncul kapan saja tergantung
dari pengendalian sikap atau kontrol terhadap kesehatan termasuk pola makan, gaya hidup
serta kebiasaan

BAB III
HASIL & PEMBAHASAN

Dalam kegiatan survailans epidemiologi penyakit hipertensi ,Pengambilan data pertama kali
dilakukan pada tanggal 1 maret 2014 , meminta izin dalam hal pengambilan data terkait
gambaran survailans di puskesmas tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mencatat jumlah pasien yang berkunjung di puskesmas tersebut dan mencatat berdasarkan
penyakit diambil, adapun yang terkait dalam pencatatan yang kami lakukan adalah tahun
kunjungan, bulan kunjungan, umur, jenis kelamin dan tempat tinggal dari pasien tersebut.

Dalam kunjungan kami ke 2 terdapat Beberapa kendala yang kami alami yakni data yang
tersedia tidak diperkenankan untuk di pinjamkan alasannya data ditahun kemarin akan hilang.
Kendala kedua data yang seharusnya kami ambil melingkupi register UMUM, ASKES,
JAMKESDA dan JAMKESMAS tahun 2011,2012 dan 2013. Namun, sayangnya dari semua
data yang lengkap hanya register umum tahun 2011(september-desember)register umum
2012 dan 2013. Kami memutuskan mengambil data hanya register umum tiga tahun teakhir.

Buku register pasien, tidak hanya mencatat penyakit hipertensi melainkan untuk seluruh
diagnosa. Dalam register tersebut mencakup nomor urut atau kode penyakit, tanggal
registrasi, nama pasien, umur, jenis kelamin, dan diagnosa serta keterangan kunjungan. Buku
register tersebut tidak mencantumkan faktor risiko dan klasifikasi penderita.

Di wilayah kerja puskesmas Limboto barat pada tahun 2013 terdapat beberapa penyakit yang
paling menonjol yaitu : penyakit ISPA, Dermatitis, Hipertensi, Dispepsia, Pneumonia, Diare,
Abses kulit, TB BTA, Influenza Viruz,DM tipe II.

A. Hasil Dan Analisis

1. Distribusi penderita Hipertensi berdasarkan karakteristik Orang

a. Distribusi penderita Hipertensi menurut umur.

Penderita Hipertensi menurut umur di Puskesmas Limboto Barat dapat dilihat pada tabel dan
diagram dibawah ini :

Tabel 4.1

Distribusi Penyakit Hipertensi Berdasarkan Umur

Di Wilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat

Tahun 2011-2013
Kelompok Umur Tahun Jumlah

( Tahun ) 2011 2012 2013

n%n%n%n%

25-29 1 1,2 2 1,0 2 1,4 5 1,1

30-34 4 4,7 5 2,5 4 2,7 13 3,0

35-39 5 5,9 6 3,0 6 4,1 17 3,9

40-44 3 3,5 7 3,5 6 4,1 16 3,7

45-49 12 14,1 12 5,9 5 3,4 29 6,7

50-54 7 8,2 11 5,4 26 17,7 44 10,1

55-59 15 17,6 36 17,8 25 17,0 76 17,5

60-64 11 12,9 26 12,9 30 20,4 67 15,4

65-69 11 12,9 48 23,8 16 10,9 75 17,2

70-74 8 9,4 26 12,9 14 9,5 48 11,0

75-79 6 7,1 15 7,4 10 6,8 31 7,1

80-84 2 2,4 4 2,0 2 1,4 9 2,1

85+ 0 0,0 4 2,0 1 0,7 5 1,1

JUMLAH 85 19,5 202 46,4 147 33,8 435 100,0

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun

2012-2013

Gambar 4.1: Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas
Limboto Barat Tahun 2011-2013

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.1,Dapat di lihat bahwa Distribusi Penderita Hipertensi
Berdasarkan Kelompok Umur ( Tahun ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat ini
ternyata Mengalami Peningkatan Penderitanya Pada Umur 55-59 Tahun Bahwa Pada Tahun
2011 meningkat Sebanyak 15 Orang (17%), kemudian Pada Tahun 2012 semakin meningkat
berbeda dengan tahun 2011 yaitu sebanyak 48 orang (23 %) pada umur 65-69 tahun. Serta
pada Tahun 2013 sebanyak 30 orang (20 %) terdapat pada umur 60-64 Tahun.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Distribusi penderita Hipertensi yang tertinggi pada Tahun
2011-2013 di wilayah kerja puskesmas Limboto Barat terdapat pada kelompok usia lanjut
(orang tua) yaitu kelompok umur 50 tahun keatas dan distribusi penderita Hipertensi yang
terendah adalah terdapat pada kelompok usia remaja/ dewasa yaitu kelompok umur 25 -29
Tahun. Hal ini menunjukan bahwa Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi
lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi.

b. Distribusi penderita penyakit Hipertensi menurut Jenis Kelamin.

Tabel 4.2

Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Di Wilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat

Tahun 2011-2013

JENIS KELAMIN Tahun Jumlah

2011 2012 2013

n%n%n%n%

LAKI-LAKI 42 49,4 87 43,1 61 41,5 190 43,8

PEREMPUAN 43 50,6 115 56,9 86 58,5 244 56,2

JUMLAH 85 19,6 202 46,5 147 33,9 434 100,0

Sumber : Data Sekunder di wilayah kerja puskesmas Limboto Barat tahun 2011-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013

Gambar 4.2: Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Di wilayah kerja
Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013.

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.2, Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis
Kelamin Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa penderita hipertensi Lebih
Banyak di derita oleh perempuan Dibadingkan Laki-laki, akan tetapi persentase penderita
hipertensi perempuan dan laki-laki hanya berbanding sedikit. dapat dilihat bahwa perempuan
pada tahun 2011 sebanyak 43 orang (51 %), kemudian pada tahun 2012 sebanyak 115 orang
(57%) serta pada tahun 2013 sebanyak 86 orang atau sebesar (59%) sedangkan penderita
hipertensi laki-laki pada tahun 2011 sebanyak 42 orang (49%),kemudian pada tahun 2012
sebanyak 87 orang (43%) dan pada tahun 2013 sebanyak 61orang ( 41%).

c. Distribusi Penderita Hipertensi Menurut Tempat ( Place)

Tabel 4.3

Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat

Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat

Tahun 2011-2013

Tempat Tinggal

(Desa) Tahun Jumlah

2011 2012 2013

N%n%n%n%

Daenaa 2 2,4 8 4,0 15 10,2 25 16,5

Haya-haya 11 12,9 31 15,3 7 4,8 49 33,0

Huidu 4 4,7 6 3,0 11 7,5 21 15,2

Hutabohu 11 12,9 17 8,4 19 12,9 47 34,3

Ombulo 22 25,9 33 16,3 29 19,7 84 61,9

Padengo 11 12,9 20 9,9 19 12,9 50 35,8

Pone 2 2,4 15 7,4 7 4,8 24 14,5

Tunggulo 13 15,3 50 24,8 25 17,0 88 57,1

Yosonegoro 9 10,6 22 10,9 15 10,2 46 31,7

JUMLAH 85 19,6 202 46,5 147 33,9 434 100,0

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013
Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Gambar 4.3 : Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat Di wilayah kerja


Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013

Berdasarkan Tabel Dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa penyakit Hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2011 lebih banyak diderita oleh masyarakat yang
bertempat tinggal di desa Ombulo yaitu 22 orang (25,9 %) dan yang paling rendah tedapat di
2 desa yaitu di desa Daenaa dan desa Pone , yang masing-masing mempunyai jumlah
penderita penyakit Hipertensi yang sama yaitu 2 orang penderita (2,4%). Kemudian pada
tahun 2012 penderita Hipertensi banyak di derita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di
desa Tunggulo dengan jumlah penderita sebanyak 50 orang (24,8 %) dan yang paling
terendah terdapat pada 2 desa juga yaitu desa Daenaa dan desa Huidu di mana masing-masing
penderita berturut-turut sebanyak 8 orang (4,0%) terdapat pada desa Daenaa dan penderita
sebanyak 6 orang (3,0%) terdapat pada desa Huidu. Sedagkan pada tahun 2013 penderita
hipertensi terbanyak terdapat pada desa Ombulo yaitu sebanyak 29 orang atau (19,7%) dan
yang paling terendah penderita hipertensinya terdapat pada desa haya-haya dan pone denga
jumlah penderita dan persentase yang sama yaitu sebanyak 7 orang (4,8%).

d. Distribusi penderita penyakit Hipertensi menurut Waktu Kejadian

Tabel 4.4

Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu Kejadian

Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat

Tahun2011-2013

Waktu Tahun Jumlah

( Bulan ) 2011 2012 2013

n%n%n%n%

Januari 0 0,0 16 7,9 15 10,2 31 18,1


Februari 0 0,0 15 7,4 5 3,4 20 10,8

Maret 0 0,0 25 12,4 11 7,5 36 19,9

April 0 0,0 18 8,9 12 8,2 30 17,1

Mei 0 0,0 16 7,9 11 7,5 27 15,4

Juni 0 0,0 12 5,9 11 7,5 23 13,4

Juli 0 0,0 13 6,4 10 6,8 23 13,2

Agustus 0 0,0 14 6,9 16 10,9 30 17,8

September 0 0,0 25 12,4 9 6,1 34 18,5

Oktober 34 61,8 15 7,4 6 4,1 55 73,3

November 25 48,1 19 9,4 8 5,4 52 62,9

Desember 26 35,6 14 6,9 33 22,4 73 65,0

Jumlah 85 19,6 202 46,5 147 33,9 434 100,0

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012 -2013

Gambar 4.4: Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu Kunjungan Di wilayah kerja
Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013.

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.4 , Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu
( Bulan Kunjungan ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa yang paling banyak
penderita Hipertensi tersebut terdapat pada tahun 2011 yaitu pada bulan oktober sebanyak 34
orang (40%) , kemudian pada tahun 2012 terdapat 2 bulan kunjungan yang tebanyak dan
jumlah penderitanya sama yaitu pada bulan maret sebanyak 25 orang (12,4 %) dan pada
bulan september sebanyak 25 orang (12,4 %) dan pada tahun 2013 terdapat pada akhir bulan
yaitu desember sebanyak 33 orang atau (22,4 %) .

B. Pembahasan

Dari pemaparan hasil yang disampaikan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa diwilayah
kerja puskesmas Limboto Barat pada tahun 2011 jumlah penderita hipertensi sebanyak 94
orang dan pada tahun 2012 sebanyak 202 orang serta pada tahun 2013 sebanyak 147 orang.
Ini terlihat bahwa penderita hipertensi di wilayah puskesmas Limboto Barat bila di
bandingkan dari tahun ke tahun itu mengalami penurunan yang bearti upaya pencegahan dan
pengobatan yang telah di promosikan oleh petugas kesehatan di wilayah puskesmas Limboto
Barat telah berhasil. Sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dari penyakit Hipertensi.

Dalam pembahasan ini sulit membandingkan apakah penderita penyakti ini berkurang atau
mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena data yang kurang lengkap. Maka yang
diamati dalam penyususunan laporan terutama dalam hasil dan pembahasan adalah tingkat
persentase tertinggi dari distribusi epidemiologi berdasarkan orang, waktu, dan tempat dari
penderita Hipertensi..

Distribusi epidemiologi penderita Hipertensi pada tahun 2011-2013

1. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Orang

a) Umur

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.1,Dapat di lihat bahwa Distribusi Penderita Hipertensi
Berdasarkan Kelompok Umur ( Tahun ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat ini
ternyata Mengalami Peningkatan Penderitanya Pada Umur 55-59 Tahun Bahwa Pada Tahun
2011 meningkat Sebanyak 15 Orang (18%), kemudian Pada Tahun 2012 semakin meningkat
berbeda dengan tahun 2011 yaitu sebanyak 48 orang (24 %) pada umur 65-69 tahun. Serta
pada Tahun 2013 sebanyak 30 orang (20 %) terdapat pada umur 60-64 Tahun.

Berdasarkan data tersebut kasus hipertensi lebih banyak terjadi pada kelompok umur 50
tahun keatas . Oleh sebab itu, kemungkinan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat adalah karena faktor umur. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di
kalangan usia lanjut cukup tinggi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang saya lakukan bahwa prevalensi hipertensi makin
meningkat seiring dengan bertambahnya umur hal ini disebabkan oleh perubahan struktur
pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh
darah menjadi kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.

b) Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.2, Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis
Kelamin Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa penderita hipertensi Lebih
Banyak di derita oleh perempuan Dibadingkan Laki-laki, akan tetapi persentase penderita
hipertensi perempuan dan laki-laki hanya berbanding sedikit. dapat dilihat bahwa perempuan
pada tahun 2011 sebanyak 43 orang (51 %), kemudian pada tahun 2012 sebanyak 115 orang
(57%) serta pada tahun 2013 sebanyak 86 orang atau sebesar (59%) sedangkan penderita
hipertensi laki-laki pada tahun 2011 sebanyak 42 orang (49%),kemudian pada tahun 2012
sebanyak 87 orang (43%) dan pada tahun 2013 sebanyak 61orang

( 41%). Secara teoritis penyakit hipertensi cendrung lebih tinggi pada jenis kelamin
perempuan dari pada dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena resiko hipertensi pada
perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah
tangga , apalagi bagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stress yang tinggi.
Sebelum menopause, perempuan relative terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh
hormone estrogen. Sedangkan pada perempuan masa memopause cnderung memililki
tekanan darah lebih tinggi dari pada laki-laki penyebabnya adalah penurunnan kadar hormone
estrogen setelah menopause.

2. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat

Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola kehidupan masyarakat.
Penduduk yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena
tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak
mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.

Berdasarkan tabel dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa penyakit Hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2011 lebih banyak diderita oleh masyarakat yang
bertempat tinggal di desa Ombulo yaitu 22 orang (26 %) dan yang paling rendah tedapat di 2
desa yaitu di desa Daenaa dan desa Pone , yang masing-masing mempunyai jumlah penderita
penyakit Hipertensi yang sama yaitu 2 orang penderita (2%). Kemudian pada tahun 2012
penderita Hipertensi banyak di derita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa
Tunggulo dengan jumlah penderita sebanyak 50 orang (25 %) dan yang paling terendah
terdapat pada 2 desa juga yaitu desa Daenaa dan desa Huidu di mana masing-masing
penderita berturut-turut sebanyak 8 orang (4%) terdapat pada desa Daenaa dan penderita
sebanyak 6 orang (3%) terdapat pada desa Huidu. Sedagkan pada tahun 2013 penderita
hipertensi terbanyak terdapat pada desa Ombulo yaitu sebanyak 29 orang atau (20%) dan
yang paling terendah penderita hipertensinya terdapat pada desa haya-haya dan pone denga
jumlah penderita dan persentase yang sama yaitu sebanyak 7 orang (5%).
3. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu

Penderita Hipertensi berdasarkan waktu berbeda-beda setiap tahunnya kemungkinan hal ini di
karenakan oleh pola makan dari masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.4 , Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu
( Bulan Kunjungan ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa yang paling banyak
penderita Hipertensi tersebut terdapat pada tahun 2011 yaitu pada bulan oktober sebanyak 34
orang (40%) , kemudian pada tahun 2012 terdapat 2 bulan kunjungan yang tebanyak dan
jumlah penderitanya sama yaitu pada bulan maret sebanyak 25 orang (13 %) dan pada bulan
september sebanyak 25 orang (13 %) dan pada tahun 2013 terdapat pada akhir bulan yaitu
desember sebanyak 33 orang atau (22 %) .

C. Sistem Surveilans Puskesmas Limboto Barat

1. Kesederhanaan (Simlicity)

Dalam arti sistem sureveilans berkaitan dengan kesederhanaan sistem, tidak membutuhkan
biaya yang mahal serta sumber daya yang tidak terlalu rumit.

Sesuai dengan apa yang telah kami survei serta analisis dapat di katakana bahwa sistem
surveilans di Puskesmas Limboto Barat mempunyai Kriteria sederhana, dengan hanya satu
orang petugas dan hanya dengan buku album yang panjang serta polpen tinta berwarna hitam
yang di gunakan untuk register diagnosa para pasien.

2. Fleksibilitas (Flexibility)

Fleksibilitas merupakan salah satu kriteria sistem surveilans yang baik, fleksibilitas ini
dimaksudkan sistem surveilans dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-
perubahan informasi yang di butuhkan.

Berkaitan dengan sistem surveilans yang ada di puskesmas Limboto Barat, belum dapat
menyesuaikan dengan perubahan-perubahan informasi yang ada. Dapat dilihat pada buku
pengisian formulir kelengkapan (Buku Register) pada tahun 2011, 2012 dan 2013 tidak
mempunyai variable pengisian kelengkapan pelaporan. Misalnya variabel Pekerjaan si
penderita penyakit tersebut, jika di analis secara mendalam bahwa variabel tersebut sangat
penting dalam melakukan suatu monitoring pencegahan terhadap penyakit. akan tetapi
system surveilans yang ada di Puskesmas Limboto Barat tidak memakai variable tersebut
selama pada tahun 2011, 2012 sampai 2013.
3. Dapat diterima (Acceptability)

Dalam arti sistem surveilans dapat diterima, dilihat dari beberapa indikator yakni ialah
kelengkapan pengisian formulir dan kelengkapan pelaporan diagnosa penyakit . sehingga
dapat di simpulkan bahwa sistem surveilans di Puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi
kriteria Dapat diterima (Acceptability).

4. Sensivitas (Sensivity)

Dalam arti dengan adanya sistem surveilans dapat mendeteksi kejadian-kejadian penyakit
baru dan mengidentifikasi adanya kejadian Luar Biasa (KLB).

Dapat di lihat bahwa sistem surveilans di puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi kriteria
sensivitas, karena dilihat dari formulir kelengkapan pelaporan (register pasien ) sudah di isi
dengan baik dan benar sehingga memudahkan kami untuk menganalisis dan menginterpretasi
data tersebut .

5. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive positif)

Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, serta
menggambarkan sensivitas dan spesifitas serta prevalensi penyakit.

Sistem surveilans di Puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi criteria Nilai prediktif
positif. setelah data diolah dan analisis secara manual pada buku kelengkapan formulir
terlihat bahwa data tersebut sama dengan hasil analisis yang kami buat.

6. Representatif (Representatif)

Representative ialah suatu kriteria sistem surveilans yang baik, representative

sangat berhubungan dengan keakuratan data distribusi penyakit menurut karesteristik orang ,
tempat dan waktu. berdasarkan hal tersebut dapat di simpulkan bahwa sistem surveilans di
Puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi criteria Representatif ini terbukti dari
kelengkapan dari buku register pasien tersebut.

7. Tepat waktu (Timeliness)

Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi
untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan program
dalam jangka panjang.
Dapat dikatakan system surveilans yang ada di Puskesmas Limboto Barat di katgorikan tepat
waktu dalam hal pengisian data register pasien.

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur ( Tahun ) Diwilayah Kerja


Puskesmas Limboto Barat ini tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 48 orang (24 %)
terdapat pada umur 65-69 tahun. Dan yang terendah terdapat Pada Tahun 2011 Sebanyak 15
Orang (18%) Pada Umur 55-59 Tahun .

2. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Diwilayah Kerja Puskesmas


Limboto Barat Bahwa penderita hipertensi Lebih Banyak di derita oleh perempuan
Dibadingkan Laki-laki, ini terbukti pada tahun 2012 sebanyak115 orang (57%) dan yang
paling terendah pada tahun 2011 sebanyak 43 orang (51 %), sedangkan penderita hipertensi
laki-laki tertinggi pada tahun 2012 sebanyak 87 orang (43%) dan yang terendah pada tahun
2011 sebanyak 42 orang (49%).
3. Distribusi penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat pada tahun
2012 lebih banyak diderita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa Tunggulo dengan
jumlah penderita sebanyak 50 orang ( 57%) sedang.

Anda mungkin juga menyukai