Anda di halaman 1dari 33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengembangan perangkat pembelajaran penemuan terbimbing


dengan pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika berorientasi
pada Adversity Quotient (AQ) dalam penelitian ini dilaksanakan
berdasarkan pengembangan Thiagarajan, Semmel,dkk (4-D) yaitu Define
(pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan),
Disseminate (penyebaran). Proses dan hasil pengembangan perangkat
tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Pendefinisian (Define)
a. Analisis Awal-Akhir
Analisis awal-akhir dilakukan untuk menetapkan masalah
dasar yang menjadi latar belakang perlu tidaknya dikembangkan
pembelajaran matematika. Pada langkah ini, peneliti mengamati
permasalah-permasalahn yang muncul dalam pembelajaran
matematika dikelas VIII. Permasalahan tersebut antara lain, (1)
pembelajaran di dalam kelas belum cukup mencapai tujuan
pembelajaran sesuai tuntutan Kurikulum 2013; (2) rendahnya
aktivitas siswa dalam pembelajaran Matematika; (3) Sebagian guru
belum mengembangkan perangkat pembelajaran dan pendukungnya
secara mandiri sesu kurikulum 2013; (4) Siswa mengalami kesulitan
dalam menterjemahkan soal konseptual ke model matematika dan
penyelesaiannya. Permasalaan-permasalahan tersebut perlu
ditindaklanjuti dan dicari solusinya. Oleh karena itu guru diharapkan
dapat memilih model pembelajaran yang tepat sesuai demi
tercapainya tujuan pembelajaran Model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik dapat digunakan sebagai

77
78

salah satu alternatif pembelajaran aktif sehngga siswa dapat terlibat


secara optimal.
Perangkat pembelajaran yang tersedia belum mengarakan pada
aktivitas pembelajaran dengan pendektan saintifik, misalnya
pengunaan LKS. LKS yang diperoleh cenderung hanya berisi latihan
soal-soal yang belum mencerminkan pembelajaran bermakna.
Permasalahan-permasalahan tersebut perlu ditindaklanjuti dan dicari
alternatif solusinya. Berdasarkan permasalahan yang didapat peneliti
tertarik untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika
model penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik pada
materi perbandingan.
b. Analisis Siswa
Analisis siswa merupakan telaah karakteristik siswa yang
sesuai dengan rancangan pengembangan perangkat pembelajaran
yaitu siswa kelas VIII SMP. Karakteristik yang dimaksud meliputi
kemampuan akademik siswa , Usia, dan tingkat Adversity Quotient
siswa.
1) Kemampuan akademik siswa SMP Negeri 1 Karangmalang dan
SMP Negeri 2 Karangmalang rata-rata berkemampuan
menengah bawah, tetapi dalam satu kelas kemampuan
akademik siswa cenderung homogen.
2) Usia siswa kelas VIII ini berkisar anatara 13-14 tahun. Menurut
tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan piaget,
mereka masuk pada tahap formal. Pada tahap ini siswa sudah
mulai bisa menerima konsep abstrak tetapi dalam
memahaminya harus dengan hal-hal yang konkret.
3) Berdasarkan segi keaktifan, diperoleh informasi bahwa siswa
kelas VIII di SMP Negeri 1 Karangmalang dan SMP Negeri 2
Karangmalang kurang aktif pada saat proses pembelajaran
Matematika karena Matematika masih dianggap sebagai
momok dan pembelajaran tidak menarik.
79

4) Berdasarkan tingkat kecerdasan, Setiapa siswa memiliki tingkat


kecerdasan yang berbeda-beda dalam mempelajari sesuatu.
Oleh karena itu, guru perlu mendesain pembelajaran yang lebih
menarik agar setiap siswa merasa dihargai didalam proses
pembelajaran.
c. Analisis Materi
Analisis materi ajar dilakukan dengan mengidentifikasi bagian-
bagian utama materi yang akan dipelajari siswa dan ketrampilan
utama apa yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti
pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013. Dan diperoleh hasil
bahwa materi perbandingan merupakan bagian dari materi yang
dipelajari di kelas VIII dengan sub materi: 1) perbandingan; 2)
perbandingan senilai; 3) perbandingan berbalik nilai; 4) gambar
skala; 4) perbandingan dan skala.
d. Analisis Tugas
Analisis tugas bertujuan untuk mengidenifikasi tugas-tugas
maupun ketrampilan-ketrampilan utama yang harus dimiliki siswa.
Berdasarkan analisis materi, tugas-tugas yang dapat dikerjakan oleh
siswa sebagai berikut:
1) Menyelesaikan masalah perbandingan
2) Menyelesaikan masalah perbandingan senilai
3) Menyelesaikan masalah perbandingan berbalik nilai
4) Menyelesaikan masalah gambar skala
5) Menyelesaikan masalah perbandingan dan skala
e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan analisis materi dan analisis tugas, dapat
dijabarkan tujuan pembelajaran pada materi perbandingan.
Penentuan tujuan pembelajaran juga harus memperhatikan
kurikulum yang dipakai sebagai acuan dan indikator kemampuan
menyelesaikan masalah. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
yaitu siswa diharapkan dapat:
80

1) Memahamami masalah perbandingan


2) Menentukan masalah perbandingan senilai
3) Menentukan masalah perbandingan berbalik nilai
4) Menentukan masalah gambar skala
5) Menentukan masalah perbandingan dan skala
2. Tahap Perancangan (Design)
a. Pemilihan Alat/ Media
Media pembelajaran memiliki peran penting terhadap proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis awal-akhir dan lingkungan
yang dipilih LKS sebagai media pembelajaran. LKS diharapkan
dapat memfasilitasi siswa secara aktif dengan cara berdiskusi
kelompok untuk menyelesaikan soal-soal pada materi perbandingan.
Media umum yang digunakan adalah papan tulis dan alat tulisnya.
b. Pemilihan Format
Format pengembangan perangkat pembelajaran ini meliputi
penilaian format mendesain isi, pemilihan strategi dan sumber
pembelajaran. Didalam pengembangan perangkat pembelajaran
pada sub pokok bahasan perbandingan meliputi (1) Identitas
sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi
waktu; (3)KI, KD, dan indikator pencapaian kompetensi; (4) materi
pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; (7)
media/alat, baan, dan sumber belajar. Kegiatan ini menggunakan
sintaks model pembeljaran penemuan terbimbing dan langka 5M
pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan karakteristik siswa.
LKS disusun untuk memfasilitasi siswa bekerja secara
kolaboratif untuk menyelesaikan soal-soal pada materi
perbandingan dan format yang dipilih disesuaikan dengan
pendekatan saintifik. Siswa mengisi LKS pada tempat yang sudah
disediakan berupa kolom-kolom untuk membimbing cara berfikir
dan mengiring kepada langkah-langkah penyelesaian soal.
81

Seadangkan tes hasil belajar disusun berdasarkan analisis


materi, KI, KD, dan indikator. Tes yang dimaksud adala tes hasil
belajar matematika berdasarkan pokok bahasan perbandingan. Tes
hasil belajar matematika berbentuk soal objektif. Sebelummya soal
digunakan, terlebih dahulu diujicobakan pada kelas uji oba tes
kemudian dianalisis untuk memperoleh butir soal yang baik.
c. Perancangan Awal
Perancangan awal perangkat pembelajaran terdiri dari
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS), Tes Hasil Belajar (THB). Pada tahap ini perangakat
pembelajaran dirancang sesuai dengan pembelajaran model
penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifk pada materi
perbandingan. RPP dibuat sebanyak 5 kali pertemuan, tiap
pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit.
LKS disusun berdasarkan langkah-langkah pembelajaran
model penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik. Format
dan isi LKS disesuaikan dengan taraf berpikir siswa. Dan bahasa
yang digunakan juga dibuat sederhana dengaan harapan siswa
mudah memahami maksud yang disampaikan. LKS disusun
sebanyak 5 kali pertemuan.
Tes hasil belajar dalam penelitian ini disusun berdasarkan
materi, KI, KD, dan indikator. Tes berbentuk soal obyektif dengan
25 soal. Penyusunan tes hasil belajar melalui penyusunan kisi-kisi
yang disesuaikan dengan menyusunan butr soal dan rubik
penskoran.
Hasil perancangan pengembangan perangkat pembelajaran
yang dihasilkan pada tahap ini disebut draft I. Selanjutnya, draft I
akan divalidasi oleh validator. Sebelum dilkasanakan validasi
perangkat pembelajaran, dibuat instrumen lembar validasi lebih
dahulu. Lembar validasi yang dirancang meliputi lembar validasi
RPP, lembar validasi LKS, lembar validasi tes hasil belajar.
82

Instrumen penelitian lain yang dibuat adala lembar obeservasi


keaktifan siswa, lembar angket respon siswa, lembar angket respon
guru, lembar observasi keterlaksanaan RPP dalam pembelajaran.
3. Tahap Pengembangan (Develop)
Setelah Draf I (LKS, RPP, dan THB) terbentuk, dilanjutkan pada
tahap pengembangan yaitu penyempurnaan Draft I. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah penilaian (validasi) ahli untuk draf I oleh ahli
pendidikan matematika. Dan hasil revisi Draf I menghasilkan Draft II.
a. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran
Setelah Draft I (LKS, RPP, dan THB) terbentuk, dilanjutkan
pada tahap pengembangan yaitu penyempurnaan Draft I. Langkah-
langkah yang dilakukan adalah penilaian (validasi) ahli untuk Draft
I oleh ahli pendidikan matematika. Hasil validasi ini digunakan
sebagai dasar untuk melakukan revisi dan penyempurnaan
perangkat pembelajaran yang dikembangakan sebelum
diujicobakan.
1) Validator
Validator yang melakukan validasi teradap perangkat
pembelajaran terdiri dari 3 orang yaitu, (1) Ikhsan Dwi Setyono,
M.Pd selaku dosen program studi pendidika Matematika di
Universitas Muammadiyah Surakarta, (2) Suci Juniarto, M.Pd
selaku dosen program studi pendidika Matematika di
Universitas Muammadiyah Surakarta, (3) Dimas Adila Putra,
M.Cs selaku dosen program studi pendidika Matematika di
Universitas Muammadiyah Surakarta.
2) Hasil Validasi dan Revsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Penilaian dilakukan oleh vaidator meliputi indikator format, isi,
dan bahasa rencana pelaksanaan pembelajaran. Revisi
dilakuakn peneliti dengan mengacu pada koreksi, saran, kritik
oleh ketiga validator.
83

a) Hasil validasi Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP)


Hasil penilaian validasi dari validator untuk setiap
komponen adalah cukup baik, baik dan sangat baik. Dan untuk
penilaian yang kurang pada aspek-aspek tertentu seperti pada:
1)sistem penomoran; 2) kesesuaian alokasi waktu; 3) tata
bahasa maka dilakukan perbaikan yang sesuai sehingga RPP
tersebut layak digunakan sebagai prangkat pembelajaran.
Ketiga validator menyimpulkan bahwa RPP dapat digunakan
dengan sedikit revisi. Dengan demikian, RPP direvisi
berdasarkan saran validator.
b) Revisi RPP berdasarkan validasi
Koreksi, saran, dan kriktik dari penilaian validator
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
revisi dan penyempurnaan untuk RPP perbaikan tulisan sesuai
dengan koreksi validator sebagai berikut.
Tabel 4.1 Hasil perbaikan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran

Bagian yang
No Sebelum direvisi Setelah direvisi
direvisi

1 Langkah- a. Kurang begitu jelas a. Alur pembelajaran sudah


langkah menggunakan garis besar diuraikan secara spesifikasi
pembelajaran alur pembelajarannya dalam kegiatan pembelajaran
b. Pembagian materi disetiap
b. Perlu diperjelas tentang pertemuan sudah diperbaiki
pembagian materi disetiap
pertemuan

2 Alokasi Alokasi waktu tidak tersusun Alokasi waktu sudah diperbaiki


waktu rapi

3. Tata Bahasa Ada penulisan kata ejaan Penulisan ejaan dalam kalimat
84

dalam kalimat masih ada salah sudah diperbaiki.

3) Hasil validasi dan revisi Lembar Kerja Siswa (LKS)


Hasil validasi serta perbaikan LKS sebagai berikut:
a) Hasil validasi lembar kerja siswa
Hasil penilaian validasi dari validator untuk setiap
komponen adalah cukup baik, baik dan sangat baik. Dan untuk
penilaian yang kurang pada aspek-aspek tertentu seperti pada:
1)contoh permasalahan yang kurang terstruktur belum sesuai
kepada model pembelajaran; 2) isi belum mengacu pada model
pembelajaran; 3)kesederhanaan dalam penggunaan bahasa
maka dilakukan perbaikan yang sesuai sehingga LKS tersebut
layak digunakan sebagai prangkat pembelajaran. Ketiga
validator menyimpulkan bahwa LKS dapat digunakan dengan
sedikit revisi. Dengan demikian, LKS direvisi berdasarkan
saran validator.

b) Revisi LKS dari hasil validasi


Koreksi, saran, dan kriktik dari penilaian validator
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
revisi dan penyempurnaan untuk LKS, perbaikan tulisan sesuai
dengan koreksi validator sebagai berikut.Hasil revisi pada LKS
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
85

4.2. Hasil perbaikan pada LKS

Yang di revisi Sebelum Revisi Sesudah Revisi

Format Penyusunan LKS kurang Penyusunan LKS lebih


terstruktur dan belum terstruktur dan sudah
mencerminkan langka- mencerminkan langka-
langkah penemuan langkah penemuan
terbimbing dengan terbimbing dengan
pendekatan saintifik pendekatan saintifik

Isi Belum ada kegiatan yang Sudah ada kegiatan yang


mengacu pada penemuan mengacu pada penemuan
terbimbing dengan terbimbing dengan
pendekatan saintifik pendekatan saintifik.

Bahasa Ada beberapa penulisan Ejaan dan Kalimat dalam


yang masih salah dan LKS sudah diperbaiki
kalimat yang dipakai terlalu sehingga mudah untuk
rumit dipahami siswa

4) Hasil validasi buku Ajar


a) Hasil validasi buku Ajar
Penilaian yang dilakuakn validator terhadap buku ajar
meliputi format, isi, bahasa, dan ilustrasi. Rekapitulai hasil
validasi diperoleh bahwa penilaian dari validator untuk
setiap komponen adalah cukup baik, baik dan sangat baik.
Dan untuk penilaian yang kurang pada aspek-aspek tertentu
seperti pada: 1) daya tarik dan sistem penomoran;
2)kesederhanaan dalam penggunaan kalimat maka
dilakukan perbaikan yang sesuai sehingga LKS tersebut
86

layak digunakan sebagai prangkat pembelajaran. Ketiga


validator menyimpulkan bahwa LKS dapat digunakan
dengan sedikit revisi. Dengan demikian, LKS direvisi
berdasarkan saran validator.
b) Revisi buku Ajar
Koreksi, saran, dan kriktik dari penilaian validator
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
revisi dan penyempurnaan untuk buku ajar, perbaikan tulisan
sesuai dengan koreksi validator sebagai berikut.
4.3. Hasil Perbaikan Buku Ajar

Yang di revisi Sebelum Revisi Sesudah Revisi

Format a. Penyususnan Buku ajar a. Penyusunan LKS sudah


kurang menarik , diperbaiki sehingga
ditambah sedikit gambar lebih menarik
atau ilustrasi
b. Penataan penomoran b. Penataan penomoran
pada buku harus jelas, sudah diperbaiki
sehingga mudah sehingga muda
dipahami siswa dipahami sisiwa

Bahasa Ada beberapa penulisan Ejaan dan Kalimat dalam


yang masih salah dan buku ajar sudah diperbaiki
kalimat yang dipakai terlalu sehingga mudah untuk
rumit dipahami siswa

5) Revisi Tes Hasil Belajar Berdasarkan Hasil Validasi


Penilaian yang dilakukan terhadap tes hasil pada
indikator-indikator yang termuat dalam lembar validasi THB,
hasil penilaian secara umum baik/ sesuai kriteria melalui
tahapan revisi. Pada indikator soal perlu adanya revisi pada
87

penulisannya dan selanjutnya peneliti menganalisa butir soal


melalui uji validitas, reabilitas, dan daya pembeda dari
instrumen soal yang dikembangkan.
6) Revisi lembar Observasi
Lembar obesrvasi yang digunakan adalah lembar
observasi keterlaksanaan RPP dan aktivitas siswa. Lembar
onservasi keterlaksanaan RPP digunkan untuk mengamati
keterlaksanaan langkah-langkah RPP selama pembelajaran
berlangsung. Sedangkan lembar observasi aktivitas siswa
adalah untuk memperoleh data aktivitas sisa selama
pembelajaran. Penilaian yang dilakukan pada indikator-
indikator yang termuat dalam lembar validasi dan hasil
penilaian secara umum baik/ sesuai kriteria melalui tahapan
revisi.
b. Focus Group Discussion (FGD)
Peserta FGD ialah guru matematika, dan peneliti sebagai
notulen. Dalam FGD disampaikan beberapa revisian dari validator.
Dalam proses penyampaian muncul beberapa saran terkait revisian
hasil dari validator yang nantinya akan d laksanakan d sekolah.
Beberapa rangkuman yang menjadi saran ialah :
1) Keterlaksanaan dalam pembelajaran memiliki keterbatasan
waktu, sehingga dalam pemilihan materi harus tepat.
2) Pembagian waktu harus tepat dan ketat
3) Pengelompokan siswa harus heterogen
4) Dalam menanggapi kelompok lain sebaiknya tidak hanya
menanggapi saja, tetapi memaparkan solusinya menurut
kelompok lain
5) Model pembelajaran baik digunakan tapi dibutuhkan konsetrasi
tinggi dari siswa agar tetap fokus dalam berdiskusi. Guru juga
harus menyiapkan energi agar pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar
88

6) Model pembelajaran yang dipaparkan bisa meningkatkan


kualitas hasil belajar siswa. Namun perlu waktu dan proses
panjang agar siswa terlatih aktif bukan siswa pasif.
Dari hasil FGD yang sudah diselenggarakan, model
pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan pendekatan Saintifik
mendapat tanggapan positif dari peserta FGD. Ada beberapa langkah
yang harus diperbaiki agar pelaksanaan pembelajaran dapat terarah
dan efektif. Hasil FGD berupa koreksi dan saran digunaka sebagai
dasar untuk melakukan revisi terhadap model pembelajaran.
c. Hasil uji coba tes hasil belajar
Uji coba tes hasil belajar bertujuan untuk mendapatkan
validitas dan reabilitas item soal. Indikator tersebut akan menentukan
apakah tes hasil belajar yang telah dikembangkan., masih perlu
dilakuakn revisi atau tidak. Hasil analisis daya beda, tingkat
kesukaran, dan reabilitas tes adalah sebagai berikut.
1) Daya Pembeda
Tes prestasi yang diujicobakan terdiri dari 25 butir soal
obyektif. Setelah dilakukan perhitungan daya pembeda dengan
rumus korelasi produk momen diperoleh 20 soal yang daya
pembedanya baik, yaitu dengan nilai rxy > 0,3. Sedangkan 5 soal
yang daya pembedanya tidak berfungsi dengan baik adalah nomor
2, 3, 9, 13, dan 25 karena nilai rxy dari 5 soal tersebut kurang dari
0,3.
2) Tingkat Kesukaran
Berdasarkan perhitungan tingkat kesukaran pada
instrumen tes prestasi belajar matematika pada 25 soal yang
diujicoba, terdapat 4 butir soal (nomor 2, 3, 9, dan 13) termasuk
kategori mudah dan sisanya 21 soal termasuk kategori tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah, yaitu sedang.
89

3) Reliabilitas Tes
Hasil uji coba instrumen pada tes prestasi belajar
matematika dalam penelitian ini yang telah melalui tahap validitas
isi, uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda, terdapat 20 butir
soal yang memenuhi kriteria, dengan demikian butir soal yang
tidak dipakai untuk penelitian sebanyak 5 soal yaitu nomor 2, 3,
9, 13, dan 25. Jadi instrumen tes prestasi yang digunakan adalah
butir soal nomor: 1, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23 dan 24.
20 butir soal yang memenuhi kriteria tersebut,
mendapatkan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus KR-20
yang diperoleh indeks reliabilitas (r11) sebesar 0,897. Karena r11 =
0,804 > 0,7, maka instrumen tes tersebut reliabel.
d. Hasil uji coba tes Adversity Quotient (AQ)
1) Validitas Isi Angket
Validitas isi angket Adversity Quontient siswa dilakukan
oleh tiga orang yaitu: Ella Ardani,S.Psi sebagai HRD, Tiara
Cendekiawan, S.Psi sebagai HRD dan Metta Paramitha, S.Psi
sebagai dosen STIPER. Dari hasil validasi oleh validator
diperoleh bahwa instrumen uji coba angket telah sesuai dengan
kriteria penelaahan butir soal dengan beberapa perbaikan dalam
segi penggunaan bahasa sehingga pertanyaan lebih jelas dan tidak
mempunyai persepsi yang ganda.
2) Konsistensi Internal Angket
Angket yang diujicobakan dalam penelitian ini terdiri dari

40 butir. Butir angket dikatakan konsisten jika


rxy ≥ 0,3 dan jika

rxy < 0,3 maka dikatakan tidak konsisten dan harus direvisi atau
dibuang. Berdasarkan hasil uji coba dari 40 butir angket didapat

32 butir yang nilai


rxy ≥ 0,3, hal ini menunjukkan bahwa 8 item
90

butir angket tidak konsisten yaitu untuk item soal nomor 2, 10,

r
12, 17, 18, 26, 32 dan 39 mempunyai nilai xy < 0,3 sehingga
kedelapan item butir angket tersebut dianggap tidak baik. Dengan
demikian, dari 40 butir angket yang ada, hanya 32 butir saja yang
dapat digunakan untuk penelitian.
3) Reliabilitas Angket
32 butir soal yang memenuhi kriteria tersebut, mendapatkan
uji reliabilitas dengan rumus KR-20 diperoleh reliabilitas angket
Adversity Quontient r11 = 0,861, karena nilai r11 > 0,70 maka
angket dinyatakan reliable.
e. Analisis Data kepraktisan Perangkat Pembelajaran
1) Hasil Observasi keterlaksanaan RPP
Obesrvasi keterlaksanaan RPP dalam pembelajaran
dilakukan untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan RPP dalam
pembelajaran. Observasi dilakukan selama proses
pembelajaran oleh dua orang pengamat yang berasal dari guru
matematika dan teman sejawat. Dan hasil dari rekapitulasi
keterlaksanaan RPP menunjukkan hasil yang baik dengan
prosentase 82%, oleh karena itu perangkat pembelajaran tidak
direvisi.
2) Hasil Observasi aktivitas siswa
Data aktivitas siswa diperoleh dari observasi selama
proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen lembar
observasi aktivitas siswa. Berdasarkan hasil observasi aktivitas
siswa menunjukkan prosentase 85% yang berarti yang sangat
baik. Observasi dilakukan oleh dua orang pengamat terhadap
aktivitas siswa selama proses pembelajaran dari pertemuan
awal sampai akhir.
3) Hasil angket respon siswa
91

Angket respon siswa digunakan untuk uji kepraktisan


model pembelajaran. Dari angket respon siswa yang di isi
oleh 63 siswa diperoleh hasil bahwa respon siswa terhadap
semua aspek pada angket di atas 80%. Hal ini berarti setiap
aspek direspon positif oleh siswa sehingga perangkat
pembelajaran tidak mengalami revisi berdasarkan respon
siswa. Dapat disimpulkan bahwa respon siswa sebagai
berikut:
a) Siswa nyaman belajar sambil berdiskusi
b) Siswa senang mengikuti pelajaran berbasis penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik
c) Pembelajaran ini membuat siswa berani menyampaikan
pendapat dan berani tampil didepan kelas untuk presentasi.

B. Deskripsi Hasil Uji Keefektifitas

1. Data Kemampuan Awal siswa


Deskripsis data yang disajikan untuk keperluan uji efektifitas
model, sebelum uji efektivitas model, terlebih dahulu dilakukan uji
keseimbangan kemampuan awal siswa. Uji keseimbangan dilakukan
antara kelas yang diterapkan model penemuan terbimbing dengan
pendekatan saintifik dan kelas yang diterapkan model pembelajaran
langsung. Data yang digunakan untuk uji keseimbangan adalah nilai
raport siswa, yang deskripsi statistiknya seperti pada Tabel 4.8
berikut:

Tabel 4.4. Deskripsi Statistik Kemampuan Awal

Kelas Jumlah siswa Rerata Standar


Deviasi
Eksperimen 63 61 17,63
Kontrol 61 56,2 17,29
92

Sebelum diuji keseimbangan, terlebih dahulu dilakukan uji


prasyarat normalitas dan homogenitas

a) Uji Normalitas
Hasil dari uji normalitas kemampuan awal kelas model
pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik
dan kelas model pembelajaran langsung disajikan dalam tabel
berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Nilai Awal

Uji Normalitas Lhitung L0,05;n Keputusan Kesimpulan


Eksperimen 0,07 0,11 Ho diterima Normal

Kontrol 0,08 0,11 Ho diterima Normal

Berdasarkan tabel diatas, hasil uji normalitas kemampuan


awal kelas eksperimen diperoleh Lobs sebesar 0,07, sedangkan

daerah kritis DK = { L|L> L0 ,05 ; n = 0 , 112 } pada tingkat

signifikansi α=5 % sehingga Lobs berada di luar daerah kritis


maka H0 diterima. Disimpulkan bahwa kelas eksperimen berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas kemampuan awal kelas kontrol diperoleh

Lobs sebesar 0,07, sedangkan DK = { L|L> L0 ,05 ; n = 0 , 113 } pada

tingkat signifikansi α=5 % sehingga Lobs berada di luar daerah


kritis maka H0 diterima. Disimpulkan bahwa kelas kontrol berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
b) Uji Homogenitas
Selain uji normalitas, dilakukan juga uji homogenitas
kemampuan awal. Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji
93

Bartlett pada tingkat signifikansi  sebesar 5%. Hasil dari uji


homogenitas kemampuan awal kelas model pembelajaran
penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik dan kelas model
pembelajaran langsung disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal


Sampel k χ2 obs χ2 0,05;1 Keputusan Kesimpulan
Kelompok 2 0,02 3,841 H0 diterima Homogen

Berdasarkan perhitungan uji homogenitas diperoleh  obs =


2

2
0,02 sedangkan daerah kritis DK= { χ |χ > χ
2 2 0 , 05 ; k−1
= 3 , 841 } .

Pada tingkat signifikansi  sebesar 5% terlihat  obs berada di luar


2

daerah kritis maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa


variansi kedua populasi sama (homogen).
c) Uji Keseimbangan
Hasil uji keseimbangan dengan menggunakan uji t pada
tingkat signifikansi = 0,05 diperoleh tobs = 1,5 sedangkan daerah
kritisnya adalah DK ={t | t > 1,980 atau t < -1,980} sehingga tobs
terletak diluar daerah kritik, maka H0 diterima. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kelas penemuan terbimbing dengan pendekatan
saintifik dan kelas pembelajaran langsung mempunyai kemampuan
awal yang sama.
2. Data Adversity Quontient Siswa
Data Adversity Quontient siswa diperoleh dari angket tentang
Adversity Quontient, selanjutnya data tersebut dibagi menjadi tiga
kategori berdasarkan hasil skor yaitu Adversity Quontient Climbers
(tinggi), Adversity Quontient Quiters Campers (sedang) dan Adversity
Quontient Quiters (rendah). Berdasarkan perolehan data, pada kelas
94

eksperimen dan kelas kontrol didapatkan pengelompokkan siswa


kategori Adversity Quontient disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.7. Deskripsi Data Adversity Quontient


Kategori Adversity Quontient Jumlah
Pembelajaran
Climbers Campers Quiters
Penemuan terbimbing
21 27 15 63
dengan pendekatan saintifik
Pembelajaran langsung 20 26 15 61
Jumlah 42 53 30

3. Data Prestasi Belajar siswa


Data prestasi belajar matematika diperoleh dari hasil tes prestasi
belajar matematika pokok bahasan perbandingan. Tes prestasi belajar
diberikan setelah dilakukan pembelajaran pada kelas eksperimen
(penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik) dan kelas kontrol
(pembelajaran langsung). Adapun rata-rata prestasi belajar
matematika berdasarkan kelompok pembelajaran dan tingkatan
Adversity Quontient siswa adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika

Model Adversity Quontient Siswa Rataan


Pembelajaran Climbers Campers Quiters Marginal

Kontrol 71 64,23 67,33 67,21

Eksperimen 80 72,96 63,33 73,02


Rataan Marginal 75,61 68,68 65,33

a) Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data variabel
terikat yaitu prestasi belajar matematika berasal dari populasi
95

normal atau tidak. Uji normalitas prestasi belajar dalam penelitian


ini meliputi:
(1) kelompok siswa dengan model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik (a1)
(2) kelompok siswa dengan model pembelajaran langsung (a2)
(3) kelompok siswa yang memiliki Adversity Quontient Climbers
(b1)
(4) kelompok siswa yang memiliki Adversity Quontient Campers
(b2)
(5) kelompok siswa yang memiliki Adversity Quontient Quiters
(b3)
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Lilliefors pada tingkat signifikansi 5%. Rangkuman uji
normalitas dapat dilihat pada table 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.9. Rangkuman Uji Normalitas Prestasi Belajar


Matematika
Uji
Lobs N L0,05;n Keputusan Kesimpulan
Normalitas
α1 0,087 61 0,119 H0 diterima Normal
α2 0,072 63 0,112 H0 diterima Normal
b1 0,079 41 0,138 H0 diterima Normal
b2 0,087 53 0,122 H0 diterima Normal
b3 0,082 30 0,161 H0 diterima Normal

Berdasarkan tabel di atas untuk masing-masing sampel

dengan daerah kritis uji ini DK= { L|L> L0 ,05 ; n } maka Lobs ∉

DK yang berarti diperoleh


Lobs berada di luar daerah kritis maka
hipotesis nol diterima. Disimpulkan masing-masing sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
(a) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah
sampel berasal dari populasi mempunyai variansi sama. Uji
96

homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji


Bartlett. Dalam penelitian ini dilakukan dua kali uji
homogenitas, yaitu uji homogenitas data prestasi ditinjau dari
model pembelajaran dan uji homogenitas data prestasi ditinjau
dari Adversity Quontient. Berikut ini merupakan hasil
perhitungan uji homogenitas pada tingkat signifikansi α =0,05
yang dirangkum pada table 4.7.

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Belajar Matematika


Populasi Siswa χ2 obs χ2 0,05;k-1 Keputusan Kesimpulan
Model Pembelajaran 0,179 3,841 H0 diterima Homogen
Adversity Quontient 0,681 5,991 H0 diterima Homogen

Hasil perhitungan uji homogenitas memperlihatkan


2
nilai 2obs dan daerah kritis uji ini DK= { χ |χ 2 2
> χ 0 , 05 ; k−1
} ,
sehingga2obs berada di luar daerah kritis maka hipotesis nol
diterima, berarti bahwa variansi-variansi dari populasi yang
diberi perlakuan model pembelajaran dan variansi-variansi
adversity quontient siswa adalah sama atau homogen.
4. Hasil pengujian Hipotesis
a. Analisis Variansi Dua Sel Tak Sama
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan sel tak sama
dengan tingkat signifikansi 0,05 disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.11. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan


Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs F Keputusan
Model Pembelajaran (A) 615,34 1 615,34 3,967 3,921 H0A ditolak
Adversity Quontient (B) 2110,15 2 1055,07 6,802 3,073 H0B ditolak
Interaksi (AB) 1080,69 2 540,35 3,483 3,073 H0AB ditolak
Galat (G) 18304,24 118 155,12    
Total(T) 22110,44 123      
Penjelasan dari Tabel 4.11 adalah sebagai berikut:
97

1) Pada efek baris A (model pembelajaran), statistik pada uji Fα = 3,967


dengan daerah kritis untuk Fα adalah DK ={F |F> F 0,05 ;1 ;118 }=
{F |F>3,921 }. Karena nilai F α berada pada daerah kritis, akibatnya
H0A ditolak. Ini berarti pada tingkat signifikansi  = 0,05
pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dengan
pendekatan saintifik lebih efektif untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa dibanding dengan model pembelajaran langsung pada
pokok bahasan perbandingan. Ditunjukkan bahwa model
pembelajaran terbimbing dengan saintifik lebih efektif dapat dilihat
dari tabel 4.5 bahwa model penemuan terbimbing dengan saintifik
memiliki rerata marginal sebesar 73,02 yang lebih baik dari pada
rerata marginal pembelajaran langsung yang hanya sebesar 67,21.
2) Pada efek kolom B (Adversity Quontient), statistik uji Fβ = 6,802
dengan DK ={F |F> F 0,05 ;2 ;118 }= {F |F>3,073. Karena nilai F β
berada pada daerah kritis, akibatnya H0B ditolak. Ini berarti pada
tingkat signifikansi  = 0,05, terdapat perbedaan pengaruh pada
kategori Adversity Quontient terhadap prestasi belajar pada pokok
bahasan perbandingan
3) Pada efek interaksi AB (model pembelajaran dan Adversity
Quontient), statistik uji Fαβ= 3,483 dengan daerah kritis untuk F αβ

adalah DK ={F |F> F 0,05 ;2 ;118 }={ F|F >3,073} . Karena F αβ berada
pada daerah kritis, maka H0AB ditolak. Ini berarti pada tingkat
signifikan  = 0,05 terdapat interaksi antara model pembelajaran
dan Adversity Quontient terhadap prestasi belajar matematika
siswa pada pokok bahasan perbandingan.
b. Uji Lanjut Pasca Anava
Dari rangkuman analisis variansi tiga jalan dengan sel tak
sama di atas telah diperoleh bahwa :
1) H0A ditolak, maka tidak perlu dilakukan uji komparasi ganda
karena hanya dua kategori.
98

Tabel 4.12. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika

Adversity Quontient Siswa Rataan


Model Pembelajaran
Climbers Campers Quiters Marginal
Penemuan terbimbing
dengan pendekatan 80 72,96 63,33 73,02
saintifik
Pembelajaran
71 64,23 67,33 67,21
Langsung
Rataan Marginal 75,61 68,68 65,33

Dilihat dari data rerata di atas pembelajaran dengan


model pembelajaran penemuan terbimbing adalah 67,21 dan
rerata pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik adalah 73,02.
Pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik mempunyai rerata
lebih tinggi sehingga pembelajaran dengan model
pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan
saintifik lebih baik dari pembelajaran dengan model
pembelajaran langsung.
2) H0B ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi ganda
Dari analisis variansi diketahui bahwa H0B ditolak,
berarti tidak semua Adversity Quontient (quiters, campers dan
climbers) memberikan efek yang sama terhadap prestasi
belajar. Pasti paling sedikit ada dua rataan yang tidak sama,
maka komparasi ganda harus dilakukan untuk melihat
manakah yang secara signifikan mempunyai rataan yang
berbeda.
99

Tabel 4.13. Rangkuman Hasil Komparasi Rataan antar


Kolom

H0 Fobs 2F0,05;2,118 Keputusan uji


.B1 = .B2 7,158 6,146 H0 ditolak
.B1 = .B3 11,794 6,146 H0 ditolak

.B2 = .B3 1,383 6,146 H0 diterima

Dari tabel 4.13 di atas dapat buat kesimpulan bahwa:


1) H0 ditolak, karena FB12 > 2F0,05;2;118 yaitu 7,158 > 6,146. Hal ini
berarti terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang memiliki
Adversity Quontient climbers dengan Adversity Quontient
campers, untuk mengetahui siswa dengan kategori Adversity
Quontient mana yang mempunyai prestasi belajar matematika
lebih baik dapat dilihat pada Tabel 4.8. Berdasarkan Tabel 4.8
dapat diketahui bahwa rerata marginal siswa dengan Adversity
Quontient climbers sebesar 75,61 dan rerata marginal siswa
dengan Adversity Quontient campers adalah 68,68. Jadi dapat
diartikan bahwa siswa dengan Adversity Quontient climbers
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada
siswa dengan Adversity Quontient campers.
2) H0 ditolak, karena FB13 > 2F0,05;2;118 yaitu 11,794 > 6,146. Ini
berarti siswa yang memiliki Adversity Quontient climbers
terhadap prestasi belajar matematika berbeda dengan siswa yang
memiliki Adversity Quontient quiters. Siswa dengan kategori
Adversity Quontient mana yang mempunyai prestasi belajar
matematika lebih baik dapat dilihat pada Tabel 4.8. Berdasarkan
Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa rerata marginal siswa dengan
Adversity Quontient climbers sebesar 75,61, dan rerata marginal
100

siswa dengan Adversity Quontient quiters adalah 65,33. Ini berarti


Prestasi belajar siswa yang memiliki Adversity Quontient
climbers lebih baik dari prestasi belajar siswa yang memiliki
Adversity Quontient quiters.
3) H0 diterima, karena FB23 < 2F0,05;2;118 yaitu 1,383 < 6,146. Hal ini
berarti Prestasi belajar siswa yang memiliki Adversity Quontient
campers tidak lebih baik dari prestasi belajar siswa yang memiliki
Adversity Quontient quiters.

3) H0AB ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi ganda


Rangkuman uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’
disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.14. Rangkuman Hasil Komparasi Rataan antar Sel

H0
Fobs Ftabel Keputusan
11 = 12 3.3393 11.4558 H0 Diterima
11 = 13 0.7429 11.4558 H0 Diterima
12 = 13 0.5903 11.4558 H0 Diterima
21 = 22 3.7710 11.4558 H0 Diterima
21 = 23 15.6688 11.4558 H0 Ditolak
22 = 23 5.7644 11.4558 H0 Diterima
11 = 21 5.3491 11.4558 H0 Diterima
12 = 22 6.5109 11.4558 H0 Diterima
13 = 23 0.7736 11.4558 H0 Diterima

Dari tabel 4.14 di atas dapat buat kesimpulan bahwa:


Hampir semua H0 diterima, selain pada pembelajaran
penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik untuk Adversity
Quontient Siswa kategori Climbers dengan Quiters. Jika dilihat dari
tabel 4.8 rerata prestasi siswa dengan Adversity Quontient Siswa
kategori Climbers pada pembelajaran penemuan terbimbing dengan
pendekatan saintifik adalah 80 sedangkan rerata prestasi siswa dengan
Adversity Quontient Siswa kategori Quiters pada pembelajaran
101

penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik adalah 63,33.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pembelajaran penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik lebih cocok digunakan pada
siswa dengan Adversity Quontient Siswa kategori Climbers

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hasil Pengembangan Perangkat Pembelajaran Penemuan Terbimbing


dengan Pendekatan Saintifik
Proses dan hasil pngembangan perangkat pembelajaran model
penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik yang berorientasi pada AQ
siswa pada materi perbandingan yang akan dilakukan akan menghasilkan
perangkat pembelajaran yang valid. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar kegiatan Siswa (LKS), Materi Ajar dan Tes Hasil Belajar
(THB). Proses pengembangan perangkat dimulai bertahap hal-hal yang terkait
dengan pembelajaran yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan
rancangan awal yang disebut draf I. Setelah melaksanakan revisi hasil uji
validasi ahli sehingga diperoleh draf II. Dan selanjutnya dilakukan FGD untuk
mendiskusikan dan mendapatkan masukan-masukan untuk memperbaiki hasil
perangkat pembelajaran dari penilaian validator
Dalam pelaksanaan pembelajaran dibutuhkan RPP untuk
mendapatkan hasil yang ingin dicapai. RPP dikembangkan sesuai kebutuhan
dan karakteristik siswa, sekolah, dan mata pelajaran. diperole bahwa penilaian
dari validator untuk setiap komponen adalah cukup baik, baik dan sangat baik.
Sehingga RPP tersebut layak digunakan sebagai prangkat pembelajaran. RPP
yang dikembangkan memiliki karakteristik antara lain: (1) RPP
mencantumkan kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian
kompetensi yang jelas; (2) penyusunan RPP mengacu pada tuntutan
Kurikulum 2013 yang diterapkan di SMP; (3) memuat fase-fase model
102

pembelajaran Penemuan Terbimbing; (4) memuat komponen 5M yang


merupakan prinsip dari pendekatan saintifik; (5) mengarakan siswa untuk
memecahkan masalah melalui tahapan kegiatan pembelajaran dan media LKS
yang digunakan.
Aktifitas siswa dikelas eksperimen selama kegiatan diamati oleh dua
orang pengamat. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan
bahwa keaktifan siswa SMP Negeri 1 Karngangmalang menunjukkan 3.47 dan
termasuk kategori sangat baik. Sedangkan keaktifan siswa pada SMP Negeri 2
Karangmalang 3.52 dan termasuk pada kategori baik. Sedangkan data respon
siswa terhadap perangkat pembelajaran dikumpulkan menggunakan
instrument lembar angket respon siswa yang telah disediakan oleh peneliti.
Hasil respon siswa yang memberikan respon positif susana pembelajaran,
perangkat pembelajaran, dan cara guru mengajar lebih dari 80%. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan perangkat pembelajaran yang dikembangkan ini
memperoleh respon positif dari siswa. Pembelajaran dengan model penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik dapat membuat siswa dapat
memahami materi pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
menuntut siswa harus dapat menggunakan metode-metode ilmiah dan
membuat siswa lebi aktif sehingga penguasaan siswa terhadap materi yang
diberikan lebih optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fauziah dkk
(2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik
membuat siswa dapat menyampaikan pendapatnya dengan baik, siswa dapat
mengetahui seluruh jawaban permasalahan dari pembelajaran mandiri dan
pertukaran pengetahuan pada saat diskusi kelompok, siswa dapat berinteraksi
dengan baik antar siswa maupun guru dan siswa secara keseluruhan aktif
melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang secara keseluruhan
berpusat kepada sisswa.
Berdasarkan hasil analisis awal-akhir dan lingkungan dipilih LKS
sebagai media pembelajaran. Hasil validasi LKS menunjukkan bahwa
penilaian dari validator untuk setiap komponen adalah cukup baik, baik dan
sangat baik. Seingga LKS tersebut layak digunakan sebagai prangkat
103

pembelajaran. baik seingga dapat disimpulkan bahwa LKS dapat digunakan


dengan sedikit revisi. LKS merupakan salah satu alternative media
pembelajaran yang dapat digunakan. LKS disesuaikan dengan RPP
berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dan model pembelajaran
penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik. Format, ilustrasi, da nisi
LKS disesuaikan dengan taraf berpikir siswa seingga belajar lebih bermakna.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hudojo (2003:110) bahwa materi
pelajaran lebih dapat berinteraksi dengan siswa apabila materi itu sesuai
dengan pengembangan intelektual siswa dan cocok dengan srtuktur kognitif
yang dimiliki siswa sehingga materi tersebut bermakna.Untuk mengukur
kemampuan siswa dalam aspek pemecahan masalah digunakan tes hasil
belajar. Tes hasil belajar juga digunakan untuk melihat keberhasilan pada
kelas eksperimen pada materi perbandingan. Tes Hasil belajar yang digunakan
berupa pilian ganda.
Pembahasan hasil uji coba perangkat pembelajaran menunjukkan
bahwa perangkat pembelajaran yang di kembangkan praktis, dengan respon
siswa terhadap perangkat pembelajaran positif. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Rochmad (2012) bahwa kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa
pengguna (atau paka-pakar lainnya) memepertimbangkan intervensi dapat
digunakan dan disukai dalam kondisi normal. Perangkat pembelajaran praktis
karena keterlaksanaan pembelajaran baik dan respon siswa baik. Sejalan
dengan itu, hasil penelitian NI Wayan Dian (2014) juga menyimpulkan bahwa
perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik yang
dikembangakan memenuhi kriteria praktis.

2. Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Perangkat Pembelajaran


Matematika dengan Model Penemuan Terbimbing dengan Pendekatan
Saintifik
Pada penelitian menyatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa
yang dikenai model penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik lebih
baik dari pada siswa yang dikenai model pembelajaran langsung. Berdasarkan
104

hasil perhitungan analisis variansi dua jalan sel tak sama untuk Hasil
perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama untuk sumber
variansi model pembelajaran diperoleh nilai F a=3,967 dengan
DK ={ F|F >3 , 921 }. Hal ini berarti bahwa F a berada pada daerah kritis
sehingga H 0 A ditolak dan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan
saintifik dengan model pembelajaran langsung Namun perbedaan tersebut
belum terlihat secara signifikan, sehingga dilakukan uji lanjut pasca anava
yaitu uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’. Hasil dari uji komparasi
ganda dengan memperhatikan rerata marginal diperoleh, model pembelajaran
penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik memberikan prestasi
belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
Hasil penelitian ini yang sesuai dengan hipotesis yaitu model
pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik memberikan
prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada model pembelajaran
langsung. Hal ini disebabkan karena kegiatan pada model pembelajaran
penemuan terbimbingmembentuk kelompok 4-5 orang yang memiliki AQ
berbeda dan di dalam kelompok itu masing-masing siswa harus bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengerjakan masalah yang diberikan
guru, di dalam memecahkan masalah siswa saling berdiskusi dan bertukar
informasi dengan teman satu kelompoknya dengan arahan guru.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Akanmu, dkk
(2013) menunjukkan pembelajaran penemuan terbimbing yang diberikan oleh
siswa tidak ada perbedaan dalam peningkatan prestasi terhadap jenis kelamin.
Pembelajaran penemuan terbimbing lebih mempermudah siswa dalam
memahami materi daripada strategi pembelajaran yang tidak berubah dari hari
ke hari atau monoton.
Luzviminda, dkk (2015) menjelaskan pembelajaran penemuan
terbimbing yang bergrup lebih baik daripada pembelajaran tradisional bergrup.
Pembelajaran penemuan terbimbing memiliki pengaruh baik pada prestasi
105

siswa karena siswa mampu berobservasi, menduga dan mencari informasi


dengan bimbingan guru dan bersama-sama saling berkomunikasi dengan siswa
lainnya dalam grup yang dibentuk. Aspek sosial siswa juga menjadi semakin
baik karena mereka berani saling mengungkapkan pendapat tanpa adanya
penyudutan gagasan. Peneliti-peneliti dengan menggunakan pendekatan
saintifik dan relevansi dengan penelitian ini adalah Hajar (2017) menyatakan,
pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami
materi sehingga siswa mengalami kemajuan yang baik pada prestasi
belajarnya. Faktor peningkatan tersebut terlihat pada kemampuan siswa
melakukan observasi dan mengindetifikasi masalah sehingga siswa dapat
menggali informasi untuk mendapatkan jawaban yang tepat.

3. Hasil Prestasi Siswa pada pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan


Pendekatan Saintifik berdasarkan Adversity Quotient Siswa
Hipotesis ini adalah untuk mengetahui apakah pada masing-masing
model pembelajaran, siswa dengan kemampuan AQ climbers, AQ campers,
atau AQ quiters. Berdasarkan hasil anava dua jalan sel tak sama diperoleh
Fab = 3,483 < F0,05;2;118 = 3,073 sehingga brada didaerah kritik dengan H0
ditolak berarti ada interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat
Adversity Quontient terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
perbandingan. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan
bahwa model pembelajaran dengan Adversity Quontient saling berpengaruh.
bahwa AQ climber lebih baik dari AQ yang lain maka pada ini disimpulkan
bahwaa pembelajaran penemuan terbimbingn dengan pendekatan saintifik
mempengaruhi setiap tingkatan AQ yang dimiliki siswa dan dapat
ditunjukkan AQ climber yang dimiliki siswa lebih baik dari AQ camper dan
AQ quitter berdasarkan rerata marginal AQ climber sebesar 71 selanjutnya
AQ camper sebesar 64,23 dan AQ quitter sebesar 67,33 akan tetapi siswa
yang memiliki AQ Quitter lebih baik daripada AQ camper hal ini dipengeruhi
oleh beberapa factor yang mengakibatkan AQ camper tidak lebih baik dari
AQ quitter.
106

Faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu (1) AQ quitter meskipun


menyerah lebih awal namun ia berusaha mengerjakan tugas karena
termotivasi dari siswa-siswa lain yang begitu antusias sehingga ia berusah
bertanya dan mengerjakan sungguh-sungguh, ia meyakinkan diri bahwa ia
mampu mengerjakannya seperti yang lain, (2) sebagian siswa yang memilik
AQ quitter menyerah diawal karena ketika menghadapi permasalahan yang
semakin sulit ia tidak mengerjakan namun menginginkan hasil yang terbaik
maka dari itu ia menunggu hasil temannya yang dianggap mereka jauh lebih
baik darinya, (3) siswa yang memiliki AQ quitter paham apa yang sedang
dipelajari akan tetapi bingung untuk menyelesaikannya masalah yang
dihadapinya sehingga ia meminta bantuan temannya dengan cara menungguh
soluis yang tepat atau bertanya tetapi minta diarahkan terus menerus tanpa
usah sendiri.
Hal ini sejalan dengan Hema (2015) menerangkan, AQ dapat
membantu guru untuk memantau beberapa siswa yang memiliki AQ campers
dan AQ quiters sehingga guru juga bisa memotivasi dan melakukan
bimbingan yang terarah agar mereka dalam mengikuti ujian susulan/remidi
prestasi belajarnya meningkat. Sedangkan Cando (2014) menyatakan, AQ
dapat diprediksi dari mental diri seseorang dalam mencapai kesuksesan dan
meramalkan seseorang dalam mengendalikan diri pada suatu masalah yang
sangat sulit akan tetapi AQ tipe climber terjadi jika EQ seseorang baik
sehingga AQ bukanlah salah satu poin yang mempengaruhi keandalan
seseorang melainkan EQ mempunyai peran yang saling berhubungan dengan
AQ.
Berdasarkan hasil uji coba didapat bahwa AQ climber lebih baik
prestasinya dari AQ campers, AQ climbers lebih baik prestasinya dari pada
quiters, AQ campers tidak lebih baik prestasinya dari AQ quiters. Maka
dapat disimpulkan AQ climbers tetap lebih baik prestasinya dari AQ yang
lainnya. Sehinnga hipotesis diatas memiliki kesamaan salah satu peneliti
tentang AQ, yaitu Effendi (2015), menyatakan bahwa tingkatan Adversity
Quontient dengan potensi yang baik memiliki peran yang penting untuk
107

pelajar karena AQ mampu digunakan sebagi tolak ukur siswa dalam


menyusun strategi untuk memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dilihat
dari seberapa besar siswa merespon masalah yang dihadapinya dan
bagaiamana cara mencari informasi yang akurat tanpa menyerah agar
mendapatkan hasil yang memuaskan.

4. Hasil Prestasi Siswa pada masing-masing kemampuan Advesity Quotient


berdasarkan model pembelajaran
Berdasarkan hasil komparasi rataan antar sel diperoleh Fobs =
5,3491 < Ftabel= 11,4558 sehingga tidak berada didaerah kritik dengan H0
diterima berarti siswa dengan AQ Climbers akan mempunyai prestasi yang
sama baiknya pada penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik dan
pembelajaran langsung. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai AQ tipe
ini sangat senang dengan hal-hal yang sifatnya menentang dan ingin selalu
berusaha mencoba dan menyelesaikan tantangan. Sedangkan penemuan
terbimbing dengan pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang
menantang untuk menemukan suatu konsep. Sejalan dengan pendapat
Suprihatiningrum (2013: 241-242) menyatakan bahwa dalam pembelajaran
penemuan, siswa didorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong
siswa untuk memiliki pangalaman dan melakukan percobaan yang
memungkinkan mereka menemukan prinsip – prinsip untuk diri mereka
sendiri.
Siswa dengan AQ climbers mempunyai pemahaman materi lebih
luas, hal ini sesuai dengan penelitian Baustita (2015) yang menyatakan dosen
yang memiliki AQ tipe climber baik dalam pengajarannya karena lebih
terstruktur dalam pengajarannya dan lebih luas dalam pemahaman materi
sehingga tidak mengalami kendala ketika mahasiswa bertanya didalam
kegiatan belajar mengajar. Sehingga siswa dengan AQ climbers tidak
terpengaruh oleh tahapan pembelajaran.
108

Dan berdasarkan hasil komparasi rataan antar sel diperoleh Fobs =


6,5109 < Ftabel= 11,4558 sehingga tidak berada didaerah kritik dengan H0
diterima berarti siswa dengan AQ Campers akan mempunyai prestasi yang
sama baiknya pada pembelajaran penemuan terbimbing dengan pendekatan
saintifik dan model pembelajaran langsung. Siswa dengan AQ Campers
dalam melakukan perubahan masih dipengaruhi ketakutan dan hanya mencari
keamanan dan kenyamanan. Sehingga motivasi untuk menemukan suatu
konsep masih rendah, hal ini sejalan dengan penelitian Hema (2015)
menerangkan, AQ dapat membantu guru untuk memantau beberapa siswa
yang memiliki AQ campers dan AQ quiters sehingga guru juga bisa
memotivasi dan melakukan bimbingan yang terarah agar mereka dalam
mengikuti ujian susulan/remidi prestasi belajarnya meningkat.
Rasa ketakutan yang dimiliki siswa dengan AQ climbers akan
menyebabkan kurang percaya diri dalam proses penemuan konsep materi.
Dalam hal ini, guru masih mempunyai peran penting dalam memfasilitasi
siswa supaya ketakutan dalam menemukan konsep berkurang. Sehingga pada
siswa dengan AQ climber kurang terpengaruh dengan adanya perbedaan
model pembelajaran yang diberikan guru.
Berdasarkan hasil komparasi rataan antar sel diperoleh Fobs =
0.7736 < Ftabel= 11,4558 sehingga tidak berada didaerah kritik dengan H0
diterima berarti siswa dengan AQ Quiters akan mempunyai prestasi yang
sama baiknya pada penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik dengan
pembelajaran langsung. Siswa dengan AQ Quiters mudah putus asa dan
mudah menyerah, cenderung pasif dan tidak bergairah untuk mencapai
puncak keberhasilan. Sehingga motivasi untuk menemukan suatu konsep
masih rendah, hal ini sejalan dengan penelitian Hema (2015) menerangkan,
AQ dapat membantu guru untuk memantau beberapa siswa yang memiliki
AQ campers dan AQ quiters sehingga guru juga bisa memotivasi dan
melakukan bimbingan yang terarah agar mereka dalam mengikuti ujian
susulan/remidi prestasi belajarnya meningkat.
109

Siswa dengan AQ Quitters lebih memilih menghindar dari kewajiban,


mundur, dan menolak kesempatan yang ada. Orang-orang tipe ini biasanya
mengabaikan, menutupi, meninggalkan dorongan hati untuk bisa
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini bertentangan dengan
pembelajaran penemuan, sehingga siswa dengan AQ quiters kurang
terpengaruh dengan pembelajaran dengan penemuan terbimbing.

Anda mungkin juga menyukai