Anda di halaman 1dari 413
PENGETAHUAN )\@ Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Guru Besar lImu Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah - Jakarta ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, se bagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113 (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf | untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,. (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak RP500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (8) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda pa ling banyak Rp1.000.000.000,; (satu miliar rupiah), (@) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) ta hun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,; (empat miliar rupiah). ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah - Jakarta ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Edisi Pertama Copyright © 2018 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978-602-422.231.4 15 x 23 cm x, 402 him: Cetakan ke-1, Maret 2018 Kencana. 2018.0907 Penulis Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Desain Sampul Irfan Fahmi Penata Letak Tim Produksi Penerbit PRENADAMEDIA GROUP. (Divisi Kencana) JI. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220, Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134 ‘e-mail: pmg@prenadamedia.com www prenadamedia.com INDONESIA Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, ‘termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur (al-hamdulillahi wa al-syukr lillahi) dipersembah- kan ke hadirat Allah SWT, karena berkat taufik, hidayah dan karunia- Nya, buku Islam dan Ilmu Pengetahuan ini dapat dipersembahkan ke- pada para pembaca yang budiman. Selawat dan salam (allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Mu- hammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in) disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah me- rintis pertumbuhan dan perkembangan tradisi mencintai, memahami, menghayati, dan mengamalkan berbagai macam ilmu sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan al-Hadis. Selanjutnya disampaikan, bahwa dalam dua tahun terakhir ini, yakni sejak 2016 hingga sekarang terdapat matakuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan. Matakuliah yang termasuk komponen tingkat universitas ini wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa Program Strata 1 (S-1) Univer- sitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan bobot 3 SKS. Buku Islam dan Ilmu Pengetahuan ini hadir dalam rangka mem- berikan kemudahan bagi mahasiswa dan dosen yang mengikuti dan mengambil matakuliah tersebut. Diketahui, bahwa selama ini sudah terdapat beberapa buku yang digunakan sebagai bahan rujukan, namun jumlahnya belum memadai, sehingga masih diperlukan kehadiran buku lainnya. Mengingat matakuliah Islam dan IImu Pengetahuan ini bukan ha- nya diberikan di UIN Syarif Hidahayatullah Jakarta, melainkan juga di ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN berbagai perguruan tinggi Islam lainnya, bahkan di berbagai perguruan tinggi umum, serta pada berbagai kajian ilmiah yang ada di masyarakat pada umumnya, maka kehadiran buku ini dirasakan sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Akhirnya, disadari, bahwa buku ini masih banyak mengandung berbagai kelemahan. Untuk itu, saran dan masukan sangat diharapkan. Dan kepada Allah SWT doa dipanjatkan mudah-mudahan penulisan buku ini menjadi amal jariah yang kelak mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 10 April 2017 Penulis vi a DAFTAR ISI KATA PENGANTAR Vv DAFTAR ISI VIL BAB1 A. B. Cc D. BAB2 pon PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaa Metode Penulisan Ruang Lingkup PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM Pengertian IImu Pengetahuan. Problematika IImu Pengetahuan Sejarah Lahirnya Dikotomi Ilmu Dampak Problematika Keilmuan bagi Dunia Islam dan Dunia Barat. Integrasi Ilmu yang Ideal Menurut Islam Upaya yang Harus Dilakukan Agar Integrasi IImu Dapat Diwujudkan.. Penutup PENGERTIAN, TUJUAN, DAN FUNGSI ILMU PENGETAHUAN DALAM PANDANGAN ISLAM 21 Pengertian IImu Pengetahuan. Tujuan Ilmu Pengetahuan... Fungsi IImu Pengetahuan Penutup ILMU, AGAMA, DAN FILSAFAT Tmu Pengetahuan dan Ciri-cirinya.. Filsafat dan Ciri-cirinya ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN > BAB E oz > a PS em hre THK ream Aawse YN caw viii Agama dan Ciri-cirinya. Persamaan dan Perbedaannya. Penutup. ILMU PENGETAHUAN DALAM PANDANGAN AL-QURAN DAN AL-HADIS 49 Pandangan Al-Qur’an dan Hadis Terhadap Imu Pengetahuan . Istilah-istilah Ilmu dalam Al-Qur’an dan al-Hadis. Aspek-aspek IImu Pengetahuan dalam Al-Qur’an dan al-Hadis Penutup. PENGALAMAN UMAT ISLAM DALAM MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN 83 Asal Mula dan Puncak Perhatian Umat Islam pada Imu Pengetahuan .. Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan yang Dikembangkan. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penutup. ‘TAUHID SEBAGAI DASAR INTEGRASI ILMU 99 Pengertian dan Kedudukan al-Tauhi Penemu Ajaran Tauhi Peran Tauhid dalam Integrasi Ilnm Iman dan Sikap Rasional.. Iman dan Keterbukaan Serta Valida: Iman dan Sikap Rasional Iman dan Menumbuhkan Sikap Bertanggung Jawal Iman Menumbuhkan Amal Saleh... Model-model Tindakan Allah dalam Alam Jagat Raya, Teologi Islam... Penutup. ASPEK ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM 123 Pengertian Ontologi Sumber Ilmu... Penutup EPISTEMOLOGI ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM 165 Pengertian Epistemologi.. + DAFTAR ISI BAB 11 BAB 12 Tahapan Perkembangan Pemikiran Manusia Epistemologi pada IImu Agama Islam. Epistemologi pada Ilmu Umum Epistemologi pada Ilmu Laduni Penutup INTEGRASI ASPEK EPISTEMOLOGI ILMU PENGETAHUAN Pengertian Integrasi Aspek Epistemologi.. Macam-macam Epistemologi IImu. Penutup BANGUNAN EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM 217 Kondisi Pendidikan Islam Saat Ini. Faktor Penyebab Ketertinggalan Pendidikan Islam. Epistemologi sebagai Solusi Mengatasi Problema Pendidikan Islam Penutup PENGGUNAAN INTUISI DALAM EPISTEMOLOGIILMU 247 Pengertian Epistemologi IImu.... Intuisi Intuisi sebagai Metode Ilmiah. Dampak Sosial Kemasyarakatan dan Lainnya... Sikap Sarjana Muslim dan Non-Muslim Terhadap Penggunaan Intuisi dalam Epistemologi Imi Penutup. INTEGRASI ANTARA ILMU TEORETIS DAN ILMU PRAKTIS Unsur Teoretis dan Praktis dalam Ilmu.. Jenis-jenis Ilmu Teoretis dan Praktis dalam Islam. Penutup. MODEL-MODEL INTEGRASI ILMU DALAM ISLAM 287 Pengertian Model Integrasi IImu.. Model-model Integrasi Ilmu Manfaat Integrasi IImu Penutup ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN BAB 15 STRATEGI INTEGRASI ILMU DALAM PRAKTIK 299 A. Langkah-langkah Integrasi IImu Agama dan Umum B. Islamisasi IImu Pengetahuai C. Penutup. BAB 16 INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM: KASUS PSIKOLOGI ISLAM A. Memahami Totalitas Manusia B. Ruang Lingkup Jiwa Manusia C._ Potensi Nafsu... D._Implikasi Konsep Struktur Kejiwaan Terhadap Pendidikan. E. Penutup. 1 7 INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DALAM PANDANGAN ISLAM: KASUS ILMU KEDOKTERAN A. Pengertian Ilmu Kedokteran dalam Islam. B. Cara Penyembuhan dalam Pandangan Islam C._ Etika Kedokteran Islam D, Penutup BAB 18 PENGARUH ILMU PENGETAHUAN, KEBUDAYAAN DAN PERADABAN ISLAM TERHADAP KEMAJUAN EROPA DAN BARAT A. Kondisi Masyarakat Eropa dan Barat . B. Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Peradaban Islam yang Diambil Barat... C. Berbagai Saluran Masuknya Ilmu, Kebudayaan dan Peradaban Islam ke Eropa dan Barat... D, Penutup BAB 19 PENUTUP A. Kesimpulai B, Saran-saran. GLOSARIUM 385 DAFTAR PUSTAKA 395 TENTANG PENULIS 401 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, ilmu pengetahuan dengan berbagai rumpun, cabang, dan rantingnya sudah berkembang sangat luas. Idealnya perkembangan ilmu pengetahuan tersebut memberi dampak positif bagi kehidupan manusi, yakni kehidupan yang makin smart (cerdas) dan good (baik) yang mam- pu membangun ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban,' tidak hanya memiliki kecerdasan pancaindra, dan intelektual, tapi juga kecer- dasan sosial, emosional, dan spiritual. Berbagai macam ilmu itu idealnya dapat membimbing manusia agar mampu berpikir positif, konstruktif, holistik, serta dapat mereka gunakan guna memecahkan berbagai ma- salah dalam kehidupan. Dengan cara demikian, ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk mewujudkan rahmat Tuhan di muka bumi, mengingat semua ilmu itu pada hakikatnya dari Tuhan. Sumber ilmu berupa ayat- ayat Allah (wahyu) adalah ayat Tuhan (ayat al-qauliyah), alam jagat raya adalah ayat Tuhan (ayat al-kauniyah),? fenomena sosial adalah ayat Tu- * Istilah orang pintar (smart) dan orang baik (good) dikemukakan antara lain oleh Thomas Lickona, seorang peneliti dan pakar pendidikan karakter dari Skotland, Amerika Serikat. Berbagai hasil kajiannya telah mengungkapkan adanya keruntuhan moral (moral decline) yang melanda sebagian besar para siswa dan remaja di Amerika Serikat. Perilaku menyimpang, tindakan kekerasan, penggunaan obat-obat terlarang, pergaulan bebas, dan berbagai tindakan kriminal sudah banyak dilakukan para siswa dan remaja. Melalui berbagai buku yang merupakan hasil penelitian dan kajiannya menawarkan berbagai solusi guna mengatasi masalah kerusakan moral tersebut. fa menyarankan tidak hanya menjadi orang yang pintar, cerdas dan otaknya penuh dengan ilmu pengetahuan, me- Jainkan juga orang yang baik, santun, berakhlak mulia, lembut, berhati nurani yang saleh dan salehah yang menjadi dasar bagi penggunaan kepandaiannya guna membawa ke- majuan. 2 Istilah ayar al-qauliyah secara harfiah berarti ayat-ayat yang berbentuk ucapan atau firman Tuhan sebagaimana dijumpai di dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 6.666 atau 6.360 ayat menurut versi yang diberikan Abdul Wahab Khallaf. Adapun dalam arti yang ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN han (ayat al-insaniyah), akal pikiran dan hati nurani adalah ayat Tuhan. Demikian pula alat yang digunakan untuk melakukan penelitian dan ka- jian ilmu pengetahuan berupa pancaindra, akal pikiran, dan hati nurani (QS. an-Nahi [16]: 78) adalah ciptaan Tuhan. Namun demikian, dalam. prosesnya ada ilmu yang langsung datang dari Tuhan, seperti ilmu dari wahyu atau dari ilham atau hidayah yang disebut sebagai ilmu al-hudluri; dan ilmu yang dihasilkan melalui usaha sendiri melalui berbagai macam. penelitian dan eksperimen yang disebut ilmu al-hushuli. Namun demikian, dalam realitanya pandangan keilmuan yang inte- grated, holistic dan comprehensive yang memadukan dimensi pancain- dra, akal dan hati nurani itu masih berada dalam konsep atau dalam teori, dan belum turun dalam realita. Pandangan Barat dan umat Islam terhadap ilmu sama-sama pincang. Barat menganggap bahwa yang di- namakan ilmu hanya yang didasarkan pada hasil observasi, eksperimen dan penalaran akal, sehingga yang diterima hanya ilmu alam, ilmu sosi- al dan filsafat yang liberal. Sifat kajian dan penelitian mereka terhadap ilmu bersifat dikotomik, parsial, dan sekuler, karena hanya melibatkan pancaindra dan akal; posivistik, yakni menganggap bahwa yang disebut ilmu adalah sesuatu yang ada dalam realita empirik yang dapat diobser- vasi dan diuji coba, dilihat, diraba, ditakar, ditimbang, difoto, direkam, dicatat, didokumentasikan dan seterusnya; sedangkan hal-hal yang ber- sifat metasifik, wilayah gaib, transendental, jiwa, spiritual, hakikat, dan unsur ilahiah yang menciptakan, memberikan potensi, menggerakkan, dan meletakkan hukum-hukum pada objek ilmu pengetahuan, yakni Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa tidak mereka sentuh. Padahal secara logika akal sehat mengatakan, bahwa tidak mungkin ada objek-objek penelitian dengan segala keistimewaannya itu jika tidak ada yang men- ciptakannya, Allah SWT. Di sinilah tepat untuk dikatakan, bahwa ilmu yang dikembangkan di Barat adalah ilmu yang sekuler; memusuhi aga- umum, ayat al-qauliyah adalah firman Allah SWT dalam bentuk lafaz dan makna dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan dan dijelaskan kepada umat manusia. Adapun yang dimaksud dengan ayat al-kauniyah se- cara harfiah berarti ayat alam jagat raya berupa hukum-hukum Allah (sunnatullah) yang terdapat di alam jagat raya dan dengan sunatullah tersebut alam jagat raya dapat beredar secara teratur, harmonis dan tertib, dan sunatullah tersebut dapat dipelajari, dikaji, dan diteliti yang menghasilkan ilmu pengetahuan alam. Adapun dalam arti umum, ayat al- kauniyah adalah ayat-ayat Allah dalam bentuk ciptaan-Nya yang merupakan bukti ke- beradaan Allah SWT, sifat-sifat, kekuasaan, dan kebesarannya. Istilah ayat al-qauliyah dan ayat al-kauniyah banyak digunakan oleh para mufasir, seperti Imam al-Maraghy, dalam tafsimnya al-Maraghy, dan Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Dzilal Al-Qurian. Lihat: Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Figh, (Kairo: 1956), Cet. V, him. 34-5; Harun Nasu- tion, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid Il, (Jakarta: UI Press, 1979), Cet.I, hlm. 7. 2 a BAB 1 + PENDAHULUAN ma, anti-agama, anti-Tuhan, dan liberal; ilmu yang hanya tunduk pada kemauan manusia (anthropo-centred), yakni pada pancaindra dan akal pikirannya saja; padahal mereka sesungguhnya mengetahui bahwa pan- caindra dan akal itu terbatas kemampuan dan jangkauannya. Mereka sesungguhnya mengetahui bahwa tidak semua hal dapat dijangkau oleh pancaindra; jangkauan penglihatan dan pendengaran misalnya sangat terbatas; bertambahnya usia seseorang bukan menyebabkan panca- indra dan akal makin meningkat kemampuannya, tapi malah makin berkurang. Selain itu, pancaindra terkadang terkena penyakit yang me- nyebabkan kemampuannya terbatas; atau ketika terhalang oleh benda- benda lain, seperti: pantulan cahaya dan gemuruh, terkadang pancain- dra tidak dapat bekerja. Demikian pula akal pikiran manusia di samping memiliki keistimewaan, namun juga memiliki keterbatasan. Akal tidak bisa mengingat jumlah bilangan secara permanen atau dalam waktu lama, Nama-nama tahun kelahiran seseorang yang semula dapat dii- ngat, namun kemudian menjadi lupa; ia tidak akan sanggup mengingat nama, nomor handphone, tempat dan tanggal kelahiran semua orang di dunia ini; atau semua orang; atau suatu saat akal bisa mengingat se- suatu, tapi segera saja akal lupa terhadap apa yang diingatnya. Barat menganggungkan ilmu yang berdasarkan pancaindra dan akal yang ke- adaannya seperti itu. Namun demikian, dengan segala kekurangannya, harus diakui, bahwa Barat telah memberikan sumbangan yang luar biasa dalam bi- dang ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan kemudahan dan kenyamanan. Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka ciptakan, manusia dengan mudah mendapatkan berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan teknologi, ia dengan mudah mendapatkan air untuk minum, mandi, mencuci pakaian dan kendaraan, bertani, menggerak- kan mesin industri dan sebagainya; dengan teknologi, air yang semula jauh dapat didekatkan, dan bahkan masuk ke dalam kamar. Demikian pula dengan teknologi, ruang yang gelap menjadi terang benderang; kamar yang panas menjadi dingin; ruang yang kumuh menjadi bersih. Tidak hanya itu, dengan teknologi, berbagai kebutuhan rumah tangga seperti peralatan untuk memasak, mencuci dan setrika pakaian, mem- bersihkan lantai, peralatan makan, minum dan sebagainya semakin ter- sedia dan membuat manusia dimanjakan. Dengan teknologi manusia juga dimudahkan dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi; menem- puh perjalanan jauh; memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, ke- amanan, keindahan, dan sebagainya. Inilah pandangan minus plus-nya a 3 ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ilmu yang dikembangkan di Barat. Sebagai akibat dari tidak dilibatkan- nya unsur ilahiah dan transendentalitas, maka ilmu dan teknologi di Ba- rat secara aksiologis atau pemanfaatannya tidak hanya untuk berbagai hal kebaikan manusia sebagaimana disebutkan di atas, namun juga bisa digunakan untuk hal-hal yang negatif. Teknologi informasi misalnya terkadang digunakan untuk mempromosikan pornografi, memfitnah, mengadu domba, memprovokasi, dan sebagainya. Teknologi di bidang kimia, atom atau nuklir misalnya digunakan untuk membunuh orang; mesin-mesin pemotong kayu digunakan untuk membabat hutan, meru- sak lingkungan yang menimbulkan dampak kekeringan di musim kema- rau, longsor, dan banjir bandang yang menenggalamkan desa-desa dan menewaskan manusia. Sementara itu, di kalangan umat Islam, pandangan keilmuannya juga pincang. Umat Islam hanya memercayai ilmu yang berasal dari Tuhan dan intuisi; tidak menghargai akal, sebagaimana tecermin dari sikap yang memusuhi filsafat; ilmu pengetahuan dan teknologi terka- dang membuat manusia hanya mementingkan urusan duniawi dan me- lupakan Tuhan; umat Islam kurang menghargai pancaindra dan akal. Hal ini tecermin dari tidak adanya kegiatan observasi dan eksperimen, sebagaimana yang dipraktikkan para ilmuwan Muslim di zaman Klasik (abad ke-7 hingga abad ke-13 M). Sebagian besar umat Islam saat ini ha- nya mementingkan ilmu agama dan kurang mementingkan ilmu umum. Keadaan ini semakin mundur lagi, ketika ilmu agama yang dipelajari sudah tidak dikembangkan lagi; atau sudah jadi barang kuno, bahkan menjadi fosil. Mereka mempertahankannya (defensive), mengulang- ulang (repetitive), kehilangan konteksnya, a historis, a sosio logis, asyik dengan dirinya sendiri, dan tidak dipertanyakan peran dan kontribu- sinya dalam menjawab berbagai masalah. IImu-ilmu umum yang di- hasilkan oleh riset empirik melalui observasi, dan eksperimen dengan menggunakan wawancara, angket, studi dokumentasi, dan sebagainya sudah ditinggalkan oleh umat Islam. Selain bersifat dikotomis, umat Islam juga tidak memiliki spirit ilmiah, menganggap bahwa menuntut dan mengembangkan ilmu bukan kewajiban; meninggalkan urusan du- nia bukan hal yang tercela; tidak berani berijtihad sebagai bukan kesa- Jahan; tidak menggunakan pancaindra dan akal bukan dianggap dosa; dan menganggap pintu ijtihad tertutup dianggap bukan sebuah kerugi- an. Mereka hanya membeo, mengikuti pendapat ulama masa lalu tanpa kritik. Tidak hanya itu, mereka juga terkadang masih bersikap tertutup; sektarian, menganggap hanya pendapatnya saja yang benar. Akibat dari keadaan demikian, maka umat Islam hanya menguasai ilmu agama yang 4 a BAB 1 + PENDAHULUAN sudah usang, sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tertinggal. Dengan keadaan seperti ini sesungguhnya umat Islam telah meninggalkan ajaran utamanya, yakni Al-Qur’an dan as-Sunnah yang menyuruh manusia melakukan kajian, penelitian dan pengembangan ilmu secara komprehensif, holistik dan integrated, yaitu antara ilmu yang bersumber pada wahyu dan intuisi, dengan ilmu yang bersumber pada alam jagat raya, fenomena sosial dan alam pikiran, yang kesemua sumber ilmu tersebut pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT, na- mun bentuk, jenis, dan sifatnya berbeda.* Terjadinya kesenjangan atau dikotomi yang melanda dunia Barat dan dunia Islam sebagaimana tersebut di atas merupakan masalah yang harus dipecahkan. Bagi orang-orang Barat saat ini sudah banyak yang menyadari tentang perlunya menghasilkan orang yang pintar dan baik; orang yang menguasai ilmu pengetahuan tapi juga bermoral; orang yang menggunakan ilmu pengetahuan untuk tujuan-tujuan yang baik. Mereka mengkritik modernisme yang hanya mengagungkan ilmu dan teknolgi yang bertumpu pada panca dan akal saja, Mereka ingin memasukkan wilayah spiritual dan transendentalitas ke dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu pengetahuan. Demikian pula di kalangan umat Islam sudah mulai tumbuh kesadaran untuk mengembangkan ilmu dan tek- nologi. Sikap yang seimbang inilah yang ingin diwujudkan melalui buku yang ditulis ini. B. TUJUAN DAN MANFAAT Berdasarkan latar belakang pemikiran sebagaimana tersebut di atas, maka penulisan buku ini selain dilakukan dalam rangka memenuhi ke- butuhan bahan perkuliahan mahasiswa dan dosen pada matakuliah Is- Jam dan Ilmu Pengetahuan, juga untuk menunjukkan bahwa Islam sela- in memiliki perhatian dan tradisi yang kuat dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga memiliki konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengetahuan yang berbeda dengan ontologi, epistemologi, dan ak- siologi yang dimiliki dan dipraktikkan di Barat. Kehadiran matakuliah ini juga diharapkan dapat membangkitkan kembali semangat dan tradisi riset yang pernah dimiliki dan dipraktikkan umat Islam di masa lalu, se- hingga dapat memberikan kontribusi bagi pemecahan berbagai problem yang dihadapi masyarakat modern saat ini dan saat yang akan datang. 5 Lihat Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana-PrenadaMedia Grup, 2013), Cet. I, him. 361-386. a 5 ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN C. METODE PENULISAN Penulisan buku ini menggunakan metode deskrip analisis. yaitu se- lain mendeskripsikan materi secara sistematik, komprehensif, dan ho- listik yang didukung data yang otoritatif dalam jumlah yang memadai, juga disertai analisis dengan pendekatan filsafat ilmu. Yakni dengan me- nunjukkan inti, hakikat, substansi, gagasan dan ide yang terdapat pada setiap pokok bahasan dengan melihat aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dengan cara demikian, selain memiliki dimensi yang bersifat praktis empiris, buku ini juga memiliki dimensi teoretis. D. RUANG LINGKUP Sejalan dengan latar belakang, tujuan dan metode penulisan seba- gaimana tersebut di atas, maka ruang lingkup pembahasan dalam buku ini meliputi pengertian ilmu dalam pandangan Islam dan Barat, prob- lema ilmu pengetahuan di dunia Islam, tauhid sebagai dasar pengem- bangan ilmu, Allah SWT sebagai sumber ilmu, aspek ontologi ilmu pe- ngetahuan, aspek epistemologi ilmu pengetahuan, aspek aksiologi ilmu pengetahuan, pengalaman umat Islam dalam mengembangkan ilmu pe- ngetahuan, model integrasi aspek teoretis dan praktis ilmu pengetahuan, konsep integrasi ilmu dalam Islam, model integrasi ilmu dalam bidang psikologi, model integrasi ilmu dalam bidang ekonomi, model integrasi ilmu dalam bidang kedokteran, sumbangan ilmu pengetahuan, kebuda- yaan dan peradaban Islam bagi kemajuan Eropa dan Barat, dan penutup. 2 PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM ABSTRAK Dalam realita, saat ini terdapat cluster (rumpun) ilmu-ilmu agama; ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu eksakta, filsafat, dan ilmu batiniah. Realita cluster ilmu ini telah melahirkan berbagai macam fakultas, program studi, spesialisasi, kejuruan, dan keahlian lainnya yang terkadang sudah sangat jauh dari rumpunnya. Hal ini mi: salnya terjadi pada ilmu-ilmu eksakta, seperti: kedokteran, sains, dan teknologi. IImu-ilmu ini dalam perjalanan sejarahnya yang panjang pernah bersinergi atau berintegri, dan juga pernah mengalami dikotomi dengan ilmu agama yang peng- aruhnya hingga saat ini masih terasa dalam berbagai bidang kehidupan. Uraian pada bab ini akan menjawab pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan? Apa saja problematika ilmu pengetahuan? Sejak kapan problema- tika itu muncul? Bagaimana dampak problematika keilmuan bagi dunia Barat dan dunia Islam? Bagaimanakah idealnya sebuah integrasi ilmu menurut Islam? ‘Apa upaya yang harus dilakukan agar idealitas ilmu pengetahuan menurut Islam itu dapat diwujudkan? A. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN Iimu pengetahuan tersusun dari kata ilmu dan pengetahuan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian (baik tentang segala yang masuk jenis kebatinan mau- pun yang berkenaan dengan keadaan alam dan sebagainya).' Adapun dalam Oxford English Dictionary terdapat tiga arti dari ilmu, yaitu: (1) informasi dan kecakapan yang diperoleh melalui pengalaman dan pendidikan; (2) keseluruhan dari apa yang diketahui; dan (3) kesadaran atau kebiasaan yang didapat melalui pengalaman akan suatu fakta atau * Lihat W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pusta- ka, 1991), Cet. XII, him. 373. ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN keadaan.* Dalam bahasa Arab, kata ilmu jamaknya ‘ulum diartikan ilmu pengetahuan.? Adapun pengetahuan adalah tahu, atau hal mengetahui sesuatu; segala apa yang diketahui; kepandaian atau segala apa yang diketahui atau akan diketahui berkenaan dengan sesuatu hal (mata pel- ajaran).‘ Ilmu pada hakikatnya berasal dari pengetahuan, namun sudah disusun secara sistematik dan diuji kebenarannya menurut metode il- miah dan dinyatakan valid atau shahih. Adapun pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, namun belum disusun secara sistematik dan belum diuji kebenarannya menurut metode ilmiah, dan belum di- nyatakan valid atau shahih. Dengan demikian, ilmu pengetahuan ada- lah pengetahuan yang sudah bersifat ilmiah. Selanjutnya, dalam bahasa Inggris terdapat kosakata knowledge yang diterjemahkan menjadi pengetahuan.® Dan terdapat pula kata sci- entific yang berarti secara ilmiah.° Dengan demikian, ilmu pengetahuan secara harfiah berarti pengetahuan yang bersifat ilmiah. Para ahli men- jelaskan tentang sifat dari imu pengetahuan yang bersifat ilmiah (scien- tific) dengan ciri-ciri, sebagai berikut: 1. Memiliki objek yang jelas berupa fenomena alam ataupun sosial. 2. Menggunakan metode yang jelas berupa observasi dan eksperimen. 3. Telah disusun secara sistematik dan komprehensif. 4. Rasional, yakni mengandung premis, postulas, preposisi yang ma- suk akal. Sudah dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya di laborato- rium. 6. Bersifat universal, yakni bahwa yang ditetapkan dalam teori ter- sebut dapat digunakan untuk menjelaskan semua fenomena yang sama, dan diterima semua ahli. Memiliki time response yang jelas. Terikat pada hukum-hukum yang serba pasti.’” i ex 2 Online Oxford Dictionary, _hittp//oxforddictionaries.com/view/entry/m_ ed_9b0447820 (Ed) April 2010. Lihat pula Syamsuddin Arif, “Mendefinisikan dan Memetakan Ilmu”, dalam Adian Husaini, Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam, (Ja- karta: Gema Insani, 2013), Cet. I, him. 72. ® Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1972), him. 278. “Lihat WJ.S. Poerwadarminta, Op. cit., him. 994. 5 Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Grame- dia, 1980), Cet. VII, him. 344. * Ibid. him. 504. ihat misalnya, A.B. Shah, Merodologi Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Yayasan Obor In- donesia, 1986), Edisi Pertama, him. 24-56; Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah 8 a BAB 2 + PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM B. PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN Mulyadhi Kartanegara menyebutkan lima problematika yang melan- da ilmu pengetahuan. Pertama, terjadi ketika ilmu-ilmu sekuler positivistik yang bercorak sekuler sebagaimana dikemukakan di atas diperkenalkan ke dunia Islam Jewat imperialisme Barat. Dalam keadaan demikian, terjadilah dikotomi yang sangat ketat antara ilmu-ilmu agama, sebagaimana yang diperta- hankan dan dikembangkan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional (pesantren salafiyah) di satu pihak, dan ilmu-ilmu sekuler, sebagaimana diajarkan di sekolah-sekolah umum yang disponsori pe- merintah di pihak lain. Ilmu positivistik yang dibawa oleh orang Barat itu digunakan untuk menjajah negara-negara Islam dengan cara yang kejam, menguras kekayaan alam, merendahkan harkat dan martabat manusia, merusak mental, memperbodoh dan seterusnya. Karena sikap penjajah yang demikian itu, maka menimbulkan kebencian dari kalang- an umat Islam, sehingga mereka menganggap bahwa hal-hal yang ber- asal dari Barat, termasuk ilmu pengetahuan, merupakan sesuatu yang haram. Keadaan ini pada tahap selanjutnya menimbulkan sikap meng- haramkan ilmu dan teknologi, bahkan segala sesuatu yang berasal dari Barat. Menggunakan celana panjang, jas, sepatu, dasi dan sebagainya, misalnya pernah dianggap haram. Mereka menggunakan dalil: Man tas- yabbaha bi qaumin fa huwa minhum: barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia sama dengan kaum tersebut. Sikap yang mengge- neralisasi (menganggap semua sama) yang berasal dari Barat sebagai yang haram tentu saja tidak bijaksana. Tidak semua yang berasal dari Barat itu buruk, dan tidak pula semua yang berasal dari Barat itu baik. Sama halnya dengan yang berasal dari Timur, ada yang baik dan ada yang buruk. Yang berasal dari Barat dan dari Timur ada yang baik dan ada yang buruk. Islam memiliki pandangan bahwa Timur dan Barat adalah milik Tuhan. Kebaikan dan keburukan Timur atau Barat bukan ditentukan oleh arah atau tempat, melainkan oleh pandangan, sikap, pe- rilaku, gagasan, ideologi, dan cita-cita yang dikembangkan di Barat atau di Timur. Allah SWT berfirman: Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1988), Cet. V, hlm. 261. a 9 ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Coed eal oth gy aaptialy Ist 1 panda, ob Ally Spel ps af ice sua at Lh Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu keba- jikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang me- minta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 17?) Kedua, pandangan tentang fenomena alam. Dalam pandangan Is- lam fenomena alam tidak berdiri, atau tanpa ada relasinya, dengan kuasa Tlahi. Dalam pandangan Islam, alam sangat berkaitan dengan kekuasa- an Ilahi. Muhammad Iqbal, sebagaimana dikutip Mulyadhi Kartanegara misalnya mengatakan: “Alam merupakan medan kreatif Tuhan sehingga mempelajari alam akan berarti mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan di alam semesta ini”.* Barat memandang alam tidak memiliki hubungan dengan kekuasaan Tuhan atau sesuatu yang bersifat spiritual dan moral. Alam sepenuhnya tunduk pada hukum alam yang bekerja secara mekanik dan linear, misalnya: hukum alamnya air adalah mengalir ke bawah; hukum alamnya api adalah panas, dan mengarah ke atas. Menurut paham naturalisme Barat, bahwa hukum-hukum yang ada pada alam itu sudah terjadi secara alami, ada dengan sendirinya, tanpa diciptakan oleh Tuhan. Kajian terhadap hukum-hukum dengan observa- si dan eksperimen itulah yang melahirkan temuan, berupa data, infor- masi, dan simbol-simbol yang setelah dilakukan validasi dan verifikasi yang selanjutnya menjadi rumusan teori ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Barat berpendapat, bahwa alam bergerak menurut hukum evolusi se- bagaimana yang dijumpai pada teori evolusi Darwin. Sebuah teori yang mengatakan, bahwa manusia adalah hasil dari perkembangan makhluk yang sederhana, semacam kecambah, lalu berubah menjadi kecebong, ikan, kera, dan manusia. Akibat dari keadaan demikian, maka Barat *Pendapat Muhammad Iqbal dikemkakan Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu Se- buah Rekonstruksi Holistik, (Bandung: Mizan Arasyy, dan Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 M/1426 H), Cet. I, him. 21. 10 a BAB 2 + PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM atau kaum ateis menguras alam semau-maunya. Ilmu pengetahuan di tangan mereka berkembang pesat, namun tanpa kendali moral, dan di- gunakan sesuai kehendak manusia, baik atau buruk. Di pihak lain, ka- Jangan masyarakat primitif dan kaum agama melihat alam secara magis, sakral, dan berhubungan dengan kekuatan supernatural semacam Dewa atau Tuhan. Dalam agama Hindu misalnya dikatakan, bahwa dunia ini seperti bola yang ditopang oleh seekor naga, dan jika naga itu menga- muk, maka dunia ini akan menimbulkan malapetaka dan bencana bagi penghuninya. Selain itu, dari kalangan agama juga timbul pandangan bahwa dunia ini adalah najis, hina, rendah, dan orang yang mengambil- nya bisa melupakan Tuhan, dan selanjutnya akan celaka. Karena sikap yang demikian, maka alam jagat raya dengan segala isinya tidak diman- faatkan sebagai karunia Tuhan. Akibatnya kehidupan mereka tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban. Hal yang demikian mestinya diluruskan dengan mengatakan, bahwa alam jagat raya itu sebagai ciptaan Tuhan adalah benar, dan di dalamnya terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan juga benar, dan Tuhan mempersilakan manusia untuk memanfaatkannya guna mewujudkan kesejahteraan hi- dup manusia, dengan syarat pemanfaatan alam tersebut harus dengan cara yang cerdas, bermoral, bertanggung jawab, tidak berlebih-lebihan, tidak serakah, dan tidak melampaui batas. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: ce Sly Coi8ig cigtatt Ghe galh aly SUB 255 Bong SIG, ort (ry) SI Ib ott aS sss Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hu- jan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menun- dukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (da- lam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS. Ibra- him [1.4] :32-33) Dengan cara demikian, di samping akan memperoleh manfaat dari hasil kajian terhadap alam jagat raya, juga akan semakin membawa ma- nusia dekat dengan Tuhan. Selanjutnya, di dalam ayat lain Allah SWT ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN berfirman: os Wi UB oy Bt eu een g det dh Ut pai Pa) i oo eA mean “ad Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan bina- tang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenis- nya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir [35]: 27-28) Pada surah Fathir (35) ayat 27 tersebut terdapat kata ulama. Da- lam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ulama diartikan seseorang yang ahi dalam pengetahuan agama Islam; atau orang yang pandai dalam hal agama Islam. Pengertian ini tidak salah, namun berdasarkan petunjuk surah Fathir, (35) ayat 27 sebagaimana tersebut di atas, bahwa ulama bukan hanya seseorang yang mendalam ilmu agama Islamnya, sangat baik akhlak dan kepribadiannya dan berjasa bagi masyarakatnya, mela- inkan juga sebagai seorang peneliti, yaitu orang yang melakukan peneli- tian terhadap fenomena alam jagat raya, berupa turunnya air hujan dari Jangit (meteorologi) yang membelah bumi, lalu menumbuhkan berbagai macam tanaman, peneliti terhadap gunung yang di dalamnya terdapat garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya, dan ada (pula) yang hitam pekat; peneliti hewan-hewan ternak, dan sebagainya. Namun hasil penelitiannya itu membawa ia semakin menyaksikan kea- gungan Tuhan. Ketiga, berkenaan dengan timbulnya kesenjangan tentang sumber ilmu, yakni ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Para pendukung ilmu-ilmu agama hanya menganggap valid atau sahih sumber-sumber Tlahi dalam bentuk kitab suci dan tradisi kenabian, dan menolak sum- ber-sumber nonskriptual sebagai sumber otoritatif untuk menjelaskan kebenaran yang sejati. Pencerapan indra dan penalaran rasional sering ° Lihat W.J.S. Poerwadarminta, Op. cit., him. 1120. 12 a BAB 2 + PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM disangsikan validitas dan efektivitasnya sebagai sumber ilmu pengeta- huan, Sementara itu, para ilmuwan Barat asyik dengan dirinya sendiri mengembangkan ilmu pengetahuan dengan paradigmanya yang seku- ler, lepas dari agama, lepas dari kepercayaan kepada Tuhan (ateistik), dan menganggap apa yang dibawa oleh agama sebagai khayalan, tidak masuk akal, dan tidak ada gunanya. Di pihak lain, kaum agama asyik dengan dirinya sendiri, menganggap bahwa apa yang mereka kaji sudah mendapat jaminan dari Tuhan sebagai sebuah kebenaran mutlak yang menjamin kebahagiaan hidupnya di akhirat nanti. Dua kubu ini masing- masing tersekat dalam ruangan masing-masing, tidak saling mengenal, dan masing-masing menganggap maju dengan ukurannya masing-ma- sing. Mereka tidak saling bertegur sapa, karena masing-masing memi- liki persepsi yang berbeda dan masing-masing merasa unggul. Idealnya antara sumber-sumber ilmu itu saling bersinergi. Sumber ilmu yang berasal dari fenomena alam dan fenomena sosial, pada dasarnya ciptaan dan ayat Tuhan, dan semua orang diperintahkan untuk mendalami dan mengkajinya. Demikian pula ilmu yang berasal dari wahyu Tuhan, kitab suci atau yang berasal dari batin manusia, pada dasarnya juga ayat-ayat Allah. Oleh karena itu, seharusnya di antara ilmu yang dikembangkan kaum sekuler dan ilmu-ilmu yang dikembangkan kaum agama hendak- nya disandingkan, sehingga antara keduanya tidak ada kesenjangan. Keempat, terkait dengan objek-objek yang dianggap sah untuk se- buah disiplin ilmu. Sains modern telah menentukan objek-objek ilmu yang sah adalah segala sesuatu sejauh yang dapat diobservasi atau dia- mati oleh indra. Dengan demikian, segala objek yang jauh di luar ling- kup benda-benda yang dapat diobservasi (observable) dianggap tidak sah sebagai objek ilmu sehingga dikeluarkan dari daftarnya. Kelompok Barat menilai bahwa yang menjadi objek ilmu terbatas kepada hal-hal yang dapat diobservasi oleh pancaindra. Yakni dapat dilihat dengan mata kepala, dapat didengar oleh telinga, dapat diraba oleh tangan/ku- lit, dan dapat dirasakan oleh lidah. Hasil dari pengamatan ini adalah gejala-gejala atau fakta yang dapat dikuantifikasi, dihitung, direkam, di- ukur, ditimbang, disimpan, dan direproduksi kembali, kemudian disu- sun menjadi ilmu pengetahuan. Selain objek-objek yang demikian, tidak dapat disebut ilmu pengetahuan karena hanya dapat dipikirkan, dira- sakan, dibanggakan, dimuliakan, dan diyakini, namun tidak dapat di- buktikan, bahkan tidak dapat diprediksi. Selanjutnya, kelompok Islam menilai bahwa yang menjadi objek ilmu adalah yang berasal dari Tuhan, dari wahyu, yang dapat meyakinkan hati sanubari, dan menggetarkan | | 13 ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN jiwa, serta membawa manusia semakin dekat dengan Tuhan, semakin ikhlas dalam beramal kebajikan. Adapun ilmu yang berasal dari panca- indra yang diolah akal pikiran tidak dapat meyakinkan. Hal yang demi- kian, karena kemampuan pancaindra terbatas, maka hasil yang dipero- Iehnya juga terbatas. Dengan demikian, ilmu yang diperoleh pancaindra juga terbatas. Akibat dari keadaan demikian, kaum agama tidak percaya terhadap ilmu yang berasal dari objek yang dihasilkan pancaindra. Yang benar adalah, bahwa objek ilmu itu sama-sama memiliki kekuatan dan kelemahan, kelebihan, dan kekurangan. Objek ilmu yang berasal dari fenomena alam memiliki kekuatan dari segi realitanya yang bisa diukur, ditimbang, disimpan, diprediksi, dan sebagainya. Namun objek ilmu ini terkesan netral dan tidak memiliki muatan nilai yang secara langsung dapat dirasakan. Sebaliknya, objek ilmu yang berasal dari wahyu, intuisi diyakini dapat membawa pesan moral, nilai, dan spiritual, namun sulit diukur, ditimbang, ditakar, disimpan, dikuantifikasi, dan sebagainya. Kelima, terkait dengan Klasifikasi ilmu secara radikal ke dalam ilmu- ilmu agama dan ilmu umum, serta munculnya disintegrasi pada tatanan Masifikasi ilmu. Penekanan yang begitu besar terhadap ilmu-ilmu aga- ma yang diberikan para pemuka agama (ulama) seperti yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali ternyata menimbulkan salah paham di kalangan pengikutnya. Al-Ghazali misalnya membagi ilmu yang fardlu ain yang terdiri dari ilmu-ilmu agama; dan ilmu yang fardlu kifayah yang ter- diri dari ilmu-ilmu umum. Pembagian ilmu yang didasarkan pada para- digma fikih dan tasawuf tersebut menempatkan ilmu sebagai alat untuk mencapai sesuatu. Jika tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melaksanakan ajaran agama dengan baik, maka ilmu agama alatnya. Adapun jika menempatkan ilmu sebagai alat untuk mencapai kehidup- an duniawi, kemewahan, kedudukan dan kegagahan maka, ilmu umum sebagai alatnya. Idealnya kedua macam ilmu tersebut harus dinilai se- bangun dan sejajar karena sama-sama dibutuhkan oleh manusia, yaitu sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia akhirat. Ajar- an Islam ajaran yang seimbang, tidak boleh berat sebelah, tidak boleh- mengutamakan yang satu dan meninggalkan yang satu lagi. Al-Qur’an menyatakan: 1 514 als Aut es Supt £2 y ahi 1 2.3 9 @ yoga gsi Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebaha- giaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (ke- 4 a BAB 2 + PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM nikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang ber- buat kerusakan. (QS. al-Qashash [28]: 7?) Pada ayat tersebut, Allah SWT mengingatkan manusia tentang tiga hal penting. Pertama, bersikap seimbang dalam memajukan kehidupan, yaitu kehidupan berdimensi sekuler keduniaan, dan kehidupan spiritual yang berdimensi eskatologis (keakhiratan). Kedua, perintah agar berbu- at baik, yakni dengan memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya guna mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Ketiga, tidak membuat kerusakan di muka bumi. C. SEJARAH LAHIRNYA DIKOTOMI ILMU Dikotomi ilmu ke dalam ilmu agama dan non-agama sebenarnya bu- kan hal yang baru. Islam telah memiliki tradisi dikotomi lebih dari seribu tahun silam. Tetapi, dikotomi tersebut tidak menimbulkan terlalu banyak problem dalam sistem pendidikan Islam, hingga sistem pendidikan seku- ler Barat diperkenalkan ke dunia Islam melalui imperialisme. Hal ini ter- jadi, karena sekalipun dikotomi antara ilmu-Imu agama dan non-agama itu telah dikenal dalam karya-karya klasik, seperti yang ditulis al-Ghazali (w. 1111) dan Ibn Khaldun (w. 1406), ia tidak saling mengingkari, tetapi ia mengakui validitas dan status ilmiah masing-masing kelompok keilmu- an tersebut.”° Dikotomi ilmu dalam Islam tampaknya lebih dilihat sebagai pembagian tugas, spesialisasi, kecenderungan, hobi, bakat, pendalam- an, dan dalam rangka memperoleh hikmah yang sedalam-dalamnya. Di kalangan ulama yang memiliki berbagai keahlian tersebut masih saling menghargai, menghormati, dan memuliakan satu sama lain. Hal ini ber- beda dengan dikotomi ilmu yang terjadi di Barat yang tidak mengakui keilmiahan ilmu-ilmu agama Islam, dan sebaliknya ilmu-ilmu agama Is- Jam tidak mengakui ilmu-ilmu Barat dengan segala implikasinya. Diko- tomi ilmu yang terjadi di Barat didasarkan pada sikap saling memusuhi, saling mencurigai, saling mematikan, dan saling menjatuhkan. Hal yang demikian terjadi sebagai akibat dari sikap kaum agama yang terlampau keras terhadap para ilmuwan, sehingga para ilmuwan melakukan perla- wanan dan menyerang agama. Sebagai jalan keluarnya terjadi dikotomi ilmu yang sangat tajam. Kaum agama memiliki otoritas dan wilayah pada © Mulyadhi Kartanagera, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, Jakarta: UIN Ja- karta Press, Arasy Mizan, (Jakarta: 1426 H/2005). | | 15 ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN bidang gereja; kaum ilmuwan mengurusi wilayah perguruan tinggi, dan kaum politik mengurusi istana. Perlu dicatat, bahwa kemajuan dalam bidang ilmu umum yang menimbulkan Abad Pencerahan (Aufklarung) atau kebangkitan ilmu (renaissance) sesunggguhnya mendapat sema- ngat dan inspirasi ajaran Islam tentang penggunaan akal, perintah me- Jakukan penelitian, pemahaman rasionalitas melalui kajian terhadap hu- kum-hukum Tuhan yang ada di alam jagat raya, perintah mengobservasi dan mengembangkan ilmu sepanjang hayat dalam rangka melakukan pendekatan diri dengan Tuhan. Namun ketika ilmu-ilmu yang berasal dari Islam tersebut masuk ke Barat, mereka tinggalkan aspek spiritual dan moralnya, dan yang mereka ambil hanya wilayah propannya saja. Itulah sebabnya, ketika di abad modern umat Islam ingin mengambil ilmu dari Barat, maka pada hakikatnya adalah mengambil kembali wa- risan Islam yang sempat diambil oleh Barat. Namun ketika umat Islam mengambil kembali ilmunya itu, ternyata sudah disekulerkan, sudah di- pisahkan dari spirit ketuhanan, transendentalitas dan moralnya. Itulah sebabnya ketika ilmu-ilmu Barat itu diambil kembali oleh Islam, maka harus dilakukan proses Islamisasi ilmu pengetahuan sebagaimana hal ini digagas oleh Ismail Faruqi, Muhamma Naquib al-Attas, Fazlur Rahman, Ziauddin Sardar, dan sebagainya. Namun demikian, perlu dicatat, bahwa di dunia Islam sesungguhnya belum pernah terjadi dikotomi ilmu sebagaimana yang terjadi di Barat. Hal yang demikian terjadi, karena di dalam Islam belum pernah ada per- tentangan antara kaum ulama dan kaum ilmuwan. Yang ada dalam Islam adalah seorang ulama yang ilmuwan dan ilmuwan yang ulama. Imam al-Ghazali misalnya adalah seorang ulama yang ilmuwan, karena selain mendalami fikih dan tasawuf, al-Ghazali juga mendalami bidang filsafat, ilmu perdagangan, perekonomian, dan sebagainya. Sementara itu, Ibn Khaldun dapat disebut sebagai ilmuwan yang ulama, karena teori-teori yang dibangunnya selalu didasarkan pada ajaran agama. Dengan demi- kian, problema dikotomi ilmu sesungguhnya problema masyarakat Ba- rat yang dibawa ke dalam dunia Islam. Dikotomi ilmu di Barat sangat dimungkinkan terjadinya, karena ajaran agama yang ada di Barat hanya mengurusi masalah moral dan spiritual, dan tidak berbicara baik lang- sung maupun tidak langsung dengan masalah ilmu pengetahuan dan Jain sebagainya. Hal ini berbeda dengan Islam sebagai agama yang selain membahas masalah moral dan spiritual juga berbicara tentang ilmu pe- ngetahuan, kebudayaan dan peradaban, sebagaimana hal yang demikian itu pernah ditunjukkan di abad Klasik (abad ke-7 hingga ke-13 M). 16 a BAB 2 + PROBLEMATIKA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM D. DAMPAK PROBLEMATIKA KEILMUAN BAGI DUNIA ISLAM DAN DUNIA BARAT Dikotomi ilmu menimbulkan dampak yang luas sebagai berikut. Pertama, masing-masing ilmu menjadi sempit, seperti katak dalam tem- purung. Sudut pandang masing-masing ilmu sangat terbatas, sehingga antara satu dan lainnya tidak bertegur sapa. Akibat dari keadaan ini, pe- ran, fungsi dan tanggung jawab ilmu sebagai cahaya kebenaran, petun- juk dan pegangan bagi manusia dalam menyelesaikan berbagai masalah menjadi tidak efektif. Kedua, masing-masing ilmu memberikan panduan. yang sempit bagi para penganutnya, sehingga kehidupan mereka tim- pang. Akibat dari keadaan demikian, masyarakat tidak dapat merasakan kehadirannya sebagai rahmat bagi kehidupan. Ketiga, masing-masing ilmu menjadi lemah. Ilmu umum tanpa agama secara etika dan moral menjadi lemah, sehingga ilmu tersebut bisa disalah-gunakan. Ilmu aga- ma tanpa ilmu umum secara praktis dan teknis menjadi sulit dilaksana- kan. Seharusnya ilmu pengetahuan memberikan pencerahan, panduan, arahan, dan pegangan bagi masyarakat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Setiap ilmu hendaknya tidak hanya memberikan bantuan yang bersifat teknis, tetapi juga pada aspek moral; dan tidak juga hanya memberikan pendampingan yang bersifat moral, tetapi juga yang bersi- fat teknis operasioanal. Untuk itu problematika keilmuan harus diatasi. Hanya ilmu yang dipandu dengan agama (iman)-lah yang akan meng- angkat harkat dan martabat manusia. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah al-Mujaadilah (58) ayat 11: Dy ack hod odb edi g nes SI 3 5 bt Wish saaly pXEe aT coal ah aap pI jee Splat & Ay ot58 Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapang- lah dalam mgjelis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kela- pangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan Dengan ilmu pengetahuan hidup akan terasa mudah, dan dengan agama hidup menjadi lurus; atau dengan ilmu kehidupan menjadi cer- das, dan dengan agama kehidupan menjadi baik. Sikap seorang ilmu- wan yang cerdas (smart) dan baik (good) itulah sesungguhnya yang | | 7

Anda mungkin juga menyukai