net/publication/315534582
CITATIONS READS
3 3,226
3 authors, including:
Antariksa Sudikno
Brawijaya University
290 PUBLICATIONS 362 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Antariksa Sudikno on 23 March 2017.
ABSTRAK
Desa Tigawasa adalah salah satu Desa Bali Aga yang ada di Bali. Desa Adat Tigawasa memiliki
perbedaan dengan desa-desa yang ada di Bali lainnya yang telah mendapat pengaruh dari
kedatangan Majapahit. Perbedaan tersebut terletak pada karakteristik sosial budaya masyarakat
serta pada pola tata ruang permukiman rumahnya. Tujuan studi ini adalah untuk mengindentifikasi
karakteristik sosial budaya masyarakat Desa Adat Tigawasa dan pola tata ruang permukiman
rumah yang terbentuk. Kemudian menganalisis pola tata ruang permukiman rumah tradisional
yang terbentuk akibat pengaruh dari sosial budaya masyarakatnya serta perubahan-perubahan
pola ruangnya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-evaluatif. Data–data diperoleh
melalui observasi lapangan, kuisioner, serta wawancara. Hasil studi diketahui bahwa pola
permukiman makro desa Tigawasa dilandasi oleh konsep Tri Hita Karana dan Tri Mandala, tata
ruang makronya dibagi menjadi tiga zona. Tingkat hunian rumah (mikro) dilandasi oleh konsep
hulu–teben pada konsep tata letaknya. Wilayah yang memiliki topografi lebih tinggi memiliki tingkat
kesakralan/kesucian lebih tinggi dari wilayah yang bertopografi rendah. Pola tata ruang
permukiman terbentuk akibat pengaruh sistem kepercayaan masyarakatnya sebagai pemeluk
Agama Hindu Sekte Dewa Sambu. Terdapat perubahan pola permukiman rumah antara lain
material bangunan serta lokasi dapur yang bergeser dari dalam bangunan utama (sakaroras) kini
berada diluar sakaroras.
Kata Kunci: Pola ruang, permukiman rumah, Bali aga, desa adat
ABSTRACT
Tigawasa village is the one of Bali Aga Village in Bali. Tigawasa Traditional Village has differences
with the other existing villages in Bali who have gained influence of the arrival of Majapahit. The
difference can be seen on the social and cultural characteristics as well as the spatial patterns of
settlement house. The purpose of this study was to identify the social and cultural characteristics of
Tigawasa Traditional Village and identify spatial patterns of houses settlement formed, and analyze
the spatial patterns of traditional houses settlement that formed due to the influence of socio-
cultural community as well as changes to the spatial pattern. Descriptive-evaluative method was
used in this study. The data obtained through field observations, questionnaires, and interviews.
Results of research known Tigawasa macro-village settlement pattern can be seen based on the
Tri Hita Karana and Tri Mandala concept, macro layout is divided into three zones. As the
residential homes level (micro) based on the hulu - teben concept on the layout. Higher topography
has sanctity/purity levels higher than at low topography location. Spatial patterns of settlement are
formed also under the influence of Tigawasa Hindu belief of the Sambu Gods sect. There is a
change in the house settlement, the material of the building and the kitchen transfer of location
which was originally located in the main building (sakaroras) is now located outside the main
building.
Key Words: Spatial pattern, settlement houses, Bali aga, tradition village
Metode Penelitian
Studi Pola Ruang Permukiman Ruman Tradisional Bali Aga Banjar Dinas Dauh
Pura Desa Tigawasa Buleleng Bali ini termasuk studi dengan menggunakan metode
deskripti eksploratif dan evaluatif. Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan
data, yaitu dengan melakukan survei primer dan survei sekunder.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel
bersifat tidak acak, dengan sampel yang di pilih berdasarkan pertimbangan-pertimangan
tertentu (Purposive Sampling). Berdasarkan pada kriteria tersebut, maka bangunan
rumah yang didapat sebanyak tiga puluh tujuh (37) rumah, rumah yang dijadikan sampel
berada pada Banjar Dinas Dauh Pura Desa Tigawasa. Sampel penduduk adalah pemilik
rumah yang dijadikan responden.
Pola permukiman
Pola permukiman Desa Tigawasa memiliki pola permukiman memusat.
Permukiman masyarakat mengelompok di tengah–tengah desa yang dikelilingi oleh
kawasan perkebunan dan tegalan dan perkembangannya menyebar pada lokasi
pertanian yang berada pada luar wilayah Banjar Dauh Pura. Banjar Dauh Pura berada di
pusat atau di tengah–tengah desa dan terdapat rumah dadia sebanyak 37 buah dan
tempat suci, yaitu Pura Desa dan Pura Dalem yang menjadi satu dengan Pura Desa,
sedangkan Banjar lainnya berada mengelilingi Banjar dauh pura dengan wilayahnya
berada di luar wilayah utama Desa Tigawasa, biasanya masyarakat mengatakan wilayah
tersebut dengan istilah “kubu”. Kubu merupakan rumah tinggal di luar pusat permukiman
di ladang, di perkebunan atau tempat tempat kehidupan lainya. Lokasi kubu tersebar
tanpa dipolakan sebagai suatu lingkungan permukiman, menempati unit-unit perkebunan
atau ladang-ladang yang berjauhan tanpa penyediaan sarana utilitas. Pola ruang kubu
sebagai rumah tempat tinggal serupa pola dengan rumah/umah (Gelebet, et al. 1985 :
39). (Gambar 1)
Sistem pemerintahan
Secara umum, sistem pemerintahan desa yang dikenal oleh masyarakat Bali
adalah sistem pemerintahan desa dinas dan sistem pemerintahan desa adat. Keduanya
memiliki perbedaan secara substansial, struktur dan fungsi. Keterikatan masyarakat
maupun respon yang diberikan pada dua lembaga pemerintahan tersebut berbeda pula.
Sistem pemerintahan adat di pimpin oleh ulu apad yaitu sesepuh desa yang terdiri dari
delapan orang yaitu, 1 pasang kebaan, 1 pasang pasek, 1 pasang takin dan 1 pasang
pamurakan.
Sistem kemasyarakatan
Sebagai desa yang masih tradisional dan selalu menjunjung tinggi awig–awig
desa, kehidupan masyarakat Desa Tigawasa selalu mengedepankan prinsip persatuan,
kesatuan dan kebersamaan. Hal ini dikarenakan setiap warga memiliki tanggung jawab
untuk menjaga kelestarian dan kesucian desa. Sebagai salah satu dari desa Bali Aga,
Tigawasa memiliki budaya, dialek bahasa, dan ritual yang berbeda dari desa-desa lain di
Bali. Dalam sistem sosialnya Desa Tigawasa menganut sistem ulunan atau prajuru.
Sistem ulunan berarti mengedepankan kedudukan dalam keluarga berdasarkan
perkawinan. Begitu seseorang menikah, maka namanya dimasukkan dalam karma adat.
Selain krama desa adat tersebut terdapat pula warda desa yang disebut dengan istilah
pancer (panca datu), yaitu
Warga pasek bertugas untuk tetap melestarikan adat Tigawasa;
Juru gemblung yang bertugas untuk memegang gamelan sacraln ketika ada upacara
di pura;
Juru gambuh bertugas sebagai penari tari-tarian sakral;
Juru lawan bertugas sebagai penari saat upacara Galungan dan Kuningan; dan
Juru Sudamala bertugas untuk melaksanakan upacara pembersihan pada saat terjadi
kematian atau upacara ngaben.
Analisis karakteristik pola tata ruang permukiman rumah tradisional Desa Tigawasa
Analisis karakteristik pola tata ruang permukiman rumah tradisional Desa
Tigawasa bertujuan untuk mengetahui penerapan filosofi dan konsepsi tata ruang
tradisional masyarakat Desa Tigawasa, sehingga nanti dapat memberikan gambaran
mengenani filosofi dan konsepsi serta pergeseran-pergeseran tata ruang yang ada.
Awig – awig (Hukum adat) Desa Tigawasa dalam pengaturan tata ruang desa
Sebagai salah satu desa tua di Bali pada khususnya Kabupaten Buleleng
keberadaan Desa Adat Tigawasa bisa terjaga hingga kini dikarenakan dalam setiap
kehidupan masyarakat selalu berpegang pada awig–awig desa. Begitu juga halnya
dengan pemanfaatan wilayah desa yang telah diatur dalam ketentuan desa adat. Jika
ada masyarakat yang melanggar maka akan mendapatkan sanksi, mulai dari pamindanda
(denda) hingga dikeluarkan dari keanggotaan krama desa adat.
Hukum adat (awig–awig) adalah aturan yang dibuat oleh warga (krama) desa adat
yang dipakai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari masayarakat Desa Adat
Tigawasa, baik dalam kehidupan sosial budaya dan dalam pelaksaan tara ruang desa
maupun dalam pekarangan.
Gambar 10. Perubahan pota tata ruang karena penambahan dapur dan kamar mandi.
Pola Desa adat Pola II: Satu desa Pola I : Satu desa
terdiri dari satu mencakup
desa adat; beberapa desa
adat;
Pola II: Satu desa
terdiri dari satu
desa adat;
Pola III: Satu desa
adat terdiri dari
beberapa desa;
dan
Pola IV: satu desa
adat terbagi ke
dalam beberapa
desa.
Tata Cara Asta Kosala-Kosali Asta Kosala-
Pembangunan dan Asta Bumi Kosali dan Asta
Rumah Bumi
Rekomendasi
Pola ruang tradisional dalam lingkup desa (makro)
1. Pembatasan pembangunan di zona utama dan nista mandala terutama dari penduduk
yang berasal dari luar wilayah desa dengan menjalankan sepenuhnya ketentuan yang
ada dalam awig–awig desa. Hal ini dikarenakan kehidupan masyarakat Desa Adat
Tigawasa dari dulu hingga sekarang selalu diselimuti oleh aturan adat.
2. Menjaga aturan yang selama ini telah berlaku, yaitu dengan tidak mengijinkan
pembangunan rumah adat (panti) di luar wilayah Banjar Dinas Dauh Pura (zona
madya mandala) sehingga kekhasan pola permukiman tetap terjaga.
Saran
Terkait dengan hasil studi perlu ada studi lebih lanjut mengenai bagaimana
melestarian permukiman rumah tradisonal Bali Aga, mengingat rumah terebut mempunyai
makna sejarah dan merupakan warisan budaya yang harus dijaga kelsetarianya
Daftar Pustaka
Alit, I Ketut, 2004. Morfologi Pola Mukiman Adati Bali: Jurnal Permukiman Natah. 2 (2).
Gelebet, I.N.M., I W., Negara Yasa, I M., Suwirya, I M.,Surata, I N 1985. Arsitektur
Tradisional Daerah Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Parwata, I. W. 2004. Dinamika Permukiman Perdesaan Pada Masyarakat Bali. Denpasar
: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Setiada, N. K. 2003. Desa Adat Legian Di Tinjau Dari Pola Desa Tradisional Bali. Jurnal
Permukiman Natah. 1 (2).
© Antariksa 2012