Anda di halaman 1dari 2

Siapa yang Berhak Menerima Vaksin Pertama Kali?

Oleh : Jihan Salwa Azizah

Upaya yang dapat mencegah penyakit COVID-19 yaitu vaksinasi, yang mana kita
tahu untuk membuat vaksin mememrlukan waktu yang cukup lama. Sebuah vaksin
harus melewati beberapa proses agar teruji klinis dan dapat dipastikan vaksin aman
untuk digunakan. Salah satu vaksin yang telah melewati uji klinis di Indonesia adalah
vaksin sinovac.

Juru Bicara Vaksinasi dr Siti Nadia Tarmizi menegaskan, hampir tak mungkin
seseorang yang divaksin Sinovac terinfeksi virus corona karena vaksin. Sebab, vaksin
tersebut berisi virus mati.

"Vaksin Sinovac adalah vaksin berisi virus mati ( inactivivated), jadi hampir tidak
mungkin menyebabkan seseorang terinfeksi," kata Nadia dalam sebuah pernyataan
yang diterima Kompas.com, Jumat (22/1/2021).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis hasil evaluasi dari laporan uji
klinis sementara atau interim tahap III Vaksin Virus Corona buatan perusahaan asal
China, Sinovac, pada Jumat (8/1) hari ini. Laporan itu menunjukkan efikasi atau tingkat
keampuhan vaksin corona Sinovac sebesar 65,3 persen. Angka tersebut sudah sesuai
dengan standar atau ambang batas efikasi yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) yakni minimal 50 persen. Merespons hal itu, BPOM juga telah mengevaluasi
untuk kemudian mengeluarkan izin darurat penggunaan atau Emergency Use
authorization (EUA) atas vaksin covid-19 Sinovac.

"Hasil efikasi dari Bandung 65,3 persen," kata Kepala BPOM Penny Lukito, dalam
konferensi pers, Senin (11/1).

Kementerian kesehatan di seluruh dunia kini baru saja mulai membuat daftar
prioritas para penerima vaksin. Langkah ini disebut lebih sulit dari yang dibayangkan.
Setiap negara perlu menentukan bagaimana menyeimbangkan antara menyelamatkan
nyawa orang yang rentan atau menghentikan penyebaran virus di antara para pekerja di
sektor penting. Lantas, siapa yang berhak menerima vaksin pertama kali?

World Health Organization (WHO) telah mempertimbangkan pedoman awal


untuk alokasi vaksin global dan mengidentifkasi kelompok yang harus diprioritaskan,
yaitu pekerja medis dan sosial, diikuti komorbiditas dan risiko tinggi, lalu kelompok
prioritas lainnya.

Vaksinasi tahap pertama dilakukan kepada pekerja medis dan sosial. Hal tersebut
dilakukan karena keduanya berisiko terpapar virus korona, terutama pekerja medis.
Pekerja medis merupakan garda terdepan yang langsung berhadapan dengan pasien
yang terpapar virus korona sehingga risiko terpapar sangat tinggi. Bahkan, banyak
pekerja medis yang meninggal dunia karena terpapar virus korona. Dari Maret hingga
akhir Desember tercatat 504 pekerja medis wafat yang terdiri dari 237 dokter dan 15
dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, dan 10 tenaga laboratorium medik. Selain
itu, pekerja sosial juga harus diprioritaskan karena mereka harus beraktivitas diluar
rumah dan bertemu orang banyak. Tentunya hal tersebut juga menjadi pemicu
penularan virus korona.

Lalu, vaksinasi tahap kedua dilakukan kepada lansia dan orang yang berisiko
tinggi. Hingga 15 November 2020, kematian lansia akibat virus korona sebanyak 6.447
orang. Tingkat kematian lansia tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia. Maka
diperlukan vaksinasi kepada kelompok lansia untuk mengurangi angka kematian
maupun mengurangi tingkat gejala pasien lansia yang terkena virus korona. Selain itu,
orang yang berisiko tinggi, seperti keluarga pekerja medis dan orang yang mempunyai
penyakit penyerta juga perlu dilakukan vaksinasi. Keluarga dari pekerja medis rentan
sekali terpapar virus korona karena bisa jadi mereka tertular oleh salah satu anggota
keluarganya yang bekerja sebagai pekerja medis sehingga timbul klaster keluarga.
Orang yang punya penyakit penyerta juga penting untuk divaksinasi karena risiko
mengalami gejala berat hingga kematian sangat tinggi sehingga akan menyulitkan para
pekerja medis dalam menangani orang yang bergejala berat tersebut.

Tahapan akhir dari vaksinasi yaitu dilakukan kepada kelompok prioritas lainnya,
seperti tenaga pendidik, siswa, dll. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai herd
immunity. Dengan tercapainya herd immunity, pandemi akan segera selesai atau
minimal lebih terkendali. Namun, untuk mencapai herd immunity diperlukan waktu
yang tidak singkat mengingat produksi vaksin yang terbatas dan memerlukan waktu
yang tidak sedikit.

Oleh sebab itu, hendaknya kita tetap melaksanakan protokol kesehatan untuk
mencegah penyebaran virus korona. Karena tanpa vaksin pun pandemi bisa
terselesaikan asalkan kita semua menerapakan protokol kesehatan dengan benar dan
saling bekerja sama dalam mengatasi pandemi virus korona ini.

Anda mungkin juga menyukai