Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN CVA (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT) INFARK

DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

TAHUN 2021

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratorium Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Pada Mata Kuliah KMB Dengan Dosen Pembimbing Ns. Sholihin, M.Kep

OLEH :

ANDITA PURNAMASARI

NIM : 201802052

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PRODI S1 KEPERAWATAN

BANYUWANGI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : ANDITA PURNAMASARI

NIM : 201802052

PRODI : S1 KEPERAWATAN 3B

Laporan pendahuluan dengan judul “LAPORAN PENDAHULUAN CVA


(CEREBRO VASCULAR ACCIDENT) INFARK DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD
BLAMBANGAN BANYUWANGI TAHUN 2021” telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Berdasarkan hasil bimbingan dari pembimbing institusi sejak tanggal 27 Juli 2021.

Banyuwangi, 27 Juli 2021

Pembimbing Kepala Ruang RPD Pembimbing Institusi

Siti Kholifah Ns. Sholihin, M.Kep

NIK. NIK. 06.005.0906


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak secara tiba-tiba, dan
merupakan keadaan yang timbul karena gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian (Safitri, Agustina, & Amrullah, 2012). Pada
keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu sehingga mempengaruhi kinerja
saraf di otak. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah diantaranya penurunan
kesadaran dan kelemahan otot. Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat
menyebabkan penurunan kesadaran pada penderita CVA. Penanganan dan perawatan
yang tepat pada pasien CVA diharapkan dapat menekan serendah-rendahnya dampak
negatif yang ditimbulkan (Hartikasari,2015).
Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker,
serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut American
Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika setiap tahunnya
adalah 50-100 dari 100.000 orang penderita (Dinata, Safrita, & Sastri, 2013).
Berdasarkan hasil survei RISKESDAS tahun 2013 tingkat penderita stroke di Indonesia
yang paling tinggi adalah di provinsi Jawa Timur, kabupaten Gresik sebesar 4,3%
(RISKESDAS, 2013). Secara patomekanisme, 20% pasien stroke merupakan pasien
perdarahan dan 80% merupakan pasien stroke iskemik/infark. Subtipe stroke infark
tersebut adalah stroke kardioemboli yang disebabkan oleh emboli karena kelainan pada
jantung. Hampir 90% emboli jantung berakhir di otak sehingga defisit, dengan kriteria
diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang beragam mendapatkan angka stroke
kardioemboli antara 15-20% dari seluruh stroke iskemik. Satu dari empat kasus stroke
iskemik adalah stroke yang berasal dari kardioembboli. Insidensi dari penyakit stroke
kardioemboli pada populasi bisa mencapai 30 kasus dari 100.000 penduduk setiap
tahunnya (Damayanti, Amalia, & Sudju, 2018).
Stroke atau cerebro vaskuler accident (CVA) dapat menyerang siapa saja
terutama penderita penyakit-penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi, kencing
manis, jantung, kadar kolestrol tinggi, penyempitan pembuluh darah, penebalan
pembuluh darah, obesitas dan lain-lain. Tetapi pada umumnya stroke rentan terjadi
pada penderita tekanan darah tinggi, untuk itu penderita kronis haruslah mewaspadai
dan mengantisipasi terjadinya serangan stroke. Penyakit stroke berkaitan dengan
tekanan darah tinggi yang mempengaruhi munculnya kerusakan dinding pembuluh
darah sehingga dinding pembuluh darah tidak merata. Akibatnya, zat-zat yang terlarut
seperti kolestrol, kalium dan lain sebagainya akan mengendap pada dinding pembuluh
darah yang dikenal dengan istilah penyempitan pembuluh darah. Apabila penyempitan
pembuluh darah terjadi dalam waktu lama akan mengakibatkan suplai darah ke otak
berkurang, bahkan terhenti yang selanjutnya menimbulkan stroke (Pudiasttuti, 2011).
Stroke dapat menyebabkan kelumpuhan. Kelumpuhan dapat terjadi pada ekstremitas
karena perfusi jaringan serebral tidak efektif yang disebabkan oleh trombus dan emboli
akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah, jika hal ini
berlanjut terus menerus maka jaringan tersebut akan mengalami infark dan kemudian
akan mengganggu sistem persyarafan yang ada di tubuh seperti penurunan kontrol
volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau hemiparese (Faradila, 2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang yang telah diuraikan, rumusan
masalah pada studi kasus ini yaitu bagaimana melakukan Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah dengan CVA (Cerebbro Vaskuler Accident) infark di ruang penyakit
dalam RSUD Blambangan Banyuwangi pada tahun 2021.
C. Tujuan

 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dengan
Cerebro Vaskuler Accident (CVA) infark di ruang penyakit dalam RSUD
Blambangan Banyuwangi.

 Tujuan Khusus.
Setelah menyelesaikan belajar klinik mampu :
1. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah Kesehatan Keperawatan
Medikal Bedah.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan
Keperawatan Medikal Bedah.
3. Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan.
4. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang ditentukan.
5. Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan.
6. Mendokumentasi asuhan keperawatan.

D. Manfaat
 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa memberikan gambaran terhadap konsep gerontik dan konsep
asuhan keperawatan gerontik pada pasien dengan Hipertensi serta implementasi
pada pasien dengan diagnosa Hipertensi dalam keperawatan gerontik.
 Bagi Institusi
Menambah bahan kepustakaan dan sebagai pertimbangan untuk kasus sejenis.
 Bagi Pasien
Memberikan intervensi yang tepat dan memberikan rasa nyaman terhadap
tindakan yang dilakukan oleh perawat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
CVA infark adalah sindrome klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa deficit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
thrombosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. CVA atau cerebro vaskuler accident
kelainan ini terjadi pad organ otak yang menyebabkan deficit neurologis mendadak
sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyono Aru, 2015). Istilah
CVA infark biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum.
CVA adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis
(deficit neuorologic fokal atau global ) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih
24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak karena suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh
darah secara spontan (stroke perdarahan) (Hadi Kusuma, 2012).
B. Klasifikasi Stroke
Stroke terdiri dari dua jenis utama yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik jauh lebih sering terjadi daripada stroke hemoragik. Otak memiliki
suplai darah yang cukup konsisten antara individu. Iskemik stroke dapat disebabkan
aterosklerosis pada pembuluh darah besar, aortocardioemboli, atau oklusi pembuluh
darah kecil. Pada stroke hemoragik, paling sering disebabkan oleh hipertensi, kelainan
pembbuluh darah spesifik atau masalah medis lainnya (Joso Gomes, 2013).
1. Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah arteri ke otak tersumbbat. Arteri
bertanggung jawab untuk mengalirkan darah segar dari jantung dan paru-paru yang
membawa oksigen dan nutrisi ke otak. Jika arteri tetap di blokir selama lebih dari
beberapa menit, sel-sel otak bisa mati (Anonim, 2015).
Stroke iskemik dibagi menjadi:
a. Trombosis
Ketika berusia muda, seseorang memiliki arteri yang luas dan fleksibel,
namun seiring bertambahnya usia dinding arteri menjadi lebih tebal dan kurang
lentur. Sebuah kondisi yang disebut aterosklerosis kemudian dapat berkembang
dimana menggambarkan pengerasan dan penebalan arteri besar dalam tubuh
akibat deposito lemak, atau patch yang disebut 'ateroma' pada dinding bagian
dalam arteri. Mereka dapat menjadi lebih tebal dan menyebabkan penyempitan
dan mengurangi aliran darah yang melewati pembuluh darah tersebut sehingga
akhirnya terjadi penyumbatan. (Stroke Association, 2012).
Penyumbatan yang terjadi dapat membuat dinding permukaan arteri
menjadi rapuh dan mudah patah sehingga dapat menyebabkan pendarahan fokal
dan terbentuk trombus. Trombus yang terbentuk dapat pecah dan mengalir ke
pembuluh darah yang lain, sehinnga terjadi penyumbatan didaerah lain (Joao
Gomes, 2013).
b. Emboli
Emboli pada umumnya disebabkan oleh bekuan darah yang terbentuk
dilokasi lain dalam sistem peredaran darah seperti jantung dan arteri besar dada
bagian atas dan leher. Kondisi jantung dan kelainan darah seperti denyut jantung
yang tidak teratur atau Fibrilasi Atrium dapat menyebabkan penumpukkan darah
dijantung dan meningkatkan resiko pembentukan gumpalan darah dibilik jantung.
Sebagian bekuan darah tersebut lepas dan berjalan memasuki pembuluh darah
otak hingga mencapai pembuluh darah otak kecil dan menyebabkan
penghambatan aliran darah (National Institute of Health, 2016).
c. Aterosklerosis
Salah satu penyakit yang paling umum yang mempengaruhi arteri adalah
aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh adanya endapan plak lemak pada dinding
arteri. Sementara pembentukan lesi aterosklerosis dapat mempengaruhi arteri
terutama arteri koroner jantung yang paling sering terkena. Manifestasi
aterosklerosis ialah terjadi iskemia karena berkurangnya aliran darah, aneurisma
atau perdarahan akibat mengecilnya dinding pembuluh darah dan adanya plak
aterosklerotik sehingga membentuk emboli yang dapat berjalan jauh ke seluruh
pembuluh (Martin M.Z, 2003).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik (13% dari stroke) termasuk perdarahan subarachnoid (SAH),
perdarahan intraserebral, dan hematoma subdural. SAH mungkin akibbat dari
trauma atau pecahnya aneurisma atau arteriovenous malformation intrakranial
(AVM). Perdarahan intraserebral terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak
menyebabkan hematoma. Hematoma subdural biasnaya disebabkan oleh trauma.
Darah di kerusakan parenkim otak jaringan di sekitarnya melalui massa efek dan
neurotoksisitas komponen darah dan produk degradasi mereka (Dipiro, 2015).
a. Perdarahan intraserebral
Pendarahan intraserebral (ICH) hasil dari pecahnya pembuluh intraserebral
mengarah ke pengembangan dari hematoma dalam substansi otak (Acharya,
2011). Pendarahan intraserebral adalah jenis pendarahan yang sangat sering
dikaitkan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Sekitar 30% pendarahan
intraserebral akan terus membesar selama 24 jam pertama, paling sering dalam
waktu 4 jam, dan lokasi dan volume gumpalan adalah indikator yang paling
penting. Sebagian besar kematian dini stroke hemoragik disebabkan oleh
peningkatan mendadak tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi
dan kematian. Ada juga bukti untuk mendukung bahwa edema memperburuk
kondisi pasien setelah perdarahan intraserebral. (Fagan, 2008).
b. Pendarahan subbarachnoid
Pendarahan subarachnoid merupakan tanda-tanda disfungsi neurologis yang
cepat berkembang dengan tanda sakit kepala karena perdarahan ruang
subarachnoid (ruang antara membran arachnoid dan pia mater dari otak atau
sumsum tulang belakang). Dampak dari (SAH) adalah terjadinya cedera
permanen pada (SSP) sistem saraf pusat (Sacco et al., 2013). Jenis perdarahan
sangat sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dan
efek samping terapi antitrombotik atau trombolitik (Silva et al., 2011).
c. Hematoma subdural
Hematoma subdural mengacu pada penumpukan darah di bawah dura (bagian
yang menutupi otak), dan disebabkan paling sering oleh trauma. Stroke
hemoragik secara signifikan lebih mematikan dibanding stroke iskemik, dengan
30 hari kasus kematian yang dua sampai enam kali lebih tinggi (Dipiro, 2012).
C. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis cerebbral ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bbangun tisur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, bbasilar, aorta dan arteri
iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Atarosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau clasrisitas dinsing pembuluh darah.
Manifestasi klinis atheroklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombosis, kemdian melepaskan kopingan
thrombosis (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/homatokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuari
darah, lemah dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus dijantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat rheumatik heart desease (RHD)
2) Myokard infark
3) Fibeilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongn vertikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu—waktu kosong sama
sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terentuknya
gumpaklan-gumpalan pada endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraschnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atheroklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah orak
menyebabkan perembesan darah kedalam perenkim jaringan otak yang
berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak oedema dan mungkin herniasi otak.
2. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac pulmonary arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
3. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Patofisiologi
Penyakitt serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh trombosis, emboli
dan hipoperfusi , yang semuanya dapay menyebabkan pengurangan atau gangguan
dalam CCBF yang mempengaruhi fungsi neurologis. Otak hanya menerima 20% dari
output janttung hal tersebut merupakan bagian awal terjadinya iskemik periode iskemik
yang singkat dapat memicu terjadinya suatu kejadian yang komplek sehingga
menyebabkan kerusakan otak permanen (Guo et al, 2013).
Stroke iskemik diseabkan oleh oklusi atau stenosis berat arteri serebral, karena
embolus atau trombosis, sehingga mengurangi aliran darah serebral (CBF) dan
gangguan suplai oksigen dan glukosa ke jaringan yang disuplai arteri tersebut (Johnson
et al, 2006). Ketika aliran darah lokal otak menurun di bawah 20mL/100 g per menit,
iskemia terjadi kemudian. Sehingga ketika pengurangan lebih lanjut di bawah
12mL/100 g per menit bertahan, maka akan terjadi kerusakan otak permanen yang
disebut dengan infark. Jaringan yang mengalami iskemik tetapi mempertahankan
integritas membran dan berpotensi untuk diselamatkan disebut sebbbagai penumbra
iskemik yang berada disekitar area infark atau mengelilingi inti infark. Penumbra ini
berpotensi diselamatkan melalui intervensi terapeutik (Dipiro et al, 2011).

E. Faktor Resiko
Faktor resiko stroke adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab atau yang
mendasari terjadinya stroke pada masing-masing individu. Menurut American Stroke
Association memperkirakan bahwa 80% dari stroke dapat dicegah. Pengetahuan medis
tentang faktor resiko stroke berdasarkan penelitian epidemiologi (American Stroke
Association, 2015). Stroke berdampak terhadap sosioekonomi akibat disabilitas yang
diakibatkannya. Oleh karena prevalensi penyebab kecacatan nomor satu, maka
pencegahannya sangat penting dilakukan melalui deteksi dini faktor resiko dan upaya
pengendalian.
Berdaasrkan AHA Guideline tahun 2013, menerangkan bahwa faktor resiko
stroke diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, faktor dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak
dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi yakni, hipertensi, merokok, alkohol
dan lainnya dapat dikendalikan dengan merubbah pola hidup atau life style pasien.
Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau tidak dapat diubah yakni usia,
jenis kelamin, ras atau etnis.
1. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian stroke, baik stroke
iskemik maupun stroke hemoragik. Hal ini berhubungan dengan life style
utamanya dilakukan sejak usia muda. Jumlah kematian stroke pertahun yang
dikaitkan dengan merokok di Amerika Serikat, diperkirakan memberikan
kontribusi12% sampai 14% dari semua stroke yang berakhir dengan kematian
(Goldstein et al, 2011).
Merokok dapat meningkatkan resiko stroke iskemik. Hal ini dikarenakan
pada individu yang terbiasa merokok selalu terpapar radikal bebas yang dapat
menyebabkan penuaan dan pengurangan jumlah suplai oksigen pada otak
(Nasional Stroke Foundation, 2010)
b. Diet
Diet atau makanan merupakan tingkat resiko yang tinggi dan dapat
meningkatkan keuntungan secara intervensi farmakologi pada orang dengan
penyakit pembuluh darah. Contohnya menuurunkan jumlah konsumsi sodium
pada individu dengan riwayat cardiovasccular desease, khususnya pada individu
yang mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, dengan mengendalikan pola
makan akan membbantu mencegah stroke (Nasional Stroke Foundation, 2010).
c. Diabetes
Orang dengan diabetes memiliki resiko terhadap asterosklerosis dan
peningkatan prevalensi faktor resiko proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid
darah. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta 5,9% orang Amerika menderita stroke.
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan resiko
independen stroke iskemik dengan resiko relatif muulai dari 1,8 kali lipat
menjadi 6 kali lipat (Goldstein et al 2011).
d. Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan resiko terkena stroke. Hal ini berkaitan
dengan lipid yang ada ditubuh. Karena pada individu yang mempunyai timbunan
lemak yang berlebih, meningkatkan resiko terbentuknya plak asterosklerosis
ataupun thromblus, sehingga dapat meningkatkan kejadian serangan stroke
iskemik (Nasional Stroke Foundation, 2010).
e. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama antara kejadian infark serebral dan
intracranial hemoragik. Hubungan antara stroke dan hipertensi sangat kuat,
berlanjut dan konsisten, bisa diprediksi dan sebagian etiologik yang signifikan.
Resiko stroke meningkat secara progresif dengan peningkatan tekanan darah dan
sejumlah bbesar individu yang memiliki tingkat tekanan darah dibawah ambang
yang harus diterapi.
2. Faktor resiko yang tidak dapat di modiffikasi
Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya stroke. Salah satunya adalah
faktor yang tidak dapat diubah/dimodifikasi, yakni:
a. Usia
Stroke umumnya diderita oleh orang tua, tetapi insiden stroke pada anak
telah meningkat beberapa tahun terakhir. Meskipun kelompok muda (usia antara
22-44 tahun) berada pada resiko yang lebih rendah, namun terjadi kerugian yang
lebih besar jika stroke terjadi pada usia produktif. Sehingga usia merupakan
faktor risiko yang besar, baik pada stroke iskemik maupun stroke hemoragik.
Dilaporkan pada beberapa penelitian bahwa resiko mejadi berlipat setiap dekade
setelah usia 55 tahun (anonim, 2011).
b. Jenis kelamin
Tingkat stroke untuk pria lebih tinggi dari pada untuk wanita (anonim,2011)
pada umumnya pria memiliki rentang usia tertentu dimana resiko stroke terjadi
lebih besar dibandingkan dengan wanita. Terdapat pengecualian pada mereka
yang berusia 35—44 tahun dan mereka yang berusia 85 tahun (Goldstein et al,
2011). Pengugunaan alat kontrasepsi oral dan kehamilan berkontribusi besar
dalam angka kejadian stroke pada wanita. Sedangkan pada laki-laki dengan
penyakit kardiovaskuler memiliki resiko stroke yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan wanita usia lebih tua (Jsunch et al, 2013).
c. Berat lahir rendah
Kelahiran berat lahir rendah dapat disebabkan oleh gizi buuruk atau
masalah kesehatan lainnya. Berdasarkan studi di California Selatan,
kemungkinan stroke terjadi lebih dari dua kali lipat pada mereka yang memiliki
berat lahir rendah <2500g dibandingkandengan bbayi yang memiliki berat
4000g. Perbedaan berat lahir dapat didasari pada perbedaan letak geografis
dalam hubungannya dengan kematian akibat stroke, yang juga berhubungan
dengan tempat lahir. Meskipun alasan potensial untuk hubungan ini tidak
membuktikan adanya hubungan kausalitas (Goldstein et al,2011)
d. Etnis
Kelompok etnis tertentu (Cina, populasi Jepang dan kelompok orang kulit
hitam, segaian orang Amerika Hispanik) telah meningkatkan tingkat stroke
dibandingkan dengan populasi dunia lainnya (Anonim,2011). Terutama pada ras
kulit hitam usia muda, memiliki resiko lebih tinggi untuk perdarahan
subarachnoid (SAH) dan penderita intraskranial (ICH) dibandingkan dengan
kulit putih. Kemungkinan tingkat kejadian dan angka kematian yang lebih tinggi
pada kulit hitam karena prevalensi hipertensi, obesitas dan diabetes yang lebih
tinggi. Study Strong Heart (SSH) menunjukkan bahwa Indian Amerika memiliki
insiden lebih tinggi terkena stroke dibandingkan Afrika-Amerika dan ras kulit
putih (Goldstein et al, 2011).
e. Genetik
Sebuah studi kohort meta analisis menunjukkan bahwa riwayat keluarga
yang positif stroke memiliki resiko terkena sekitar 30%. Kemungkinan keduanya
kembar monozigot memiliki stroke 1,65 kali lipat lebih tinggi daripada orang-
orang yang kembar dizigotik. Pada wanita yang memiliki orang tua dengan
riwayat stroke, lebih memungkinkan terkena stroke dibandingkan dengan pria.
Peningkatan resiko strooke pada orang dengan riwayat keluarga positiff stroke
dapat dimediasi melalui berbagai mekanisme, meliputi: heritabilitas genetik
faktor resiko stroke tersebut, keluarga sangat mempengaruhi budaya atau
lingkungan dan gaya hidup seseorang serta interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan (Goldstein et al, 2011).

F. Tanda dan Gejala


Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan tiba-tiba atau mati rasa
pada wajah, lengan atau kaki, paling sering di salah satu tubuh. Gejala lain termasuk:
kebingungan, kesulitas berbicara atau memahami pembicaraan, kesulitan melihat
dengan satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau
koordinasi, sakit kepala parah tanpa diketahui penyebabnya, pingsan atau tidak
sadarkan diri. Efek dari strooke tergantung pada bagian mana dari otak yang terluka
dan seberapa parah itu dipengaruhi. Stroke yang sangat parah dapat menyebabkan
kematian mendadak (WHO, 2014).
G. Pathway
H. KOMPLIKASI
1. Dini (0-48 jam pertama)
- Oedema cerebri deisit neurologis ccenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbbulkan kematian.
- infark miocard. Penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal
2. Jangka pendek (1-14 hari)
- Pneumonia akibbat immobilitas lama
- Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi pada
saat penderita mulai mobilisasi
- Stroke rekuren : dapat terjadi setiap saat
3. Jangka panjang (>14 hari)
- Stroke rekuren
- Infark miokard
- Gangguan vaskuler perifer
(Hadi Kusuma,2015)

I. Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler
2. Lumbal pungsi digunakan untuk mendiagnosis SAH ketika CT scan/MRI tidak
tersedua atau negative (yaitu ketika perdarahan kecil atau berumur beberapa hari),
tidak adanya darah pada lumbal pungsimenyingkirkan diagnosis SAH.
3. CT scan/MRI digunakan untuk menentukan lokasi, tipe (iskemik atau hemoragik)
dan komplikasi stroke (edema, efek masa, hidrosefalus).
4. EEG (elektroensefalografi) digunakan untuk dugaan kejang, tetapi tidak untuk
klasifikasi subtipe stroke atau tingkat keparahan stroke
5. Ekokardiografi (EKG) digunakan untuk mendeteksi inkemia/infark miokard,
aritmia, dan pembesaran ruang menunjukkan kardiomiopati atau penyakit katup
jantung.
6. Pemeriksaan rongen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun kelainan
jantung
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung darah lengkap untuk mengidentifikasi penyebab potensial stroke
b. Laju endap darah (meningkat pada tumoor, infeksi, vaskulitis)
c. Glukosa serum (hiperglikemia akut dapat memperbburuk hasil, hipoglikemia
dapat menyebabkan perubahan neurologis fokus)
d. Elektrolit
e. Profil lipid dan fibrinogen
f. PT,PTT, dan INR (I) untuk mendeteksi koagulopati dan untuk digunakan
sebagai data dasar sebelum terapi antikoagulasi
g. Antibody anti kardiolipin
h. Regain plasma ccepat untuk neurosifilis
i. Skrin urine untuk kokain atau amfetamin, jika dicurigai
8. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (maslah sistem karotis)

(Yosep, 2013)
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur : karena usia diatas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya
serangan stroke. Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.
Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran
atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih
sadar.
c. Upaya yang telah dilakukan
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk. Oleh karena
itu klien biasanya langsung dibawa ke rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu di kaji adanya riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung, pernah TIAs,
policcitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh
darah otak menjadi menurun.
e. Riwayat penyakit
Kronoligis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba—
tiba terjadi keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran
sampai koma.
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami
stroke.
g. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai teradinya koma maka perlu
klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari—hari dari
bantuan sebagian sampai total, meliputi:
- Mandi
- Makan/minum
- BAB/BAK
- Berpakaian
- Berhias
- Aktifitas mobilisasi
h. Pemeriksaan fisik dan observasi
 B1 (bright/pernafasan)
Perlu di kaji adanya:
- Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan
refleks batuk
- Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang
- Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor
- Catat jumlah dan irama nafas
 B2 (blood/sirkulasi)
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan tekanan
darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
 B3 (brain/persyarafan,otak)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adnaya pupil unilateral,
observasi tingkat kesadaran.
 B4 (bladder/perkemihan)
Tanda-tanda inkontinensia uri.
 B5 (bowel : pencernaan)
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
 B6 (bone : tulang dan integumen)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan. Tanda-tanda decubitus karena
tirah baring lama, kekuatan otot
i. Sosial interaksi
Biasnaya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian di ekspresikan
dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
kesembuhannya.
2. Diagnosa yang muncul
a. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot d/d mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas (SDKI, D.0054, hal 124).
b. Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal d/d tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ ke toilet/ berhias secara mandiri
(SDKI,D.0199, hal 240)
c. Ansietas b/d kebutuhan tidak terpenuhi d/d merasa khawatir dengan akibat
dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah dan tegang (SDKI,D.0030, hal
180)
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot d/d mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas (SDKI, D.0054, hal 124)

INTERVENSI KRITERIA HASIL

1) Dukungan mobilisasi (SIKI,I.05173, hal 30) 1) Mobilitas fisik (SLKI, L.05042, hal 65)

Definisi : memfasilitasi pasien untuk meningkatkan Definisi : kemampuan dalam gerakan fisik
aktivitas pergerakan fisik. dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
Tindakan :
Ekspektasi : meningkat
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik Kriteria hasil:
lainnya
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Identifikasi toleransi fisik melakukan
(dengan skor 5)
pergerakan
- Kekuatan otot meningkat (dengan skor
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
5)
sebelum memulai mobilisasi
- Rentang gerak (ROM) meningkat
- Monitor kondisi umum selama melakukan
(dengan skor 5)
mobilisasi
- Nyeri menurun (dengan skor 5)
Terapeutik - Kecemasan menurun (dengan skor 5)
- Kaku sendi menurun (dengan skor 5)
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
- Gerakan tidak terkoordinasi menurun
(mis. Pagar tempat tidur)
(dengan skor 5)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Gerakan terbatas menurun (dengan skor
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien
5)
dalam meningkatkan pergerakan
- Kelemahan fisik menurun (dengan skor
Edukasi 5)
2) Keseimbangan (SLKI, L.05039, hal 39)
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini Definisi : kemampuan mempertahankan
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus ekuilibrium tubuh.
dilakukan (mis. Duduk ditempat tidur, duduk
Ekspektasi : meningkat
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi. Kriteria hasil :

- Kemampuan duduk tanpa sandaran


meningkat (dengan skor 5)
- Kemampuan bangkit dari posisi duduk
meningkat (dengan skor 5)
- Keseimbangan saat berdiri meningkat
(dengan skor 5)
- Keseimbangan saat berjalan meningkat
(dengan skor 5)
- Keseimbangan saat berdiri dengan satu
kaki meningkat (dengan skor 5)
- Pusing menurun (dengan skor 5)
- Perasaan bergoncang menurun (dengan
skor 5)
- Tersandung menurun (dengan skor 5)
- Postur membaik (dengan skor 5)

b. Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal d/d tidak mampu


mandi/mengenakan pakaian/makan/ ke toilet/ berhias secara mandiri
(SDKI,D.0199, hal 240)

INTERVENSI KRITERIA HASIL

1. Dukungan perawatan diri : BAB/BAK (SIKI, 1) Perawatan diri (SLKI, L.11103, hal 81)
I.11349, hal 37)
Definisi : kemampuan melakukan atau
Definisi : memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
menyelesaikan aktivitas perawatan diri
buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB) Ekspektasi : meningkat
Tindakan :
Kriteria hasil :
Observasi :
- Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia - Kemampuan mandi meningkat (dengan
- Monitor integritas kulit pasien skor 5)
- Kemampuan mengenakan pakaian
Terapeutik :
meningkat (dengan skor 5)
- Buka pakaian yang diperlukan untuk - Kemampuan makan meningkat (dengan
memudahkan eliminasi skor 5)
- Dukungan penggunaan toilet/cccommode/ - Kemampuan ke toilet (BAB/BAK)
pispot/urinal secara konsisten meningkat (dengan skor 5)
- Jaga privasi selama eliminasi - Verbalisasi keinginan melakukan
- Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika perawatan diri meningkat (dengan skor
perlu 5)
- Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah - Minat melakukan perawatan diri
digunakan meningkat (dengan skor 5)
- Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika perlu - Mempertahankan kebersihan diri
- Sediakan alat bantu (mis. Kateter eksternal, meningkat (Dengan skor 5)
urinal), jika perlu - Mempertahankan kebersihan mulut
Edukasi : meningkat (dengan skor 5)

- Anjurkan BAK/BAB secara rutin


- Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
2. Dukungan perawatan diri : berpakaian (SIKI,
I.11350, hal 37)

Definisi : memfasilitasi pemenuuhan kebutuhan


berpakaian dan berhias

Tindakan :

Observasi

- Identifikasi usia dan budaya dalam membantu


berpakaian/berhias

Terapeutik

- Sediakan pakaian pada tempat yang mudah


dijangkau
- Sediakan pakaian pribadi, sesuai kebutuhan
- Fasilitasi mengenakan pakaian, jika perlu
- Fasilitasi berhias (mis. Menyisir rambut,
merapikan kumis/jenggot)
- Jaga privasi selama berpakaian
- Tawarkan untuk laundry, jika perlu
- Berikan pujian terhadap kemampuan
berpakaian secara mandiri.

Edukasi

- Informasikan pakaian yang tersedia untuk


dipilih, jika perlu
- Ajarkan mengenakan pakaian, jika perlu
3. Dukungan perawatan diri : mandi (SIKI,
I.11352, hal 39)

Definisi : memfasilitasi pemenuhan kebutuhan


kebersihan diri.

Tindakan :

Observasi

- Identifikasi usia dan budaya dalam membantu


kebersihan diri
- Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
- Monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut,
mulut, kulit, kuku)
- Monitor integritas kulit

Terapeutik

- Sediakan peralatan mandi (mis. Sabur, sikat


gigi, Shampoo, pelembab kulit)
- Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
- Fasilitasi menggosok gigi, sesuai kebutuhan
- Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
- Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian

Edukasi

- Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak


mandi terhadap kesehatan
- Ajarkan kepada keluarga cara memandikan
pasien, jika perlu.

c. Ansietas b/d kebutuhan tidak terpenuhi d/d merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, tampak gelisah dan tegang (SDKI,D.0030, hal 180)

INTERVENSI KRITERIA HASIL

1) Terapi relaksasi (SIKI, I. 09326, hal 436) 1) Tingkat ansietas (SLKI, L.09093, hal
132)
Definisi : menggunakan teknik peregangan untuk
mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan Definisi : kondisi emosi dan pengalaman
seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan
Tindakan : subyektif

Observasi Ekspektasi : menurun

- Identifikasi penurunan tingkat energi, Kriteria hasil :


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
- Verbalisasi kebingungan menurun
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
(dengan skor 5)
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi
efektif digunakan
yang dihadapi menurun (dengan skor 5)
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
- Perilaku gelisah menurun (dengan skor
penggunaan teknik sebelumnya
5)
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
- Perilaku tegang menurun (dengan skor
tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
5)
latihan
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa


gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
yang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembur dengan irama
lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika
sesuai.

Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis


relaksasi yang tersedia (mis. Musik, meditasi,
napas dalam, relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
Napas dalam, peregangan, atau imajinasi
terbbimbing)

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. sudoyo (2015). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Interna Publising. Jakarta
Budiman, Yoseph (2013). Pedoman Standar Pelayanan Medik Dan Standar Prosedur
Operasional Neurologo. PT.Refika Aditama. Bandung
Kusuma Hadi (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC jilid 3. Mediaction. Yogyakarta
Kusuma, Hadi (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC – NOC.
Media hardy. Yogyakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Zmidt Gold J, Adrian (2013). Stroke Esensial. PT Indeks. Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS CVA (CEREBRO VASCULAR
ACCIDENT) INFARK DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD BLAMBANGAN
BANYUWANGI TAHUN 2021

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratorium Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Pada Mata Kuliah KMB Dengan Dosen Pembimbing Ns. Sholihin, M.Kep
OLEH :

ANDITA PURNAMASARI

NIM : 201802052

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PRODI S1 KEPERAWATAN

BANYUWANGI

2021

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : ANDITA PURNAMASARI

NIM : 201802052

PRODI : S1 KEPERAWATAN 3B

Laporan pendahuluan dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


KASUS CVA (CEREBRO VASCCULAR ACCIDENT) INFARK DI RUANG PENYAKIT
DALAM RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI TAHUN 2021” telah disetujui dan
disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Berdasarkan hasil bimbingan dari pembimbing institusi sejak tanggal 27 Juli 2021.

Banyuwangi, 27 Juli 2021


Pembimbing Kepala Ruang RPD Pembimbing Institusi

Siti Kholifah Ns. Sholihin, M.Kep

NIK. NIK. 06.005.0906

Anda mungkin juga menyukai