BELL’S PALSY
Oleh:
Preseptor:
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
Inti nervus fasialis terletak di tegmentum pons sisi kaudal, anteromedial dari
traktus spinalis nukleus trigeminus, anterolateral dari nukleus abdusens, serta
posterior dari nukleus olivarius superior. Nukleus fasialis memiliki tiga
subnukleus yaitu lateral, intermedial dan medial. Subnukleus lateralis
diperkirakan mempersarafi otot businator, subnukleus intermedial mempersarafi
otot temporal, orbital dan zigomatikus, sedangkan subnukleus medial
mempersarafi otot servikal dan aurikularis posterior serta stapedius. Inti motorik
nervus fasialis terletak di pons, dimana serabutnya mengitari inti nervus absdusen
(VI) dan keluar dari lateral pons. Nervus fasialis bersama dengan nervus
intermedius berjalan dari meatus akustikus eksternus kemudian kedalam kanalis
fasialis dan kemudian masuk kedalam os mastoid dan keluar dari tulang tengkorak
melalui foramen stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi wajah.4,5
Gambar 2. Serabut saraf N.VII. Garis biru tebal merupakan serabut motorik, garis
biru putus-putus merupakan serabut parasimpatik dan garis putus- putus titik
merupakan serabut aferen viseral6
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan nervus
fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
kelumpuhan nervus fasialis perifer. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan nervus Fasialis. Harus
dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN.11
1. Anamnesis11
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan kelemahan pada salah satu
sisi wajah. Selain itu, terdapat beberapa keluhan lain diantaranya:
1) Nyeri postauricular: Sebanyak 50% pasien menderita nyeri di regio
mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan parese,
tetapi parese muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
2) Aliran air mata: Umumnya pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mereka akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air
mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus
lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
3) Perubahan rasa: Pada sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan
rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi
akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat yaitu 2/3 anterior.
4) Mata kering.
5) Hiperakusis : kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada telinga
akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.
2. Pemeriksaan Fisik.11
Pemeriksaan fungsi saraf motorik, terdapat 10 otot-otot utama wajah yang
dipersarafi oleh nervus fasialis perifer dan berfungsi untuk menciptakan mimik
dan ekspresi wajah. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior
adalah sebagai berikut :
a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan
mengerutkan hidung ke atas
d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata
kuat-kuat
e. M. Zigomatikus Diperiksa dengan cara tertawa lebar dengan gigi
terlihat
f. M. Relever Komunis diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
kedepan sambil memperlihatkan gigi
g. M. Businator : Diperiksa dengan cara menggembungkan kedua
pipi
h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita
bersiul
i. M. Triangularis : Diperiksa dengan cara menarik kedua sudut
bibir bawah
j. M. Mentalis Diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
kedepan tertutup
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri. Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai tiga puluh (30).11
1) Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka
2) edikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
3) Diantaranya dinilai dengan angka 2
4) Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Uji Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar
submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen nomor 50
kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus
lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada
kedua tabung. Volume ini dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran
ludah sebesar 25% dianggap abnormal. Karena pengecapan dan salivasi
ditransmisi oleh saraf korda timpani, maka gangguan yang sama dapat terjadi
pada jalur ini.14
Refleks Stapedius
Menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, caranya
memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk
mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.
Uji audiologi
Pemeriksaan audiogram lengkap harus dilakukan pada pasien yang menderita
paralisis nervus fasialis. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang,
timpanometri dan reflex stapes. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi
kanalis akustikus internus. Jika terjadi paralisis nervus fasialis pada otitis media
akut, maka mungkin terdapat gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian
reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan
menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu
gerakan reflek dari otot stapedius. Jika nada tersebut diperdengarkan pada telinga
yang normal, maka reflek ini pada perangsangan kedua telinga menjelaskan suatu
kelainan pada bagian aferen saraf kranialis. 13
Sinkinesis
Komplikasi dari kelumpuhan nervus fasialis dinilai dengan pengujian
sinkinesi. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut:11
1) Pasien diminta untuk memenjamkan mata sekuat-kuatnya kemudian kita
melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Jika terdapat
pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Jika
pergerakan pada sisi parese lebih kuat dibandingkan dengan sisi normal
nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.
2) Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian
pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah diamati. Penilaian seperti pada
(a).
3) Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi)
dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1)
kalau pergerakan normal simetsi. Nilai nol (0) kalau pergerakan asimetris.
Pemeriksaan House-Brackmann
Sistem House-Brackmann bertujuan untuk mengetahui gambaran dari
disfungsi motorik fasial serta karakteristik dari kelumpuhannya. Mulai grade 1
(normal) hingga grade 6 (kelumpuhan yang komplit). 4
3. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
parase nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi
saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi
(ENOG).13
1) Elektromiografi (EMG), pemeriksaan EMG berfungsi untuk menentukan
perjalanan impuls atau reinervasi pasien. Interpretasi pola EMG dapat
diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau
suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati.
Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis
akut. EMG akan memperlihatkan potensial denervasi, jika sebelum 21 hari
wajah tidak dapat bergerak. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif
yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum
21 hari.
2) Elektroneuronografi (ENOG), ENOG dapat memberikan informasi lebih
awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik
sementara pada pengukuran EMG haruus dilakukan pada satu titik yang lebih
distal dari saraf yang diperiksa. Kecepatan hantaran saraf dapat dinilai. Jika
dalam 10 hari terdapat reduksi 90% pada ENOG yang dibandingkan dengan
sisi lainnya, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna.
Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25% berakibat
penyembuhan tidak lengkap pada 88% pasien mereka, sementara 77% pasien
yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami
penyembuhan normal pada nervus fasialisnya. 13
2.8 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan bell’s palsy adalah untuk mempercepat proses
penyembuhan, mencegah terjadinya kelumpuhan komplit dari kelumpuhan
parsial, meningkatkan angka penyembuhan komplit, menurunkan angka
terjadinya sinkinesis dan kontraktur wajah serta mencegah kelainan pada mata.
Pasien bell’s palsy juga harus melakukan kontrol rutin dalam jangka waktu lama. 9
Canadian Society of Otolaryngology Head and Neck Surgery dan Canadian
Neurological Sciences Federation melakukan review terhadap beberapa modalitas
terapi bell’s palsy. Keduanya meenjelaskan mengenai tentang bukti penanganan
bell’s palsy dengan kortikosteroid dan antiviral, latihan fasial, elektrostimulasi,
fisioterapi dan operasi dekompresi. Selain itu mereka juga membahas mengenai
terapi perlindungan mata, rujukan spesialis, dan investigasi lebih jauh pada pasien
8
yang memiliki kelemahan wajah yang persisten dan progresif.
3.2 ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 32 tahun datang ke Poliklinik Neurologi
RSUP DR. M. Djamil pada tanggal 2 Juli 2021, dengan :
KU : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit, teratur, kuat angkat
Nafas : 19 kali/menit, teratur, torakoabdominal
Suhu : 36,9º C
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 63 kg
Status Gizi : Baik, Normoweight
Status Internus
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
∙ Tajam penglihatan Baik Baik
∙ Lapagan pandang Baik Baik
∙ Melihat warna Baik Baik
∙ Funduskopi Tidak dilakukan
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
∙ Membuka mulut + +
∙ Menggerakkan rahang + +
∙ Menggigit + +
∙ Mengunyah + +
Sensorik
∙ Divisi oftalmika
Refleks kornea + +
Sensibilitas + +
∙ Divisi maksila
Refleks masseter + +
Sensibilitas + +
∙ Divisi mandibula
Sensibilitas + +
N. VII (Facialis)
Kanan Kiri
Fissura palpebra + -
Menggerakkan dahi + -
Menutup mata + -
Mencibir/ bersiul + -
Memperlihatkan gigi + -
Hiperakusis - -
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik + +
Detik arloji + +
Nistagmus
- Pendular
- -
- Vertikal
- Siklikal
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah
Menelan Baik
Artikulasi Baik
Suara Baik
Nadi Teraba kuat teratur
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu ke kanan + +
Mengangkat bahu ke kiri + +
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam ditengah
Kedudukan lidah dijulurkan ditengah
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan
Romberg test Baik
Romberg test dipertajam Baik
Stepping gait Baik
Tandem gait Baik
Jari-jari Baik
Hidung-jari Baik
Pronasi-supinasi Baik
Tes tumit lutut Baik
Rebound phenomenon Baik
Pemeriksaan Motorik
Badan Respirasi Teratur, spontan
Duduk +
Berdiri dan berjalan Gerakan spontan +
Tremor -
Atetosis -
Mioklonik -
Khorea -
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Resting tremor - - - -
Rigiditas - - - -
Bradi/akinesia - - - -
Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Tangan dan kaki baik
Sensibilitas nyeri Tangan dan kaki baik
Sensibilitas termis Tangan dan kaki baik
Sensibilitas sendi dan posisi Tangan dan kaki baik
Sensibilitas getar Tangan dan kaki baik
Sensibilitas kortikal Tangan dan kaki baik
Stereognosis Tidak diperiksa
Pengenalan titik Tangan dan kaki baik
Pengenalan rabaan Tangan dan kaki baik
Sistem Refleks
Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Bersin (+) Triseps (++) (++)
Laring (+) APR (++) (++)
Masseter (+) KPR (++) (++)
Dinding perut Bulbokavernosus Tidak diperiksa
∙ Atas (+) Kremaster Tidak diperiksa
∙ Tengah (+) Sfingter Tidak diperiksa
∙ Bawah (+)
Patologis
Lengan: Tungkai:
Hoffman - Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schuffner (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Pemeriksaan Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi Keringat : Normal
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Paresis Nervus VII sinistra tipe perifer
Diagnosis Topik : N. VII perifer sekitar kanalis facialis
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis Sekunder : Diabetes Melitus tipe II
Tatalaksana
Medikamentosa:
• Kortikosteroid; Prednison 1 mg/kg/hari selama 6-10 hari, turunkan
perlahan. Dapat dibagi 3-4 dosis. Dosis awal 3x16 mg
• Artificial tears: Cendo lyters 3 x 2 tetes
• Mecobalamin 2 x 500 mcg
Non Medikamentosa:
• Fisioterapi (masase, face exercice, mirror exercice)
• Oral care dan Eye care
• Heat therapy
• Operatif (denervasi)
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : bonam
BAB IV
DISKUSI
Telah datang seorang laki-laki usia 32 tahun ke poli saraf RSUP. Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 2 Juli 2021 dengan diagnosa klinis Paresis N. VII
sinistra tipe perifer (Bell’s Palsy). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pasien mengeluhkan mulut mencong ke sisi kanan dirasakan sejak 1 hari
yang lalu. Awalnya pasien menyadari ketika bangun tidur. Pagi hari ketika
menyikat gigi pasien tidak bisa berkumur-kumur karena air yang di mulut tumpah.
Lidah sisi kiri juga kebas, ketika makan sisa makanan menumpuk di bibir kiri.
Karena keluhan tersebut, pasien agak kesulitan untuk makan dan minum namun
menelan tidak terganggu.
Keluhan-keluhan yang dialami pasien mengarah kepada kelumpuhan saraf
yang mempersarafi wajah terutama N VII (nervus facialis) sinistra tipe perifer
karena terdapat kelumpuhan pada semua otot-otot wajah baik bagian atas maupun
bagian bawah. Nervus ini memiliki komponen somato-motorik, visero motorik,
visero sensorik dan somato sensorik. Kelumpuhan otot wajah merupakan
manifestasi dari gangguan somato motorik nervus fasialis. Komponen somato
sensorik menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 lidah bagian depan yang
juga terganggu pada pasien ini. Keluhan mata berair disebabkan karena aliran air
mata ke sakus lakrimalis yang dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu yang
merupakan komponen motorik dari nervus fasialis.
Bell’s Palsy merupakan penyakit lower motor neuron yang mengenai
nervus fasialis perifer dimana etiologi nya tidak diketahui (idiopatik). Namun
penyakit ini biasanya didahului dengan terjadinya reaksi inflamasi di sekitar N.
Fasialis.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu, tidak
rutin kontrol dan minum obat. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih
tinggi, dibanding non-diabetes. Nervus fasialis mempunyai sistem pembuluh
darah yang adekuat dari arteri stilomastoid dan petrosal, sehingga iskemik primer
jarang terjadi kecuali apabila disertai dengan penyakit tambahan seperti diabetes
mellitus.
Pasien merupakan seorang buruh bangunan yang sehari-hari berangkat dan
pulang kerja berkendara sepeda motor. Sering terpapar udara dingin ketika
berangkat pagi dan pulang malam hari. Selain itu pasien mengaku memiliki
kebiasaan tidur dengan menghidupkan kipas angin menghadap wajahnya. Hal ini
merupakan faktor risiko sembabnya N. VII terutama pada daerah foramen
stylomastoideus dan kanalis fasialis yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf
tipe perifer.
Pada pemeriksaan N. VII didapatkan raut wajah tidak simetris, plika
nasolabialis kiri lebih datar, dahi kiri tidak dapat dikerutkan, kelopak mata kiri
tidak dapat ditutup, tidak dapat bersiul, dan tidak dapat memperlihatkan gigi.
Tidak ditemukan hiperakusis menandakan lesi pada nervus facialis sebelum
bersilangan dengan korda timpani. Tidak adanya kelemahan anggota gerak dan
keterlibatan nervus kranialis lainnya menyingkirkan kemungkinan stroke sebagai
penyebab paralisis N.VII tipe sentral.
Prinsip penatalaksanaan pada pasien dengan Bell’s Palsy secara
medikamentosa yaitu dengan pemberian kortikosteroid, seperti prednison 1
mg/kgBB (prednisone 60 mg), di tappering off diturunkan 2 tab/hari sampai 10
hari (stadium akut). Tatalaksana non medikamentosa berupa fisioterapi, dilakukan
setelah hari ke 4 awitan. Tujuan fisioterapi ini untuk mempertahankan tonus otot
yang lumpuh.
Prognosis pada pasien ini adalah untuk fungsi vital baik, kesembuhan
dubia ad bonam dan prognosis fungsionam bonam. Prognosis Bell’s Palsy
tergantung pada jenis kelumpuhannya, usia pasien dan derajat kelumpuhan.
kelumpuhan parsial (inkomplit), mempunyai prognosis yang lebih baik.
Prognosis sanationam pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes yang memperburuk prognosis, selain itu berdasarkan
Grading House-Brackmann, pasien ini berada pada grade IV, yang memiliki
prognosis lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
7. Gilchrist JM. Facial nerve palsy. Dalam: Roos, KL. Emergency neurology.
Springer science. 2012.
Guideline. CMAJ: Canadian Med. Ass. J, Vol: 186 (12); 917– 922. 2014.
12. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth
Edition, Mcgraw-Hill.
16. Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Diakses pada tanggal 15
Oktober 2018.