Anda di halaman 1dari 5

Smich mengemukakan bahwa dari kehamilan 8 minggu telah ada gejala terjadinya

Imunologi

kekebalan dengan adanya limfosit-limfosit di sekitar tempat timus kelak. Dengan

ruanya kehamilan jumlah limfosit di dalam darah perifer meningkat dan mulai

terbentuk pula folikel-folikel limfe di mana-mana. Jumlah folikel-folikel limfe yang

terbanyak terdapat pada akhir kehamilan misalnya di limpa yang pada permulaan

hanya memperlihatkan jaringan yang berwarna merah saja. Dengan tuanya

kehamilan ditemukan sarang-sarang sel-sel limfoid yang makin lama makin besar

dalam jumlah yang kian meningkat.

Benda-benda penangkis humoral dibentuk oleh sel-sel limfoid dalam bentuk

molekul-molekul imunoglobulin, terdiri atas pasangan-pasangan satuan polipeptid

yang simetrik. Pasangan terdiri atas molekul gamma-G atau gabungan polimer-

polimer gamma-A dan gamma-M imuno-imunoglobulin. Yang dalam bentuk

gamma-G ditemukan banyak pada orang dewasa, akan tetapi sedikit sekali pada

janin, meskipun pada akhir kehamilan. Akan tetapi gamma-G dibentuk banyak

dalam bulan kedua sesudah bayi dilahirkan. Gamma-G globulin pada janin berasal

dari ibunya dan disalurkan melalui plasenta dengan cara pinositosis. Inilah yang

disebut kekebalan pasif yang diperoleh janin dari ibunya. Apabila terjadi infeksi,

janin mengadakan reaksi dengan plasmasitosis, penambahan folikel-folikel limfoid,

dan sintesis gamma-M imunoglobulin. Gamma-M imunoglobulin ditemukan antara

lain pada infeksi dengan sitomegalovirus. Pembentukan benda penangkis ini sedini-

dininya ditemukan baru pada kehamilan 5 bulan.

Gamma-A immunoglobulin telah dapat dibentuk pada kehamilan dua bulan dan

baru banyak ditemukan segera sesudah bayi dilahirkan, khususnya di sekret dari

traktus digestivus dan respiratorius, kelenjar liur, pankreas, atau traktus urogenitalis.
Produksi gamma-M imunoglobulin meningkat segera setelah bayi dilahirkan,

sejajar dengan keadan flora bakteri dalam alat pencernaannya. Ditemukan bahwa

gamma-M imunoglobulin kurang lebih 1000 kali lebih efektif daripada gamma-G-

imunoglobulin dalam mengatasi infeksi oleh bakteri dalam alat pencernaan.

Kelemahan pada bayi yang baru dilahirkan ialah bahwa. ia hanya dilindungi oleh

gamma-G-imunoglobulin ibu yang terbatas kadarnya dan pula kurangnya gamma-A

imunoglobulin di permukaan alat-alat pencernaan seperti tersebut di atas. Oleh sebab

itu kemungkinan bahwa neonatus tidak dapat mengatasi infeksi dan mengalami sepsis

besar sekali.

Perlindungan pasif yang diterima oleh janin dari ibu dalam bentuk gamma-G-

imunoglobulin yang disalurkan melalui plasenta terjadi pada imunisasi terhadap

difteria, tetanus, campak, cacar, poliomielitis, Coxsackie virus, dan herpes simpleks.

Kekebalan yang diterima itu tergantung pada tin8ginya kadar benda penangkis ibu.

Bayi mendapat kekebalan sampai 6 bulan. Tidak demikian halnya dengan kekebalan

untuk pnemokokus, Bacillus influenzae, streptokokus, statilokokus, dan H-antigen

bacillus typhi. Terhadap disentri basiler kadang-kadang masih ada kekebalan, akan

tetapi untuk Escherichia coli dapat dikatakan sama sekali tidak ada kekebalan.

Benda penangkis ditemukan pula di dalam air susu ibu pertama (kolostrum)

sebagai gamma-A imunoglobulin. Mungkin ini menambah perlindungan bavi

terhadap infeksi dengan entero-basil.

Bahwa penyaluran gamma-G imunoglobulin dari ibu ke janin tidak selalu

menguntungkan bagi janin, kita jumpai pada Rh isoimunisasi. Gamma-G imunoglo-

bulin ibu melintasi plasenta dan merusak eritrosit janin dengan menghasilkan
eritroblastosis fetalis.

Di samping hal-hal tersebut di atas, masih banyak persoalan imunologi yang masih

harus diselidiki, khususnya dalam persoalan implantasi plasenta.

Seperti diketahui, janin mengandung unsur-unsur ayahnya dan seharusnya pada

tempat implantasi plasenta timbul suatu reaksi, seperti bilamana kulit seorang anak

ditransplantasi pada ibunya: ialah suatu reaksi yang dikenal sebagai allograft

rejection. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada kehamilan dan masih memerlukan

penyelidikan lebih lanjut. Banyak teori dikemukakan mengenai mengapa plasenta itu

tidak mengikuti hukum imunologi, antara lain ialah sebagai berikut.

1. Uterus adalah suatu tempat khusus untuk plasenta, sehingga mudah diterima.

Teori ini sukar diterima bila diingat bahwa pada kehamilan ekstra uterin

plasentanya dapat berkembang baik.

2. Perubahan hormonal dalam kehamilan membuat seorang wanita hamil lebih dapat

menerima plasenta. Hal ini sukar dibenarkan oleh karena seorang wanita hamil

tidak lebih mudah menerima transplantasi kulit daripada seorang wanita tidak

hamil.

3. Janin membuat histamin demikian banyak, sehingga dapat mencegah adanya

iskemia yang dijumpai pada graft rejection. Teori ini mungkin dapat diterima

untuk masa implantasi hasil konsepsi, akan tetapi tidak dapat menerangkan

toleransi ibu terhadap janin selama kehamilan yang panjang itu.

4. Dikemukakan oleh Currie dan Bagshawe bahwa trofoblas diliputi oleh suatu

lapisan sialomusin. Lapisan yang amat tipis ini adalah suatu mucopolysacharide

sulphate yang dihasilkan oleh sinsitium dan meningkatkan hidrasi permukaan sel

trofoblas sehingga transplantasi antigen tidak menimbulkan reaksi limfosit ibu

yang biasanya mengadakan penolakan terhadap cangkokan. Lapisan ini disebut


pula glikokaliks yang dapat dihancurkan pada beberapa tempat oleh neuraminida

se. Dalam hal demikian dapat terjadi suatu penolakan cangkokan. Hal tersebut di

atas masih disangsikan oleh banyak penulis dan masih membutuhkan penelitian.

5. Swimburne mengemukakan teorinya dengan adanya rangsangan antigen teru

menerus selama kehamilan, sehingga mengakibatkan "kebocoran" darah sedikit

demi sedikit melintasi plasenta. Akan tetapi, oleh ibu hal ini dapat ditiadakan dan

plasenta bereaksi dengan pembentukan fibrin yang memang berlangsung terus

menerus selama kehamilan.

Memang masalah mengapa plasenta dan janin oleh ibu tidak ditolak belum

terpecahkan dan masih membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Metabolisme janin

dan kebutuhan janın akan oksıgen dalam masa pertumbuhan tinggi. Adalah suatu

keuntungan bahwa janin berada dalam likuor amnü, sehingga panas yang timbul

akibat metabolisme tidak mudah menghilang. Pada permulaan kehamilan ibu telah

harus makan makanan yang mempunyai nilai gizi yang bermutu tinggi, tetapi tidak

perlu yang mahal-mahal, karena apabila terdapat defisiensi makanan ketika hamil

pada triwulan pertama, sering terjadi abortus, sedangkan jika terjadi pada triwulan

berikutnya, dapat berakibat partus prematurus. Apabila bayi ini masih terus hidup,

kesehatannya akan selalu terganggu dan hampir selalu ditemukan keadaan anemia

pada anak tersebut.

Makanan, terutama pada triwulan terakhir, harus mengandung banyak protein. Di

Indonesia, di mana masih banyak ditemukan diefisiensi Fe dan vitamin B, pada calon

ibu itu baik diberikan Fe sebagai sulfas ferrosus 200 mg 3 kali sehari, kalsium, dan

tablet berisi macam-macam vitamin. Pada lokakarya makanan yang diselenggarakan


oleh Lembaga Imu Pengetahuan Indonesia di Jakarta tahun 1968, ditentukan bahwa

seorang wanita berumur 20 39 tahun dengan berat badan 47 kg memerlukan 2000D

kalori sehari, dan untuk tetap sehat dianjurkan makanan yang mengandung zat-zat

berikut

Di Indonesia cukup ada bahan makanan yang mengandung protein hewani dan

nabati, sayur mayur yang beraneka ragam, lebih-lebih buah-buahan, sehingga

sebenarnya tidak perlu sampai terjadi seorangg ibu atau bayinya yang dilahirkan

menderita salah satu defisiensi. Adanya seorang yang mengerti tentang diet di tiap

Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak wajar diusahakan oleh yang bertanggung jawab,

mengingat umumnya rakyat Indonesia tidak tahu banyak tentang makanan sehat dan

murah. Di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo

ada seorang ahli diet yang memberikan penerangan kepada calon ibu apa yang harus

dimakan, sesuai dengan keadaan ibu tersebut pada waktu itu.

Anda mungkin juga menyukai