Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kedokteran komunitas (community medicine) adalah cabang kedokteran
yang memusatkan perhatian kepada kesehatan anggota-anggota komunitas,
dengan menekankan diagnosis dini penyakit, memperhatikan faktor-faktor
yang membahayakan (hazard) kesehatan yang berasal dari lingkungan dan
pekerjaan, serta pencegahan penyakit pada komunitas (The Free Dictionary,
2010).
Kedokteran komunitas memberikan perhatian tidak hanya kepada anggota
komunitas yang sakit tetapi juga anggota komunitas yang sehat. Sebab tujuan
utama kedokteran komunitas adalah mencegah penyakit dan meningkatkan
kesehatan anggota-anggota komunitas. Karena menekankan upaya pencegahan
penyakit, maka kedokteran komunitas kadang-kadang disebut juga kedokteran
pencegahan (preventive medicine). Kedokteran komunitas memberikan
pelayanan komprehensif dari preventif, promotif, kuratif hingga rehabilitatif.
Maka dengan itu puskesmas merupakan peran yang paling strategis dalam
upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia.Pusat Kesehatan Masyarakat yang lebih dikenal dengan sebutan
puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas, yakni unit organisasi di
lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang melaksanakan tugas
teknis operasional dan bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di satu wilayah kecamatan.
Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan oleh puskesmas
dan jaringannya. Selain itu puskesmas dan jaringannya secara langsung juga,
bertanggung jawab dalam meningkatkan kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat dalam lingkungan yang sehat melalui pendekatan azas pertanggung
jawaban wilayah azas peran serta masyarakat, azas keterpaduan lintas program
dan lintas sektor serta azas rujukan.

1
Konsep Keluarga Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas
untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Dalam
rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12
indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas
indikator utama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuha
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai
standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan
pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan
berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu.
Puskesmas adalah penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk
jenjang tingkat pertama. Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir
seluruh pelosok tanah air. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya.

2
Puskesmas di perkuat dengan Puskesmas Pembantu serta Puskesmas Keliling.
Kecuali itu untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan. Puskesmas
di lengkapi dengan fasilitas rawat inap. Tercatat tahun 2002 jumlah puskesmas
di seluruh Indonesia adalah 7.227 unit, Puskesmas Pembantu 21.587 unit,
Puskesmas Keliling 5.084 unit (Perahu 716 unit, Ambulance 1.302 unit).
Sedangkan puskesmas yang telah di lengkapi dengan fasilitas rawat inap
tercatat sebanyak 1.818 unit, sisanya sebanyak 5.459 unit tidak di lengkapi
dengan fasilitas rawat inap.
Kenaikan tekanan darah disebut hipertensi. Keadaan ini merupakan faktor
risiko yang paling penting bagi penyakit jatung koroner maupun
serebrovaskuler (stroke) dan juga menjadi penyebab langsung gagal jantung
kongestif (penyakit jantung hipertensif), gagal ginjal,serta diseksi aorta. Pada
sekitar 90% kasus hipertensi, tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer
atau esensial) ; sisanya, kebanyakan terjadi sekunder karena penyakit renal
atau (yang lebih jarang) karena stenosis arteri renalis, (hipertensi
renovaskuler) kelainan endokrin, malformasi vaskuler, atau karena kelainan
neurogenik.
Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia
menderita hipertensi. Artinya 1 dari 3 orang didiagnosa hipertensi, hanya
36,8% diantaranya yang minum obat. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas pada tahun
2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan
tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%).
Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Sumatera
Utara sebesar 24,7% pada tahun 2013 (Riset Kesehatan Dasar,2013).
Penurunan ini bisa terjadi karena berbagai macam faktor, seperti masyarakat
yang sudah sadar akan bahaya hipertensi sehingga menjalankan pola hidup
sehat seperti berolahraga, mengatur konsumsi makanan, dan alat ukur tensi
yang berbeda-beda pada setiap daerah.

3
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosa tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang
(7,0%). Menurut provinsi, prevalensi stroke tertinggi di Provinsi Jawa Barat
yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%), sedangkan Provinsi Papua Barat
memiliki jumlah penderita stroke paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang
(3,6), dan Sumatera Utara memiliki jumlah penderita stroke sebanyak 92.078
(10,3%). Jumlah penderita hipertensi di Puskesmas Medan Kota Matsumpada
bulan Januari – Maret2019 sebanyak 433orang. Dengan menempati urutan
kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Medan Kota Matsum.
Untuk itu kita perlu mengamati, masalah yang terjadi di masyarakat yang
semakin meningkatnya kejadian hipertensi di masyarakat.

1.2 Pernyataan masalah


Semakin banyaknya pasien penderita hipertensi karena berbagai faktor
seperti faktor gaya hidup, sosial ekonomi.

1.3 Tujuan
- Mengetahui angka kesakitan, penyebab, faktor risiko meningkatnya
penderita hipertensi
- Menyusun langkah untuk mengurangi pasien hipertensi di Puskesmas Kota
Matsum
1.4 Manfaat
- Mengetahui dan pemecahan masalah penderita hipertensi di Puskesmas
kota Matsum.
- Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya mengontrol tekanan darah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi
2.1.1. Defenisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg menurut JNC VII. Menurut WHO klasifikasi didasarkan pada
rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah duduk yang diukur
dengan benar pada dua atau lebih kunjungan. Tekanan darah normal
didefinisikan sebagai kadar <120/80 mmHg. Tekanan 120–139 mmHg
atau tekanan darah diastolik 80–89 mmHg diklasifikasikan sebagai
prehipertensi. Pasien-pasien ini berada pada peningkatan risiko untuk
berkembang menjadi hipertensi.
Hipertensi dibagi menjadi dua stage:
• Stage 1 meliputi pasien dengan tekanan darah sistolik 140–159 mmHg
atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg.
• Stage 2 meliputi pasien dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

2.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018 prevalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 menurut
provinsimencapai 34,1% dengan provinsi Kalimantan Selatan paling
tertinggi dengan mencapai 44,1%.

5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018 prevalensi hipertensi
berdasarkan diagnosis dokter atau minum obat antihipertensi pada
penduduk usia ≥18 menurut provinsi mencapai 8,8%, mengalami
penurunan dibanding tahun 2013 yang mencapai 9,5% dengan provinsi
Sulawesi Utara paling tertinggi dengan mencapai 13,5%.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018 proporsi riwayat minum


obat dan alasan tidak minum obat pada penduduk hipertensi berdasarkan
diagnosis dokter atau minum obat, dimana yang rutin minum obat
mencapai 54,4%, tidak rutin minum obat 32,2%, dan tidak minum obat
13,3%.

6
2.1.3. Etiologi
Hipertensi primerdapat berkembang sebagai akibat dari
kebiasaan dan genetik, atau sekunder, yang memiliki banyak etiologi,
termasuk penyebab ginjal, pembuluh darah, dan endokrin. Hipertensi
primer atau esensial menyebabkan 90-95% dari kasus orang dewasa, dan
sebagian kecil pasien (2-10%) memiliki penyebab sekunder. Keadaan
darurat hipertensi paling sering dipicu oleh pengobatan yang tidak
memadai atau kepatuhan yang buruk. (Matthew,2019)
Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya
danhipertensi ini disebut (hipertensi primer atau esensial ); sisanya
kebanyakan terjadi sekunder karena penyakit renal atau ( yang lebih
jarang ) kerena stenosis arteri renalis (hipertensi renovaskuler),
kelainan endokrin, malformasi vaskuker, atau kelainan neurogenik.
Hipertensi esensial bisa disebabkan oleh pertambahan volume darah
misalnya karena bertambahnya pelepasan zat-zat vasokonstriktor,
meningkatnya sensitivitas sel otot polos vaskuler atau karena faktor
neurogenik (Mitchell, 2009).
Meskipun kelainan gen yang tunggal jarang menyebabkan
hipertensi yang berat, namun kecil kemungkinan bahwa mutasi pada
lokus gen yang tunggal merupakan sumber utama hipertensi esensial
pada populasi masyarakat yang luas. Kemungkinan yang jauh lebih
besar adalah bahwa hipertensi esensial merupakan kelainan yang

7
bersifat heterogen dan multifaktor, yaitu kombinasi efek mutasi atau
polimorfisme pada beberapa lokus gen mempengaruhi tekanan darah
lewat kerjasamanya dengan lebih dari satu variabel nongenetik. Jadi,
faktor lingkungan ( misalnya stress,asupan garam) dapat turut
memberikan kontribusi, tetapi hal ini biasanya terjadi pada individu
yang secara genetik sudah memiliki predisposisi (Mitchell, 2009).
2.1.4 Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah orang dewasa terbagi
menjadi prehipertensi, hipertensi drajat 1, dan hipertensi drajat 2
(Tanto, 2014).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah (Tanto, 2014).


Klasifikasi Tekanan Tekanandarah
darah Diastolik
sistolik
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥160 Atau ≥100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan


tekanan darah menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89
mmHg sepanjang hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan
mengalami penyakit kardiovaskuler daripada yang tekanan darahnya lebih
rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >
140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya
penyakit kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik.

8
 Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
 Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.

2.1.5 Patofisologi
Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer
(selisih antara tekanan arteri rata-rata dan tekanan vena sentral dibagi
dengan curah jantung). Curah jantung meningkat karena keadaan yang
meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya.
Resistensi perifer meningkat karena faktor-faktor yang meningkatkan
viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah,
khususnya pembuluh arteriol (Kowalak, 2012).
Beberapa teori membantu menjelaskan terjadinya hipertensi. Teori-
teori tersebut meliputi : (Kowalak, 2012).
a. Perubahan pada bantalan dinding pembuluh darah arteriol yang
menyebabkan peningkatan resistensi perifer.
b. Peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dari dalam pusat sistem vasomotor; peningkatan tonus ini
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.
c. Penambahan volume darah yang terjadi karena disfungsi renal atau
hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga terbentu angiotensi II
yang menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume
darah .
Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban
kerja jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi
ventrikel kiri. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel
kiri mengalami hipertropi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen

9
dan beban kerja jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung
dapat terjadi ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu
mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi
memicu proses aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung dapat
mengalami gangguan lebih lanjut akibat penurunan aliran darah ke
dalam miokardium sehingga timbul angina pectoris atau infark
miokard. Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah
yang semakin mempercepat proses aterosklerosis serta kerusakan organ,
seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan aneurisme serta diseksi
aorta (Kowalak, 2012).
Patofisiologi hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit
yang mendasari, sebagai contoh:
a. penyebab hipertensi sekunder yang paling sering adalah penyakit
ginjal kronis. Serangan pada ginjal akibat glomerulonefritis kronis
atau stenosi arteri renalis akan mengganggu ekskresi natrium,
sistem renin-angiotensin-aldosteron, atau perfusi renal sehingga
tekanan darah meningkat.
b. Pada sindrom chusing, peningkatan kadar kortisol akan menaikkan
tekanan darah melalui peningkatan retensi natrium renal, kadar
angiotensin II, dan respons vaskuler terhadap norepinefrin.
c. Pada aldosteronisme primer, penambahan volume intravaskuler,
perubahan konsentrasi natrium dalam dinding pembuluh darah,
atau kadar aldosteron yang terlampau tinggi menyebabkan
vasokontriksi dan peningkatam resistensi.
d. Feokromositoma merupakan tumor sel kromatin medula adrenal
yang mensekresikan epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin
meningkatkan kontraktilitas dan frekuensi jantung sementara
norepinefrin meningkatkan resistensi vaskuler perifer (Kowalak,
2012).
2.1.6 Tanda dan Gejala

10
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan
kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Mual-muntah
 Sesak napas
 Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal
 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati
hipertensif yang memerlukan penanganan segera
2.1.7 Komplikasi
Hubungan kenaikan tekanan darah dengan risiko penyakit
kardiovaskular (PKV) berlangsung secara terus menerus, konsisten dan
independen dari faktor-faktor risiko yang lain. Pada jangka lama, bila
hipertensi tidak dapat turun stabil pada kisaran target normo tensi pasti
akan merusak organ-organ terkait (TOD) (Yogiantoro, 2014).
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain :
a. Serebrovaskular : stroke, transient ischemic attack, demensia
vaskular
b. Mata : retinopati hipertensif
c. Kardiovaskular : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau
hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner
d. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis

11
e. Arteri perifer : klaudikasio intermitan (Tanto,2014).
Penyakit kardiovaskular, utamanya hipertensi tetap menjadi
penyebab kematian tertinggi didunia. Risiko komplikasi ini bukan
hanya tergantung kepada kenaikan tekanan darah yang terus menerus,
tetapi juga tergantung bertambahnya umur penderita. Kenaikan tekanan
darah yang lama juga akan merusak fungsi ginjal. Makin tinggi
tekanan darah makin menurun laju glomerulus sehingga akhirnya
menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Kerena tingginya tekanan darah
adalah faktor risiko independen yang kuat untuk merusak ginjal menuju
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA), maka untuk mencegah
progresifitas menuju PGTA, usahakanlah mempertahankan tekanan
darah pada kisaran 120/80 mmHg (Yogiantoro, 2014).
2.1.8 Penatalaksanaan
A. Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <140/90 mmHg
atau <130/80 pada pasien DM atau penyakit ginja kronis. Bila
target tidak tercapai maka diberikan obat inisial.
Contoh obat inisial dipilih berdasarkan :
1. Hipertensi tanpa compelling indication
a. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretik. Pertimbangan
pemberian penghambat angiotensin converting enzyme
(ACE), penyekat reseptor beta, penghambat kalsium, atau
kombinasi (antara diuretik dengan penghambat angiotensin
converting enzyme (ACE) / penyekat reseptor beta /
penghambat kalsium )
b. Pada hipertensi stage II dapat diberikan kombinasi 2 obat,
biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau
abgiotensin reseptor AII atau penyekat reseptor beta atau
penghambat kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication. Obat antihipertensi
lain dapat diberikan bila dibutuhkan misalnya diuretik,

12
antagonis reseptor AII, penghambat ACE, penyekat reseptor
beta, atau penghambat kalsium (Rani, 2006).
Petunjuk pemilihan obat pada compelling indications :

Tabel 2.2. Petunjuk pemilihan obat pada compelling indications


Kondisi Obat-obat yang Direkomendasikan
Diuretik Penye- Pengha Antago Pengh- Antago
resiko
kat beta m- bat nis ambat -nis
tinggi
β ACE Resepto kalsiu- Aldost-
dengan
r AII m eron
compelling
indications
Gagal √ √ √ √ √
Jantung
Pasca Infark √ √ √
Miokard
Risiko √ √ √ √
Tinggi
Penyakit
Koroner
Diabetes √ √ √ √ √
Mellitus
Penyakit √ √
Ginjal
Kronis
Pencegahan √ √
Stroke
Berulang
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau
ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah tercapai.
Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis hipertensi.

13
B. Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor AII
: evaluasi kreatinin dan kalsium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi harus dihentikan (Rani, 2006).

C. Kondisi Khusus Lain :


1. Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut :
lingkar pinggang laki-laki >102 cm atau wanita >89 cm, toleransi
glukosa terganggu dengan gula darah puasa ≥ 110 mg/dl, tekanan darah
minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi ≥ 150 mg/dl, kolesterol HDL
rendah <40 mg/dl pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuan ).
Modifikasinya itu dengan cara : gaya hidup yang intensif dengan
pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah
antagonis reseptor AII, penghambat kalsium, dan penghambat α.
2. Pada hipertrofi ventrikel kiri tatalaksananya itu dengan penurunan
tekanan darah termasuk penurunan berat badan, restriksi asupan
natrium, dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali
vasodilator langsung hidralazin dan minoksidil.
3. Penyakit arteri perifer penatalaksanaanya dengan semua kelas
antihipertensi, tatalaksana faktor risiko lain, dan pemberian aspirin.
4. Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi bisa
diberikan diuretika (tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis
rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat antihipertensi lain dengan
mempertimbangkan penyakit penyerta.
5. Pada kehamilan pilihan terapinya adalah golongan metildopa, penyekat
reseptor β, antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan
antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan selama kehamilan (Rani,
2006).
BAB III
METODE DIAGNOSIS KOMUNITAS

3.1. Daerah kerja

14
Daerah kerja di Puskesmas Medan Kota Matsum kecamatan Kota
Matsum.
3.2. Jenis data
Jenis data yang digunakan data sekunder, yaitu data yang diambil dari
rekam medis.
3.3. Sumber data
Sumber data yang digunakan, yaitu data dari Puskesmas Kota Matsum
kecamatan Medan Area.
3.4. Tingkat kesehatan yang diharapkan
1. Menurunkan angka kejadian hipertensi
2. Terkontrol tekanan darah pda pasien hipertensi
3. Minum obat hipertensi teratur
4. Gaya hidup sehat (olahraga teratur, mengurangi asupan garam dan
lemak)
3.5. Daerah cakupan
Daerah pada cakupan ini di Puskesmas Kota Matsum kecamatan Medan
Area, terutama pada komunitas Senam Lansia pada hari Rabu.
3.6. Situasi setempat
Situasi setempat di pagi hari, di Lingkungan Kota Matsum I
3.7. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan saat dilakukan kegiatan Posbindu,
mengukur tekanan darah peserta senam, dan melakukan sesi tanya jawab
sesuai indikator faktor risiko yang dapat memicu hipertensi.
3.8. Identifikasi Masalah
1. Masih banyaknya masyarakat yang kurang pengetahuan tentang
hipertensi dan faktor resikonya
2. Masih banyaknya penderita hipertensi yang kurang disiplin dalam
meminum obat
3. Masih sedikitnya kesadaran masyarakan akan gaya hidup sehat agar
terhindar dari hipertensi.

15
3.9. Prioritas
Menekankan promotif dan preventif agar menjaga tekanan darah tetap
stabil
3.10. Pilihan cara penyelesaian
1. Memberikan penyuluhan dan leaflet
2. Ketersediaan obat antihipertensi
3. Kepatuhan penderita hipertensi untuk minum obat
4. Menghindari faktor pencetus hipertensi
5. Olahraga teratur
3.11. Cara penyelesaian yang mampu dilaksanakan
Cara penyelesaian yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyuluhan
kepada lansia tentang faktor penyebab dan pencegahan yang dapat memicu
terjadinya hipertensi.

BAB IV
HASIL DIAGNOSIS KOMUNITAS

16
4.1 Profil Komunitas Umum
4.1.1 Data Wilayah/ Data Geografis
Puskesmas Kota Matsum di dirikan pada tahun 1963 sebagai Balai
Pengobatan Umum, yang kemudian di resmikan pada tanggal 24 Februari 1983
menjadi Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Medan.
Puskesmas Kota Matsum terletak di Jalan Amaliun No. 75, Kelurahan
Kota Matsum IV, Kecamatan Medan Area. Kodepos 20215.
Puskesmas Kota Matsum Memiliki Wilayah Kerja Seluas 112,40 Ha,
terdiri atas jumlah penduduk sebesar 33.713 jiwa dan terdiri dari 4 kelurahan
yaitu:
1. Kelurahan Kota Matsum I
2. Kelurahan Kota Matsum II
3. Keluarhan Kota Matsum IV
4. Kelurahan Sei Rengas Permata

Gambar 4.1 wilayah Kota Matsum

4.1.2 Data Wilayah/Data Geografis


Batas wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Sei Rengas II

17
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pasar Merah Timur
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Suka Ramai I dan II
- Sebelah Barat berbatasan Kelurahan Kota Matsum III

4.1.3 Data Kependudukan/Data Demografi


Puskesmas Kota Matsum terdiri dari 4 kelurahan. Distribusi jumlah
penduduk berdasarkan wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum dapat dilihat di
tabel 3.1.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Luas Wilayah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota MatsumTahun 2017
No Kelurahan JumlahPenduduk (Jiwa) JumlahLingkungan

1 Kota Matsum I 12.008 34

2 Kota Matsum II 9.297 16

3 Kota Matsum IV 8.664 17

4 SeiRengasPermata 3.744 8

Jumlah 33.713 75

4.1.4 Data Kesehatan

Data kesehatan Puskesmas yaitu upaya penyelenggaraan kesehatan yang


meliputi upaya kesehatan pengembangan serta data dari 10 penyakit terbesar yang
ada di Puskesmas Kota Matsum.

4.1.5 Sarana Fisik


Tabel 3.2 Distribusi Sarana Alat Kesehatan di Puskesmas Kota Matsum
Tahun 2018
Nama / JenisBarang Bahan Jumlah Satuan

18
Tensi Meter - 3 Buah

Stetoschope - 3 Buah

Mosquito type - 1 Buah

Dissecting forceps chirurgis Stainless 1 Buah

Dissecting forceps anatomis Stainless 1 Buah

Artery klemp - 1 Buah

Artery klemplurus - 1 Buah

Bengkok - 1 Buah

Korentang Stainless 1 Buah

Nald holder Stainless 1 Buah

Naldhecting Stainless 1 Buah

(Sumber: SP2TP Puskesmas Kota Matsum 2018)

4.1.6 Sarana Ibadah

- Mesjid

- Gereja

- Tempat Ibadah Lainnya

19
4.1.7 SaranaKesehatan

Tabel 3.3 Jumlah Sarana Kesehatan Berdasarkan Luas Wilayah di Wilayah


Kerja Kota Matsum Tahun 2019
No Kelurahan RS Swasta KlinikBersalin PraktekDr/Drg Apotik
1 Kota Matsum I 0 2 9 1
2 Kota Matsum II 1 2 10 1
3 Kota Matsum IV 0 0 7 2
4 Sei Rengas Permata 1 1 3 1
Jumlah 2 5 29 5

Analisis Data: Dari data di atas Kelurahan Kota Matsum IV memiliki sarana
kesehatan terbanyak disbanding kelurahan lain yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Kota Matsum.

4.1.8 Sarana Pendukung Kesehatan

Tabel 3.4 Distribusi Sarana Pendukung Kesehatan di Puskesmas Kota


MatsumTahun 2019

Nama Jumlah

Posyandu 37

Posyandu Lansia 4

Dasawisma 400

Kader Aktif 185

TOGA 4

20
- Jumlah Bayi : 1282 Orang
- Jumlah Balita : 5437 Orang
- Jumlah Bumil : 3942 Orang
- Jumlah Bulin : 979 Orang
- Jumlah Butakin : 979 Orang
- Jumlah Bufas : 979 Orang
- Jumlah PUS : 6647 Orang
- Jumlah Murid TK : 325 Orang
- Jumlah Murid SD : 3119 Orang
- Jumlah Murid SMP : 3208 Orang
- Jumlah murid SMA : 2973 Orang

4.1.9 Tenaga Kesehatan Puskesmas

N NAMA PEGAWAI NIP ESL/GO JABATAN


O L
1 Dr. Hj Suriati Ginting 196210102006042004 IVa/IIId Ka.Puskesmas
2 Ika Maulia 197902162006042006 IVb/IIId Ka. Sub Bag.
Handayani,SKM TU
3 Drg. Rismalely 195801101989022001 IV/c Dokter Gigi
Utama
4 Drg. Hj. Khairani Lubis 196505131992032002 IV/c Dokter Gigi
Utama
5 Dr. Elfina Razali 197105112002122003 IV/a Dokter Madya
6 Drg. Diana 197002162007012005 IV/b Dokter Gigi
Madya
7 Dr.Rina Khamariah 198011142006042006 IV/a Dokter Madya
Harahap
8 Dr. Evi Damayanti siregar 198005172011032001 IIId Dokter Muda
9 Dr. Ade Devi Julastri 195902021983072001 III/d Dokter Muda
10 Mardaini, S,Kep,Ns 196010291984012001 IV/b Perawat Madya
11 Rita Armaya,AM,Keb 196610091986032005 III/d Bidan penyelia
12 Marta Aritonang,AMKG 196707171988032003 III/d Perawat gigi
penyelia

21
13 Elmida Elfida 196801101990032003 III/d Ass. Apoteker
penyelia
14 Royana B 197111011992032003 III/d Penyuluhan
Manullang,SKM Kesmas muda
15 Widya Fitri,S.Si,Apt 197609232011022001 III/d Apoteker muda
16 Lenny R.V.L Gaol,SKM 198003232010012019 III/c Penyuluhan
Kesmas Pertama

17 Rosdiana M,SST 197805212002122010 III/c Nutrisionis


pertama
18 Juni Darwati,Am.AK 198006242005022001 III/c Pranata Lab.Kes
Pelaksana
Lanjutan
19 Lely Ariani Aritonang, 197607302020604201 III/b Perawat
AMK Pelaksana
Lanjutan
20 Indri Nainggolan,AM.Keb 198705122010012018 III/a Bidan pelaksana
lanjutan
21 Utami Fadillah,AM.keb 198810122010012009 III/a Bidan pelaksana
lanjutan
22 Irma Hayati.AMK 197609292010012011 III/a Perawat
pelaksana
23 Eka Sri Wahyuni,AMK 198807272011012013 III/a Perawat
pelaksana

24 Mursidah,AM.Keb 198007312006042007 III/a Bidan pelaksana


Lanjutan
25 Nelmislandia Koto, 198105262010012017 III/d Perawat
Amd.Kep pelaksana
lanjutan
26 Dian Wahyuni 197703241997042001 II/d Perawat
pelaksana
27 Siti Suleha Siregar 196510181993022001 II/b Pranata Lab.Kes
28 Meydina Siregar.Am.Keb Honor (PHL) - Administrasi
29 Dedi Andrean Honor (PHL) - Petugas
Kebersihan

22
30 Erwin Syahrizal Honor (PHL) - Satpam
31 Ulva Masitah Honor (BOK) - Promkes
Kesuma.Am.Keb

4.1.10 StrukturOrganisasi
Struktur organisasi puskesmas dalam Permenkes 75 tahun 2014 dibagi
menjadi 3 (tiga) macam sesuai dengan kategori puskesmas. Adapun struktur
organisasi puskesmas perkotaan adalah sebagai berikut :
1. Kepala Puskesmas
Kriteria kepala puskesmas yaitu tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan
paling rendah sarjana, memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat,
masa kerja di puskesmas minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan
manajemen puskesmas.

2. Kasubag Tata Usaha


Membawahi beberapa kegiatan diantaranya sistem informasi puskesmas,
kepegawaian, rumah tangga, dan keuangan.

3. Penanggung jawab UKM Essential dan keperawatan kesehatan masyarakat


a. Membawahi : pelayanan kesehatan termasuk UKS
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
d. Pelayanan Gizi yang bersifat UKM
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
f. Pelayanan Keperawatan kesehatan masyarakat
4. Penanggung jawab UKM pengembangan
Membawahi upaya pengembangan yang dilakukan puskesmas, antara lain:

a. Pelayanan kesehatan jiwa


b. Pelayanan gigi masyarakat
c. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
d. Pelayanan kesehatan olahraga
e. Pelayanan kesehatan indera

23
f. Pelayanan kesehatan lansia
g. Pelayanan kesehatan kerja
h. Pelayanan kesehatan lainnya
5. Penanggung jawab UKP, Kefarmasian, dan Laboratorium
Membawahi beberapa kegiatan, yaitu: pelayanan pemeriksaan umum

a. Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut


b. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
c. Pelayanan gawat darurat
d. Pelayanan gizi yang bersifat UKP
e. Pelayanan persalinan
f. Pelayanan rawat inap untuk puskesmas yang menyediakan pelayanan
rawat inap
g. Pelayanan kefarmasian
h. Pelayanan laboratorium
6. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan
Membawahi :

a. Puskesmas pembantu
b. Puskesmas keliling
c. Bidan desa
d. Jejaring fasilitas pelayanan kesahatan

4.1.11 Fasilitas Fisik Puskesmas


Fasilitas Gedung Puskesmas

Permanen dan berlantai 2 dan dalam kondisi baik.


1. Ruang Pendaftaran : 1 buah
2. Ruang Rujukan : 1 buah
3. Ruang Pemeriksaan Umum : 1 buah
4. Ruang Pemeriksaan Anak : 1 buah

24
5. Ruang Pemeriksaan Lansia : 1 buah
6. Ruang Pemeriksaan KIA, KB, dan Imunisasi : 1 buah
7. Ruang Gizi : 1 buah
8. Ruang Pemeriksaan TB DOTS : 1 buah
9. Ruang Laboratorium : 1 buah
10. Ruang kepala puskesmas : 1 buah
11. Ruang tunggu pasien : 3 buah
12. Ruang Kesehatan Gigi dan Mulut : 1 buah
13. Ruang Administrasi Perkantoran : 1 buah
14. Ruang Promosi Kesehatan : 1 buah
15. Ruang Rapat : 1 buah
16. Ruang Gudang Obat : 1 buah
17. Ruang Gudang Gizi : 1 buah
18. Ruang Farmasi : 1 buah
19. Ruang Gudang Umum : 1 buah
20. Ruang Tindakan : 1 buah
21. Kamar Mandi : 3 buah
FasilitasAdministrasi

1. Kartu berobat pasien


2. Buku catatan
3. Lemari / rak kartu
4. Meja dan kursi
5. Stempel
6. Mesin TIK
7. Komputer
8. Formulir laporan kegiatan

Fasilitas Imunisasi
1. Lemari pendingin
2. Alat – alat Imunisasi

25
3. Vaksinseperti BCG, POLIO, CAMPAK, TT, dan HEPATITIS B
.
Fasilitas Alat-Alat Kesehatan

1. Alat diagnostik dasar : 2 unit

2. Dental unit : 2 unit

3. Minor surgery : 1 unit

4. Ginekologi bed : 1 unit

5. KB KIT : 1 unit

6. KIA KIT : 1 unit

Fasilitas Obat-Obatan

1. Obat Askes
2. Obat umum
3. Obat jamkesmas

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mencapai sehat diperlukan pula sarana dan prasarana untuk mencapai
hal tersebut, maka pihak pemerintah membangun suatu lembaga yang
didirikan untuk menekan angka kesakitan dan angka kematian. Salah satunya
yaitu didirikannnya puskesmas. Puskesmas merupakan institusi dimana
fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan pada pasien sebaik – baiknya
itu secara preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun ke atas pada tahun 2007 di Indonesia adalah
sebesar 31,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi
penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Menurut provinsi,
prevalensi hipertensi tertinggi di Bangka Balitung (30,9%), diikuti
Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Sumatera Utara
sebesar 24,7% pada tahun 2013
Prevalensi kasus hipertensi di puskesmas Medan Kota Matsum dari
bulan Januari – Maret 2019 yaitu sebanyak 433 orang, dengan peringkat
kedua dalam 10 penyakit terbesar di puskesmas Medan Kota Matsum. Untuk
itu, pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat yaitu dengan cara
pemecahan yang terpilih yaitu dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah
setelah senam, dan melakukan penyuluhan kepada peserta senam untuk
menjagagaya hidup, dan memeriksakan tekanan darah dengan teratur.
Langkah puskesmas untuk mengatasi hipertensi yaitu selalu
mengingatkan kepada pasien hipertensi untuk selalu rutin minum obat
hipertensi agar tekanan darah terkontrol, dan gaya hidup lebih sehat.

27
5.2. Saran
Saran Pada Masyarakat
1. Teratur minum obat hipertensi
2. Mengatur asupan makanan (mengurangi garam dan garam)
3. olahraga teratur
4. Meningkatkan kesadaran untuk gaya hidup sehat
5. Mengurangi stres
6. Melakukan pemeriksaan tekanan darah teratur

28
DAFTAR PUSTAKA

https://emedicine.medscape.com/article/241381-overview#a4

http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed November 20, 2013

http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/
Hasil%20Riskesdas%202018.pdf

I.,Sudoyo,A.W.,Simadibrata,M.K.,Setiyohadi,B.,Syam,A.F., Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. ed 6.Jilid II. Interna Publishing. Jakarta: 2259-
2283.WHO.Raised Blood Pressure.

Kowalak,P.J.,Welsh,W.,Mayer,B.,2012. Buku Ajar Patofisiologi. EGC.Jakarta :


179-185, 334-341.

Mitchell. R. N., Kumar.V., Abbas. A. K., Fausto. N., 2009. Buku Saku Dasar
Patologis Penyakit.ed 7. EGC. Jakarta : 308-310.

Rani. A. A., Soegondo. S., Nasir. A. U. Z., Wijaya. I. P., Nafrialdi., Mansjoer. A.,
2006.Panduan Pelayanan Medik . Pengurus Besar Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta pusat: 63-65.

Price. A. S., Wilson. M. L. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jilid 2. ed 6. vol 2. EGC. Jakarta : 576-612.

Tanto,C.,Made,N,H., 2014. Hipertensi.In : Soemasto,A,S.,et.al.Kapita Selekta


Kedokteran.ed 5. Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta : 635-639.

Yugiantoro,M.,2014. Pendekatan Klinis Hipertensi. In : Setiadi,S.,Alwi

29
Lampiran

Pemeriksaan tekana darah di kegiatan Posbindu Puskesmas Kota Matsum

30

Anda mungkin juga menyukai