(Skripsi)
Oleh
AGNESIA MUTIARA SANI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRAK
Oleh
Salah satu tindak pidana korupsi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah
pungutan liar. Pungutan liar atau Pungli ternyata belum sepenuhnya mati di
Indonesia, hingga saat ini Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara masih
terlibat dalam kasus pungutan liar. Salah satu contoh kasus tindak pidana korupsi
pungutan liar adalah kasus pada Putusan Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk
dalam kasus tersebut terdakwa Mulyadi dijatuhkan putusan bebas. Menilai dari
putusan hakim yang memutus bebas terdakwa, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai bagaimanakah dasar pertimbangan Majelis
Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi
berdasarkan Putusan Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk dan apakah putusan
bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi tersebut telah mencerminkan rasa
kedilan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif,
sumber bahan hukum primer dan sekunder, pencatatan terhadap buku-buku
peraturan perundang-undangan serta literatur lainnya dilakukan untuk
mengumpulkan data, dan analisis bahan hukum dengan menggunakan
argumentasi hukum melalui wawancara secara langsung kepada informan yaitu
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjung Karang, Advokat pada Kantor
Advokat Nuki And Partners di Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi
Lampung, dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dasar
pertimbangan hakim dalam memutus bebas tindak pidana korupsi Putusan
Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk terdakwa Mulyadi tidak memenuhi unsur
sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Alternatif oleh Jaksa Penuntun Umum,
sehingga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana korupsi. Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana
korupsi ini telah mempertimbangkan aspek yuridis, aspek filosofis dan aspek
sosiologis. Selain menggunakan pertimbangan tersebut Hakim juga memutus
Agnesia Mutiara Sani
berdasarkan prinsip ratio decidendi, prinsip pendekatan keilmuan, dan prinsip
kebijaksanaan. Dari segi yuridis dan non yuridis pertimbangan Majelis Hakim
dalam menjatuhkan putusan tersebut dinilai sudah adil dan sudah sesuai dengan
pasal-pasal yang berlaku. Selain mempertimbangkan sesuai dengan pasal yang
berlaku, Majelis Hakim juga dalam memutus melihat sikap dan prilaku terdakwa.
Saran dalam penelitian ini yaitu hakim harus bersikap adil dalam menangani suatu
kasus tindak pidana korupsi, tidak tumpul ke atas tajam ke bawah. Hakim dalam
memutus suatu perkara harus mempertimbangkan segala aspek yang bersifat
filosofis, yuridis dan sosiologis, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan
dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang
berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice)
dan keadilan masyarakat (sosial justice), dan Majelis Hakim diharapkan dapat
menekankan keadilan substantif terkait dengan isi putusan hakim dalam mengadili
suatu perkara, yang dibuat berdasarkan pertimbangan yang objektif, jujur,
imparsial dan rasional (logis) sehingga terciptalah keadilan substantif.
Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Korupsi, Putusan Bebas.
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Putusan Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk)
Oleh
AGNESIA MUTIARA SANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai
gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Judul Skripsi : DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
KORUPSI (Studi Putusan Nomor: 46/Pid.Sus-
TPK/2018/PN.Tjk).
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.
NIP. 197905062006041002 NIP. 197706012005012002
NIP. 196112311989031023
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
NIP. 196412181988031002
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dasar Pertimbangan
karya saya sendiri. Semua hasil tulisan yang tertuang dalam skripsi ini telah
kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan hasil salinan atau dibuat oleh
orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
2011, SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2014, dan
SMA Negeri 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2017. Selanjutnya
Hukum Unila, UKM-F PERSIKUSI dan HIMA Pidana Hukum Unila. Pada bulan
Januari 2020 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Batu Tegi
“Waktu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya dengan baik, maka
ia akan memanfaatkanmu”
(HR. Muslim)
“Janganlah berputus asa, sabar dan ikhlaskan karena hidup terkadang tidak
sesuai ekspektasi”
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT Atas rahmat dan hidayah-
Keluarga tercinta
Papa Eksan Nawawi, mama Efrel Denti Alam dan adik Athaya Ramadhan Sani
pengorbanan dan usaha kalian, semoga kita diberi kesehatan dan umur yang
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha
Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan rasa hormat penulis
2. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
4. Bapak Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian
6. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
7. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah
8. Ibu Aisyah Muda Cemerlang, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang
telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Akademik yang memberikan dukungan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
11. Para staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama pada
12. Bapak Jaini Basir, S.H., M.H., selaku Hakim Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bapak Risky Fany, S.H., selaku Jaksa
Kejaksaan Tinggi Lampung, Bapak Nuki, S.H., M.Kn., selaku Advokat pada
Kantor Advokat Nuki And Partners, Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H.,
data yang diperlukan penulisan skripsi ini, terimakasih atas semua kebaikan
dan bantuannya.
13. Terimakasih banyak untuk kedua orangtua saya Eksan Nawawi dan Efrel
Denti Alam, serta adik saya Athaya Ramadhan Sani yang telah selalu ada
dihidup saya dan selalu membantu saya, terimakasih atas pengorbanan dan
usaha kalian.
15. Terimakasih kepada Patra, Dea Amira, Dyah Ayu, Ghina Nabila, Kharisma
Almira, Khansa, dan teman-teman Fakultas Hukum lainnya yang tidak dapat
menebengi, dan membuat saya tertawa, senang rasanya dapat bertemu dan
mengenal kalian semua, semoga kita dapat mencapai cita-cita kita dan
16. Terimakasih kepada teman-teman SMA saya Mahmud dan teman-teman SMP
Terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan
dan dukungannya, semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan
mendapatkan balasan kebaikan yang lebih besar dari Alloh SWT, dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Akhir kata, penulis mengucapkan
mohon maaf apabila ada yang salah dalam penulisan skripsi ini.
Bandar Lampung, Januari 2021
Penulis,
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup...............................................................8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................................................................8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual.............................................................10
E. Sistematika Penulisan.................................................................................15
V. PENUTUP
A. Simpulan.....................................................................................................76
B. Saran...........................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak Pidana Korupsi merupakan perbuatan tidak bermoral, tidak baik, curang,
Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dalam Undang-
(UU PTPK). Definisi korupsi tersebut telah dijelaskan di dalam 13 butir pasal
tiga puluh jenis tindak pidana korupsi. Ketigapuluh jenis tersebut pada dasarnya
dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis tindak pidana korupsi yaitu kerugian
pasal tersebut menerangkan secara rinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
1
M. Syamsa Ardisasmita, Definisi Korupasi Menurut Perspektif Hukum dan E-Announcement
untuk Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih Terbuka, Transparant dan Akuntabel, makalah dalam
Seminar Nasional “Upaya Perbaikan Sistem Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”
oleh Deputi Bidang Informasi dan Data Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta pada tgl. 23
Agustus 2006, hlm. 4.
2
Salah satu tindak pidana korupsi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah
pungutan liar. Pungutan liar atau Pungli ternyata belum sepenuhnya mati di
Indonesia, hingga saat ini Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara masih
terlibat dalam kasus pungutan liar. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), akta nikah dan lainnya. Hal
tersebut lancar dan cepat. Pungli merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan
Hingga saat ini kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah
termasuk di lembaga yudikatif masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit diakses,
prosedur yang berbelit-belit, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek
2
Wahyu Ramadhani, “Penegakan Hukum Dalam Menanggulangi Pungutan Liar Terhadap
Pelayanan Publik”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan Volume 12, Nomor 2, Tahun 2017.
paradigma pemerintah di era pasca reformasi yang masih seperti pada era orde
dengan pelayanan publik yang korup. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
merataan dan ketidakadilan ini terus menerus terjadi maka pelayanan yang
Pungli atau pungutan liar kerapkali disamakan dengan suap maupun pemerasan.
menyuap dan pemerasan. Pengertian dari pungli, suap dan pemerasan sebagai
berikut.
Pungli atau pungutan liar termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, di mana
3
Maroni, Hukum Birokrasi Peradilan Pidana, (Lampung: Aura, 2018), hlm. 15.
sendiri.4 Contoh dari tindakan pungli seperti pada pelayanan pembuatan KTP,
keuntungan yang tidak pantas oleh seseorang kepada pejabat atau pegawai negeri,
langsung atau tidak langsung dengan maksud agar pegawai negeri atau pejabat
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan tugasnya yang sah.5 Contoh dari
Definisi dari pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.6 Contoh dari pemerasan seperti tilang
pungutan liar yang dilakukan oleh pegawai negeri dalam hal pembuatan akta
nikah, di bawah ini penulis menguraikan contoh kasus yang berkaitan dengan
4
Moh. Toha Solahuddin, “Pungutan Liar (Pungli) dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi”,
Majalah Paraikatte Vol. 26 edisi Triwulan III, Tahun 2016.
5
Muladi, Tindak Pidana Suap sebagai Core Crime Mafia Peradilan dan Penanggulangannya,
makalah dalam Seminar Nasional “Suap, Mafia Peradilan, Penegakan Hukum dan Pembaharuan
Hukum Pidana” Kerjasama FH UNDIP dengan KY di Semarang pada tgl. 16 Januari 2015, hlm 2.
6
Pusat Edukasi Antikorupsi, Perbedaan Gratifikasi, Uang Pelicin, Pemerasan dan Suap,
https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-korupsi/infografis/perbedaan-gratifikasi-
uang-pelicin-pemerasan-dan-suap, diakses pada tanggal 11 Juni 2020, pukul 02.54 wib.
tindak pidana korupsi Putusan Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk atas nama
Mulyadi. Pada tanggal 16 Mei 2017 Mulyadi selaku Kepala Pekon Air Kubang
terkena Oprasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polres Tanggamus. Kejadian tersebut
Tanggamus. Mulyadi diduga melakukan pungli atau menerima suap dari salah
satu warga yang ingin mengurus kutipan akta nikah sebesar Rp. 1.800.000,- (satu
Atas tindakan tersebut Mulyadi didakwa dengan dakwaan yang bersifat alternatif
yakni Dakwaan Pertama melanggar Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 12A Undang-
Pasal 11 Jo. Pasal 12A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa Penuntut Umun
pidana penjara selama 8 (delapan) bulan penjara dengan perintah terdakwa segera
ditahan dan Denda sejumlah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Subsidiair
menerima hadiah atau janji dalam proses pembuatan surat izin nikah, oleh karena
salah satu unsur dari Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 12A Undang-Undang Nomor 31
7
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang tanggal
30 April 2019, Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk, hlm. 4.
Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubaan Atas
Korupsi tidak terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara
alternatif pertama tersebut. Pada dakwaan alternatif kedua Majelis Hakim kembali
tidak menemukan fakta bahwa terdawa Mulyadi telah menerima hadiah atau janji
dalam proses pembuatan surat izin nikah tersebut, oleh karena salah satu unsur
dari Pasal 11 Jo. Pasal 12A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak terpenuhi, maka
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi
dakwaan tersebut.8
Berdasarkan kasus di atas, pelaku tindak pidana korupsi yakni tindak pidana
pungli secara ideal dipidana sesuai dengan ancaman yang diatur di dalam Pasal
8
Ibid, hlm. 43.
Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk Hakim Tindak Pidana Korupsi Pada
bebas terhadap Mulyadi selaku terdakwa tindak pidana korupsi dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum.
Putusan hakim ini menjadi pertanyaan publik, apa dasar pertimbangan hakim
putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya, yaitu mulai dari perlunya
membuatnya.
sebagaimana diatur Pasal 197 KUHAP, bahwa salah satu aspek yang yang harus
bebas yang dijatuhkan hakim dalam perkara ini, hakim mengacu kepada Pasal 191
Ayat (1) KUHAP, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di
Berdasarkan isu hukum yang telah diuraikan, penulis melakukan kajian dan
Putusan Bebas terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor:
46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk)”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis
46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk?
b. Apakah putusan bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi tersebut telah
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah hukum pidana dan dibatasi pada kajian dasar
lingkup tempat penelitian dilakukan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada
1. Tujuan Penelitian
putusan bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor
46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk.
b. Untuk mengetahui putusan bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini baik dari segi teoritis dan praktis adalah
sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan mampu
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif sebagai sumbangan
teoritis dan rujukan bagi aparat penegak hukum meliputi Polisi, Jaksa,
masyarakat pada umumnya mengenai tindak pidana suap dan tindak pidana
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya yang bertujuan
relevan oleh peneliti.9 Hal ini kita mempergunakan teori-teori ilmiah sebagai alat
hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan kepada teori dan
hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga mendapatkan hasil penelitian yang
maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah satu cara untuk
hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur dari tercapainya suatu
kepastian hukum.
terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo
et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga putusan hakim
hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Apabila pertimbangan
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 124.
10
Indonesia, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No.
157 Tahun 2009, TLN No. 5076, Ps. 10 Ayat (1).
hakim tidak teliti, baik dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari
Agung.11
yang membawahi empat badan peradilan yaitu peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, telah menentukan bahwa
yuridis dan sosiologis, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan dan
pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice) dan keadilan
Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan berpatokan
yang sedang dihadapi. Hakim harus menilai apakah undang-undang tersebut adil,
salah satu tujuan hukum adalah menciptakan keadilan. Mengenai aspek filosofis,
merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran dan keadilan. Sedangkan aspek
11
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,
12
2004), hlm.140.
Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct) Kode Etik Hakim dan
Makalah Berkaitan, (Jakarta: Pusdiklat MA RI, 2006), hlm. 2.
mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat yang terabaikan. Jelas penerapannya
sangat sulit sebab tidak terikat pada sistem. Pencantuman ketiga unsur tersebut
Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perilaku yang adil. Adil
berarti tidak memihak dan berpihak kepada pihak tertentu. Keadilan menurut
kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu tidak merugikan
seseorang dan perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya.
Keadilan merupakan cita-cita dan tujuan hukum yang menjangkau wilayah filsafat
keadilan dan filsafat ilmu hukum. Apabila kedua prinsip ini dapat dipenuhi
manusia akan liar, siapa yang kuat dialah yang menang, tujuan hukum untuk
Seorang hakim dalam mengambil sebuah keputusan harus bersikap adil kepada
terdakwa maupun pihak yang berperkara. Putusan hakim merupakan puncak dari
membuat terobosan untuk menggali rasa keadilan. Hakim tidak boleh terbelenggu
13
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), hlm.126.
14
Inge Dwisvimiar, “Keadilan dalam Prespektif Filasat Ilmu Hukum”, Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 3, Tahun 2011.
15
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm.27.
16
Sudikno Mertokusumo, Metode Penemuan Hukum, (Yogyakarta: UII Press, 2007), hlm. 3.
oleh normatif-prosedural atau peraturan perundang-undangan saja, sehingga
Keadilan substantif adalah keadilan yang terkait dengan isi putusan hakim dalam
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang harus dibuat berdasarkan
substansial selalu saja sulit diwujudkan dalam putusan hakim, karena hakim dan
beranggapan bahwa lembaga pengadilan masih kurang adil dalam memutus suatu
yuridis semata, akan tetapi masalah sosial yang dalam banyak hal disoroti oleh
sosiologi hukum.
normatif undang-undang.
17
M. Syamsudin, “Keadilan Prosedual dan Substantif dalam Putusan Sengketa Tanah
Magersari”, Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1, Tahun 2014.
2. Konseptual
Konseptual adalah susunan konsep-konsep sebagai fokus pengamatan dalam
prosedur ilmiah dan melalui pengujian sehingga hasil analisis dapat diterima
terhadap perkara yang diajukan, di mana dalam perkara pidana, hal itu tidak
terlepas dari sistem pembuktian, yang pada prinsipnya menetukan bahwa suatu
hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, di samping adanya
sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.21
18
19
Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 54.
Ahmad Rifai, Op.cit, hlm.112.
20
Ibid, hlm.92.
21
Indonesia, Undang-Undang tentang Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana, Ps. 1 Butir
11.
e. Putusan bebas yaitu terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, putusan
terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak terbukti adanya unsur
kewajaran hukum oleh para pejabat atau aparatur negara, dan pengutamaan
kepentingan pribadi atau klien di atas kepentingan publik oleh para pejabat
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab untuk untuk memudahkan pemahaman
terhadap isinya. Adapun secara terperinci sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari latar
atau bahan pustaka terdiri dari pengertian putusan hakim, pengertian dan jenis
22
Ibid, Ps. 191 Ayat (1).
23
Mochtar Lubis dan James C. Scott. Bunga Rampai Korupsi. cet. Ke-3, (Jakarta: LP3ES,
1995), hlm. 4-7.
tindak korupsi, pengertian dan unsur tindak pidana suap, pengertian dan unsur
masalah, sumber data dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan
Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat
V. PENUTUP
Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan
Hakim adalah pejabat pengadilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
dilakukan oleh hakim melalui putusannya. Tugas pokok hakim adalah menerima,
yang diajukan, di mana dalam perkara pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem
pembuktian negatif, yang menetukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau
Melihat dari ketentuan KUHAP, putusan hakim atau putusan pengadilan pada
hakikatnya dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni putusan akhir dan
putusan yang bukan putusan akhir, yang dinamakan putusan akhir yakni apabila
suatu perkara diperiksa oleh majelis hakim sampai selesai pokok perkaranya, dan
hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 182 Ayat (3) dan Ayat (8), Pasal 197, dan
24
Indonesia, Undang-Undang tentang Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8
Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3258, Ps. 1 Butir 8.
25
Ahmad Rifai, Op.cit, hlm.103.
18
Pasal 199 KUHAP. Pada jenis putusan seperti ini prosedural yang harus dilakukan
yang kemudian diwujudkan dalam putusan hakim yang merupakan hasil (output)
dari kewenangan mengadili setiap perkara yang ditangani dan didasari pada surat
penerapan pidana penjara (pidana perampasan kemerdekaan), hal ini sesuai asas
hukum pidana yaitu asas legalitas yang diatur pada Pasal 1 Ayat (1) KUHP yaitu
dijatuhkan tentu bagi seorang hakim disesuaikan dengan apa yang menjadi
motivasi dan akibat perbuatan si pelaku, khususnya dalam penerapan jenis pidana
penjara, namun dalam hal undang-undang tertentu telah mengatur secara normatif
26
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 147.
tentang pasal-pasal tertentu tentang pemidanaan dengan ancaman minimal
khusus.27
Hakim dalam memutus suatu perkara pidana, terdapat teori-teori yang dapat
beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam
a. Teori Keseimbangan
Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini keseimbangan antara syarat-
syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang
tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya
keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan
kepentingan terdakwa dan kepetingan korban.
b. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari
hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan
dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana,
hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam
perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan
putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari
hakim.
c. Teori Pendekatan Keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana
harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam
kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin
konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan
semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh
semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi
dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam
menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.
d. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya
dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena
dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui
bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana
yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
27
Gress Gustia Adrian Pah, ed. al., “Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Oleh Hakim Dalam
Tindak Pidana Korupsi”, e-Journal Lentera Hukum Vol 1, No 1, Tahun 2014.
e. Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang
disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum
dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada
motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi
para pihak yang berperkara.
f. Teori Kebijaksanaan
Teori ini diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, di mana sebenarnya teori ini
berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di Pengadilan anak. Aspek
ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut
bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik dan melindungi
anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga,
masyarakat dan bagi bangsanya. Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa
tujuan yaitu, sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu
kejahatan; sebagai upaya perlindungan terhadap terdakwa yang telah
melakukan tindak pidana; dan untuk memupuk solidaritas antara keluarga
dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara dan mendidik pelaku
tindak pidana, dan yang keempat sebagai pencegahan umum dan khusus.28
seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah
kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan Ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui
sehingga tidak perlu dibuktikan.31
28
29
Ahmad Rifai, Op.cit, hlm.105.
Indonesia, Undang-Undang tentang Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana, Ps. 185
Ayat (2).
30
Ibid, Ps. 183.
31
Ibid, Ps. 184.
Hakim dapat menggunakan teori kebenaran dalam mengadili pelaku tindak pidana
yang dimana hakim harus melalui proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam
Putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori pembuktian, yang dimana alat
bukti harus saling berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain,
misalnya antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain
atau saling berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.
aspek, yaitu:
Putusan hakim merupakan puncak dari perkara pidana yang mencerminkan nilai-
nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi, penguasaan hukum atau fakta, secara
mapan maupun faktual serta visualisasi etika serta moral suatu hakim yang
selain dari aspek yuridis, sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan
mungkin putusan hakim menjadi batal demi hukum (van rechtswege nietig atau
pertimbangan yuridis dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-
fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari
keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan
diperiksa di persidangan.33
32
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 77.
33
Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, (Surabaya: Bina Ilmu, 2007), hlm.121.
B. Macam-Macam Putusan Hakim
mengambil suatu keputusan. Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 193 Ayat (1)
KUHAP, setidaknya ada dua sifat putusan hakim dalam memutus perkara tindak
pidana, yaitu:
1. Putusan Pemidanaan
Hakikatnya putusan pemidanaan merupakan putusan hakim yang berisiskan suatu
telah yakin berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan
maksimum dan minimum lama pidana yang harus dijalani terdakwa, bukan berarti
34
35
Ahmad Rifai, Loc.cit.
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm.148.
Hakim dapat dengan seenaknya menjatuhkan pidana tanpa dasar pertimbangan
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 (1) KUHAP, putusan bebas (vrijspraak) dapat
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Apa bila terdakwa
dijatuhi putusan bebas (vrijspraak atau acquittal), terdakwa tidak dipidana atau
jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan tidak terbukti secara sah dan
Konkretnya, secara yuridis dapat disebutkan bahwa putusan bebas apabila Majelis
bahwa:
36
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahannya,
(Bandung: Alumni, 2007), hlm. 232.
37
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm.150.
(1) Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum pembuktian menurut
undang-undang secara negatif (negatieve wettelijke bewijs theorie)
sebagaimana dianut oleh KUHAP. Jadi, pada prinsipnya Majelis Hakim
dalam persidangan tidak cukup dapat membuktikan tentang kesalahan
terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap kesalahan tersebut.
(2) Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian yang
ditetapkan oleh undang-undang telah terpenuhi misalnya berupa adanya dua
orang saksi atau adanya petunjuk, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan
kesalahan terdakwa. 38
Ketentuan Pasal 191 Ayat (2) KUHAP mengatur secara eksplisit tentang putusan
pelepasan dari sagala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). Putusan
lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) ini dapat disebut
bahwa apa yang didakwakan penuntut umum kepada terdakwa terbukti secara sah
dan meyakinkan hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dipidana karena
termasuk yurisdiksi hukum perdata, hukum adat ataukah hukum dagang. Berbeda
disebut dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP, maka ini dinamakan putusan lepas.39
Apabila diperbandingkan putusan bebas (vrijspraak) dan putusan lepas dari segala
menjalankan hukuman atau tindak pidana. Selain itu, baik putusan bebas
(vrijspraak) dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht
gewijsde) berdasarkan ketentan Pasal 97 Ayat (1) KUHAP, Pasal 14 Ayat (1)
38
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 218.
39
M.Yahya Harahap, Upaya Hukum Luar Biasa. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), hlm. 347.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 dan pendapat Mahkamah Agung
martabatnya”.41
Adapun perbedaannya dapat ditinjau dari visi hukum pembuktian dan visi
(1) Apabila ditinjau dari visi hukum pembuktian, pada putusan bebas (vrijspraak
atau acquittal) tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam
surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Lain halnya dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van
recht vervolging) di mana perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat
dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan
hukum. Akan tetapi, terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena perbuata
tersebut bukan merupakan tindak pidana.
(2) Apabila ditinjau dari visi hukum penuntutannya, pada putusan bebas
(vrijspraak atau acquittal) tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah diperiksa dan diadili oleh
peradilan pidana. akan tetapi, karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan
terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan sehingga
dibebaskan. Adapun pada putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag
van recht vervolging) perbuatan yang didakwakan penuntut umum dalam
surat dakwaannya bukan merupakan tindak pidana sehingga peradilan pidana
tidak berhak/berwenang mengadilinya karena merupakan yurisdiksi peradilan
lain.42
40
Ketentuan-Ketentuan KUHAP dalam Yurisprudensi, Proyek Yurisprudensi Mahkamah
Agung
41
RI, t.t., hlm.58-69.
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 151.
42
Ibid, hlm. 152.
C. Putusan Bebas sebagai Putusan Hakim dalam Perkara Pidana
terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 43
yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.44
Putusan pengadilan atau putusan hakim merupakan akhir dari proses persidangan
sangat berguna bagi terdakwa atau pihak yang bersengketa guna memperoleh
selanjutnya dilakukan oleh terdakwa atau pihak yang bersengketa. Terdakwa atau
pihak yang bersengketa dapat menerima atau menolak putusan yang sudah
atau pihak bersengketa dapat melakukan upaya banding, kasasi dan grasi sesuai
diucapkan di sidang terbuka untuk umum dan harus ditandatangani hakim dan
43
Indonesia, Undang-Undang tentang Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana, Ps. 1 butir
11.44
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Ps. 14.
45
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 201.
panitera seketika setelah putusan diucapkan.46 Putusan yang dibacakan oleh hakim
merupakan bentuk tanggung jawab seorang hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa,
pencari keadilan, masyarakat, Pengadilan yang lebih tinggi. Untuk itu, putusan
maka acara pembacaan putusan harus dilakukan dalam sidang terbuka untuk
dan pihak pihak yang berperkara perihal jadwal pembacaan putusan itu.47
Hakim juga mempunyai tugas secara konkret dalam memeriksa dan mengadili
46
Indonesia, Undang-Undang tentang Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana, Ps. 195
dan47Ps. 200.
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm 153.
48
Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Republik Indonesia Mahkamah Agung,
Kompilasi Penerapan Hukum Oleh hakim Dan Strategi Pemberantasan Korupsi, (Jakarta:2016),
hlm 6.
banyak hal yang berkaitan dengan perkara yang diperiksanya, mulai dari tingkat
dalam perkara korupsi adalah adanya perbedaan persepsi antara Jaksa dan Hakim
baik mengenai penerapan hukum maupun penilaian terhadap fakta yang terungkap
di dalam surat tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum kurang optimal
dalam penuntutan perkara tindak pidana korupsi selain sulit pembuktiannya, juga
tidak terlepas dari karakteristik tindak pidana korupsi, baik kendala yuridis dan
non yuridis, misal adanya intervensi dari oknum-oknum tertentu atau aparat
pejabat pemerintah atau negara yang ingin membebaskan terdakwa dari tanggung
jawab, baik dengan cara menggunakan kekuasaan atau kewenangan jabatan atau
Putusan pengadilan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak. Putusan
kebenaran hakiki, Hak Asasi Manusia, penguasaan hukum atau fakta secara
mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas
49
Olan Laurance Hasiholan Pasaribu, et. al., “Kajian Yuridis Terhadap Putusan Bebas Tindak
Pidana Korupsi”, Mercatoria Vol. 1 No. 2, Tahun 2008.
50
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 201.
D. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Saat ini korupsi di Indonesia sangat meningkat, banyak para pejabat negara yang
terlibat dalam korupsi sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi
juga telah melangar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Tindak
pidana korupsi merupakan perbuatan tidak bermoral, tidak baik, curang, melawan
jabatan yang bermaksud memperkaya diri sendiri atau kelompok atau orang lain
negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga
secara luar biasa dan khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik
Pengertian tindak pidana korupsi secara umum terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuagan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
Memperhatikan Pasal 2 Ayat (1) di atas maka unsur-unsur dari pasal tersebut
sebagai berikut :
1. Setiap orang
Unsur “setiap orang” dari pasal ini merupakan orang perseorangan atau
korporasi. Korporasi yang dimaksudkan disini adalah kumpulan orang dan
atau kekayaan yang terorganisasi baik badan hukum maupun bukan badan
hukum.
2. Secara melawan hukum
Unsur “secara melawan hukum” mencakup perbuatan melawan hukum dalam
arti formil maupun materiil, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap
tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan
sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Unsur “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” yaitu:
a. Memperkaya diri sendiri artinya dengan perbuatan melawan hukum itu
pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta miliknya sendiri.
b. Memperkaya Orang Lain, maksudnya adalah akibat dari perbuatan
melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati
bertambahnya kekayaan atau bertambahnya harta benda. Jadi, disini yang
diuntungkan bukan pelaku langsung.
c. Memperkaya Korporasi, yakni akibat dari perbuatan melawan hukum dari
pelaku, suatu korporasi yang menikmati bertambahnya kekayaan atau
bertambahnya harta benda. Memperkaya sering dipakai adanya perubahan
berupa tambahan kekayaan atau perubahan cara hidup seseorang seperti
orang kaya.
4. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Unsur “Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara” yaitu
53
Indonesia, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31
Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, LN No. 140 Tahun 1999, TLN No.
4150, Ps. 2 Ayat (1).
menjadi ruginya keuangan Negara atau berkurangnya keuangan Negara.
Pengertian keuangan negara sebagaimana dalam rumusan delik Tindak
Pidana Korupsi di atas, adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun
yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat
Lembaga Negara, baik di tingkat pusat, maupun di daerah;
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban
BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal Negara atau perusahaan yang menyertakan modal
pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Sedangkan yang dimaksud dengan perekonomian Negara adalah kehidupan
perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada
kebijakan pemerintah, baik ditingkat pusat, maupun di daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh
kehidupan rakyat.54
Terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3, menjelaskan bahwa kata “dapat”
yang disebutkan dalam Pasal 3 diartikan sama dengan penjelasan dalam Pasal 2.
Penjelasan dari kata tersebut yaitu hanya menunjukan bahwa tindak pidana
korupsi yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 2 merupakan delik
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang telah dirumuskan, bukan timbulnya akibat. Unsur-unsur dari Pasal
3 sendiri yaitu:
54
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta:
Sinar
55
Grafika, 2012), hlm. 41.
Indonesia, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31
Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Ps. 3.
1. Setiap orang
Unsur “semua orang” dalam pasal ini yakni bahwa pelaku tindak pidana
korupsi yang dimaksud harus memangku suatu jabatan atau kedudukan. Yang
dapat memangku suatu jabatan atau kedudukan hanyalah orang perseorangan,
sedangkan korporasi tidak termasuk dalam pasal ini.
2. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
Unsur “menguntungkan” yaitu mendapatkan untung untuk diri sendiri atau
orang lain atau korporasi. Yang dimana pendapatan yang diperoleh lebih besar
dari pengeluaran, terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang
diperolehnya.
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena
jabatan atau kedudukan
Unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
karena jabatan atau kedudukan” yaitu menggunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dijabat atau
diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana tersebut.
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Unsur “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” yaitu menjadi
rugi atau menjadi berkurangnya keuangan negara atau perekonomian negara.56
Terdapat perbedaan mengenai ketentuan apa saja yang terasuk tindak pidana
penempatan mengenai ketentuan tentang apa yang termasuk tindak pidana korupsi
terdapat dalam Pasal 1. Bahwa dari pasal tersebut yang termasuk tindak pidana
seperti apa yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.57
penempatan mengenai ketentuan apa saja yang termasuk tindak pidana korupsi
56
R. Wiyono, Op.cit, hlm. 45.
57
Ibid, hlm. 9.
tidaklah seperti cara penempatan di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
yang terdapat dalam Pasal 1. Penempatan mengenai ketentuan apa saja yang
termasuk tindak pidana korupsi pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.
Korupsi.
dirumuskan ke dalam tiga puluh jenis tindak pidana korupsi. Ketigapuluh jenis
tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis tindak pidana
Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara atau
58
M. Syamsa Ardisasmita, Op.cit, hlm. 4.
keuntungan dan merugikan negara.59
2. Suap-menyuap
Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penyuapan, diatur dalam Pasal 5
Ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan
huruf b, Pasal 6 Ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf (a), (b), (c), (d), Pasal 12B,
dan Pasal 13. Suap-menyuap berkonotasi pada adanya janji, iming-iming atau
pemberian keuntungan yang tidak pantas oleh seseorang kepada pejabat atau
pegawai negeri, langsung atau tidak langsung dengan maksud agar pegawai
negeri atau pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan tugasnya
yang sah.60
3. Gratifikasi
Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan gratifikasi, diatur dalam Pasal
12B Jo. Pasal 12C. Gratifikasi adalah pemberian hadiah yang diterima oleh
diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 huruf (a), (b), (c). Penggelapan
barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan
merugikan negara.62
5. Pemerasan
Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pemerasan diatur dalam Pasal
12 huruf (e), (g), (h). Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
sendiri.63
6. Perbuatan curang
Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan perbuatan curang diatur dalam
Pasal 7 Ayat (1) huruf (a), (b), (c), (d), Pasal 7 Ayat (2), Pasal 12 huruf h.
orang lain atau keuangan Negara.64 Perbuatan curang yang dapat dikategorikan
jasa yang dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan. Orang atau badan yang
ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses
65
Pusat Edukasi Antikorupsi, Perbuatan Curang, https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-
terhadap-korupsi/infografis/perbuatan-curang, diakses pada tanggal 1Juni 2020, pukul 03.55 wib.
66
Handar Subhandi Bakhtiar, Jenis Tindak Pidana Korpsi, 26 November 2014,
http://handarsubhandi.blogspot.com/2014/11/jenis-tindak-pidana-korupsi.html, diakses pada
tanggal 1 Juni 2020, pikum 04.52.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan yuridis
norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku
setiap orang. Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis
lembaga peradilan (judge made law), serta norma hukum tertulis buatan pihak-
penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Sumber terdiri dari data langsung
yang diperoleh dari lapangan dan data tidak langsung yang diperoleh dari studi
67
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), hlm.52.
39
pustaka. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. 68 Data yang digunakan
Data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bila
perlu bahan hukum tersier. Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:70
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
kalangan hukum, dan sebagainya.71 Bahan hukum sekunder ini juga yang
68
69
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm.56.
Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm. 151.
70
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm.
114.
71
Ibid, hlm. 114.
berkaitan dengan Putusan Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk.
C. Penentuan Narasumber
secara jelas atau menjadi sumber informasi. Narasumber dalam penelitian ini
72
Ibid, hlm. 114.
dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan
2. Pengolahan Data
sehingga siap pakai untuk dianalisa.73 Sehingga data yang diperoleh dapat
berikut:
b. Seleksi data yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok
bahasan dan mengutip data dari buku-buku literatur dan instansi yang
d. Sistematika data yaitu penyusunan data menurut tata urutan yang telah
ditetapkan sesuai dengan konsep, tujuan dan bahan sehingga mudah untuk
dianalisis datanya.
73
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.
72.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang
analisis yang berupa penjelasan dan uraian-uraian kalimat, dengan cara indukatif,
yaitu suatu cara berfikir yang dilakukan pada fakta-fakta yang bersifat umum
Hakim merupakan salah satu sendi utama dalam menegakkan hukum dan keadilan
nilai keadilan dan kebenaran materiil, bersifat aktif dan dinamis, berlandaskan
pada perangkat hukum positif, melakukan penalaran logis sesuai dan selaras
dengan teori dan praktik sehingga semuanya itu bermula pada putusan yang akan
sendiri, hak asasi terdakwa, masyarakat dan negara, diri sendiri, serta demi
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang. Putusan hakim merupakan akhir dari proses persidangan pidana dalam
Seorang terdakwa dapat dijatuhi putusan dengan sanksi pidana apabila ia telah
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan yang didakwakan
74
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 65.
44
yang kemudian hakim dapat memeriksa dan memutus perkara tersebut. Sistem
pembuktian dalam perkara pidana mengacu pada KUHAP. Sistem pembuktian ini
ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan dengan cara dan alat-alat bukti
putusan yaitu berdasarkan tuntutan pidana apakah perbutan yang dilakukan telah
unsur tindak pidana maka hakim akan menjatuhkan pidana, apabila perbuatan
tidak memenui unsur maka hakim memutus bebas dan bila perbuatan itu
memenuhi unsur namun bukan suatu tindak pidana maka hakim menjatuhkan
berapa lama terdakwa di penjara atau berapa denda yang dijatuhkan kepada
terdakwa berdasarkan pada ancaman yang ada.76 Berdasarkan ketentuan Pasal 191
Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 193 Ayat (1) KUHAP, putusan pidana dibagi
menjadi tiga macam yaitu putusan pemidanaan, putusan lepas, dan putusan bebas.
Pada KUHP tidak disebutkan istilah-istilah alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Bab ketiga dari buku pertama KUHP hanya menyebutkan alasan-alasan yang
75
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm. 280.
76
Hasil wawancara dengan Eddy Rifai selaku Dosen Fakultas Hukum, Tanggal 14 September
2020.
menghapuskan pidana. Achmad Soema memberikan penjelasan alasan-alasan
dalam pidana yaitu pertama diatur dalam Pasal 44 KUHP, alasan tidak dapat
ialah pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit. Kedua
(uitwendig), terdapat pada Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 KUHP. Ketiga daya
Menurut Jaini Basir dalam menjatuhkan putusan hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Hakim harus
77
Lordamanu Bolqi, Alasan Penghapus Pidana dalam KUHP dan luar KUHP, 3 Agustus
2019, https://www.doktorhukum.com/alasan-penghapus-pidana-dalam-kuhp-dan-luar-kuhp/
78
Hasil wawancara dengan Eddy Rifai selaku Dosen Fakultas Hukum, Tanggal 14 September
2020.
dengan saksi yang lain, kesesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti
lainnya, serta segala sesuatu hal yang dapat mendukung keterangan itu dapat
putusan tersebut.
Gambaran umum kasus tindak pidana korupsi pada putusan nomor 46/Pid.Sus-
bernama Mulyadi Bin Sukirman, tempat lahir di Pulau Panggung, umur 41 Tahun,
agama islam, tempat tinggal di Dusun Sukarame RT/RW 002/003 Pekon Air
air kubang. Dalam putusan tersebut, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
79
Hasil wawancara dengan Jaini Basir, Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, 1 September 2020.
Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.80
karena terdakwa Mulyadi Bin Sukirman terbukti secara sah dan menyakinkan
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
dirinya sendiri”, dan Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan pidana penjara
selama 8 (delapan) bulan penjara dengan perintah terdakwa segera ditahan dan
bulan kurungan.
gratifikasi.81 Pada kasus tindak pidana korupsi ini Jaksa Penuntut Umum menilai
bahwa kasus ini tidak menimbulkan kerugian keuangan negara, sehingga Jaksa
80
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang tanggal
30 April 2019, Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk.
81
Hasil wawancara dengan Risky Fany, Jaksa di Kejaksaan Tinggi Lampung, 31 Agustus 2020
Penuntut Umum mendakwa Terdakwa Mulyadi dengan dalam Pasal 12 huruf e jo
Korupsi. Pasal 12 huruf e merupakan pasal tentang tindak pidana korupsi dalam
bentuk pemerasan atau pungutan liar, dan Pasal 11 merupakan pasal tentang
dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi Putusan
menjabat selaku Kepala Pekon Air Kubang berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Terdakwa menjabat sebagai Kepala Pekon Air Kubang Kec. Air Naningan Kab.
Menurut Majelis Hakim unsur “dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
Hakim tidak menemukan fakta bahwa terdakwa Mulyadi Bin Sukaraman telah
biaya nikah serta merekam percakapan dengan menggunakan HP, Majelis Hakim
keterangan saksi yang berdiri sendiri karena tidak didukung keterangan saksi
lainnya dan alat bukti lainnya serta hasil rekaman percakapan juga tidak dapat di
Oleh karena salah satu unsur dari Pasal Pasal 12 huruf e jo Pasal 12 A Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan
tidak terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan
tersebut.
berikut:
kedua ini sama dan identik dengan unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara dalam Dakwaan Alternatif Pertama, dengan demikian unsur Pegawai
Majelis Hakim berpendapat unsur “Menerima hadiah atau janji” tidak Terpenuhi.
Majelis Hakim tidak menemukan fakta bahwa terdakwa Mulyadi Bin Sukaraman
telah menerima hadiah atau janji dalam proses pembuatan surat izin Nikah
tersebut. Pada saat terjadinya OTT Maf yang berisi berkas dan amplop tersebut
belum beralih atau berpindah tangan kepada Terdakwa selaku Kepala Pekon
melainkan hanya diletakan di meja salah satu staf pekon. Majelis Hakim
ratus ribu rupiah) untuk biaya pengurusan surat izin nikah yang diberikan saksi
Ade Ali Mukti kepada saksi Dilli Murtiningsih merupakan inisiatif dari saksi Dilli
Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor
Menimbang, bahwa oleh karena seluruh dakwaan Alternatif tidak terbukti, maka
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Tanjung Karang dalam Putusan Nomor:
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang
Menyatakan Terdakwa Mulyadi Bin Sukirman, tidak terbukti secara sah dan
Nuki menyatakan bahwa dalam putusan di atas, Majelis Hakim tidak menemukan
sebagaimana yang didakwakan Penuntut Umum, pada saat terjadinya OTT maf
yang berisi amplop tersebut belum beralih atau berpindah tangan kepada
Terdakwa selaku Kepala Pekon melainkan hanya diletakan di meja salah satu staf
pekon tersebut yaiu meja saksi Aniroh sehingga tidak dapat dikatakan bahwa
terdakwa melakukan tindak pidana korupsi, ada perbedaan alat bukti berupa
amplop yang diperlihatkan dipersidangan serta alat bukti yang berupa rekaman
percakapan antara terdakwa dengan Saksi Dilli yang direkam pada HP Sakai Dilli
tidak dapat diperdengarkan dipersidangan, dan terdakwa juga tidak mengetahui
menentukan metode apa yang relevan untuk diterapkan dalam suatu perkara dan
seorang hakim juga harus berpedoman pada hukum dan peraturan perundang-
asas hukum, secara teknis operasional dapat didekati dengan dua cara, yaitu
1. Aspek Yuridis
Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan berpatokan
82
Hasil wawancara dengan Nuki, Advokat pada Kantor Advokat Nuki And Partners di Bandar
Lampung,
83
7 September 2020.
Ahmad Rifai, Op.cit, hlm.89.
84
Ahmad Rifai, Op.cit, hlm.126.
Pertimbangan yuridis bila dikaitkan dengan perkara Putusan Nomor: 46/Pid.Sus-
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan
penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan
Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor
yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
b. Tuntutan Pidana
Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa Mulyadi terbukti secara sah dan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
85
M. Yahya Harahap, Op. cit, hlm. 414.
huruf e Jo Pasal 12A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
selama 8 (delapan) bulan penjara dengan perintah terdakwa segera ditahan dan
bulan kurungan.
c. Alat Bukti
yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
1) Keterangan Saksi;
2) Keterangan Ahli;
3) Surat;
4) Petunjuk;
5) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga
tidak perlu dibuktikan.87
Alat bukti yang dipergunakan untuk pembuktian yang sah dalam perkara ini
sebagai berikut:
Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas menjadi dasar pertimbangan
Majelis Hakim dalam memutuskan perkara ini. Dasar pertimbangan Hakim dalam
perkara ini telah memuat aspek yuridis yang jelas dan rinci sebab berpedoman
2. Aspek Filosofis
Aspek filosofis merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran dan keadilan.
Hakim dalam hal ini harus mempertimbangkan bahwa putusan yang diberikan
TPK/2018/PN.Tjk Majelis Hakim menimbang bahwa salah satu unsur dari Pasal
RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-
terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan
Alternatif, sehingga membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan
Penuntut Umum.
3. Aspek Sosiologis
masyarakat. Hakim dalam memutus suatu perkara harus didasarkan pada latar
Hakim dalam memutus suatu perkara tidak hanya melihat aspek yuridis, namun
pada saat terjadinya OTT tersebut Maf yang berisi berkas dan amplop tersebut
belum beralih atau berpindah tangan kepada Terdakwa selaku Kepala Pekon
melainkan hanya diletakan di meja salah satu staf pekon tersebut yaiu meja saksi
Aniroh. Selain hal tersebut Majelis Hakim menimbang bahwa pemberian uang
pengurusan surat izin nikah yang diberikan saksi Ade Ali Mukti kepada saksi Dilli
inisiatif dari saksi Dilli Murtiningsih sendiri tanpa adanya komunikasi terlebih
Hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana korupsi ini. Aspek yuridis
merupakan aspek yang dimana putusan hakim yang dijatuhkan kepada terdakwa
88
Barda Nawawi Arief, Op. cit, hlm. 77.
diharapkan dapat memperbaiki perilaku terdakwa dan memberikan efek jera
aspek yang didasarkan pada latar belakang sosial terdakwa dan memperhatikan
1. Prinsip Keseimbangan
putusan yang diberikan dengan melihat kepentingan terdakwa dan pihak yang
teribat.
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.
dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat
keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan
seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan, lebih ditentukan oleh
instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim. Menurut penulis apabila
89
Ahmad Rifai, Op.cit, hlm.105.
46/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk bahwa Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan
putusan bebas.
3. Pendekatan Keilmuan
Titik tolak dari pendekatan keilmuan ini adalah dimana dalam proses penjatuhan
memutus perkara tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata,
tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan
perkara ini terdiri dari Siti Insirah sebagai hakim ketua, Jaini Basir dan Medi
ilmu hukum yang mereka miliki dan ketahui khususnya ilmu yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi, serta berpegang teguh pada ketentuan undang-
undang yang berlaku, sehingga hakim memutus perkara ini bukanlah suatu hal
yang mudah dan hakim tidak semata-mata hanya menggunakan dasar intuisi atau
4. Pendekatan Pengalaman
sebagai hakim ketua, Jaini Basir dan Medi Syahrial Alamsyah sebagai hakim
anggota telah berpengalaman dalam menangani kasus tindak pidana korupsi dan
perkara ini Majelis Hakim telah mempertimbangkan dampak dari putusan yang
yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak
mempertimbangkan perkara ini atas dasar Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 12A
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau dan Pasal 11 Jo.
tersebut.
6. Prinsip Kebijaksanaan
Landasan dari prinsip kebijaksanaan menekankan rasa cinta terhadap tanah air,
nusa dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk, dan dibina.
Aspek ini juga menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang
melindungi terdakwa, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi
wawasan ilmu pengetahuan yang dimilikinya serta instuisi yang tajam, etika dan
Menurut analisis penulis, prinsip yang sesuai dengan putusan hakim di atas adalah
prinsip ratio decidendi, prinsip ini didasarkan pada landasan filsafat yang
yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum
para pihak yang berperkara. Selain menggunakan prinsip ratio decidendi, Majelis
pada prinsip pendekatan keilmuan hakim meminta keterangan dari para ahli yang
berkompeten pada bidangnya untuk menjelaskan esensi dari kasus tersebut guna
memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang luas, instink yang tajam, moralitas
Menurut Nuki bahwa seseorang dapat dipidana apabila melakukan tindak pidana
Putusan hakim merupakan puncak dari suatu perkara yang sedang diperiksa atau
diadili oleh hakim tersebut. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan
segala aspek didalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari
dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. Putusan hakim bukan lah
90
Hasil wawancara dengan Nuki, Advokat Nuki And Partners di Bandar Lampung, 7
September 2020.
Putusan merupakan hasil suatu proses tindakan dan perlakuan hakim selama
yang dipersidangkan. Apabila hakim telah menjatuhkan suatu putusan bebas maka
hakim telah yakin bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang
diskresi bebas, perasannya tentang apa yang benar dan apa yang salah merupakan
keputusan, sehingga hakim bersikap netral dalam memutus suatu perkara .91
Mulyadi Bin Sukaraman telah menerima hadiah atau janji dalam proses
pembuatan surat izin Nikah tersebut, pada saat terjadinya OTT Maf yang berisi
berkas dan amplop tersebut belum beralih atau berpindah tangan kepada
Terdakwa selaku Kepala Pekon melainkan hanya diletakan di meja salah satu staf
pekon. Menurut analisis penulis dalam suatu tindak pidana korupsi yang berupa
suap apabila hadiah atau uang suap belum diterima secara langsung, maka arti
menerima dalam unsur tindak pidana korupsi ini belum masuk. Seseorang dapat
dahulu hadiah atau uang tersebut. Hal penting dalam pemberian ini adalah
disyaratkan hadiah atau uang itu telah lepas kekuasaannya dari tangan pemberi
91
Ahmad Rifai, Op, cit, hlm. 79.
dan telah berpindah kedalam kekuasaan orang lain yakni pegawai negeri atau
uang Rp.1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu rupiah) untuk biaya pengurusan
surat izin nikah yang diberikan saksi Ade Ali Mukti kepada saksi Dilli
Rekomendasi akta nikah merupakan kewenangan dari Kepala desa atau Kepala
pekon dan untuk biaya rekomendasi tersebut dapat diambil apabila ada Peraturan
Desa yang telah disahkan oleh Kabupaten (Bupati) atau Kabupaten dapat
dalam Undang-Undang Pedesaan Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa bahwa Desa
memiliki Hak Otonomi untuk mengatur Rumah Tangganya sendiri. Bila di suatu
desa mempunyai Peraturan Desa yang telah dievaluasi oleh Kabupaten dan
Desa dan dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Namun
apabila Kepala Pekon yang menetapkan suatu Peraturan Desa mengenai biaya
pembuatan kutipan akta nikah melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan yaitu
sebesar Rp. 1.800.000,- (satu juta delapan ratus ribu rupiah), sedangkan Peraturan
Desa tersebut belum atau tidak disahkan oleh Pemerintah Kabupaten atau Provinsi
karena Peraturan Desa tersebut bertentangan dengan aturan yang telah ditentukan
hukum pidana.
Menurut penulis bahwa dalam menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa
telah mempertimbangkan aspek yuridis serta aspek non yuridis. Aspek yuridis
dapat berupa dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum dan alat bukti
Keadilan adalah dasar dalam penegakan hukum dan tujuan dari penegakan hukum
itu sendiri. Hukum diadakan sebagai upaya untuk mencapai sebuah keadilan.
Ketika manusia menggerakan hukum, esensi hukum tidak berisi keadilan, karena
keadilan itu sendiri baru akan dicapai atau dituju oleh hukum. Logis jika
dikatakan bahwa hukum tidak pernah adil, karena kendaraan tidak pernah sampai
pada tujuannya. Hukum ketika bergerak dan menuju keadilan sebagai salah satu
kehendak mengisi esensi hukum akan tergantung dari ide dan cita para pelaku
hukum.92
yang ingin bertindak adil. Yang tidak adil adalah orang yang melanggar undang-
rasa. Segala sesuatu yang ditetapkan dengan undang-undang adalah adil, sebab
adil ialah apa yang dapat mendatangkan bahagia dalam masyarakat negara.
kebajikan.93
Menurut Purnadi dan Soerjono dalam mencapai tujuan hukum diberikan tugas
tertentu oleh masyarakat yang pada dasarnya adalah untuk menegakkan dan
memelihara kedamaian, oleh karena itu tugas hukum mencakup dua unsur yaitu
tersebut tidak ada artinya, apabila tidak ada kekuasaan kehakiman yang bebas
yang diwujudkan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak, sebagai
salah satu unsur negara hukum. Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman
adalah hakim, yang mempunyai kewenangan dalam memberi isi dan kekuatan
93
Sukarno Aburaera, ed.al., Filsafat Hukum Teori dan Praktik, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016),
94
hlm. 211.
Wahyu Sasongko, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Lampung: Universitas Lampung, 2013), hlm
78.
95
Arbijto, Refleksi terhadap Manusia sebagai Homo Religious, Jakarta, Pusdiklat MA RI 2000
Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim
Pada putusan ini lebih ditekankan untuk menganalisis terkait dengan keadilan
aturan yang berlaku dalam tahapan penemuan keadilan yang paling sosial.
Keadilan bukan semata-mata persoalan yuridis semata, akan tetapi masalah sosial
yang dalam banyak hal disoroti oleh sosiologi hukum. Karakter keadilan
Menurut Jaini Basir bahwa keadilan dalam hukum tidak hanya berdasarkan pasal-
pasal undang-undang yang berlaku, namun hakim dalam memutus harus berdasar
hasil galiannya atas rasa keadilan di dalam masyarakat. Hakim menggunakan hati
dari perkara pidana yang pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, Hak
Asasi Manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan
96
Ahmad Rifai, Loc.cit.
97
Ridwan, “Mewujudkan Karakter Hukum Progresif dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baik Solusi Pencarian dan Penemuan Keadilan Substantif”, Jurnal Hukum Pro Justicia Vol. 26
No.2, Tahun 2008.
98
Hasil wawancara dengan Jaini Basir, Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, 1 September 2020.
faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang
bersangkutan.99
Bentuk perbuatan yang sama bisa divonis secara berbeda, tergantung pada hasil
Itulah makna judge makes law, hakim membuat hukum. Keadilan substantif
justice), yakni putusan hakim atau proses penegakan hukum yang sepenuhnya
sesuatu dianggap adil apabila pelaksanaan dan putusan hakim selalu mengikuti
tersebut harus dapat diterima oleh masyarakat agar terwujudnya kepastian hukum
bagi masyarakat.
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
99
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 201.
100
Moh. Mahfud MD, Keadilan Substantif, 3 September 2014, https://jurnaltoddoppuli.
wordpress.com/2014/09/03/keadilan-substantif/
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Atau Pasal 11 jo Pasal 12 A Undang-
rasa keadilan, terutama keadilan substantif. Adil dalam konteks ini tidak berat
korupsi tidak harus semata-mata dijatuhi pidana yang ringan atau bahkan bebas.
Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang disengaja dan dapat merugikan
pidana bagi terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Setiap
Menurut Luthan dan Syamsudin isi dari keadilan substantif dalam putusan hakim
sebagai berikut: keadilan substantif terkait dengan isi putusan hakim dalam
jujur, imparsial dan rasional (logis). Berdasarkan konsep tersebut, ada empat ciri
sebagai berikut:
101
M. Syamsudin, Loc.cit.
1. Berdasarkan penelitian, suatu putusan hakim dikualifikasikan bersifat objektif
bila informasi, keterangan, fakta atau bukti yang dijadikan dasar untuk
bukti yang sesungguhnya dan bukti yang benar. Objektivitas jika dikaitkan
hakim sebagai fakta yang benar; adanya kesesuaian antara fakta dalam
persidangan dan fakta dalam putusan; dan sikap kejujuran hakim dalam
yang tidak memihak bila menghadapi dua hal yang berbeda atau dua
mahkota bagi para hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak
tanpa terkecuali, sehingga tidak ada suatu pihak yang dapat menginterpensi hakim
menentukan putusan suatu perkara, hakim perlu memahami dengan baik dalam
Berdasarkan fakta di dalam persidangan terdapat barang bukti yang tidak dapat
dihadirkan. Barang bukti tersebut berupa rekaman yang berada di HP milik Saksi
Dilli Murtiningsih, rekaman tersebut diduga berisi percakapan antara Saksi Dilli
dengan terdakwa terkait mengetahui biaya nikah sebesar Rp. 1.800.000,- (satu juta
delapan ratus ribu rupiah) dari terdakwa. Saksi merekam hal tersebut di dalam HP
Saksi, namun rekaman yang Saksi simpan di HP milik Saksi sudah hilang,
sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa Saksi Dilli selaku Kepala Dusun dan
Dilli untuk menyampaikan kepada warga Dusun Citra Laksana tentang dana
pernikahan dan izin keramaian sebesar Rp. 1.800.000,- (satu juta delapan ratus
ribu rupiah) dengan rincian Rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk
buku nikah dan Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) untuk Izin Keramaian dan
dijelaskan juga apabila calon pengantin tidak menyerahkan uang untuk biaya akta
nikah, maka akta nikah tidak akan diterbitkan karena harus membayar
administrasi terlebih dahulu. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang
menjadi pertimbangan hakim dalam memutus bebas terdakwa terhadap kasus
tindak pidana korupsi, karena hakim hanya bisa memutus sesuai dengan alat bukti
Dari beberapa responden atau narasumber yang penulis wawancarai dalam hal ini
substantif karena tidak terpenuhinya unsur dari pasal-pasal yang didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum sehingga terdakwa tidak terbukti secara sah telah
Kepala Pekon Air Kubang selama kurang dari 4 bulan, sehingga terdakwa tidak
mengetahui biaya pembuatan akta nikah dan terdakwa tidak penah menerima
bayaran mengenai pembuatan akta nikah. Pada masa jabatannya terdakwa ada 3
warga Pekon Air Kubang yang sempat meminta kepada terdakwa untuk mengurus
pembuatan akta nikahnya di Kantor Pekon Air Kubang, namun terdakwa tidak
tersebut, terdakwa hanya ingin membantu warga Pekon Air Kubang untuk
Pembantu Pencatat Nikah) dan Saksi Ade Ali (warga yang pernah mengurus surat
nikah dan izin keramaian), menyatakan bahwa mereka tidak pernah melihat
terdakwa meminta atau menerima uang untuk mengurus surat nikah dan izin
keramaian. Menurut analisis penulis dalam suatu tindak pidana korupsi yang
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, maka arti
102
Hasil wawancara dengan Nuki, Advokat Nuki And Partners di Bandar Lampung, 7
September 2020.
memaksa dalam unsur tindak pidana korupsi ini belum masuk. Seseorang dapat
Menurut Jaini Basir selaku Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
juta delapan ratus ribu rupiah) untuk biaya pengurusan surat izin nikah yang
diberikan saksi Ade Ali Mukti kepada saksi Dilli Murtiningsih merupakan inisiatif
dari saksi Dilli Murtiningsih sendiri tanpa adanya komunikasi terlebih dahulu
dengan terdakwa.103 Narasumber Eddy Rifai selaku Dosen Fakultas Hukum dan
Risky Fani selaku Jaksa di Kejaksaan Tinggi Lampung dalam hal ini tidak
Menurut penulis dari segi yuridis dan non yuridis putusan yang dijatuhkan Majelis
Hakim sudah adil dan sudah sesuai dengan pasal-pasal yang berlaku. Selain
mempertimbangkan sesuai dengan pasal yang berlaku, Majelis Hakim juga dalam
dalam masyarakat sebagai orang yang jujur dan banyak membantu masyarakat
sehingga akhirnya beliau dipilih oleh warga Pekon Air Kubang sebagai Kepala
Pekon pada Tahun 2017. Terdakwa merupakan kepala dusun yang dimana kepala
pidana korupsi dan kepala desa juga bisa menjadi contoh bagi masyarakat.
103
Hasil wawancara dengan Jaini Basir, Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, 1 September 2020.
Keadilan dalam suatu putusan hakim bersifat relatif, karena beragamnya sudut
pandang seseorang dalam memaknai arti keadilan. Keadilan memiliki sifat tidak
berbentuk dan tidak dapat terlihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dan
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat kita ambil kesimpulan
sebagai berikut:
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
menguntungkan pihak lain dalam proses pembuatan surat izin Nikah tersebut,
Saksi Ade Ali (warga yang pernah mengurus surat nikah dan izin keramaian),
77
menerima uang untuk mengurus surat nikah dan izin keramaian. Dalam Pasal
unsur “Menerima hadiah atau janji” tidak Terpenuhi, Majelis Hakim tidak
hadiah atau janji dalam proses pembuatan surat izin Nikah tersebut, pada saat
terjadinya OTT Maf yang berisi berkas dan amplop tersebut belum beralih
hanya diletakan di meja salah satu staf pekon. Majelis Hakim berpendapat
bahwa pemberian sejumlah uang Rp.1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu
rupiah) untuk biaya pengurusan surat izin nikah yang diberikan saksi Ade Ali
Mukti kepada saksi Dilli Murtiningsih merupakan inisiatif dari saksi Dilli
ini telah mempertimbangkan aspek yuridis yang jelas dan rinci sebab Majelis
aspek filosofis dan aspek sosiologis yang dimana hakim dalam memutus
mempertimbangkan perkara ini atas dasar Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 12A
dan Pasal 11 Jo. Pasal 12A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.
Korupsi dan Majelis Hakim memutus bahwa tidak terpenuhinya unsur tindak
keilmuan hakim meminta keterangan dari para ahli yang berkompeten pada
wawasan ilmu pengetahuan yang luas, instink yang tajam, moralitas yang
2. Dari segi yuridis dan non yuridis pertimbangan Majelis Hakim dalam
dikenal dalam masyarakat sebagai orang yang jujur dan banyak membantu
masyarakat sehingga akhirnya beliau dipilih oleh warga Pekon Air Kubang
sebagai Kepala Pekon pada Tahun 2017, dan menurut keterangan saksi
B. Saran
sebagai berikut:
1. Hakim harus bersikap adil dalam menangani suatu kasus tindak pidana
korupsi, tidak tumpul ke atas tajam ke bawah. Hakim dalam memutus suatu
dengan isi putusan hakim dalam mengadili suatu perkara, yang dibuat
A. BUKU
Lubis, Mochtar dan James C. Scott. Bunga Rampai Korupsi. cet. Ke-3, Jakarta:
LP3ES, 1995.
Mahkamah Agung RI. Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct), Kode Etik
Hakim dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Pusdiklat MA RI, 2006.
Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,
Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
B. PERUNDANG-UNDANGAN
D. JURNAL/MAKALAH
Muladi. Tindak Pidana Suap sebagai Core Crime Mafia Peradilan dan
Penanggulangannya, makalah dalam Seminar Nasional “Suap, Mafia
Peradilan, Penegakan Hukum dan Pembaharuan Hukum Pidana” Kerjasama
FH UNDIP dengan KY di Semarang pada tgl. 16 Januari 2015.
Pah, Gress Gustia Adrian, ed. al. “Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Oleh
Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi”, e-Journal Lentera Hukum Vol 1, No
1 (2014).
Pasaribu, Olan Laurance Hasiholan, et. al. “Kajian Yuridis Terhadap Putusan
Bebas Tindak Pidana Korupsi”, Mercatoria Vol. 1 No. 2 (2008).
Solahuddin, Moh Toha. “Pungutan Liar (Pungli) dalam Perspektif Tindak Pidana
Korupsi”, Majalah Paraikatte Vol. 26 edisi Triwulan III (2016).
Syamsudin, M. “Keadilan Prosedual dan Substantif dalam Putusan Sengketa
Tanah Magersari”, Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 (2014).
E. INTERNET
Bolqi, Lordamanu. Alasan Penghapus Pidana dalam KUHP dan luar KUHP, 3
Agustus 2019, https://www.doktorhukum.com/alasan-penghapus-pidana-
dalam-kuhp-dan-luar-kuhp/