Anda di halaman 1dari 92

1

MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA PEMALSUAN


SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) DI BANDAR LAMPUNG
(Studi pada Polresta Bandar Lampung)

Skripsi

Oleh

RAFIKA AMELIA PUTRI


1712011087

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2

2020

ABSTRAK

MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA PEMALSUAN


SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) DI BANDAR LAMPUNG
(Studi pada Polresta Bandar Lampung)

Oleh
Rafika Amelia Putri

Kejahatan yang baru muncul di zaman modern ini biasanya muncul karena
menggunakan alat-alat yang canggih, salah satu kejahatan yang muncul akibat
kemajuan teknologi adalah kejahatan akan pemalsuan Surat Izin Mengemudi
(SIM) di Wilayah hukum Polresta Bandar Lampung. Sehubungan dengan adanya
kasus tersebut, Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Modus operandi
tindak pidana pemalsuan SIM, (2) Strategi penyidikan oleh Kepolisian terhadap
modus operandi tindak pidana pemalsuan SIM.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan


pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka
dan studi lapangan dengan melakukan wawancara kepada Polisi bagian Reskrim
Polresta Bandar Lampung dan Dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung,
selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan tentang Modus operandi tindak


pidana pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) dilakukan oleh para pelaku
melalui melalui 3 (dua) cara, antaralain menggunakan aplikasi facebook guna
pemasaran SIM palsu tersebut. Kedua, para pelaku berpura-pura menjual
kendaraan roda dua dengan iming-iming “paket lengkap” dimana setiap
pembelian motor akan mendapatkan sebuah SIM. Ketiga, para pelaku menunggu
di tempat-tempat strategis yang berhubungan dengan pembuatan SIM. Mulai dari
3

Biro Jasa hingga Samsat. Selain itu Strategi penyidikan oleh Kepolisian terhadap
modus operandi tindak pidana pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) dilakukan
melalui beberapa cara antaralain: antaralain: a. penyidikan di tempat kejadian
perkara (TKP), b. mengungkap cara kejahatan itu dilakukan, c. menemukan
pelaku kejahatan, d. penjahat memperlakukan barang-barang hasil kejahatan, e.
motif pelaku berbuat kejahatan, f. cara-cara memeriksa atau mendengar
keterangan saksi dan tersangka, g. cara melakukan penyidikan, h. cara
mempergunakan penyidikan, dan mempergunakan informan.
4

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain, pemerintah pusat maupun daerah
saling berkordinasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Mengingat, hampir tiap kejahatan timbul oleh karena faktor ekonomi. Serta aparat
Rafika Amelia Putri

penegak hukum dalam hal ini Kepolisian, melakukan sosialisasi terhadap bahaya
penggunaan SIM palsu serta pemaparan MO para pelaku, untuk meminimalisit
kejadian serupa terulang kembali.

Kata Kunci : Modus Operandi, Pemalsuan, Surat Izin Mengemudi (SIM).


5

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup........................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………….. .......................................5
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual........................................................6
E. Sistematika Penulisan...........................................................................11

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Tentang Penyidik dan Penyidikan..............................13
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana...............................................18
C. Modus Operandi....................................................................................27
D. Tindak Pidana Pemalsuan.....................................................................29
E. Surat Izin Mengemudi (SIM)................................................................32

III. METODE PENELITIAN


A. Pendekatan Masalah..............................................................................34
6

B. Sumber dan Jenis Data..........................................................................35


C. Penentuan Narasumber.........................................................................37
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .....................................38
E. Analisis Data.........................................................................................39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Modus Operandi Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Di Provinsi Lampung............................................................................40
B. Strategi Penyidikan Oleh Kepolisian Terhadap Modus Operandi Tindak
Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM)..................................49

V. PENUTUP
A. Simpulan...............................................................................................79
B. Saran.....................................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan yang baru muncul di jaman modern ini biasanya muncul karena

menggunakan alat-alat yang canggih. Kejahatan sendiri merupakan tingkah laku

yang merugikan masyarakat (evil conduct) hingga muncul reaksi dari masyarakat

itu sendiri. Menurut asalnya tidak ada pembatasan secara resmi dan juga tidak ada

campur tangan penguasa terhadap kejahatan, melainkan kejahatan semata-mata

dipandang sebagai persoalan pribadi atau keluarga.1 Pada tahapan awal terjadinya

kejahatan maupun tindak pidana, pihak Kepolisianlah yang memegang peran

utama dalam proses penyidikan hingga Berita Acara Perkara (BAP).

Kepolisian adalah segala ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.2 Sedangkan, fungsi kepolisian

adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan

dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.3

1
I.S. Susanto, 2011, Kriminologi, Cet. Ke-1, Yogyakarta: Genta Publising, hlm. 22.

2
Indonesia, Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia , UU No.2 Tahun 2002, LN
No. 2 Tahun 2002, TLN No.4168, Ps. 1 Butir 1.

3
Ibid., Ps. 2.
2

Salah satu tindak pidana yang banyak dilakukan di jaman modern ini adalah

tindak pidana pemalsuan, tindak pidana pemalsuan sudah diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 263 sampai Pasal 276. Surat

adalah lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan kata, frasa dan/atau kalimat

yang terdiri huruf-huruf atau angka dalam bentuk apapun dan dibuat dengan cara

apapun yang tulisan mana mengandung arti dan makna buah pikiran manusia. 4

Pemalsuan surat perlu adanya perlindungan dari negara. Sebab surat merupakan

hal yang tertulis dan dapat dipercaya bagi siapapun yang mendapatkannya. Tindak

pidana pemalsuan dokumen ini dibentuk untuk memberi perlindungan hukum

terhadap kepercayaan yang diberikan oleh umum (publica fides) pada surat.5

Pemalsuan yang dilakukan juga mempunyai tujuan-tujuan tertentu, misalnya

pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM), tindakan ini dilakukan agar pengendaara

motor menjadi legal dalam berkendara. SIM merupakan tanda bukti legitimasi

kompetensi, alat kontrol, dan data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah

lulus uji pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk mengemudikan

kendaraan bermotor di jalan.6 Sesuai dengan persyaratan yang ditentukan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (UU LLAJ).

4
Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, 2014, Tindak Pidana Pemalsuan : Tindak Pidana yang
Menyerang Kepentingan Hukum Terhadap Kepercayaan Masyarakat mengenai Kebenaran Isi
Tulisan dan Berita yang Disampaikan, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 135.

5
Ibid, hlm. 35

6
Indonesia, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No.22 Tahun 2009, LN No. 96
Tahun 2009, TLN No.5025, Ps. 86.
3

Seorang pengemudi kendaraan bermotor diwajibkan untuk memiliki SIM sesuai

dengan kendaraan yang digunakan, seperti SIM C untuk kendaraan roda dua, SIM

A untuk kendaraan roda empat dan lainnya. Dengan kata lain, seseorang yang

tidak memiliki SIM dianggap belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang

cukup untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan. Tujuan secara umum

dari SIM yang dipalsukan tentu menghindari jika ada razia kendaraan oleh pihak

kepolisian, ketidak telitian dari kepolisian saat melakukan razia dapat memberikan

keuntungan bagi pemalsu surat kendaraan tersebut.

Kasus yang berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan SIM yang terjadi di

Bandar Lampung dilakukan oleh tersangka Akhiruddin, yang merupakan seorang

tukang cetak foto. Akhiruddin menjual SIM palsu tersebut dengan harga kisaran

Rp 50.000,- hingga Rp 70.000-, dengan keuntungan kisaran Rp 30.000,- hingga

Rp. 40.000,- per keping. Dengan cara menscan SIM asli, lalu mengganti identitas

pengguna jasa nya yang kemudian dicetak dan dilaminating agar bentuk SIM

tersebut terlihat asli secara kasat mata.7

Para pelaku dijerat dengan pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, dengan

ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara. Ancamana pidana yang diberlakukan

oleh pihak Kepolisian tersebut di atas selaras dengan Pasal 263 Ayat (1) dan (2)

KUHP tentang Pemalsuan Surat, yang menjelaskan bahwa seseorang yang dengan

sengaja memalsu surat yang dapat menimbulkan hak dan dengan sengaja

memakai surat yang isinya tidak benar atau yang di palsu, dapat dijerat dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.

7
https://www.lampost.co/berita-sim-palsu-dibanderol-rp50-ribu.html diakses pada 17 November
2020 Pukul 10.27 WIB.
4

Sesuai dengan contoh kasus di atas Pasal 263 KUHP merupakan pasal yang umum

karena surat yang dimaksud tidak secara rinci, sehingga asal memenuhi unsur

surat tersebut palsu maka dapat dijerat dengan pasal ini. Selanjutnya Pasal 264

ayat (1) dan (2) KUHP berisi ancaman pidana penjara paling lama delapan tahun

terhadap pemalsuan beberapa surat tertentu. SIM yang merupakan akta otentik,

diatur lebih jelas pada Pasal 266 ayat (1) dan (2), yang juga berisikan tentang

keterangan palsu yang dimasukkan ke dalam suatu akta otentik. Pasal 263, 264,

dan 266 KUHP secara jelas memaparkan tentang unsur-unsur pemalsuan surat dan

ancaman pidananya terhadap pembuat, yang menyuruh memasukkan, maupun

pemakai surat palsu tersebut.8

Berdasarkan deskripsi kasus tindak pidana pemalsuan dokumen berupa SIM yang

semakin marak terjadi telah membuktikan bahwa kejahatan di era globalisasi saat

ini semakin mutakhir, sehingga tugas Kepolisian sebagai garda terdepan aparat

penegak hukum dituntut untuk semakin jeli dalam menanggulangi tindak pidana

pemalusan dokumen berupa SIM.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merasa perlu adanya kajian

hukum pidana terhadap modus operandi tindak pidana pemalsuan SIM di Provinsi

Lampung. Dengan mengetahui modus operandi yang dilakukan pada tindak

pidana pemalsuan ini, maka akan mudah untuk menentukan proses penyidikan

yang tepat untuk menyelesaikan kasus ini. Maka dari itu, penulis tertarik untuk

membahasnya lebih konkrit dengan menuangkannya ke dalam proposal penelitian

8
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=1354 diakses pada 17 November 2020 Pukul 10.30
WIB.
5

yang kemudian akan dilanjutkan ke dalam penulisan skripsi yang berjudul

“Modus Operandi Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) di

Provinsi Lampung

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah modus operandi tindak pidana pemalsuan Surat Izin

Mengemudi (SIM)?

b. Bagaimanakah strategi penyidikan oleh Kepolisian terhadap modus operandi

tindak pidana pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM)?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum pidana, yang terfokus

kepada Modus Operandi Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM). Lokasi

penelitian ini adalah Polresta Bandar Lampung dan ruang lingkup waktu

penelitian adalah pada Tahun 2020.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diajukan maka tujuan

penelitiaan ini adalah sebagai berikut :


6

a. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana pemalsuan Surat Izin

Mengemudi (SIM).

b. Untuk mengetahui strategi penyidikan oleh Kepolisian terhadap modus

operandi tindak pidana pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM).

2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu

sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

landasan teoritis bagi perkembangan ilmu hukum pidana pada umumnya, dan

dapat memberikan informasi mengenai modus operandi tindak pidana pemalsuan

Surat Izin Mengemudi (SIM).

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penulisan skripsi ini diharapkan berguna menjadi rujukan

serta tambahan kepustakaan bagi aparatur penegak hukum dalam modus operandi

tindak pidana pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM).

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis
7

Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan

untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang relavan oleh peneliti.9

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.10

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka teori yang dianggap relevan untuk

menjawab permasalahan tersebut adalah teori GONE dan teori penyidikan..

a. Teori GONE

Tren kejahatan yang dilakukan secara kolektif, dasarnya merupakan aksi individu-

individu secara kolektif, dalam teori aksi (The Theory of Action) sebagaimana

dikemukakan oleh Parson dan Shils, yang merujuk pada empat hal konsep prilaku.

Pertama, prilaku yang berorientasi pada tujuan akhir; Kedua, berkenaan dengan

situasi tertemtu; Ketiga keteraturan secara normatif, dan keempat, melibatkan

suatu pengeluaran energi atau usaha yang bermotivasi pada kegiatan itu.11

Mengutip pendapat Jack Bologne, penyebab terjadinya tindak pidana dapat di

analisis dengan GONE Theory antaralain:12

1) Greed (Keserakahan)

Greed merupakan perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap

orang. Keserakahan timbul karena adanya sifat tidak puas terhadap yang diiliki.

9
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm. 125.

10
Ibid., hlm. 124.

11
Sunarto, 2018, Penegakan Hukum dan Penyelesaian Konflik Sosial Masyarakat, Bandar
Lampung: Aura, hlm. 88

12
Nenden Rilla Artistiana, 2019, Mengikis Mental Koruptor Sejak Dini: Penerbit Duta, hlm. 13
8

Keserakahan akan membuat seseorang terus-menerus merasa kurang sehingga

mendorongnya untuk memenuhi semua keinginannya, meskipun dengan cara

yang tidak diperbolehkan.13

2) Opportunities (Kesempatan)

Adanya kesempatan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

seseorang melakukan korupsi. Kesempatan itu datang karena adanya peluang,

lemahnya peraturan, dan adanya wewenang atau kekuasaan yang dimilikinya.14

3) Needs (Kebutuhan)

Korupsi bisa muncul karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Ketika nilai kejujuran tidak ditanamkan di dalam diri maka desakan kebutuhan

dapat menyebabkan seseorang melakukan korupsi.15

4) Exposures (Pengungkapan)

Berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang diterima oleh pelaku

kecurangan apabila ia melakukan kecurangan. Exposures disebut juga hukuman.

Kekuatan penegakan hukum dapat mempengaruhi banyaknya kasus korupsi.

Penegakan hukum yang lemah dapat membuat para koruptor bebas melancarkan

aksinya secara mudah dan tidak menimbulkan efek jera.16

13
Ibid, hlm. 13

14
Ibid, hlm. 14

15
Ibid, hlm. 14

16
Ibid, hlm. 15
9

b. Teori Modus Operandi

Pengertian modus operandi (MO) dalam lingkup kejahatan yaitu operasi cara atau

teknik yang berciri khusus dari seorang penjahat dalam melakukan kejahatannya.17

MO bisa sangat sederhana atau sangat kompleks, dengan tingkat kecanggihan

yang bervariasi yang mencerminkan pengalaman, motivasi, dan kecerdasan

pelaku. MO mengindikasikan pendidikan dan pelatihan teknis yang dimilki pelaku

kejahatan serta tingkat pengalaman pelaku kejahatan dalam melakukan tindak

kriminal dan dalam menghadapi sistem peradilan.

Menurut Hazelwood dan Burgess, modus operandi memiliki tiga tujuan utama

yaitu:18

1. To protect identity (Melindungi Identitas).

2. To ensure success (Memastikan Kesuksesan).

3. To facilitate escape (Memudahkan Pelarian).

c. Teori Penyidikan

Penyidikan dalam Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

terjadi dan guna menemukan tersangka nya.19 Tindakan penyidikan merupakan

cara untuk mengumpulkan bukti-bukti awal untuk mencari tersangka yang diduga

17
Alfitra, 2014, Modus Operandi Pidana Khusus Di Luar KUHP (Jakarta: RAS/Penebar), hlm.37.

18
Robert D Keppel and William J. Birnes, 2009, Serial violence: analysis of Modus Operandi and
Signature Characteristics of Killers, Boca Raton: CRC Press USA, hlm. 5.

19
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51a4a954b6d2d/soalpenyelidikan/#:~:text=
Pasal%201%20angka%202%20KUHAP,terjadi%20dan%20guna%20menemukan
%20tersangkanya.%E2%80%9D diakses pada 17 November 2020 Pukul 10.48 WIB.
10

melakukan tindak pidana dan saksi-saksi yang mengetahui tentang tindak pidana

tersebut.

Proses penyelidikan lebih menekankan pada tata cara guna mencari dan

menemukan sesuatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana.

Sedangkan dalam proses penyidikan, titik beratnya ditekankan pada tindakan

mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat

menjadi terang serta dapat menemukan pelakunya.20

2. Konseptual

Konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan

kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti dan/atau

diuraikan dalam karya ilmiah.21 Istilah yang dipergunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Modus Operandi adalah eknik cara-cara beroperasi yang dipakai oleh

penjahat.22

b. Tindak Pidana adalah merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan

kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Menurut Vos,

tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan-

20
M.Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 109.

21
Soekanto, Op.Cit, hlm.132.

22
R. Soesilo, 1980, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil, Bandung: Karya Nusantara,
Bandung, hlm 98.
11

peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan pada umumnya dilarang

dengan ancaman pidana.23

c. Tindak pidana pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya

mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu sesuatu (objek) yang sesuatunya

itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya

bertentangan dengan yang sebenarnya.24

d. Surat Izin Mengemudi adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan

oleh Polri kepada seseoraang yang telah memenuhi persyaratan administrasi,

sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan trampil

mengemudikan kendaraan bermotor.25

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan,

maka skripsi disusun dalam 5 (lima) Bab dengan sistematika penulisan sebagai

berikut:

I. PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan proposal yang akan menguraikan latar belakang,

permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

23
Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana
Indonesia, Universitas Lampung, hlm. 70.

24
Adami Chazawi, 2014, Tindak Pidana Pemalsuan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo,
hlm. 3.

25
https://www.polri.go.id/layanan-sim diakses pada tanggal 9 November 2020 pukul 00.17 WIB.
12

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan

dengan penyusunan skripsi yaitu tinjauan umum tentang penyidikan, tinjauan

umum tentang tindak pidana. modus operandi, tindak pidana pemalsuan, Surat

Izin Mengemudi.

III. METODE PENELITIAN

Pada bagian bab ini menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam

pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan

pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang penjelesan dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada yaitu

faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan perkelahian antar kelompok

Mahasiswa Universitas Lampung dan upaya penanggulangan kejahatan

perkelahian antar kelompok Mahasiswa Universitas Lampung

V. PENUTUP

Pada bagian ini berisikan simpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian dan

pembahasan serta berisikan saran penulis yang diberikan berdasarkan penelitian

dan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian skripsi ini.
13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyidik dan Penyidikan


14

1. Pengertian Penyidik

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan. Adapun penjelasan umum penyidik diterangkan lebih jauh

dibawah ini berdasarkan literatur yang dihimpun oleh penulis:

a. Penyidik kepolisian untuk semua perkara tindak pidana umum. Dalam KUHAP

Pasal 6 ayat (1), penyidik adalah sebagai berikut:

1) Pejabat Polisi Republik Indonesia, pejabat kepolisian dapat diberi jabatan

sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah PP

Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat

penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:

a) Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai

pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-syarat kepangkatan

dan pengangkatan,yaitu:

(1) sekurang-kurangnya berpangkat pembantu letnan dua polisi;

(2) atau yang berpangkat bintara dibawah pembantu letnan dua apabila

dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang

berpangkat pembantu letnan dua;

(3) ditunjuk dan diangkat oleh kepala kepolisian republik Indonesia

b) Penyidik Pembantu, Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik

Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang

diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang

diatur dengan peraturan pemerintah.Pejabat polisi yang dapat diangkat


15

sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58

Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat

diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:26

(1) sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi;


(2) atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan kepolisian negara dengan
syarat sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda (golongan ii/a);
(3) diangkat oleh kepala kepolisian republik indonesia atas usul
komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,

yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai

penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada

undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian

wewenang penyidikan pada salah satu pasal.27 Wewenang penyidikan yang

dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang

menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana

khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan

dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Penyidik pegawai negeri sipil

sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai

dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan

dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan

penyidik Polri.

c. Penyidik kejaksaan, khusus dalam perkara;


26
Nico Ngani 1984, Mengenal Hukum Acara Pidana, Bagian Umum Dan Penyidikan, Yogyakarta:
Liberty, hlm. 19

27
M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan
Penuntutan, cet VII, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 111-112.
16

1) Korupsi;

2) Penyidik dalam perkara pelanggaran HAM berat.

d. Penyidik Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) khusus dalam perkara korupsi.

Berdasarkan kualifikasi penyidik sebagaimana dimaksud di atas, menunjukkan

keseriusan dalam memilah dan memilih satuan kepolisian yang memiliki

kompetensi dalam proses penyidikan, hal tersebut dimaksudkan agar penyidik

dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagaiamana mestinya berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang membatasi tugas dan kewenangan penyidik.

2. Pengertian Penyidikan

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana

dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah

penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan

penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan

suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan

pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta

mengumpulkan bukti. Penyidikan menurut KUHAP dalam Pasal 1 butir 2 adalah

sebagai berikut:

“Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat penyidik sesuaidengan cara


yang diatur oleh undang-undang ini untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti,
dengan bukti tersebut menjadi terang tentang tindak pidana yang terjadi sekaligus
menemukan tersangka atau pelaku tindak pidana”

Sejalan dengan rumusan di dalam KUHAP Djisman Samosir mengemukakan

pendapat bahwa pada hakikatnya penyidikan adalah suatu upaya penegakan


17

hukum yang bersifat pembatasan dan penegakan hak-hak warga negara, bertujuan

untuk memulihkan terganggunya keseimbangan antara individu dan kepentingan

umum agar terpelihara dan terciptanya situasi keamanan dan ketertiban, oleh

karna penyidikan tindak pidana juga merupakan bagian dari penegakan hukum

pidana, maka dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundangan

yang berlaku.28

3. Tugas dan Wewenang Penyidikan

Kewenangan melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 6 KUHAP, namun

pada praktiknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak pidana tertentu ada

penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam KUHAP. Untuk itu pada bagian

ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik yang disebutkan di dalam KUHAP dan

siapa saja yang juga yang merupakan peyidik namun tidak tercantum di dalam

KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah:

a. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 75 KUHAP. (Pasal 8 ayat (1) KUHAP),
b. Menyerakan ber kas perkara kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat (2)
KUHAP),
c. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana
korupsi wajib segera melakukan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106
KUHAP),
d. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada
penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP),
e. dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum. (Pasal 109 ayat (1) KUHAP),
f. Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada penuntut
umum, jika penyidikan dianggap telah selesai. (Pasal 110 ayat (1) KUHAP).

28
Mahrizal Afriado,”Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana Oleh Kepolisian
Terhadap Laporan Masyarakat Di Polisi,” Sektor Lima Puluh.Vol.III. No.2.JOM Tahun 2016.
18

g. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk


dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai
dengan petunjuk dari penuntut umum (Pasal 110 ayat (3) KUHAP),
h. Setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib melakukan
pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan (Pasal 112 ayat (2)
KUHAP),
i. Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada
orang yang disangka melakukan suatu tindak pidana korupsi, tentang
haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya
itu wajib didampingi oleh penasihat hukum (Pasal 114 KUHAP),
j. Wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan bagi tersangka
(Pasal 116 ayat (4) KUHAP),
k. Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang dipergunakan
oleh tersangka (Pasal 117 ayat (2) KUHAP),
l. Wajib menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi,
setelah mereka menyetuji isinya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP),
m. Tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan
dijalankan, penyidik harus mulai melakukan pemeriksaan (Pasal 122
KUHAP),
n. Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih dahulu
menjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya (Pasal
125 KUHAP),
o. Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah
(Pasal 126 ayat (1) KUHAP),
p. Membacakan terlebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah
kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatanganinya,
tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan
dengan dua orang saksi (Pasal 126 ayat (2) KUHAP),
q. Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal
melakukan penyitaan (Pasal 128 KUHAP),
r. Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat
minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh
Kepala Desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 129 ayat
(1) KUHAP),
s. Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (2) KUHAP),
t. Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya,
keluarganya dan Kepala Desa (Pasal 129 ayat (4) KUHAP),
u. Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (Pasal 130 ayat (1)
KUHAP),
19

Kewenangan penyidik Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik

berwenang antaralain:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak


pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. Memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi (Pasal 7 ayat
(1) jo Pasal 112 ayat (1) KUHAP);
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab;

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia, untuk istilah

dalam bahasa Belanda disebut “strafbaarfeit” atau “delik”. Istilah strafbaarfeit

telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang menimbulkan berbagai arti,

umpamanya saja dapat dikatakan sebagai perbuatan yang dapat atau boleh

dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana. Para sarjana

Indonesia mengistilahkan strafbaarfeit itu dalam arti yang berbeda, menurut

Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.29

Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu

aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, asal saja dalam pidana itu

29
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2004, Pokok-pokok Hukum Pidana, Jakarta, Pradnya
Paramita, hlm. 54.
20

diingat bahwa larangan tersebut ditujukan pada perbuatannya yaitu suatu keadaan

atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelalaian orang, sedangkan ancaman

pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.30

Sementara perumusan strafbaarfeit, menurut Van Hamel, adalah sebagai berikut:

“Strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam Undang-Undang,

bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan”.

Tindak pidana adalah pelanggaran norma- norma dalam bidang hukum lain, yaitu

hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan tata usaha pemerintah, yang oleh

pembentuk Undang-Undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana. Maka sifat-

sifat yang ada dalam setiap tindak pidana adalah sifat melanggar hukum

(wederrecteliijkheid, onrechtmatigheid). Tiada ada suatu tindak pidana tanpa sifat

melanggar hukum.31

Berdasarkan pendapat di atas maka paling tepat digunakan adalah istilah “tindak

pidana” karena mengandung istilah yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum,

juga sangat praktis digunakan. Selain itu pemerintah diberbagai peraturan

perUndang-Undangan memakai istilah Tindak Pidana contohnya mengenai

peraturan Tindak Pidana Tertentu.

a. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Lamintang, tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan

unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif.

30
Ibid, hlm. 56.

31
Wiryono Prodjodikoro, 2003, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung: PT. Refika
Aditama, hlm. 1.
21

Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau

yang berhubungan pada diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud unsur

objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan

mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.32

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

1) Kesengajaan atau ketidakengajaan (culpa/dolus).


2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di
dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan pemalsuan dan
lain-lain.
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya
terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan
tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Sedangkan unsur-unsur objektif suatu tindak pidana adalah:33

1) Sifat melanggar hukum.


2) Kualitas si pelaku.
3) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan
suatu kenyataan sebagai akibat.

Berkaitan dengan unsur-unsur tindak pidana (strafbaarheit) ada beberapa

pendapat sarjana yaitu pengertian unsur-unsur tindak pidana menurut aliran

monistis dan menurut aliran dualistis. Berikut pandangan para sarjana kedua aliran

tersebut:

32
P.A.F Lamintang, 1990, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet 2, Bandung: Sinar Baru,
hlm. 184-184.

33
Ibid, hlm. 184.
22

1) Sarjana yang berpandangan aliran monistis yaitu:

a) D. Simons

Simons mengatakan bahwa pengertian tindak pidana adalah: Een strafbaar

gestelde, onrechtmatige, met schuld verband staande handeling van een

toerekeningsvatbaar persoon. Jadi unsur-unsur tindak pidana menurut Simons

adalah:

(1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
(2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);
(3) Melawan hukum (onrechtmatig);
(4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld verband staand);
(5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar
person).

Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana tersebut Simons membedakan adanya

unsur objektif dan unsur subjektif dari strafbaar feit adalah:

(1) Yang dimaksud unsur subjektif adalah: perbuatan orang;

(2) Akibat yang terlihat dari perbuatan itu;

(3) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan- perbuatan itu

seperi dalam Pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.

Selanjutnya unsur subjektif dari strafbaar feit adalah:34

(1) Orangnya mampu bertanggungjawab;

(2) Adanya kesalahan (dolus dan culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan

kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan

atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

34
Sudarto, 1975, Hukum Pidana I A dan I B, Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, hlm. 32.
23

b) Van Hamel

Strafbaar feit adalah een wetelijk en mensschelijke gedraging, onrechtmatig,

strafwardig en aan schuld te wijten. Jadi menurut Van Hamel unsur-unsur

tindak pidana adalah:35

(1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang;

(2) Bersifat melawan hukum;

(3) Dilakukan dengan kesalahan;

(4) Patut dipidana.

Dua pendapat sarjana di atas dapat mewakili pendapat aliran monistis. Dari

pendapat para sarjana yang beraliran monistis tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak adanya pemisahan antara criminal act dan criminal responsibility.

2) Sarjana yang berpandangan dualistis adalah sebagai berikut:36

1) Moeljatno

Menurut Moeljatno, menyatakan bahwa untuk adanya perbuatan pidana harus

ada unsur-unsur:

(1) Perbuatan oleh manusia;

(2) Memenuhi rumusan Undang-Undang (syarat formil);

(3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil)

Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas legalitas yang tersimpul dalam

Pasal 1 ayat (1) KUHP. Syarat materiil pun harus ada pula, karena perbuatan itu

harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak

35
Ibid, hlm. 33.

36
Ibid., hlm 27.
24

boleh atau tidak patut dilakukan, oleh karena itu bertentangan dengan atau

menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan

oleh masyarakat itu.

2) W.P.J. Pompe

Menurut hukum positif strafbaar feit adalah tidak lain dari feit yang diancam

pidana dalam ketentuan Undang-Undang, jadi perbuatan itu adalah perbuatan

yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

Dengan demikian pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada pemisahan

antara criminal act dan criminal responsibility. Menurut Soedarto kedua pendirian

itu, baik aliran monistis maupun aliran dualistis, tidak mempunyai perbedaan yang

prinsipil dalam menentukan adanya pidana. 37

Apabila seseorang menganut pendirian yang satu, hendaknya memegang

pendirian itu secara konsekuen, agar tidak terjadi kekacauan pengertian. Bagi

orang yang berpandangan monistis, seseorang yang melakukan tindak pidana

harus dapat dipidana, sedangkan bagi yang berpandangan dualistis, sama sekali

belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat

pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada si pembuat atau pelaku pidana.

Jadi menurut pandangan dualistis, semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan

pidana harus lengkap adanya.38

37
Ibid., hlm.28

38
Ibid.,
25

b. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Awalnya para ahli hukum membagi jenis tindak pidana ke dalam apa yang disebut

rechtdelicten dan wetsdelicten. Rechtdelicten adalah delik-delik yang bertentangan

dengan hukum yang tidak tertulis, sedangkan Wetsdelicten adalah delik-delik

yang memperoleh sifatnya sebagai tindakan-tindakan yang pantas untuk dihukum,

oleh karena dinyatakan demikian di dalam peraturan Undang-Undang.39 KUHP

sendiri membagi tindak pidana menjadi dua yaitu kejahatan (misdijven) dan

pelanggaran (overtredingen).

Secara umum tindak pidana dapat dibagi sebagai berikut:

1) Kejahatan dan pelanggaran;

Menurut M.v.T., kejahatan adalah “rechtdelicten”, yaitu perbuatan-perbuatan

yang meskipun tidak ditentukan dalam Undang- Undang sebagai perbuatan

pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan

dengan tata hukum. Pelanggaran sebaliknya adalah “wetsdelicten”, yaitu

perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui

setelah ada undang-undang yang menentukan demikian.

2) Delik formil dan delik materil;

a) Delik formil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan hukuman

oleh Undang-Undang. Contohnya adalah pencurian (Pasal 362 KUHP),

pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP), dan sebagainya.

b) Delik materil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan

ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

39
P.A.F Lamintang, Op. Cit. hlm. 200.
26

Undang-Undang. Contohnya adalah pembunuhan (Pasal 338 KUHP), dan

sebagainya.40

3) Delik dolus dan delik culpa (doluese en culpose delicten);

a) Delik dolus, yaitu delik yang memuat unsur-unsur kesengajaan, atau

delik-delik yang oleh pembentuk Undang-Undang dipersyaratkan bahwa

delik-delik tersebut harus dilakukan “dengan sengaja”. Contoh: delik

yang diatur dalam Pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP.

b) Delik culpa, yaitu delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu

unsurnya, atau menurut Lamintang adalah delik-delik yang cukup terjadi

“dengan tidak sengaja” agar pelakunya dapat dihukum. Contoh: delik

yang diatur dalam Pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat (4), 395 dan 360

KUHP.41

4) Delik commisionis, delik ommissionis, dan delik commissionis

perommissinis commissa;

a) Delik commisionis yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap

larangan-larangan di dalam Undang-Undang. Contohnya pencurian,

penggelapan, penipuan, dan sebagainya.

b) Delik ommissionis yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah

(keharusan-keharusan) menurut Undang-Undang. Contohnya tidak

menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (Pasal 522 KUHP).

c) Delik commissionis per ommissinis commissa yaitu delik yang berupa

pelanggaran terhadap larangan dalam Undang-Undang (delik


40
Ibid., hlm. 202.

41
Sudarto, Op. Cit,. hlm. 34.
27

commissionis), tetapi melakukannya dengan cara tidak berbuat. Contoh:

seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi susunya

(Pasal 338, 340 KUHP).42

5) Delik tunggal dan delik berganda (enkevoudigdeen samengestelde delicten);

a) Delik tunggal, yaitu delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu

kali, atau delik-delik yang pelakunya sudah dapat dihukum dengan satu

kali saja melakukan tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang.

b) Delik berganda, yaitu delik yang baru merupakan delik, apabila

dilakukan beberapa kali perbuatan. Contoh: delik yang diatur dalam

Pasal 481 KUHP tentang penadahan sebagai kebiasaan.43

6) Aflopende delicten dan voortdurende delicten;

Aflopende delicten adalah delik-delik yang terdiri dari satu atau lebih

tindakan untuk menyelesaikan suatu kejahatan, sedangkan voortdurende

delicten adalah delik-delik yang terdiri sendiri dari satu atau lebih tindakan

untuk menimbulkan suatu keadaan yang bertentangan dengan suatu norma. 44

Contoh voortdurende delicten delik-delik seperti yang dirumuskan dalam

42
Ibid

43
P.A.F Lamintang, Op. Cit. hlm. 205.

44
Ibid., hlm. 206.
28

Pasal 124 ayat (2) angka 4, 228 dan 261 ayat (1) KUHP. Sedangkan contoh

aflopend delict terdapat dalam Pasal 279 ayat (1) dan Pasal 453 KUHP.45

7) Delik aduan dan delik biasa (klacht delicten dan gewone delicten);

Delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut karena adanya

pengaduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya delik yang diatur dalam

Pasal 310 KUHP dan seterusnya tentang penghinaan, Pasal 284 tentang

perzinahan, dan sebagainya. Delik aduan menurut sifatnya dapat dibedakan

atas delik aduan absolut dan delik aduan relatif. Delik aduan absolute

misalnya delik yang diatur dalam Pasal 284, 310, 332 KUHP. Delik aduan

relatif misalnya delik yang diatur dalam Pasal 367 KUHP tentang pencurian

dalam keluarga. Delik biasa pelakunya dapat dituntut menurut hukum

pidana tanpa perlu adanya pengaduan.46

8) Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya;

a) Delik sederhana adalah delik-delik dalam bentuknya yang pokok seperti

dirumuskan dalam Undang-Undang. Misalnya delik yang diatur dalam

Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

b) Delik dengan pemberatan adalah delik-delik dalam bentuk yang pokok,

yang karena di dalamnya terdapat keadan-keadaan yang memberatkan,

maka hukuman yang diancamkan menjadi diperberat. Contohnya delik

yang diatur dalam Pasal 365 KUHP.

c) Delik dengan keadaan-keadaan yang meringankan adalah delik-delik

dalam bentuk yang pokok, yang karena didalamnya terdapat keadaan-


45
Ibid.,

46
Ibid., hlm.207
29

keadaan yang meringankan maka hukuman yang diacamkan menjadi

diperingan.47

C. Modus Operandi

Black’s Law Dictionary memberikan arti modus operandi (MO) sebagai “a

method of operating or a manner of procedure; esp. a pattern of criminal

behavior so distinctive that investigators attribute it to the work of the same

person”.48 Terjemahaan Indonesia, MO merupakan cara operasi orang perorang

atau kelompok penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya.

Kosa kata MO tersebut sering digunakan di koran-koran atau televisi jika ada

berita kejahatan. Modus operandi adalah modus yang digunakan oleh penjahat

untuk melakukan tindakan pidana. Dalam kasus-kasus pidana, sebelum

melakukan penangkapan atau penyergapan para aparat hukum akan meneliti

modus operandi dari penjahat yang di incarnya untuk memudahkan proses

penangkapan. Modus operandi sifatnya berulang. Penjahat-penjahat secara

perorangan melakukan kejahatannya tidak hanya memakai jalan yang biasa

dipakai, akan tetapi mereka itu dalam operasinya biasanya memakai cara-cara

sendiri yang khusus.

Hazelwood dan Warren mengemukakan bahwa:

“The term modus operandi is used to encapsulate all of the behaviors that are
requisite to a particular offender successfully perpetrating a crime. it

47
Ibid., hlm.216

48
Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, United States of America: West Publishing,
hlm. 1095.
30

encompasses all behaviors initiated by the offender to procure a victim and


complete the criminal acts withoutbeing identified or apprehended”.49

Pionir yang menggunakan MO adalah Mayor L.W. Atcherley, yaitu seorang

kepala polisi di West Riding Yorkshire, England. Dia membuat arsip mengenai

MO di Scotland Yard pada tahun 1896 yang mencatat mengenai metode dari

berbagai kejahatan yang dapat dilacak dari distrik ke distrik. Dia membangun 10

kategori yang berkaitan dengan dengan MO penjahat, yaitu:

1. Classword: bentuk penyerangan terhadap property (misalnya rumah, hotel,


dan lainnya).
2. Entry: titik masuk seorang penjahat (misalnya dari jendela, pintu belakang).
3. Means: peralatan yang digunakan (misalnya tangga, linggis).
4. Object: jenis property yang diambil atau dicuri.
5. Time: tidak hanya waktu dalam siang atau malam, tapi juga waktu kebaktian,
hari pasar, jam makan, dan lainnya.
6. Style: bagaimana penjahat menggambarkan dirinya (misalnya sebagai sales,
mekanik, agen, dan sebagainya) untuk mendapat akses melakukan kejahatan.
7. Tale: pengungkapan profesi sehingga dapat melakukan kejahatan.
8. PalsI: apakah kejahatan dapat dilakukan bersama-sama.
9. Transport: apakah sepeda atau kendaraan lain dapat digunakan dalam
hubungannya dengan kejahatan tersebut.
10. Trademark: apakah melakukan kejahatan dengan tindakan yang tidak biasa
dalam hubungannya dengan kejahatan (misalnya dengan meracuni anjing,
mengganti pakaian, meninggalkan catatan kepada pemilik, dan lainnya).50

MO dari satu pelaku hanya berlaku selama tiga sampai empat bulan sebelum

mulai berubah atau berkembang. Hal ini diakibatkan oleh pengalaman pelaku

yang didapat karena melakukan serangkaian kejahatan, pendidikan diperoleh

melalui penahanan, liputan media tentang kejahatan serupa, publikasi atau alat

49
Robert D Keppel and William J. Op.Cit, hlm. 4.

50
Ibid., hlm. 2-3.
31

diskusi publik lainnya, pematangan pelaku, dan kemampuannya untuk beradaptasi

dengan kejahatan tertentu.

D. Tindak Pidana Pemalsuan

Pemalsuan surat diatur dalam Bab XII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 276, yang dapat dibedakan

menjadi 7 (tujuh) macam kejahatan pemalsuan surat, yakni:51

1. Pemalsuan surat pada umumnya yang bentuk pokok pemalsuan surat sesuai
dengan Pasal 263 KUHP. Bagi yang mempergunakan surat palsu atau yang
dipalsukan kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian maka
dapat dipidana dengan pidana penjara yang sama dengan si pembuat surat
palsu itu.
2. Pemalsuan surat yang diperberat seperti dalam surat akte otentik, surat utang
dari suatu negara atau dari lembaga umum, surat kredit atau surat dagang
sebagaimana diatur dalam Pasal 264 KUHP.
3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam surat resmi (akte) tentang
hal yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akte itu, sebagaimana tersebut
di dalam Pasal 266 KUHP.
4. Pemalsuan surat keterangan Dokter tentang adanya suatu penyakit, cacat, dan
pemalsuan surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adanya penyakit
dengan maksud untuk memperdayakan kekuasaan umum atau penanggung
asuransi, sebagaimana diatur dalam Pasal 267 Surat terkandung arti atau makna
tertentu dari sebuah pikiran, yang kebenarannya harus dilindungi. Perlindungan
terhadap tindak pidana/kejahatan pemalsuan surat kendaraan bermotor ini
adalah Surat terkandung arti atau makna tertentu dari sebuah pikiran, yang
kebenarannya harus dilindungi. Perlindungan terhadap tindak pidana/kejahatan
pemalsuan surat kendaraan bermotor ini adalah Surat terkandung arti atau
makna tertentu dari sebuah pikiran, yang kebenarannya harus dilindungi.
Perlindungan terhadap tindak pidana/kejahatan pemalsuan surat kendaraan
bermotor ini adalah KUHP dan Pasal 268 KUHP.
5. Pemalsuan surat-surat tertentu seperti surat keterangan kelakuan baik,
kecakapan, surat jalan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai surat itu supaya dapat memudahkan urusannya,
sebagaimana diatur di dalam Pasal 269 KUHP, Pasal 270 KUHP, dan Pasal 271
KUHP.
6. Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik atas suatu barang dengan
maksud untuk memudahkan barang itu dijual atau digadaikan dengan maksud
untuk memperdayai pegawai kehakiman atau polisi tentang asalnya barang itu,
sebagaimana diatur dalam Pasal 274 KUHP

51
Adam Chazawi, Op- Cit, hlm 97
32

7. Menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya akan digunakan untuk


salahsatu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 264 KUHP No. 2 sampai
dengan nomor 5, sebagaimana diatur dalam Pasal 275 KUHP.

Surat adalah suatu lembaran yang diatasnya terdapat tulisan yang terdiri dari

kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi buah pikiran atau

makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik,

printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apa pun.

Membuat surat palsu (membuat palsu sebuah surat) adalah membuat sebuah surat

yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau

bertentangan dengan yang sebenarnya.52

Topo Santoso mengemukakan bahwa suatu perbuatan pemalsuan niat dapat

dihukum apabila terhadap jaminan atau kepercayaan dalam hal mana:

1. Pelaku mempunyai niat atau maksud untuk mempergunakan suatu barang


yang tidak benar dengan menggambarkan keadaan barang yang tidak benar
itu seolah-olah asli, hingga orang lain percaya bahwa barang orang lain
terperdaya.
2. Unsur niat atau maksud tidak perlu mengikuti unsur menguntungkan diri
sendiri atau orang lain (sebaliknya dari berbagai jenis perbuatan penipuan)
3. Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya umum yang
khusus dalam pemalsuan tulisan atau surat dan sebagainya dirumuskan
dengan mensyaratkan “kemungkinan kerugian” dihubungkan dengan sifat
dari pada tulisan atau surat tersebut.53

Pemalsuan surat dapat berupa:

52
Adam Chazawi, 2002, Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm
99

53
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulpa, 2001, Kriminologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm.
77
33

1. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau

bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat palsu yang demikian disebut

dengan pemalsuan intelektual.

2. Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain

selain pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan

pemalsuan materiil. Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada

asalnya atau si pembuat surat.

Pemalsuan surat dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang mempunyai tujuan

untuk meniru, menciptakan suatu benda yang sifatnya tidak asli lagi atau

membuat suatu benda kehilangan keabsahannya. Sama halnya dengan membuat

surat palsu, pemalsuan surat dapat terjadi terhadap sebagian atau seluruh isi

surat,juga pada tanda tangan pada si pembuat surat.

Soenarto Soerodibro mengemukakan bahwa Perbedaan prinsip antara perbuatan

membuat surat palsu dan memalsu surat, adalah bahwa membuat surat

ataumembuat palsu surat, sebelum perbuatan dilakukan, belum ada

surat,kemudian dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah

bertentangan dengan kebenaran atau palsu. Seluruh tulisan dalam surat itu

dihasilkan oleh perbuatan membuat surat palsu. Surat yang demikian disebut

dengan surat palsu atau surat tidak asli. Isi dan asalnya surat yang tidak benar dari

si pembuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini dapat

terjadi dalam hal misalnya:

1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya,
seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarang-karang).
34

2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya
ataupun tidak. Tanda tangan yang dimaksud disini adalah termasuk juga tanda
tangan dengan menggunakan cap/ stempel tanda tangan.
3. Perbuatan memalsu surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara
bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat
sebagian atau seluruh isinya menjadi lain / berbeda dengan isi surat semula.
Tidak penting apakah dengan perubahan itu lalu isinya menjadi benar ataukah
tidak atau bertentangan dengan kebenaran ataukah tidak, bila perbuatan
mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, memalsu surat telah
terjadi. Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain si pembuat surat.
Perbuatan membuat palsu atau memalsu surat seperti itu dipidana apabila
terkandung maksud untuk:54

E. Surat Izin Mengemudi (SIM)

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki

SIM sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. SIM yang

dikeluarkan oleh pihak kepolisian telah diakui dan diterima oleh masyarakat dan

SIM juga bisa menjadi barang bukti kuat di depan pengadilan. Pengaturan

terhadap SIM terdapat pada UU LLAJ.55

Menurut Pasal 86 Ayat (1) terdapat tiga fungsi SIM, yaitu:56

1. Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi


2. Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi pengemudi kendaraan
bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap pengemudi.
3. Data pada registrasi pengemudi ini dapat digunakan untuk mendukung
kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian

Menurut UU LLAJ, SIM terbagi menjadi 2 (dua) bentuk dan golongan yaitu:

54
Eko Adi Susanto.” Pertanggungjawaban Pidana Yang Memakai Surat Palsu Ditinjau Dari Pasal
263 Ayat ( 2) KUHP,” Daulat Hukum, Vol. 1. No. 1 Tahun 2018.

55
Tio Dandi Fasu Dewa,”Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan
Surat Izin Mengemudi (SIM),” Skripsi Universitas Lampung Tahun 2020.

56
Indonesia, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ps.86.
35

1. Menurut Pasal 80 UU LLAJ SIM untuk kendaraan bermotor perseorangan:


a. SIM A Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan
tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
b. Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan
barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500
(tiga ribu lima ratus) kilogram.
c. Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat berat,
Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan
atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta
tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.
d. Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor, dan
e. Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi
penyandang cacat

2. Menurut Pasal 82 UU LLAJ SIM untuk kendaraan bermotor umum:


a. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan
bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak
melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
b. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan
bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak
melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram, dan
c. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlaku untuk mengemudikan Kendaraan
penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau
gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau
gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari


36

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 57

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara

pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

1. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan

menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut

asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan

hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan penelitian

ini. Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk

memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala

dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas

kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

dibahas. Penelitian ini bukanlah memperoleh hasil yang dapat diuji melalui

statistik, tetapi penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan

pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan ilmiah.

2. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam

kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif di lapangan,

baik berupa pendapat, sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang

didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.

B. Sumber dan Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dan nara

sumber tentang obyek yang diteliti.58 Data primer dalam penelitian dapat

57
Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 43.

58
Ibid.
37

dilakukan dengan metode wawancara, metode kuesioner, dan observasi. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara.

Wawancara dilakukan dengan narasumber yang akan diutarakan di bawah, secara

bebas terpimpin dengan melakukan Tanya jawab dengan responden dan

narasumber yang telah ditentukan.

Penulis memilih teknik wawancara ini dengan beberapa pertimbangan, bahwa

teknik ini ternyata memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

1) Dengan memperoleh informasi langsung dari obyeknya diharapkan akan

memperoleh suatu tingkat ketelitian yang relatif tinggi.

2) Keterangan yang didapatkan tidak semata-mata dari hal-hal yang

bersumber dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan akan tetapi

dari perkembangan tanya jawab.

3) Ada kesempatan untuk mengecek jawaban secara langsung dan bersifat

pribadi.

Bahwa dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan Polresta

Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang meliputi peraturan perundang-undangan dan

bahan hukum sekunder yang meliputi buku-buku, hasil penelitian dan karya

ilmiah serta bahan hukum lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah studi pustaka dan studi dokumen. Studi pustaka merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca, mempelajari dan memahami

buku-buku serta mendeskripsikan, mensistematisasikan, menganalisis,

menginterpretasikan dan menilai peraturan perundang-undangan dengan


38

menggunakan penalaran hukum yang berhubungan dengan Upaya Kepolisian

Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (Studi

Pada Polresta Bandar Lampung). Data sekunder dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

Modus Operandi Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) di

Provinsi Lampung yang antara lain adalah:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun

1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia..

4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan.

Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data-

data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier. Bahan hukum sekunder berupa bahan pustaka yang berkaitan

dengan objek penelitian buku-buku teks ilmu hukum, teori hukum, sejarah

hukum, artikel dalam majalah/harian. Laporan penelitian, makalah yang disajikan


39

dalam pertemuan ilmiah yang secara khusus atau umum memiliki relevansi

dengan topik yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.59 Bahan hukum tersier

meliputi bibliografi, ensiklopedia hukum, kamus ilmu hukum, indeks komulatif

dan lain-lain.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyidik pada Polresta Bandar Lampung : 1 Orang

2. Dosen pada bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 Orang

Jumlah : 2 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Studi pustaka (library research)

Dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip

dari literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

59
Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 52.
40

b. Studi lapangan (field research)

Dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden sebagai

usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah

diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang

dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan

data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi data merupakan kegiatan penempatan data menurut kelompok-

kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-

benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Sistematisasi data merupakan kegiatan penempatan dan menyusun data yang

saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu

pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Setelah data-data tersebut terkumpul, maka akan diinventarisasi dan kemudian

diseleksi yang sesuai untuk digunakan menjawab pokok permasalahan

penelitian ini. Tujuan analisa data ini adalah untuk memperoleh pandangan-

pandangan baru tentang permasalahan-permasalahan yang ada pada Upaya

Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin

Mengemudi (Studi Pada Polresta Bandar Lampung). Selanjutnya dianalisa


41

secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Dalam

menganalisa data penelitian ini dipergunakan metode analisis kualitatif, yaitu

tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang

dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang

nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Modus Operandi Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM)


Di Provinsi Lampung
42

Seiring dengan kemajuan budaya serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK),

perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin

kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi

hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan

ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma.60

Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan

terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya

ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian,

biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai

suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial

yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara..61

Manusia telah diciptakan untuk hidup bermasyarakat, dalam suasana hidup

bermasyarakat itulah ada perasaan saling ketergantungan satu sama lain. Di

dalamnya terdapat tuntutan kebiasaan, aspirasi, norma, nilai kebutuhan dan

sebagainya. Semua ini dapat berjalan sebagaimana mestinya jika ada

keseimbangan pemahaman kondisi sosial tiap pribadi. Tetapi, keseimbangan

tersebut dapat goyah bilamana dalam masyarakat tersebut terdapat ancaman yang

salah satunya berupa tindak kejahatan pemalsuan.

Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah

kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si pelaku

yang maksudnya bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah

60
Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 1.

61
Ibid.,
43

kejahatan itu timbul dari dalam diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor

keturunan dan kejiwaan (penyakit jiwa). Faktor yang kedua adalah faktor yang

berasal atau terdapat di luar diri pribadi si pelaku. Maksudnya adalah bahwa

yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari

luar diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor rumah tangga dan

lingkungan.62

Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan

“penipuan”, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan. Perbuatan

pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan, apabila seseorang

memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas sesuatu barang (surat)

seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang

lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/

surat tersebut itu adalah benar atau asli.63

Pemalsuan adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan

ketidak benaran atau palsu atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak dari

luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan

sebenarnya. apalagi dengan ditemukannnya kasus pemalsuan SIM di wilayah

hukum Polresta Bandar Lampung. Penjelasan kronologis terungkapnya tindak

pidak pidana pemalsuan SIM adalah sebagai berikut:

“Kejadian ini bermula Kepolisian Resor Kedaton melakukan razia, secara


kebetulan anggota merasa curiga dengan salah satu SIM yang digunakan oleh
pengendara. Setelah dilakukan pemeriksaan, SIM tersebut ternyata seperti

62
Andi Hamzah, 1986, Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 64.

63
H. A. K. Moch Anwar, 1990, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Bandung: Citra Aditya Bakti,
hlm. 130.
44

kertas laminating biasa, saat perekat pada laminating tersebut dibuka ternyata
berisi kertas karton dan stiker berbentuk hologram. Sedangkan, pada dasarnya
bahan pembuatan SIM itu sama dengan bahan pembuatan kartu ATM
(Anjungan Tunai Mandiri). Pemeriksaan berlanjut dengan di bawanya
pengendara yang di curigai menggunakan SIM palsu tersebut ke Kepolisian
Resor Kota Bandar Lampung. Setelah dilakukan pengecakan melalui database
ternyata tanda tangan dan nama Kapolres pada tahun yang tertera pada SIM
tersebut tidak sesuai dan dinyatakan palsu. Melalui pendalaman kasus tersebut
oleh pihak kepolisian, pelaku mengatakan bahwasannya ia diiming-imingi
sebuah SIM tersebut jikalau ia membeli kendaraan bermotor. Dalam
pengembangan kasus tersebut pihak kepolisian mendapatkan 3 (tiga) tersangka.
Pertama, pelaku bernama Akhirudin sebagai pembuat. Kedua, pelaku bernama
Mei Gunarto sebagai distributor atau pencari . Ketiga, pelaku bernama
Firmansyah sebagai pengguna SIM Palsu.”64

Berdasarkan uraian di atas, dapat di ketahui bahwa, para pelaku ini bertindak tidak

sendirian dan menggunakan beberapa cara atau tahapan dalam pemasaran SIM

palsu. Ada beberapa MO yang dijalankan oleh para pelaku pemalsuan SIM ini,

antaralain:

1. Menggunakan aplikasi Facebook

Facebook merupakan salah satu media sosial yang kerap digunakan oleh

kebanyakan orang. Facebook sebagian salah satu situs jejaring sosial yang

popular, mempunyai nilai tersendiri bagi para penggunanya. Facebook sendiri

tercatat mengalami kenaikan jumlah pengguna yang pesat semenjak awal

didirikan. Hanya dalam kurun waktu 8 tahun semenjak didirikan pada tahun 2004,

facebook mencatat 835.525.280 pengguna di penjuru dunia. Angka ini berdasar

laporan dalam internet Worlds Stats, sebuah lembaga statistik indenpenden dari

Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
64

Lampung, tanggal 13 Januari 2020 Pukul 10.10 WIB.


45

Miniwatss Marketing Group. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan catatan

fenomenal dari sebuah situs penyedia layanan jejaring sosial.65

Bhirawidha mengatakan bahwa, saat ini, facebook tidak hanya sebagai tempat

untuk berbagi cerita dan foto keluarga. Lebih dari itu, facebook saat ini menjadi

tempat mencari rezeki melalui streaming game hingga pemasaran produk-produk.

Hal inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku atas nama Akhirudin untuk

memasarkan SIM palsu kepada para calon pembeli. Akhirudin mengakui bahwa

aksinya ini sudah dilakukan 1 (satu) tahun kebelakang.66

2. Berpura-pura menjual kendaraan roda dua

Bhirawidha berpendapat bahwa, dalam MOnya kali ini, Akhirudin bersama Mei

Gunarto bekerjasama guna memasarkan SIM palsu tersebut, tugas Mei Gunarto

adalah menjadi kaki tangan pemasaran dengan cara menjual kendaraan roda dua

dengan iming-iming “paket lengkap”. Dengan membeli kendaraan roda dua

melalui Mei Gunarto, para korban akan mendapatkan SIM secara percuma. Dalam

hal ini, Firmansyah lah yang menjadi pembeli motor tersebut.67

3. Menunggu di tempat-tempat strategis

Dalam proses tindakan pemalsuan SIM, mendapatkan fakta bahwa, pelaku-pelaku

pemalsuan SIM ini juga bergerak secara masif ke tempat-tempat strategis seperti

halnya Biro Jasa hingga Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat),

65
http://www.podfeeder.com/teknologi/mengenal-lebih-dalam-mengenai-facebook/ diakses pada
18 November 2020 Pukul 09.32 WIB.

66
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

67
Ibid.,
46

tempat pembuatan SIM serta perpanjangan SIM yang terdapat disekitaran jalan

raya dengan menggunakan mobil. Berdasarkan hal tersebut penulis berpendapat

bahwa hal hal tersebut dilakukan pelaku karena, tempat-tempat seperti Biro Jasa,

Samsat serta mobil pelayanan SIM inilah yang kerap kali di datangi oleh para

calon pemohon pembuatan SIM yang dapat menjadi sasaran para pelaku.

Beberapa MO seperti di atas tidak lain dilakukan oleh para pelaku guna untuk

1. To protect identity (Melindungi Identitas).

Melindungi identitas merupakan sarana kunci terjaganya rahasia pribadi, mulai

dari nama, alamat rumah hingga nomor telepon. Hal inilah yang dilakukan oleh

Akhirudin dengan cara memasarkan SIM palsunya menggunakan sarana media

sosial facebook. Mengingat, semua orang dapat mengakses serta membuat

akun dengan bermodalkan email saja.

2. To ensure success (Memastikan Kesuksesan).

Memastikan kesuksesan sudah pasti menjadi sasaran oleh semua manusia di

muka bumi ini. Kendati demikian, tak dapat dipungkiri, kesuksesan suatu

rencana tetap ada digenggaman yang maha Esa. Melalui media sosial

facebook, Akhirudin beserta Mei Gunarto sudah merancang kesuksesan

aksinya ini karena, pada saat ini facebook melaporkan telah memiliki 2,7 miliar

pengguna aktif bulanan pada kuartalan yang berakhir Juni 2020. Angka ini

meningkat 12% dari tahun sebelum. Di Indonesia sendiri, pengguna facebook

pada saat ini mencapai angka 120 juta pengguna aktif.68

68
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190719144302-40-86209/jumlah-pengguna-facebook-
tembus-238-m-di-ri-berapa diakses pada 18 November 2020 Pukul 20.23 WIB.
47

Menurut Erna Dewi, secara normatif dan/atau kepustakaan hukum, belum ada

definisi MO secara pasti, menurut narasumber modus operandi ialah teknik

pelaksanaan suatu tindak pidana. Seperti halnya, bagaimana pelaku melakukan

aksinya, seperti menipu, dan termasuk pemalsuan.69 Hal serupa pula disampaikan

oleh Bhirawida, narasumber berpendapat bahwa MO adalah serangkaian upaya

demi kelancaran suatu tindakan baik itu pidana, kejahatan maupun pelanggaran.70

Penulis berpendapat bahwa, dalam hal MO tindak pidana pemalsuan SIM seperti

ini, pihak kepolisian harus dapat dengan teliti, serta harus banyak mengingat

serta menimbang dengan baik, tiap-tiap clue yang didapatkan saat proses

penerimaan laporan dari masyarakat atau mungkin dalam penyidikan, mengingat

MO merupakan rangkaian atau dapat dikatakan sebuah sistematika pelaksanaan

sesuatu. Silogisme yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana pastilah

matang, hal inilah yang membuat penulis berpendapat demikian.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa peminat dari

SIM palsu ini tidaklah sedikit, ini dibuktikan dengan pengakuan Akhirudin yang

mengatakan bahwa aksinya ini berjalan 1 (satu) tahun lamanya. Menurut Erna

Dewi, boleh jadi pemalsuan SIM ini disebabkan sulitnya prosedur dan/atau tahap2

yang harus di dilalui, yang berujung dengan pemikiran masyarakat untuk

menempuh jalur pintas.71 Selain daripada faktor penyebab terjadinya pemalsuan

69
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung,
tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.

70
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.
71
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung,
tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
48

SIM sebagaimana yang telah Erna Dewi utarakan, penulis mencoba menganalisis

tentang relevansi teori gone dalam tindak pidana pemalsuan SIM ini, antara lain:

a. Greed (Keserakahan),

Penulis berpendapat bahwa, para pelaku tindak pidana pemalsuan SIM ini

merupakan bentuk nyata kepemilikan dari sifat serakah. Mengapa demikian?

Karena. keserakahan akan membuat seseorang tidak bisa lagi berfikir dengan

jernih yang berujung “gelap mata” demi mendapatkan apa yang mereka

inginkan. Sama hal nya dengan yang dilakukan oleh pelaku kasus tindak

pidana pemalsuan SIM yang rela melakukan pemalsuan SIM dengan berbagai

cara seperti menscan SIM asli dan mengganti atau mengedit identitas sesuai

dengan kliennya demi mendapatkan uang yang dihargai sebesar Rp 50.000,’-

Rp 70.000,’.

b. Opportunities (Kesempatan),

Terdapat jargon yang populer terkait faktor kesempatan teori ini yaitu

“Kejahatan terjadi bukan karena ada niat saja, tetapi karena adanya

kesempatan”. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku tindak pidana

pemalsuan. Akhirudin merasakan adanya kesempatan untuk melancarkan

aksinya dengan kemampuan yang mumpuni di bidang IT. Selain dari pada itu,

penulis juga berpendapat bahwa, tindak pidana pemalsuan SIM ini timbul oleh

karena adanya kenaikan angka kendaraan bermotor. Hal ini ditujukan sebagai

data penunjang sebagai relevansi dari uraian narasumber dari pihak kepolisian.

Tabel 1. Jumlah Kendaraan bermotor pada Tahun 2015-2018

Jumlah Kendaraan (Unit)


2015 2016 2017 2018
49

Jenis Kendaraan
Roda dua 98.881.267 105.150.082 111.988.683 120.101.047
Roda Empat 13 480 973 14 580 666 15 423 968 16 440 987
Sumber: bps.go.id

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan angka kendaraan

roda dua tiap tahunnya mencapai 9.000.000 unit, sedangkan pada roda empat

terhitung stabil di angka 1.000.000 unit per tahunnya. Penulis berpendapat

bahwam dengan meningkatnya angka kendaraan bermotor di tanah air, tentu

ini akan selaras dengan peningkatan permohonan akan pengajuan SIM.

Mengingat bahwa SIM merupakan bukti memumpuninya seseorang dalam

berkendara di jalan raya. Dengan demikian, faktor inilah yang menyebabkan

timbunya aksi pemalsuan SIM dan STNK serta BPKB.

Erna Dewi berpendapat bahwa, pada era globalisasi seperti ini banyak

kemudahan yang didapatkan melalui kecanggihan alat-alat yang ada.

Masyarakat selalu berfikir untuk mencari sesuatu yang mudah dan murah.

Analogi sederhana yang dapat penulis paparkan adalah sebagai berikut. Andai

kata pembuatan SIM resmi dikenakan biaya dan tes, sedangkan jika membuat

SIM palsu tidak perlu melalui tes dan hanya membayarkan uang kepada pelaku

berkisar 50.000 – 70.000.72

c. Needs (Kebutuhan),

Terkait faktor kebutuhan, penulis berpendapat bahwa, tidak dapat dipungkiri

kebutuhan selalu dikaikan dengan ekonomi seseorang. Bahkan, yang harus

dipahami adalah, kebutuhan manusia akan selalu ada akan tetapi alat pemenuh

kebutuhan (uang) yang sering kali tidak ada yang biasa kerap kita sebut

72
Ibid.,
50

kebutuhan serta pendapatan berbanding terbalik. Tidak dapatnya para pelaku

tindak pidana pemalsuan SIM ini untuk mengatur kebutuhan hidup nya yang

tinggi, mungkin menjadi salah satu alasan mengapa para pelaku tindak pidana

pemalsuan ini melancarkan aksinya untuk mendapatkan uang agar seluruh

kebutuhan nya terpenuhi.

d. Exposures (Pengungkapan),

Erna Dewi berpendapat bahwa, dalam hal yang terakhir ini peran aparat

penegak hukum harus dapat berperan aktif dalam segenap upaya

penanggulangan tindak pidana secara umum maupun khusus yaitu pemalsuan

SIM. Karena, jika pihak aparat penegak hukum terutama Kepolisian hanya

“menunggu bola” ini akan berakibat fatal dengan tidak adanya keamanan serta

kenyamaan di dalam masyarakat.73

Penulis berpendapat bahwa, dalam hal pengungkapan suatu tindak pidana

secara komprehensif maupun pemalsuan SIM sebagaimana kasus yang penulis

kaji, tak naif rasanya apabila pihak aparat penegak hukum dalam hal ini

Satreskrim Polresta Bandar Lampung membutuhkan strategi-strategi dalam

hal pengungkapannya baik yang diatur di dalam KUHAP dan UU Polri. Hal

ini didasari dengan adanya beraneka ragam MO tindak pidana pemalsuan

SIM, mulai dari pemasaran melalui facebook, berpura-pura menjadi penjual

kendaraan bermotor hingga menunggu di tempat-tempat strategis seperti Biro

Jasa hingga Samsat. Maka dari itu, pada bagian selanjutnya, penulis akan

73
Ibid.,
51

memamparkan hasil dari penelitian penulis terkait strategi penyidikan oleh

pihak Kepolisian dalam MO tindak pidana pemalsuan SIM.

B. Strategi Penyidikan oleh Kepolisian Terhadap Modus Operandi Tindak


Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM)

Hukum merupakan salah satu aspek penunjang dalam kehidupan bernegara.

Hukum berlaku sebagai pengatur dan pelindung bagi siapa saja yang terlibat di

dalamnya. Kedudukan hukum ini bersifat mengikat bagi siapa saja yang berada

didalam wilayah hukum itu berlaku. J. C. T Simorangkir berpendapat bahwa

hukum merupakan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan

tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan

resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi

berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.74

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlingdungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Polri sebagai agen penegak

hukum dan pembina keamanan dan ketertiban masyarakat. Konsepsi tugas, fungsi dan

peran Polri yang bersumber dari landasan yang masih relevan namun masih perlu

diorientasikan dengan perkembangan masyarakat. Polri dengan keberadaannya membawa

empat peran strategis, yakni:

1. Perlindungan masyarakat;
2. Penegakan Hukum;
3. Pencegahan pelanggaran hukum;

74
C. S. T Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
hlm. 38.
52

4. Pembinaan Keamanan dan Ketertiban masyarakat.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Polri, secara gamblang dirumuskan bahwa tugas pokok Polri adalah

penegak hukum, pelindung, pengayom dan pembimbing masayarakat terutama

dalam rangka kepatuhan dan ketaatan pada hukum yang berlaku. Dalam ketentuan

Undang-undang tersebut, ada dua hal yang mendasar tugas utama Polri

sebagaimana yang termuat dalam Tribrata maupun Catur Prasetya Polri.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, khususnya

pada Pasal 13. Dalam ketentuan Pasal 13 ditegaskan bahwa Polri bertugas:

1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

2. menegakkan hukum; dan

3. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Istilah polisi dan kepolisian mengandung pengertian yang berbeda, istilah Polisi

adalah sebagai organ atau lembaga pemerintahan yang ada dalam negara,

sedangkan kepolisian adalah sebagai organ dan sebagai fungsi, yang pertama

sebagai organ yakni suatu lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan

terstruktur dalam organisasi negara. Dan yang kedua dikatakan sebagai fungsi,

yakni tugas dan wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa undang-

undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain pemeliharaan keamanan

dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayoman dan

pelayan masyarakat. Sebagai alat negara kepolisian secara umum memiliki fungsi

dan tugas pokok kepolisian.75

75
Sadjijono, 2006, Hukum Kepolisian: Profesionalisme dan Reformasi Polri, (Surabaya: LaksBang
Mediatama, hlm. 56.
53

Erna Dewi berpendapat bahwa, tugas dan fungsi kepolisian ini harus dijalankan

dengan baik agar tujuan kepolisian yang ada di dalam undang-undang dan pasal

demi pasal dapat berguna dengan baik, Undang-Undang Kepolisian bertujuan

untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanaan negara, serta menjunjung

fungsi hak asasi manusia terlaksana.76

Berdasarkan hal di atas, penulis berpendapat bahwasannya tugas, fungsi dan

wewenang Kepolisian menyangkut prihal penegakan serta penerapan produk-

produk hukum yang berlaku pada saat ini melalui upaya represif dan juga

menyangkut prihal serangkaian upaya pencegahan terhadap tindak pidana. Pihak

Kepolisian dalam hal ini sebagai instansi penegakan hukum memiliki sebagian

kekuasaan dalam sebuah kebijakan kriminal termasuk di dalamnya proses

penyelidikan dan penyidikan. Adapun rangkaian strategi penyelidikan hingga

penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah sebagai berikut:

1. Penyelidikan

Pasal 1 angka 5 KUHAP menjelaskan bahwa penyelidikan adalah serangkaian

tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan dalam Pasal 1

angka 4 KUHAP dijelaskan bahwa Penyelidik adalah pejabat polisi negara

76
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung,
tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
54

Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penyelidikan.77

Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi

penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat,

pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut

umum.78 Sedangkan karena kewajibannya penyelidik memiliki wewenang antara

lain:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b. Mencari keterangan dan barang bukti.
c. berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri.
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.79

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tugas berupa:

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.


b. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
c. Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
d. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.80

Bhirawidha mengatakan bahwa, sebelum dilakukan tindakan penyidikan, terlebih

dahulu dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan

77
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51a4a954b6d2d/soal-penyidik--
penyelidik--penyidikan--dan-penyelidikan/#:~:text=Pasal%201%20angka
%205%20KUHAP,dalam%20undang%2Dundang%20ini.%E2%80%9D diakses pada19
November 2020 Pukul 01.26 WIB.

78
Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap Penyidikan dan
Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 101.

79
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Ps. 5.

80
Ibid.,
55

tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat

dilakukan tindak lanjut penyidikan. Pada tahapan ini, pihak Satuan Lalu Lintas

(Satlantas) Polresta Bandar Lampung yang mengambil alih mengingat

bahwasannya temuan kasus ini pertama kali di temukan saat proses razia

kendaraan bermotor oleh pihak Polres Kedaton dan Polresta Bandar Lampung.81

Erna Dewi berpendapat bahwa, dalam kasus semacam ini pelaku yang tertangkap

tangan dapat segera ditahan tanpa adanya surat perintah, dengan ketentuan bahwa

penangkapan harus segera menyerahkan tersangka berserta barang bukti yang ada

pada pihak penyidik, yang akan dilakukan oleh pihak Reskrim Polresta Bandar

Lampung.82

Penulis berpendapat bahwa, dalam hal penemuan kasus seperti ini pihak

Kepolisian memiliki beberapa strategi atau upaya antaralain menggunakan sarana

razia. Mengapa demikian? Karena, dalam proses razia kendaraan seperti ini,

pihak Kepolisian seolah memiliki “pisau bermata dua”. Maksud dari pisau

bermata dua di sini adalah

a. Melalui razia, pihak Kepolisian dapat menekan angka pelanggaran lalu lintas

serta meningkatkan ketertiban berkendara di jalan raya.

b. Melalui razia, pihak Kepolisian dapat langsung menindak para pelaku tindak

pidana. Karena, tak jarang pihak Kepolisian dalam razia kendaraan bermotor

ini menemukan narkoba, senjata tajam (Sajam) hingga senapan api (Senpi)

yang di bawa oleh masyarakat di dalam jok maupun pakaiannya.


81
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

82
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung,
tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
56

2. Penyidikan

Guna mengetahui mengetahui tentang penyidik dapat kita jumpai dalam Pasal 1

KUHAP, bahwa yang dimaksud penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh Undang-Undang untuk melaksanakan penyidikan. Jelaslah kiranya

bahwa di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHAP mendalilkan bahwa penyidik adalah:

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa penyidikan adalah

serangkaian tindak penyidikan dalam dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti

ini membuat terang tentang pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.

Karena kewajibannya Penyidik mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Bharawidha berpendapat bahwa, dalam proses penyidikan pihak kepolisian tetap

harus bekerja secara profesional sesuai dengan ketentuan yang ada, kemudian
57

dasar dilakukannya penyidikan adalah dengan adanya surat perintah penyidikan

atau setelah pihak polisi menerima laporan atau informasi tentang adanya suatu

tindak pidana. Dalam hal ini seorang penyidik salah satunya melakukan introgasi

kepada pelaku dan juga kepada saksi guna menemukan ada atau tidaknya pelaku

lainnya yang ikut serta dalam tindak kejahatan ini, kemudian juga untuk

menemukan titik terang dalam tindak pidana ini serta mencari dan mengumpulkan

bukti-bukti yang lengkap.83

Erna Dewi berpendapat bahwa, dalam tahapan melakukan proses hukum salah

satunya yaitu tahap penyidikan seorang polisi harus memiliki kualitas, kualitas

yang dimaksud di sini adalah berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM)

yaitu polisi harus memiliki keahlian dan strategi-strategi khusus dalam hal ini

tidak boleh sembarangan karena dalam proses penyidikan ini polisi akan mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.84

Secara formal dan prosedural, suatu proses penyidikan dikatakan telah mulai

dilaksanakan sejak dikeluarkannya surat perintah penyidikan yang dikeluarkan

oleh pejabat berwenang di instansi penyidik, setelah pihak polisi menerima

laporan atau informasi tentang adanya suatu tindak pidana dan telah memeriksa

laporan dan informasi tersebut dengan cermat, cepat dan teliti. Hal ini menjaga

agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dari pihak kepolisian, dari pihak

83
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

84
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung,
tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
58

tersangka dengan adanya surat tersebut adalah sebagai jaminan terhadap

perlindungan hak-hak yang dimilikinya.85

Penyidik dalam proses penyidikan harus mampu mengembangkan stategi maupuk

taktik-taktik peyidikan. dalam taktik penyidikan (opsporingstactiek), penyidik

harus bersemangat dan bertindak cepat, mengingat tiap saat ingatan para saksi

makin berkurang, makin lama bekas-bekas kejahatan akan hilang, setiap saat

memberi kesempatan kepada penjahat melarikan diri dari kejaran polisi.

Kecepatan adalah tuntutan taktis pertama bagi pemeriksa perkara, akan tetapi

prioritas taktik penyidikan atau taktik kriminal adalah pengetahuan yang

mempelajari problema-problema taktik dalam bidang penyidikan perkara pidana.

Dalam menyidik perkara, kecepatan penyidik tidak boleh mengurangi tertib

penyelesaian pemeriksaan teknis perkara selanjutnya.86

Bhirawidha mengatakan bahwa pihaknya memiliki beberapa strategi penyidikan

sebagai dasar bagi para penyidik melakukan penyidikan yang sesuai dalam

KUHAP dan di luar KUHAP. Berikut strategi yang diterapkan dan sesuai dalam

KUHAP dalam melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Penyidikan di tempat kejadian perkara (TKP).

Penyidikan di TKP, umumnya dilakukan oleh pihak reskrim Polresta Bandar

Lampung sesaat setelah proses penyelidikan selesai. Kasus-kasus yang

menggunakan strategi ini umumnya kasus-kasus yang dilaporkan oleh masyarakat

85
Hamrad Hamid dan Harun M Husein, 1997, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penyidikan. Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 36.

86
Firganefi dan Ahmad Irzal Fardiansyah, 2014, Hukum dan Kriminalistik. (Bandar Lampung:
Justice Publisher Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Lampung, hlm.13.
59

bahwa diduga telah terjadi sebuah tindak pidana. Laporan dari masyarakat

merupakan langkah awal yang baik dan sangat berguna bagi pihak Kepolisian.87

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau

kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang

telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. 88 Erna Dewi

berpendapat bahwa, setelah menduga telah terjadinya tindak pidana maka yang

mengetahui harus segera melaporkannya ke kantor kepolisian terdekat dan segera

menuju ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian terpadu (SPKT) yang merupakan

unsur pelaksanaan tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian sebagaimana telah

diatur pada Pasal 1 Butir 17 Peraturan Kepolisian Nomor 14 Tahun 2018 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Daerah.89

Perlu dipahami, untuk melaporkan suatu dugaan telah terjadi tindak pidana, maka

cara atau bentuk pelaporan seseorang dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Menurut Pasal 103 Ayat (1), (2) dan (3) jo. Pasal 108 Ayat (3), (4) dan (5)
KUHAP, bahwa:
a) Laporan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor.
b) Laporan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan
ditandatangani oleh pelapor dan penyelidik.
c) Dalam hal pelapor tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai
catatan dalam laporan tersebut.
d) Setelah menerima laporan, penyelidik atau penyidik harus memberikan
tanda penerimaan laporan kepada yang bersangkutan.

87
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

88
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No.8 Tahun 1981, LN No. 76
Tahun 1981, TLN No.3209, Ps. 1 Butir 24.

89
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung,
tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
60

2) Hal yang dilaporkan secara lisan oleh pelapor harus dicatat oleh penyelidik,
dan setelah selesai dicatat oleh penyidik, kemudian dibacakan kembali oleh
Penyidik atau disuruh baca kepada si pelapor, dan setelah itu si pelapor setujui
dan tidak ada hal-hal yang perlu diperbaiki/keberatan, maka segera
ditandatangani laporan itu oleh si pelapor dan penyelidik. (Pasal 108 ayat (4)
KUHAP).
3) Apabila si pelapor tidak dapat menulis, maka laporan si pelapor dicatat oleh
penyidik kemudian dibacakan kembali, dan hal itu harus disebutkan sebagai
catatan dalam laporan tersebut. (Pasal 103 Ayat (3) KUHAP), dan proses
selanjutnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 103 Ayat (2) KUHAP jo. Pasal
108 Ayat (6) KUHAP.
4) Dengan laporan secara tertulis (Pasal 103 Ayat (1) jo Pasal 108 Ayat (1) dan (4)
KUHAP).
5) Untuk itu Penyidik wajib memberikan surat tanda tarima penerimaan laporan
kepada pelapor. (Pasal 103 Ayat (2) KUHAP jo. Pasal 108 Ayat (6) KUHAP).90

Penulis berpendapat bahwa, keperdulian masyarakat dapat ditunjukan melalui

aksinya dengan bertindak sebagai pelapor. Memberikan laporan sesungguhnya

sudah mengurangi tugas dari Kepolisian yang seharusnya menjaga kondisi

lingkungan agar tetap dalam keadaan aman. Oleh karenanya, kita yang sudah

membantu dan meringankan tugas Polri dalam melaksanakan tugas, melakukan

laporan tentang dugaan tindak kejahatan tidak dipungut biaya.91

Bhirawidha berpendapat bahwa, menjadi kewajiban melaporkan suatu tindak

pidana kepada pihak berwenang bilamana terdapat dugaan telah terjadi tindak

pidana. Terdapat jerat pidana bilamana seseorang yang mengetahui bahwa ada

dugaan telah terjadinya tindak pidana. Mengenai setiap orang yang mengetahui

90
Andi Sofyan, 2012, Hukum Acara Pidana Suatui Pengantar, (Yogyakarta: Rangkang Education,
hlm. 80-81.

91
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt504d52481c208/bagaimana-prosedur-
melaporkan-tindak-kejahatan-di-kepolisian-apakah-gratis-atau-harus-membayar-/#_ftn1 diakses
pada 19 November 2020 Pukul 01.28 WIB.
61

adanya niat untuk melakukan suatu tindak pidana, hal ini diatur dalam Pasal 165

KUHP, yaitu: 92

“Barang siapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan
berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107 dan 108, 110–113, dan 115–129 dan 131
atau ada niat untuk lari dari tentara dalam masa perang, untuk desersi, untuk
membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa atau mengetahui
adanya niat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam bab VII dalam kitab
undang-undang ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang atau
untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 224, 228, 250 atau
salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang mengenai
surat kredit yang diperuntukan bagi peredaran, sedang masih ada waktu untuk
mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu
kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh
kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.“

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa menjadi kewajiban bagi setiap

orang untuk melaporkan kepada polisi, jika mengetahui terjadinya suatu tindak

kejahatan, walaupun dalam Pasal 165 KUHP tersebut hanya disebutkan beberapa

pasal tindak kejahatan. Hal ini merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya

suatu tindak kejahatan, karena jika tidak diberitahukan segera maka orang tersebut

dapat dikatakan memberi kesempatan pada seseorang untuk melakukan

kejahatan.93 Dalam kasus pemalsuan SIM ini, Bhirawidha mengatakan bahwa, ini

semua hasil temuan murni pihak Satlantas Polresta Bandar Lampung di lapangan.

b. Menemukan pelaku kejahatan.


92
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

93
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4f8d988d2e4f3/apakah-saksi-yang-
mengetahui-tindak-pidana-dapat-di-kenakan-ancaman-hukuman/ diakses pada 19 November 2020
Pukul 01.29 WIB.
62

Strategi dalam proses penyidikan adalah dengan menemukan para pelaku

kejahatan, Bhirawidha berpendapat bahwa, sepanjang karir responden menjadi

anggota Kepolisian, sangat jarang sekali ditemukan adanya tindak pidana yang

dilakukan hanya oleh satu orang saja. Oleh karena itu, pihak Reskrim Polresta

Bandar Lampung, dalam proses penyidikan selalu berusaha untuk mengungkap

kasus-kasus tindak pidana sampai pada akar pemasalahannya.

c. Penjahat memperlakukan barang-barang hasil kejahatan.

Bhirawidha berpendapat bahwa, dalam strategi penyidikan pihak Satreskrim

Polresta Bandar Lampung, mencari titik terang terkait perlakuan barang-barang

hasil dari suatu kejahatan. Hal ini bertujuan guna pengumpulan data-data dari tiap

tindak pidana, supaya pihak Satreskrim tidak perlu bersusah payah untuk

menyelidiki dimana barang hasil kejatan ini akan di jual atau mungkin di

pasarkan.94

d. Cara-cara memeriksa atau mendengar keterangan saksi dan tersangka.

Bhirawidha berpendapat bahwa, kasus pemalsuan SIM ini mulai terungkap saat

terjaringnya seorang pengendara bernama Firmansyah pada saat razia yang

dilakukan oleh pihak Polsek Kedaton dan Polresta Bandar Lampung. Mulanya,

pihak Reskrim hanya memiliki satu tersangka, tetapi dengan proses pemeriksaan

yang intensif dan berbagai macam strategi pengolahan kata. Akhirnya pihak

94
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.
63

Satreskrim Polresta Bandar Lampung, mampu mengungkapkan bahwa ada 2 (dua)

orang lain di belakang SIM palsu yang dibawa oleh Firmansyah ini.95

Pada mulanya, Akhirudin beserta Mei Gunarto ditetapkan sebagai saksi pada

kasus Pemalsuan SIM kali ini sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka

pembuat serta tersangka pengedar. Pihak penyidik dalam hal melakukan

pemanggilan terhadap saksi-saksi yang dianggap mengetahui tindak pidana

penipuan ini. Pada dasarnya, supaya panggilan yang dilakukan aparat penegak

hukum pada semua tingkat pemeriksaan dapat dianggap sah dan sempurna, harus

dipenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Ketentuan syarat sahnya panggilan

pada tingkat penyidikan diatur dalam Pasal 112, Pasal 119, dan Pasal 227

KUHAP.96

Menurut Yahya Harahap ketentuan dalam pemanggilan seorang tersangka maupun

saksi harus memenuhi 2 (dua) unsur:

1) Dengan menyebutkan alasan pemanggilan dengan jelas. Surat panggilan

disertai dengan menyebut alasan pemanggilan, orang yang dipanggil tahu

untuk apa dia dipanggil, apakah sebagai tersangka, saksi, atau ahli.

2) Surat panggilan ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang. Sedapat

mungkin, di samping tanda tangan harus dibubuhi “tanda cap jabatan”

penyidik. Memang cap jabatan stempel bukan mutlak, yang mutlak adalah

tanda tangan pejabat penyidik sesuai dengan Pasal 112 Ayat (1).97
95
Ibid.,

Yahya Harahap , 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan
96

Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 125.

97
Ibid., hlm. 126-127.
64

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tentang

Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(“Putusan MK 65/PUU-VIII/2010”) makna saksi telah diperluas menjadi sebagai

berikut:

Menyatakan Pasal 1 Angka 26 dan Angka 27, Pasal 65, Pasal 116 Ayat (3) dan
Ayat (4), serta Pasal 184 Ayat (1) huruf a KUHAP bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
pengertian saksi dalam Pasal 1 Angka 26 dan Angka 27, Pasal 65, Pasal 116 Ayat
(3) dan Ayat (4), serta Pasal 184 Ayat (1) huruf a KUHAP, tidak dimaknai
termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka
penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa

keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia

lihat sendiri dan ia alami sendiri, juga setiap orang yang punya pengetahuan yang

terkait langsung terjadinya tindak pidana dengan menyebut alasan dari

pengetahuannya itu demikian yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP jo.

Putusan MK 65/PUU-VIII/2010.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat kita ketahui betapa pentingnya sosok

seorang saksi dalam sebuah pengungkapan tindak pidana. Menolak panggilan

sebagai saksi dikategorikan sebagai tindak pidana menurut KUHP. Adapun

ancaman hukuman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi diatur dalam

Pasal 224 Ayat (1) KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-
undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-
undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1) dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
65

2) dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.”

Orang itu harus benar-benar dengan sengaja menolak memenuhi kewajibannya

baru dapaat dikenakan tuntutan pidana sesuai dengan Pasal 224 Ayat (1), jika ia

hanya lupa atau segan untuk datang saja, maka ia dikenakan Pasal 522 KUHP.

Surat panggilan tersangka diatur dalam Pasal 112 Ayat (1) KUHAP. Berdasarkan

pasal tersebut disebutkan bahwa Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan

menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka

dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah

dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan

dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Dalam penjelasan

Pasal 112 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa surat panggilan yang sah adalah

surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.98

e. Cara melakukan penyidikan.

Bhirawidha mengatakan bahwa, proses penyidikan tersebut sesuai dengan

ketentuan Pasal 109 KUHAP, yaitu hal penyidik telah mulai melakukan

penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik

memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, maka dengan telah dimulainya

penyidikan tindak pidana, penyidik berkewajiban memberitahukan kepada

Kejaksaan dan dengan adanya pemberitahuan tersebut maka ditunjuklah jaksa

Jeane Rompas, “Tempat Pemeriksaan Tersangka Menurut Pasal 112 dan Pasal 113 Kitab
98

Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” Lex Administratum Volume 5 Tahun 2017.


66

penuntut umum oleh Kepala Kejaksaan Negeri agar perkembangan dan

penyelidikan tersebut dapat diikuti.99

Responden melanjutkan, dalam proses ini pihaknya melakukan strategi

penyidikan secara terpisah untuk menemukan jawaban dari masing-masing

pelaku. Setelah ketiganya selesai diperiksa dalam ruangan yang berbeda, ketiga

pelaku ini dikumpulkan pada satu ruangan dan di berikan pertanyaan kembali, hal

ini berfungsi supaya tidak adanya tekanan batin atau “rasa tidak enak” antar para

pelaku yang berujung dengan pengakuan-pengakuan yang dibutuhkan oleh para

penyidik.100

Erna Dewi berpendapat bahwa, dalam tataran ilmu hukum pidana tidak ada

perbedaan yang tertulis secara konkret di dalam KUHP. Walaupun begitu, pihak

Kepolisian harus lebih berfikir aktif untuk menentukan berbagai aspek, mulai dari

tata cara penyidikan yang tidak boleh menggunakan kekerasan serta penentuan

pasal yang dijerat, jangan sampai ini semua berujung dengan keadaan yang

semena-mena dan hanya terfokus pada kepastian hukum saja.101

Sebagai contoh cara-cara kejahatan penyiksaan pada saat penyidikan saat ini

seperti yang termuat dalam laporan 6.700 halaman yang dirilis Komite Intelijen

Senat AS, berikut 13 teknik penyiksaan yang dilakukan para agen CIA (Central

99
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

100
Ibid.,

101
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung, tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
67

Intelligence Agency) terhadap para tahanan selama melakukan interogasi,

antaralain:

1) Tampar perut.
2) Meraih kerah.
3) Mengisolasi tahanan.
4) Manipulasi diet.
5) Tekan wajah.
6) Tampar wajah.
7) Ditelanjangi.
8) Membuat stres.
9) Kurang tidur.
10) Berdiri di dinding.
11) Membanting tahanan.
12) Waterboarding.
13) Ditelanjangi dan diguyur air.102

Erna Dewi berpendapat bahwa, dalam proses penyidikan kasus pemalsuan SIM

dapat digunakan teori hukum progresif, tetapi yang harus dipahami bahwasannya

tidak selamanya teori ini bisa digunakan. Teori hukum progresif sifatnya

mengesampingkan aturan tertulis tetapi aturan tetap harus tercapai. Teori ini dapat

digunakan dengan baik apabila penegak hukum maupun pelaku bisa

memahaminya. Mengingat tujuan dari pemidanaan untuk merubah agar pelaku

tidak melakukan tindak pidananya lagi.103

Gagasan hukum progresif merupakan pergumulan pemikirannya yang panjang

terhadap penerapan sistem hukum di Indonesia yang selalu statis, koruptif, dan

tidak mempunyai keberpihakan struktural terhadap hukum yang hidup di

Maroni, 2013, Wajah Hak Asasi Manusia Dalam Peradilan Pidana, Bandar Lampung: Aura
102

Publishing, hlm. 32-35.

103
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung, tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
68

masyarakat. Hukum di Indonesia telah kehilangan basis sosialnya, basis

multikulturalnya dan ditegakkan secara sentralistik dalam bangunan sistem

hukum. Hukum kemudian dipaksakan, didesakkan dan diterapkan dengan

kekerasan struktural oleh aparat penegak hukum.

Kekuatan hukum progresif menurut Satjipto Rahardjo, merupakan kekuatan yang

menolak keadaan status quo. Mempertahankan status quo berarti menerima

normatifitas dan sistem yang ada tanpa ada usaha untuk melihat aneka kelemahan

di dalamnya yang kemudian mendorong bertindak mengatasinya. Hampir tidak

ada usaha untuk melakukan perbaikan, yang ada hanya menjalankan hukum

seperti apa adanya dan secara biasa-biasa saja.104

Mempertahankan status quo dalam kondisi tersebut akan makin bersifat jahat

sekaligus bertahan dalam situasi korup dan dekaden dalam sistem yang nyata-

nyata memiliki kelemahan. Status quo juga bertahan salah satu alasannya karena

doktrin otonomi hukum, padahal dalam diri hukum sesungguhnya juga benteng

perlindungan bagi orang-orang mapan sehingga pendekatan tujuan keadilan hanya

dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan sistem peraturan dan prosedur

obyektif. Pandangan dan pendekatan yang dipraktekkan dalam sistem rule of law

demikian tidak akan pernah mencapai keadilan sosial.105

Penulis berpendapat bahwa, dalam proses penegakan hukum secara luas maupun

hanya dalam lingkup penyidikan sekalipun, pihak Kepolisian harus memahi ajaran

104
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm.
114.

105
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 204-204
69

hukum progresif seperti ini. Supaya kesejahteraan masyarakat makin nampak jelas

di depan mata. Keberlakuan hukum dimasyarakatpun bisa merasakan sebuah

esensi hukum yang pasti, antara keadilan atau sebuah kepastian hukum.

f. Cara mempergunakan penyidikan.

Penyidikan terhadap pelaku tindak pidana dilaksanakan dengan mengacu pada

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012

tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, yaitu:

1) Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan manajemen penyidikan tindak


pidana di lingkungan Polri;
2) Terselenggaranya manajemen penyidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian secara efektif
dan efisien; dan
3) Sebagai evaluasi penilaian kinerja penyidik dalam proses penyidikan tindak
pidana guna terwujudnya tertib administrasi Penyidikan dan kepastian hukum.

Prinsip-prinsip dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana adalah:

1) Legalitas, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan sesuai


ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Profesional, yaitu penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan tugas,
fungsi dan wewenang penyidikan sesuai kompetensi yang dimiliki;
3) Proporsional, yaitu setiap penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya;
4) Prosedural, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan sesuai
mekanisme dan tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan
5) Transparan, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara terbuka
yang dapat diketahui perkembangan penanganannya oleh masyarakat;
6) Akuntabel, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan;
7) Efektif dan efisien, yaitu penyidikan dilakukan secara cepat, tepat, murah dan
tuntas.
70

Bhirawidha mengatakan bahwa, seluruh rangkaian strategi penyidikan tidak lain

hanyalah untuk menemukan barang bukti dan pasal yang dapat dijerat pada para

pelaku tindak pidana pemalsuan SIM ini. Berdasarkan hasil dari penyidikan kasus

pemalsuan SIM, pihak Reskrim Polresta Bandar Lampung berhasil mendapatkan

barang bukti berupa, sebuah SIM palsu, Alat Scan beserta Alat Print. Sedangkan

untuk pasal yang dikenakan untuk ketiga pelaku ini ialah Pasal 263 KUHP tentang

pemalsuan surat.106 Terkait penentuan pasal, Pasal 263 KUHP pula disebutkan

oleh Erna Dewi sebagai pasal yang sesuai dengan kasus pemalsuan SIM di

wilayah hukum Polresta Bandar Lampung ini.107

Pada hakekatnya tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir

oleh karena perbuatan, yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan

karenanya, adalah suatu kejadian dalam alam lahir yaitu, kelakuan dan akibat

(perbuatan); hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yaitu

mengenai diri orang yang melakukan perbuatan dan yang mengenai di luar diri si

pembuat, karena adanya hukum tambahan atau disebut juga dengan unsur-unsur

yang memberatkan pidana; serta unsur melawan hukum yang objektif; dan unsur

melawan hukum subjektif.108 Suatu tindak pidana atau perbuatan pidana itu juga

dibagi unsur-unsurnya kedalam dua golongan, yaitu:109


106
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.

107
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung, tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.

108
Muhammad Helmi, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pembunuhan Sebagai
Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia,” 98 Muzahib, Vol XIV, No. 1 2015

109
Satochid Kartanegara, 2007, Hukum Pidana Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa,
2007, hlm. 184-186.
71

1) Unsur-unsur yang obyektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar diri


manusia berupa suatu tindakan, suatu akibat dan suatu keadaan.
2) Unsur-unsur yang subyektif adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam diri
manusia berupa kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan dan
kesalahan (schuld).

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis akan menjabarkan terkait unsur obyek

dan unsur subyektif pada Pasal 263 KUHP. Adapun unsur-unsur dalam pasal

tersebut ialah:

1) memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah


isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai
surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu
dapat menimbulkan kerugian.

Unsur Obyektif pada Pasal 263 Ayat (1) KUHP meliputi:

1) Unsur perbuatan yang tertera pada Ayat (1) menjelaskan yang pertama adalah

membuat surat palsu dan memalsukan surat. Dalam kasus pemalsuan SIM di

Bandar Lampung sudah terbukti dengan ditemukannya sebuah SIM yang

dibawa oleh pelaku dan tertangkap tangan pada saat dilakukannya razia.

2) Unsur objeknya yakni surat yang memiliki sifat menimbulkan sesuatu hak,

perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

daripada sesuatu hal. Sebelum kita mengkaji prihal apakah terdapat unsur yang

kedua ini pada kasus pemalsuan SIM di Bandar Lampung, mari kita lihat

bahwasannya yang pertama setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor di jalan wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan bermotor
72

yang dikemudikan. SIM juga menjadi bukti kompetensi mengemudi.110 Kedua

dasar tersebut sudah menimbulkan suatu hak serta menjadi suatu bukti daripada

sesuatu. Dari uraian singkat ini pelaku sudah jelas memenuhi unsur obyektif

yang kedua

Unsur Subjektif pada Pasal 263 Ayat (1) KUHP meliputi:

Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain

dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti

dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau

merubah sesuatu dari surat itu.111

Sebab dianggap sebagai mempergunakan, ialah misalnya menyerahkan surat itu

kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan

surat itu ditempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan. Dalam hal ini

menggunakan surat palsu inipun harus dibuktikan, bahwa orang itu bertindak

seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus

dapat mendatangkan kerugian. Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka

pada waktu pemalsuan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau

suruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak palsu. Dengan

demikian memiliki makna bahwa: 112

.
Indonesia, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Ps. 77

110
Ibid., Ps. 86.

111
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54866ed0ddc09/melamar-pekerjaan-
dengan-memakai-ijazah-orang-lain. diakses pada 19 November 2020 pukul 01.31 WIB.
112
Eko Adi, Op.Cit.,
73

1. Adanya orang-orang yang terperdaya dengan digunakannya suratsurat yang


demikian.
2. Surat itu berupa alat yang digunakan untuk memperdaya orang, orang mana
adalah orang yang menganggap surat itu asli dan tidak dipalsu, orang
terhadap siapa maksud surat itu digunakan, bisa orang-orang pada umumnya
dan bisa juga orang tertentu. Seperti membuat SIM dirinya secara palsu,
yang terpedaya adalah Polisi, dan bila penggunaannya dengan maksud
untuk diterimanya bekerja sebagai sopir, maka yang terperdaya adalah
majikannya yang akan mempekerjakan orang itu.

Erna Dewi berpendapat, selain dapat dijerat Pasal 263 KUHP, para pelaku

pemalsuan SIM ini dapat juga dijerat dengan Pasal 378 KUHP. Maka dari itu,

penulis akan memaparkan kembali unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP, yaitu:

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Moh. Anwar yang menyatakan bahwa dalam Pasal 378 KUHP terdapat unsur-

unsur sebagai berikut:

a) Unsur Subyektif: dengan maksud


(1)Menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
(2)Dengan melawan hukum.
b) Unsur Objektif: membujuk atau menggerakkan orang lain dengan alat
pembujuk atau penggerak
(1)Memakai nama palsu;
(2)Memakai keadaan palsu;
(3)Rangkaian kata bohong;
(4)Tipu Muslihat agar:
(a) Menyerahkan suatu barang;
(b) Membuat hutang;
(c) Menghapuskan hutang.113

113
Moch Anwar, 1989, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid I, (Bandung: Citra
Aditya Bhakti, hlm 86.
74

Bhirawidha berpendapat bahwa strategi penyidikan yang tertera dalam KUHP dan

UU Polri sudah sangat baik dan sesuai untuk mengungkapkan suatu tindak pidana,

tetapi harus tetap mencari bahkan menggunakan beberapa strategi di luar KUHP,

yang dimana strategi tersebut harus berlandaskan nilai serta norma yang berlaku

dan yang tak kalah penting harus tetap sesuai dengan Standar Operasional

Prosedur (SOP). Adapun strategi penyidikan di luar KUHP dan UU Polri akan

sebagai berikut:

a. Motif pelaku berbuat kejahatan.

Erna Dewi berpendapat bahwa, pendalaman motif pelaku kejahatan sangat baik

dilakukan secara intens karena strategi semacam ini merupakan titik awal pihak

penegak hukum dalam hal ini Kepolisian mengetahui alasan terjadinya tindak

pidana. Motif pelaku dalam tataran ilmu hukum pidana biasa disebut dengan

Kriminologis. Dengan mengetahui alasan pelaku melakukan aksinya, akan lebih

mudah untuk pihak Kepolisian memilih cara untuk menanggulanginya baik

melalui sarana penal, maupun non penal.114

Bhirawidha berpendapat bahwa, motif pelaku tindak pidana pemalsuan SIM ini

terbagi menjadi 2 (dua) antaralain:

b. Motif Intelektual, yang mana pada motif ini kejahatan yang dilakukan hanya

untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk

merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi. Ini terbukti

114
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung, tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.
75

dengan aksi Akhirudin yang mengerjakan pesanan SIM palsu di rumah dengan

menggunakan Alat Print dan Mesin Scan.

c. Motif Ekonomi, yang mana pada motif ini sebenarnya sudah sangat sering di

dengan oleh pihak Reskrim Polresta Bandar Lampung. Akhirudin, Mei Gunarto

bahkan Firmansyah, ketiganya dihadapan penyidik mengakui, aksinya ini

dilakukan tidak lain salah satu faktornya ialah faktor keuangan.115

b. Mengungkap Akar Kejahatan:

Penulis berpendapat bahwa tak jarang tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang itu merupakan hasil “kong-kalingkong” dengan orang lain. Sebagai

contoh, tindak pidana pencurian sepeda motor yang mulai marak kembali di

Wilayah hukum Polresta Bandar Lampung saat ini, merupakan tindak pidana

berkelanjutan, mengapa demikian? Walaupun pelaku mencuri sepeda motor itu

hanya sendiri, pastilah sudah ada pelaku itu ketahui bahwa ada seorang “penadah”

dari hasil curian itu. Oleh karena itu, pelaku beraksi walaupun hanya seorang diri.

Erna Dewi berpendapat bahwa, bagi para penadah dapat dikenakan Pasal 480

KUHP tentang penadahan.

“Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-


banyaknya Rp 900, dihukum:
a. karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima
tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak
mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa,
menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau
yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.
b. barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, yang
diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena
kejahatan.”116

115
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.
76

Timbul sebuah pertanyaan, bagaimana jika seseorang pembeli suatu barang hasil

kejahatan, tidak mengetahui bahwa barang beliannya itu merupakan hasil dari

sebuah kejahatan. Perlu diingat, untuk mengetahui seseorang dapat dijerat Pasal

480 KUHP ini atau tidak, tentu dilihat kembali apakah perbuatan memenuhi

unsur-unsur tindak pidana penadahan. R. Soesilo menjelaskan bahwa:

a. yang dinamakan “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah” itu sebenarnya
hanya perbuatan yang disebutkan pada sub 1 dari pasal ini.
b. Perbuatan yang tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian:
1) membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai
hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan,
menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan barang yang
diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan;
2) menjual, menukarkan, menggadaikan, dsb dengan maksud hendak mendapat
untung barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena
kejahatan.
c. Elemen penting pasal ini adalah terdakwa harus mengetahui atau patut dapat
menyangka bahwa barang itu asal dari kejahatan. Di sini terdakwa tidak perlu
tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan,
penipuan, pemerasan, uang palsu atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup
apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai) bahwa barang itu
bukan barang “terang”.
Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya
biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya
dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi
yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan.
d. Barang asal dari kejahatan misalnya berasal dari pencurian, penggelapan,
penipuan, pemalsuan uang, sekongkol, dll.117

116
Hasil Wawancara dengan Erna Dewi selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas
Lampung, tanggal 12 November 2020 Pukul 10.00 WIB.

117
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, hlm. 86.
77

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa seseorang dapat

dikantakan penadah apabila telah memenuhi segala macam unsur subjektif serta

unsur objektif.

c. Mengungkap cara kejahatan itu dilakukan.

Bhirawidha berpendapat bahwa, mengungkap MO suatu kejahatan sangat penting

dilakukan, ini semua demi jelasnya suatu tindak pidana serta akar permasalahan.

Lebih dari itu, pengungkapan MO suatu kejahtan bertujuan sebagai pengetahuan

tambahan agar pihak Reskrim Polresta Bandar Lampung dapat membendung

kejahatan serupa.

d. Cara mempergunakan informan.

Bhirawidha berpendapat bahwa, strategi mempergunakan informan ini timbul dan

digunakan tidak untuk semua kasus, bukan hanya karena sulit mencari seseorang

yang dapat dipercaya melakukan tugas ini, tetapi juga lebih kearah penekanan

angka anggaran. Bayangkan seberapa besar anggaran yang dikeluarkan negara

bila tindak pidana ringan (tipiring) menggunakan jasa dari informan. Walaupun

strategi ini tidak digunakan dalam proses penyelidikan maupun penyidikan tindak

pidana pemalsuan SIM ini, narasumber dengan senang hati membagikan

ilmunya.118

Hasil dari penyidikan kasus tindak pidana pemalsuan SIM C dituangkan dalam

Berita Acara Penyidikan (BAP) dan dijadikan satu berkas dengan surat-surat

lainnya. Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu terhadap saksi,

118
Hasil Wawancara dengan Bhirawidha selaku Kepolisian bidang Reskrim Polresta Bandar
Lampung, tanggal 10 November 2020 Pukul 10.10 WIB.
78

ahli, dan tersangka, yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan saksi, ahli dan

tersangka yang dituangkan dalam BAP, guna membuat terang perkara tindak

pidana pemalsuan SIM C. Sehingga, peran seseorang maupun barang bukti dalam

peristiwa pidana yang terjadi menjadi jelas. Pemeriksaan yang dituangkan dalam

BAP ini ditandatangani oleh penyidik/penyidik pembantu yang melakukan

pemeriksaan dan orang yang diperiksa.119

Keterangan yang dikemukakan saksi dalam pemeriksaan penyidikan, dicatat

dengan teliti oleh penyidik dalam BAP. Prinsip pencatatan keterangan saksi yaitu

dicatat sesuai kata yang dipergunakan oleh saksi. Berita acara yang berisi

keterangan saksi ditandatangani oleh penyidik dan saksi. Dalam penandatanganan

berita acara pemeriksaan, harus memperhatikan 2 (dua) hal:120

a. Saksi menandatangani BAP setelah lebih dulu isi berita acara tersebut
disetujuinya. Jika saksi pandai membaca ia dipersilahkan membaca seluruh
BAP tersebut. Tetapi kalau dia tidak bisa membaca, tidak ada pilihan lain selain
daripada membacakan berita acara di hadapan saksi oleh penyidik.
b. Undang-undang memberika keleluasaan untuk saksi yang tidak ingin
menandatangani BAP, jika hal ini terjadi penyidik membuat catatan tentang
ketidakmauan itu dalam berita acara. Catatan tersebut berupa penjelasan alasan
yang menjadi sebab saksi menolak membubuhkan tanda tangan dalam berita
acara. Dalam hal saksi tidak mau menandatangani berita acara ia harus
memberi alasan yang kuat.

Jika pada pemeriksaan awal tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana,

maka penyidik dapat menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan SP3 (Surat

Perintah Penghentian Penyidikan). Namun jika dipandang bukti telah cukup maka

119
Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Perkapolri No. 14 Tahun
2012, Psl. 1-2.

120
Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 143.
79

penyidik dapat segera melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan untuk proses

penuntutan.121

Perkara yang sudah diterima oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum), namun

seandainya masih dirasa kurang lengkap dan kurang sempurna maka JPU bisa

mengembalikan berkas perkara kepada penyidik dengan menyertakan catatan

terkait apa saja hal yang harus dilakukan oleh penyidik supaya berkas tersebut

dapat lengkap dan sempurna. Proses ini disebut dengan istilah prapenuntutan.122

121
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt553621d6ab46b/apakah-penghentian-
penyidikan-harus-dengan-penetapan-tersangka-terlebih-dulu/ diakses pada 19 November 2020
Pukul 0l.34 WIB.
122
Ibid.,
80

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan antara lain:

1. Modus operandi tindak pidana pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM)

dilakukan oleh para pelaku melalui 3 (dua) cara, antaralain menggunakan

aplikasi facebook guna pemasaran SIM palsu tersebut. Kedua, para pelaku

berpura-pura menjual kendaraan roda dua dengan iming-iming “paket

lengkap” dimana setiap pembelian motor akan mendapatkan sebuah SIM.

Ketiga, para pelaku menunggu di tempat-tempat strategis yang berhubungan

dengan pembuatan SIM. Mulai dari Biro Jasa hingga Samsat.


81

2. Strategi penyidikan oleh Kepolisian terhadap modus operandi tindak pidana

pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) dilakukan melalui beberapa cara

antaralain: a. penyidikan di tempat kejadian perkara (TKP), b. mengungkap

cara kejahatan itu dilakukan, c. menemukan pelaku kejahatan, d. penjahat

memperlakukan barang-barang hasil kejahatan, e. motif pelaku berbuat

kejahatan, f. cara-cara memeriksa atau mendengar keterangan saksi dan

tersangka, g. cara melakukan penyidikan, h. cara mempergunakan penyidikan,

dan mempergunakan informan.

B. Saran

1. Diharapkan pemerintah pusat maupun daerah saling berkordinasi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Mengingat, hampir tiap kejahatan

timbul oleh karena faktor ekonomi.

2. Diharapkan dalam pihak aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian,

melakukan sosialisasi terhadap bahaya penggunaan SIM palsu serta

pemaparan MO para pelaku, untuk meminimalisit kejadian serupa terulang

kembali.
82

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

A.Bryan Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, United States of America: West
Publishing.

Ahmad Irzal Fardiansyah dan Firganefi, 2014, Hukum dan Kriminalistik. (Bandar
Lampung: Justice Publisher Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

Ardi Ferdian dan Adami Chazawi, 2014, Tindak Pidana Pemalsuan : Tindak
Pidana yang Menyerang Kepentingan Hukum Terhadap
Kepercayaan Masyarakat mengenai Kebenaran Isi Tulisan dan
Berita yang Disampaikan, Jakarta: Rajawali Pers.
83

Chazawi, Adami, 2002, Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta : Raja Grafindo


Persada.

______________,2014, Tindak Pidana Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo.

Christine S.T. Kansil dan C.S.T. Kansil, 2004, Pokok-pokok Hukum Pidana,
Jakarta, Pradnya Paramita.

Eva Achjani Zulpa dan Topo Santoso, 2001, Kriminologi, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Hamzah, Andi, 1986, Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Harun M Husein dan Hamrad Hamid, 1997, Pembahasan Permasalahan KUHAP


Bidang Penyidikan. Jakarta: Sinar Grafika.

Kansil C. S. T, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka.

Kartanegara, Satochid, 2007, Hukum Pidana Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur
Mahasiswa.

Lamintang, P.A.F, 1990, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet 2, Bandung:


Sinar Baru.

L, Bernard. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing.

Maroni, 2013, Wajah Hak Asasi Manusia Dalam Peradilan Pidana, Bandar
Lampung: Aura Publishing.

Moch Anwar, H. A. K., 1990, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Bandung: Citra
Aditya Bakti.

_______________,1989, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid I,


Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Ngani, Nico. 1984, Mengenal Hukum Acara Pidana, Bagian Umum Dan
Penyidikan, Yogyakarta: Liberty.

Prodjodikoro, Wiryono. 2003, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia,


Bandung: PT. Refika Aditama.

Rahardjo, Satjipto. 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku


Kompas.
84

Rilla, Nenden Artistiana, 2019, Mengikis Mental Koruptor Sejak Dini: Penerbit
Duta.

Sadjijono, 2006, Hukum Kepolisian: Profesionalisme dan Reformasi Polri,


Surabaya: LaksBang Mediatama.

Sofyan, Andi, 2012, Hukum Acara Pidana Suatui Pengantar, Yogyakarta:


Rangkang Education.

Soekanto , Soerjono. 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Soesilo, R, 1980, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil, Bandung:


Karya Nusantara, Bandung.

___________,1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.

Sudarto, 1975, Hukum Pidana I A dan I B, Purwokerto: Fakultas Hukum


Universitas Jenderal Soedirman.

Sunarto, 2018, Penegakan Hukum dan Penyelesaian Konflik Sosial Masyarakat,


Bandar Lampung: Aura.

Susanto, I.S. 2011, Kriminologi, Cet. Ke-1, Yogyakarta: Genta Publising.

Yahya, M. Harahap,2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.

Waluyo, Bambang, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika.

William J. Birnes and Robert D Keppel, 2009, Serial violence: analysis of Modus
Operandi and Signature Characteristics of Killers, Boca Raton:
CRC Press USA.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Yogyakarta: Bhafana


Publishing, 2016.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Yogyakarta: Bhafana


Publishing, 2016

Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia , UU No.2 Tahun 2002,


LN No. 2 Tahun 2002, TLN No.4168.
85

Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No.22 Tahun 2009, LN


No. 96 Tahun 2009, TLN No.5025.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Perkapolri No. 14


Tahun 2012.

C. JURNAL/SKRIPSI

Adi, Eko Susanto.” Pertanggungjawaban Pidana Yang Memakai Surat Palsu


Ditinjau Dari Pasal 263 Ayat ( 2) KUHP,” Daulat Hukum, Vol. 1.
No. 1 Tahun 2018.

Afriado, Mahrizal,”Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana


Oleh Kepolisian Terhadap Laporan Masyarakat Di Polisi,” Sektor
Lima Puluh.Vol.III. No.2. JOM Tahun 2016.

Dandi, Tio Fasu Dewa,”Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana


Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM),” Skripsi Universitas
Lampung Tahun 2020.

Helmi, Muhammad,“Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pembunuhan


Sebagai Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia,” 98 Muzahib,
Vol XIV, No. 1 2015.

Rompas, Jeane, “Tempat Pemeriksaan Tersangka Menurut Pasal 112 dan Pasal
113 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” Lex
Administratum Volume 5 Tahun 2017.

D. SUMBER LAIN

https://www.lampost.co/berita-tokoh-pendiri-tanggapi-pembekuan-ukm-
mahusa.html

https://www.lampost.co/berita-sim-palsu-dibanderol-rp50-ribu.html

https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=1354
86

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51a4a954b6d2d/soalpenyelid
ikan/#:~:text=Pasal%201%20angka%202%20KUHAP,terjadi
%20dan%20guna%20menemukan%20tersangkanya.%E2%80%9D
diakses pada 17 November 2020 Pukul 10.48 WIB.

https://www.polri.go.id/layanan-sim

http://www.podfeeder.com/teknologi/mengenal-lebih-dalam-mengenai-facebook/

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190719144302-40-86209/jumlah-
pengguna-facebook-tembus-238-m-di-ri-berapa.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51a4a954b6d2d/soal-
penyidik--penyelidik--penyidikan--dan-penyelidikan/#:~:text=Pasal
%201%20angka%205%20KUHAP,dalam%20undang%2Dundang
%20ini.%E2%80%9D.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt504d52481c208/bagaimana-
prosedur-melaporkan-tindak-kejahatan-di-kepolisian-apakah-gratis-
atau-harus-membayar-/#_ftn1

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4f8d988d2e4f3/apakah-saksi-
yang-mengetahui-tindak-pidana-dapat-di-kenakan-ancaman-
hukuman/

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54866ed0ddc09/melamar-
pekerjaan-dengan-memakai-ijazah-orang-lain.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt553621d6ab46b/apakah-
penghentian-penyidikan-harus-dengan-penetapan-tersangka-
terlebih-dulu/

Anda mungkin juga menyukai