Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu

keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental, dan sosial, yang tidak hanya

bebas dari penyakit atau kecacatan. Definisi ini menekankan kesehatan

sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekadar keadaan tanpa

penyakit. Seseorang dikatakan sehat jika mampu melaksanakan peran dalam

masyarakat dan perilaku mereka pantas dan adaptif. Sebaliknya, seseorang

dianggap sakit jika gagal memainkan peran dan memikul tanggung jawab

atau perilaku tidak pantas (Videbeck, 2015).

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku

dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional

Johnson,1997 dalam (Jaya, 2015). Menurut (Videbeck, 2015), faktor yang

memengaruhi kesehatan jiwa seseorang dapat dikategorikan sebagai faktor

individual, interpersonal, dan sosial/budaya. Faktor individual meliputi

struktur biologis, memiliki keharmonisan hidup, menemukan arti hidup, daya

tahan emosional, dan memiliki identitas yang positif. Faktor interpersonal

meliputi komunikasi yang efektif, membantu orang lain, dan

mempertahankan keseimbangan antara perbedaan dan kesamaaan. Faktor

budaya dan sosial meliputi, memiliki penghasilan yang cukup, keinginan

untuk bermasyarakat, dan mendukung keragaman individu.

1
2

Menurut data WHO, masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh

Dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Tahun 2001, WHO

menyatakan bahwa paling tidak ada satu dari empat orang di Dunia

mengalami masalah mental. WHO memperkirakan terdapat 450 juta orang di

dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa (Yosep, H. I., dan Sutini, 2014).

Hasil Riskesdas tahun 2013 didapatkan jumlah seluruh responden

yang mengalami gangguan jiwa berat sebanyak 1.728 orang. Prevalensi

gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia sebanyak 1,7 per mil, artinya

1-2 orang dari 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat.

Gangguan jiwa berat terbanyak terdapat di DI Yogyakarta (2,7%), Aceh

(2,7%) dan Sulawesi Selatan (2,6%). Prevalensi gangguan jiwa berat di Bali

sebesar 2,3%, artinya 2 sampai 3 orang dari 1000 penduduk di Bali

mengalami gangguan jiwa berat. Sedangkan pada Riskesdas 2018 prevalensi

penderita Skizofrenia di Indonesia adalah sebesar (7%) permil dan provinsi

terbanyak ada pada Provinsi Bali dengan prevalensi penderita sebesar (11%)

permil di ikuti oleh Jogjakarta dan NTB dengan prevalensi penderita sebesar

(10%) permil, sehingga dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita

skizofrenia selalu meningkat setiap tahun (Kemenkes RI, 2018).

Gangguan jiwa adalah suatu kumpulan dari keadaan-keadaan yang

abnormal, baik berhubungan dengan fisik, maupun mental. Keabnormalan

tersebut dikategorikanmenjadi dua golongan yaitu gangguan jiwa (neurosa)

dan sakit jiwa (psikosa) (Yosep, H. I., dan Sutini, 2014). Salah satu gangguan

jiwa yang sering terjadi adalah skizofrenia.


3

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan maupun perilaku

yang aneh serta terganggu. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori

utama yaitu gejala positif atau gejala nyata serta gejala negatif atau gejala

samar (Videbeck, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh (Nauli, 2014) dengan judul “Pengaruh

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan Pasien

Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau”. Dalam

penelitian tersebut menggunakan 26 responden. Hasil penelitian tersebut

didapatkan bahwa rata-rata kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan

lembar observasi pre test 1,42 dengan standar deviasi 1,026. Rata-rata

kemampuan pasien mengontrol halusinasi post test adalah 5,11 dengan

standar deviasi 3,58. Analisa data yang telah dilakukan menghasilkan nilai

rata-rata yang meningkat dari sebelumnya, sehingga dapat diartikan bahwa

kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi meningkat. Hasil uji analisis

dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000 yang

berarti terdapat Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa

Tampan Provinsi Riau. Salah satu gejala positif pada pasien skizofrenia

adalah perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi

oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku actual melakukan

kekerasan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, secara verbal maupun
4

non verbal, bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun psikologis

Berkowitz,2000 dalam (Azizah, L.M., Zainuri,Imam & Akbar, 2016). Salah

satu cara untuk mengatasi perilaku kekerasan pada pasien dengan masalah

prilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu psikoterapi yang

dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu

sama lain yang dipmpin atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas

ksehatan jiwa yang terlatih (Yosep, H. I., dan Sutini, 2014). Terapi aktivitas

kelompok dengan cara verbalisasi idealnya dilakukan oleh 7-8 anggota,

sedangkan jumlah minimum anggota adalah 4 orang dan maksimum adalah

10 anggota Dr. Wartono,1976 dalam (Yosep, H. I., dan Sutini, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh (Halawa, 2018) dengan judul

“Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap

Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di

Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya” menggunakan sampel

sebanyak 9 orang pasien. Sebelum diberikan intervensi, 3 orang pasien

(33,3%) mampu untuk mengontrol halusinasinya dan 6 orang pasien (66,7%)

tidak mampu mengontrol halusinasinya. Setelah dilakukan intervensi, 8 orang

pasien (88,9%) mampu untuk mengontrol halusinasinya dan 1 orang pasien

(11,1%) tidak mampu mengontrol halusinasinya. Hasil analisis dari uji

Wilcoxon didapatkan nilai p-value = 0,025. Hasil ini menunjukkan bahwa

terdapat Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2

terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran pada Pasien


5

Skizofrenia. Menurut Azizah (2016), salah satu cara untuk mengatasi pasien

yang mengalami masalah prilaku kekerasan yaitu dengan melakukan teapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi merupakan terapi yang

bertujuan untuk memberikan stimulasi kepada anggota kelompok sehingga

masing-masing angota kelompok mempersepsikan terhadap stimulus dengan

menggunakan kemampuan dan daya nalarnya. Dengan menggunakan terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi diharapkan klien mampu menyebutkan

penyebab kemarahannya, respon yang dirasakan saat marah, reaksi yang

dilakukan saat marah, akibat dari perilaku marah, dan mempraktekkan cara

mengontrol perilaku kekerasannya (Azizah, L.M., Zainuri,Imam & Akbar,

2016).

Penelitian yang dilakukan oleh (Pradana, 2013) dengan judul

“Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap Kemampuan Mengontrol

Marah pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”

menggunakan sampel sebanyak 30 orang. Sebelum diberikan intervensi,

sebanyak 17 orang pasien (56,7%) masuk dalam kategori tidak mampu

mengontrol marah dan 13 orang pasien (44,3%) masuk dalam kategori

mampu mengontrol marah. Setelah dilakukan intervensi, sebanyak 11 orang

pasien (36,7%) masuk dalam kategori tidak mampu mengontrol marah dan 19

orang pasien (63,3%) masuk dalam kategori mampu mengontrol marah. Nilai

p-value didapatkan 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh


6

yang signifikan antara terapi aktivitas kelompok dengan kemampuan

mengontrol marah pada pasien skizofrenia.

Studi pendahuluan dilakukan pada tanggal....

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk

meneliti tentang “Pengaruh Terapi Aktivitas Keompok: Stimulasi Persepsi

Sesi I - III terhadap Kemampuan Mengenal dan Mengontrol Perilaku

Kekerasan pada Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Bali”.

B. Perumusan Masalah

Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang memengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang

aneh dan terganggu. Salah satu gejala dari skizofrenia adalah mengalami

perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor

yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku actual

melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, secara verbal

maupun non verbal, bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun

psikologis. Salah satu cara untuk mengatasi perilaku kekerasan pada pasien

dengan masalah prilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut, “Apakah ada Pengaruh Terapi Aktivitas

Keompok: Stimulasi Persepsi Sesi I - III terhadap Kemampuan Mengenal dan


7

Mengontrol Perilaku Kekerasan pada Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Bali?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Terapi Aktivitas Keompok: Stimulasi

Persepsi Sesi I - III terhadap Kemampuan Mengenal dan Mengontrol

Perilaku Kekerasan pada Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Bali.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Menggambarkan karakteristik responden pada pasien perilaku

kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

b. Menggambarkan kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku

kekerasan sebelum diberikan terapi aktivitas keompok: stimulasi

persepsi sesi I - III pada pasien perilaku kekerasan di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Bali

c. Menggambarkan kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku

kekerasan setelah diberikan terapi aktivitas keompok: stimulasi

persepsi sesi I - III pada pasien perilaku kekerasan di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Bali

d. Menganalisa pengaruh terapi aktivitas keompok: stimulasi persepsi

sesi I - III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku


8

kekerasan pada pasien perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Bali

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan

atau teori tentang pengaruh terapi aktivitas keompok: stimulasi persepsi

sesi I - III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku

kekerasan pada pasien perilaku kekerasan dan dapat dimanfaatkan sebagai

bahan kajian peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada para

peserta didik tentang pengaruh terapi aktivitas keompok: stimulasi

persepsi sesi I - III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol

perilaku kekerasan pada pasien perilaku kekerasan.

b. Bagi tempat penelitian

Sebagai masukan dan sumber informasi serta pertimbangan bagi

perawat dan tenaga medis lainnya agar dapat membuat suatu

perencanaan dalam penerapan terapi aktivitas keompok: stimulasi

persepsi sesi I - III terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol

perilaku kekerasan pada pasien perilaku kekerasan.

c. Bagi peneliti selanjutnya


9

Dapat menambah wawasan serta pengetahuan mengenai pemberian

terapi aktivitas keompok: stimulasi persepsi sesi I - III terhadap

kemampuan mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan pada pasien

perilaku kekerasan.
10

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M., Zainuri,Imam & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan


Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. In Indomedia Pustaka.
https://doi.org/ISBN 978-xxx-xxx-xx-x

Halawa, A. (2018). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi


1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
Pasienskizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya.
Keperawatan, 4(1).

Jaya, K. (2015). Keperawatan Jiwa. In Binarupa Aksara. Tanggerang Selatan.

Kemenkes RI. (2018). Riskesdas 2018. Development.

Nauli, F. A. (2014). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi


terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa
tampan Provinsi riau. Jurnal Online Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau, 1(1), 1–10.

Pradana, E. Y. S. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap


Kemampuan Mengontrol Marah Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Videbeck, S. . (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

Yosep, H. I., dan Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. In Refika
Aditama. https://doi.org/10.1074/jbc.M803111200

Anda mungkin juga menyukai