Anda di halaman 1dari 6

Nama : GERALD GIOVANNI CHRISANDNY

NIM : A031201127
Kelompok 11

Hakikat Dan Realitas Pendidikan


Hakikat Pendidikan adalah pendidikan untuk manusia dan dapat diperoleh selama
manusia lahir hingga dewasa. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut KI
Hajar Dewantara, hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
Sementara itu, Hakikat pendidikan menurut Krishnamurti, pendidikan adalah untuk
mendidik seluruh aspek yang dimiliki manusia, mendidik manusia sebagai suatu
kesatuan yang utuh yaitu bagian dari keseluruhan. Hal di atas menjelaskan bahwa
pendidikan merupakan suatu upaya yang terencana, yang dilakukan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Potensi yang dimiliki oleh
setiap peserta didik tentu berbeda–beda, yang nantinya adalah tugas seorang
pendidik untuk mampu melihat dan mengasah potensi–potensi yang dimiliki peserta
didiknya sehingga mampu berkembang menjadi manusia berguna bagi masyarakat,
bangsa dan negara.

Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia–


manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian
yang lebih baik. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan
pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara, falsafah hidup bangsa,
dan ideologi negara tersebut.

Di Indonesia dikenal istilah Pendidikan Nasional, adapun yang dimaksud dengan


pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang–
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai–nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman. Sedangkan tujuan dari pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum di
dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 adalah mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

• Realitas Pendidikan

PADA dasarnya pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang tidak lepas kaitannya
dengan manusia, pendidikan merupakan sarana untuk menemukan jati diri serta
memahami situasi yang terjadi, baik yang dialami diri sendiri maupun orang lain
sebagai tahap menuju kematangan dan kedewasaan yang sempurna. Apakah itu dari
segi kecerdasan, emosional, spiritual, sikap dan lain-lain. Pendidikan adalah salah
satu hal terpenting bagi suatu negara karena melalui pendidikan negara dapat
membantu mensejahterakan rakyatnya. Pendidikan merupakan proses mengubah
sikap dan perilaku seseorang atau kelompok, pendidikan membantu mengubah pola
pikir kita menjadi lebih kritis, inovatif dan kreatif. Salah satunya sebagai tahap
menuju kedewasaan melalui pengajaran, pelatihan dan pengembangan.

Dalam proses pendidikan sebagai bentuk dalam memanusiakan manusia, setiap


individu berada dalam lingkup hidup manusiawi sebagaimana mestinya dan
berdasarkan budinya menciptakan kebudayaan baru yang memajukan ilmu
pengetahuan. Pendidikan lebih berorientasi kepada dua sisi yaitu pendidik dan
peserta didik, dalam pendidikan terdapat tiga aspek penting yaitu aspek kognitif atau
berpikir, aspek gerak atau psikomotorik dan aspek afektif atau merasa, misalnya saat
kita mempelajari sesuatu maka itu bukan hanya sekedar berpikir tetapi ada unsur-
unsur lain yang berkaitan seperti dengan mengekspresikan rasa suka, tertarik,
semangat dan lainnya.

Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan hakekat


kemanusiaannya, maksudnya pendidikan harus mampu mewujudkan manusia
seutuhnya, melalui pendidikan dapat dilakukan penyadaran terhadap manusia atau
individu untuk mengenal, mengerti dan memahami realitas kehidupan dan
lingkungannya. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia baik dalam
bentuk formal maupun informal, pendidikan dalam bentuk formal adalah pengajaran
yaitu proses transfer pengetahuan atau usaha mengembangkan potensi
intelektualitas dalam diri manusia, namun pengetahuan dan intelektualitas tersebut
belum sepenuhnya mewakili manusia. Oleh karena itu pendidikan bukan sekedar
transfer ilmu saja tetapi juga mampu mengetahui dan memahami potensi dalam diri
manusia itu sendiri. Proses memanusiakan manusia berujung pada pembebasan
dalam mengekspresikan kemampuan dan kreativitas dalam diri. Melihat bahwa
pendidikan merupakan proses menuju kematangan hidup, individu yang belajar
bukan hanya mengetahui ilmu pengetahuan tetapi juga cara bersikap, bertindak,
beradaptasi serta mengembangkan
kematangan dalam kepribadiannya.

Lalu bagaimana seharusnya pendidikan itu berjalan? Pendidikan yang seharusnya


dapat
dirasakan semua warga negara tanpa terkecuali namun pada kenyataannya masih
ada beberapa anak yang belum bisa merasakan bagaimana proses pendidikan itu,
kita tahu bahwa kesenjangan sosial antara masyarakat juga terjadi dalam dunia
pendidikan, anak-anak yang berasal dari golongan atas lebih mudah mengakses dan
mendapatkan fasilitas sekolah bahkan tidak jarang bahwa yang kaya lah yang
diprioritaskan dan yang berasal dari golongan rendah hanya dapat menerima dan
mengikuti alur pendidikan. Fenomena tersebut dapat menjadi refleksi kita bahwa,
seharusnya pemerintah mampu membangun kesadaran bahwa pendidikan adalah
hak setiap individu tanpa memandang status apapun. Pendidikan yang bersifat
universal seharusnya mampu dinikmati oleh semua orang mencakup seluruh lapisan
sosial masyarakat, bukan hanya mereka yang berada pada golongan atas dan
memiliki modal besar saja atau hanya untuk yang memiliki pangkat tinggi, tetapi
siapapun dan dari manapun semua individu berhak mendapatkan pendidikan dengan
fasilitas yang sama. Pendidikan ada sebagai cara untuk mensejahterakan rakyat
tetapi dalam pelaksanaannya masih saja kita melihat bahwa yang lebih tinggi, yang
lebih berkecukupan yang diprioritaskan dan berhak mendapatkan fasilitas seperti
ruang kelas dan buku pelajaran yang lebih bagus. Ini tentunya menjadi tidak adil dan
menggeser orang-orang yang memang lebih unggul dalam intelektual, lebih memiliki
niat dan semangat
untuk mendapatkan pendidikan tetapi tidak berasal dari golongan atas atau biasa
saja.
Fenomena ini mengurangi kesempatan kepada individu yang lebih membutuhkan,
sebagai contoh sebenarnya Si A dapat masuk ke sekolah favorit yang ia inginkan
tetapi dengan ketidaktahuannya ia terpaksa tidak dapat masuk ke sekolah tersebut
karena posisinya tergeser oleh orang-orang atas yang mengandalkan kekuasaannya,
apa yang terjadi? Si A hanya bisa mengalah dan mengikuti alur saja tanpa bisa
melawan, ini membuat sistem pendidikan menjadi
kapitalis dimana yang memiliki uang banyak adalah yang mampu mengenyam
pendidikan
dengan kualitas baik berbeda dengan orang-orang yang berasal dari golongan rendah
yang hanya mendapatkan pendidikan ala kadarnya atau bahkan tidak mendapatkan
pendidikan sama sekali. Praktek ini tentunya bertentangan dengan prinsip
pendidikan yang seharusnya benar-benar memanusiakan manusia dan bersifat
menyeluruh. Realita dunia pendidikan yang seharusnya menjadi penyejuk dan
pelepas dahaga atas keingintahuan terhadap ilmu, tetapi pendidikan malah menjadi
salah satu problematika bangsa yang cukup membuat meringis orang yang
merasakannya.

Dunia pendidikan memang semakin maju dan tidak bisa dipungkiri banyak upaya-
upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tetapi itu semua masih
belum merata, kondisi pendidikan zaman now tidak hanya menyentuh sisi
kemanusiaan tetapi juga menjadi tamparan keras, banyak kita menemui anak yang
tidak bersekolah tetapi yang lebih menyedihkan mereka malah menjadi pengamen
atau bekerja di jalanan bahkan terpaksa putus sekolah.
Fenomena-fenomena tersebut mewarnai dunia pendidikan di Indonesia yang
semakin menunjukkan adanya kesenjangan sosial antara golongan atas dan golongan
rendah
yang tidak sesuai dengan pasal 5 ayat (1) UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003 yang
mengatakan, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.”
Namun kenyataannya proses tersebut terhalang oleh peraturan yang tidak sampai
kepada masyarakat dan tenaga pendidik atau tenaga pendidik yang acuh tak acuh
akan peraturan dan realita yang ada. Realita dalam pendidikan lainnya yaitu
masyarakat yang masih saja kurang peduli tentang apa yang anak-anak mereka
pelajari, mereka berpikir apabila anaknya telah melakukan studi maka mereka akan
mendapatkan sertifikat atau biasa kita sebut dengan ijazah, yang notabene sertifikat
itu dianggap sebagai alat utama dalam mencari pekerjaan yang diharapkan dapat
membantu memperbaiki kehidupannya di masa depan. Sertifikasi tersebut dianggap
sebagai hasil nyata dari proses pendidikan padahal pendidikan bukan hanya sekedar
untuk mendapatkan ijazah saja, tetapi bagaimana individu dapat memaknai dan
memahami setiap hal yang diperoleh dalam proses pendidikan, bagaimana individu
belajar untuk memahami realitas kehidupan dan beradaptasi, bagaimana mereka
nantinya akan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang mereka peroleh untuk kehidupannya
di masa depan.
Anggapan-anggapan tersebut menjadikan sistem pendidikan melenceng dari
tujuannya yaituuntuk memanusiakan manusia.

Pendidikan tidak hanya sebagai suatu rutinitas, tetapi juga


pendidikan yang operasional, mengacu pada prosesnya. Rata-rata
orang tua memiliki pola pikir yang salah, sebagian besar orang tua
memandang pendidikan hanya dilakukan di sekolah
dan diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah, dalam hal ini
guru yang mengajar. Orang tua kurang menyadari bahwa proses
pendidikan tidak hanya dimaknai dengan proses belajar di sekolah
saja dengan beragam materi pelajaran, melainkan proses mendidik
dapat terjadi di mana saja dan dilakukan oleh orang dewasa.
Pendidikan dalam hal ini mendidik, berorientasi kepada penanaman
nilai dan pemahaman norma sosial kepada anak didik, bukan
semata proses menyalurkan pengetahuan kognitif.
Selain masalah kesenjangan sosial dan anggapan pendidikan untuk
mengejar sertifikasi, apa yang guru ajarkan hanya pada kisaran
format 4 ditambah 4 sama dengan 8, Indonesia adalah negara
kepulauan dan belajar untuk menjadi pintar, kemudian siswa hanya
mencatat, menghafal dan mengulangi kata-kata guru tanpa
memahami maksud atau makna dari apa yang disampaikan oleh
guru tanpa mengetahui maksud sebenarnya dari belajar itu
membuat pintar, bagaimana mereka memaknai kata “belajar” itu
sebagai proses menuju kematangan intelektual.
Pelaksanaannya guru menyampaikan materi
sedangkan siswa sebagai subjek yang tidak berdaya, guru menjadi
orang yang paling tahu
dalam proses pendidikan dan tidak dapat dikritik oleh siswanya,
tetapi siswa menjadi individu yang harus selalu siap untuk diisi
dengan hal-hal atau materi tanpa boleh menolak apa yang
disampaikan guru, tetapi guru berhak mendapatkan keuntungan
berupa gaji atau sejenisnya karena telah melaksanakan tugasnya.
Pembelajaran atau kinerja guru ini membuat siswa menjadi objek
yang pasif, cara guru dalam melaksanakan pembelajaran
mempengaruhi tindakan siswa sendiri dalam menjalani proses
pendidikan. Pengajaran guru sangat mempengaruhi keberhasilan
dalam proses pendidikan, model pembelajaran pasif menghambat
kreativitas dan pengembangan potensi peserta didik.
Siswa seharusnya ditempatkan sebagai
pusat dari aktivitas pendidikan dan pembelajaran dengan guru
sebagai pendidik menjadi fasilitator dan pembimbing yang siap
dalam membantu individu dalam proses belajarnya.
Realita yang terjadi menunjukkan bahwa pendidikan mulai
kehilangan fungsi utamanya
yaitu dalam membentuk manusia yang seutuhnya dan lebih
mengambil keuntungan dari proses pendidikan tanpa
memperhatikan kualitas dari output (peserta didik) yang dihasilkan.
Pendidikan bukanlah semata-mata pembelajaran namun pendidikan
berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia dalam
masyarakat. Pendidikan bukan hanya menghafal tetapi yang lebih
penting adalah menjadikannya sebagai manusia, karena pendidikan
merupakan proses dalam memanusiakan manusia. Pendidikan juga
merupakan proses humanisasi dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, sosial dan budaya. Maka dari itu,
proses pendidikan haruslah berjalan sesuai dengan tujuannya,
walaupun dalam pelaksanaannya masih ada hal-hal yang tidak
sesuai. Untuk mengatasinya perlu dilakukannya evaluasi serta
perbaikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
perrmasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan kerja sama
antara semua pihak yaitu orang tua, masyarakat, guru, sekolah dan
pemerintah. Interkoneksi dan integrasi yang kuat antara pihak-
pihak tersebut dapat menciptakan pendidikan yang ideal dan
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Oleh : Yunita Enggar Prasetyarini

(Penulis, adalah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling FKIP-UKSW Salatigap. Tinggal di


Salatiga)

“Sangat Jauh Beda Dari Harapan”

“Siswa harusnya ditempatkan sebagai pusat dari aktivitas pendidikan dan pembelajaran
dengang guru sebagai pendidik menjadi fasilitator dan pembimbing yang siap dalam
membantu individu dalam proses belajarnya.”

(Editor : Sam Nussy)

https://gheroy.com/realitas-pendidikan-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai