2, November 2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis siswa yang menggunakan aktivitas quick on the draw melalui pendekatan Thinking
Aloud Problem Solving (TAPPS) dibandingkan dengan yang menggunakan pembelajaran biasa. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen, dengan desain kelompok kontrol pretes-
postes. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa MA Negeri di Kota Cimahi, sedangkan
sampel penelitiannya adalah sebanyak dua kelas dari kelas XII yang dipilih secara acak dari seluruh kelas
XII yang ada. Kemudian kedua kelas tersebut dipilih menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas
eksperimen memperoleh aktivitas quick on the draw melalui pendekatan TAPPS dan kelas control
memperoleh pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes
kemampuan komunikasi dan penalaran matematis. Data hasil penelitian dianalisis secara kuantitatif
dengan menggunakan uji statistik (uji-t). Kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut: 1) Kemampuan
komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw melalui
pendekatan TAPPS lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa; 2) Kemampuan penalaran
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw melalui pendekatan
TAPPS secara signifikan lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa; 3) Peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan aktivitas quick on the
draw melalui pendekatan TAPPS lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa; dan 4)
Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan aktivitas
quick on the draw melalui pendekatan TAPPS lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa.
Kata Kunci: Komunikasi Matematis, Penalaran Matematis, Aktivitas Quick on The Draw, Pendekatan
Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
ABSTRACT
This study aims to examine the achievements and improvement students’ mathematical communication
and mathematical reasoning ability between those who acquire learning through quick on the draw
activity with TAPPS learning approach and conventional learning. The method was used in this study is
the experimental method, with pretest-posttest control group design. The population was the entire
students of MA Negeri in Cimahi, while the sample is two classes of grade XII selected randomly from
all the existing class of grade XII. Then these two classes were randomly assigned into experimental class
and control class. Experimental class gets quick on the draw activity with TAPPS learning approach and
control class gets conventional learning. Research instruments include tests of mathematical
communication and mathematical reasoning ability. The data were analyzed using t-test and the Mann-
Whitney test. The results showed that (1) Students’ achievement of mathematical communication ability
of mathematical learning through quick on the draw activity with TAPPS learning approach is better than
through conventional learning; (2) Students’ achievement of mathematical reasoning ability of
mathematical learning through quick on the draw activity with TAPPS learning approach is better than
through conventional learning; (3) Students’ improvement of mathematical communication ability of
mathematical learning through quick on the draw activity with TAPPS learning approach is better than
through conventional learning; (4) Students’ improvement of mathematical reasoning ability of
mathematical learning through quick on the draw activity with TAPPS learning approach is better than
through conventional learning.
192
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
193
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
2. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa penyampaian suatu pesan oleh seseorang pada
MA yang pembelajarannya menggunakan orang lain untuk memberi tahu atau mengubah
aktivitas quick on the draw melalui pendekatan sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara
TAPPS lebih baik daripada yang menggunakan lisan, maupun tidak langsung melalui media.
pembelajaran biasa?
3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi NCTM (Saragih, 2007) mengatakan bahwa
matematis siswa MA yang pembelajarannya komunikasi matematik adalah kemampuan:
menggunakan aktivitas quick on the draw 1) Membaca dan menulis matematika serta
melalui pendekatan TAPPS lebih baik daripada menafsirkan makna dan ide dari tulisan itu,
yang menggunakan pembelajaran biasa? 2) Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran
4. Apakah peningkatan kemampuan penalaran mereka tentang ide matematika dan
matematis siswa MA yang pembelajarannya hubungannya,
menggunakan aktivitas quick on the draw 3) Merumuskan definisi matematika dan
melalui pendekatan TAPPS lebih baik daripada membuat generalisasi yang ditemui melalui
yang menggunakan pembelajaran biasa? investigasi,
Penelitian ini diharapkan bermanfaat, salah satunya 4) Menulis sajian matematika dengan pengertian,
yaitu dapat memberikan gambaran dan informasi 5) Menggunakan kosakata/bahasa, notasi struktur
mengenai aktivitas quick on the draw dan secara matematika untuk menyajikan ide,
pendekatan TAPPS, sehingga dapat dijadikan menggambarkan hubungan dan pembuatan
bahan rujukan dan mengembangkannya dalam model,
pembelajaran matematika. 6) Memahami, menafsirkan dan menilai ide yng
disajikan secara lisan, dalam tulisan atau dalam
Kemampuan komunikasi matematis siswa yang bentuk visual,
ditelaah dalam penelitian ini ialah kemampuan 7) Mengamati dan membuat dugaan,
menulis apa yang diketahui dan apa yang merumuskan pertanyaan, mengumpulkan dan
ditanyakan, menjelaskan ide matematis, menulis menilai informasi, dan menghasilkan dan
strategi penyelesaian, membuat model atau menyajikan argument yang meyakinkan.
ekspresi matematis untuk pemecahan masalah.
Indikator yang digunakan yaitu menyatakan suatu Sumarmo (2006) mengidentifikasi indikator
situasi dengan gambar dan model matematika, komunikasi matematis yang meliputi kemampuan:
menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika a) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan
secara tertulis. diagram ke dalam ide matematika,
b) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik,
Dalam penelitian ini kemampuan penalaran yang secara lisan dan tulisan dengan benda nyata,
ditelaah adalah penalaran deduktif, yaitu penarikan gambar, grafik dan aljabar,
kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. c) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat bahasa atau simbol matematika,
mutlak benar atau salah dan tidak keduanya d) Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang
bersama-sama. Indikator yang digunakan yaitu matematika,
melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau e) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi
rumus tertentu, memberikan penjelasan terhadap matematika,
model, fakta, sifat-sifat, hubungan atau pola, 3) f) Menyusun konjektur, menyusun argument,
memperkirakan jawaban dan proses solusi, merumuskan definisi dan generalisasi,
mengajukan lawan contoh g) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau
paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
B. KAJIAN TEORI DAN METODE
Selanjutnya Djumhur (Mulyadiana, 2000)
1. Kajian Teori menyebutkan indikator untuk kemampuan
komunikasi matematik secara lisan, yaitu:
a. Kemampuan Komunikasi Matematis (1) Indikator komunikasi lisan dalam representasi
(a) Siswa dapat menyajikan suatu
Komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan penyelesaian dari suatu masalah
ide, gagasan dan pendapat baik secara lisan (b) Siswa dapat memilih cara yang paling
maupun tulisan. Pengertian komunikasi menurut tepat untuk menyajikan jawaban dari suatu
Effendi (Rohaeti, 2008:10) adalah proses masalah
194
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
(c) Siswa dapat menggunakan tabel, gambar, Menurut Sumarmo (2013:6), secara garis besar
model, dll untuk menyampaikan jawaban penalaran matematik digolongkan dalam dua jenis
dari suatu masalah yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
(d) Memberikan saran atau pendapat lain Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan
untuk menjawab suatu permasalahan yang berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran
lebih mudah dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau
(e) Merespon suatu pernyataan atau suatu salah. Beberapa jenis penalaran induktif yaitu:
persoalan dari audiens dalam bentuk 1. Transduktif: penerapan kasus atau sifat khusus
argument yang meyakinkan yang satu pada kasus khusus lainnya.
(f) Mampu mengintrepetasi dan mengevaluasi 2. Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan
ide-ide, symbol, istilah serta informasi keserupaan data atau proses.
matematika 3. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum
(g) Mengungkapkan lambing notasi dan berdasarkan sejumlah data yang teramati.
persamaan matematika secara tepat. 4. Memperkirakan jawaban, solusi atau
(2) Indikator komunikasi lisan dalam diskusi kecenderungan; interpolasi dan ekstrapolasi.
(a) Siswa ikut menyampaikan pendapat 5. Memberi penjelasan terhadap model, fakta,
tentang masalah yang sedang dibahas sifat, hubungan, atau pola yang ada.
(b) Siswa berpartisipasi aktif dalam 6. Menggunakan pola hubungan, menganalisa dan
menanggapi pendapat yang diberikan oleh mensintesa beberapa kasus, dan menyusun
siswa lain konjektur.
(c) Siswa mau mengajukan pertanyaan ketika
ada sesuatu yang tidak dimengerti Indikator penalaran menurut Sumarmo (2007)
(d) Siswa dapat mendengarkan secara serius yaitu: 1) menarik kesimpulan logis; 2) memberikan
ketika siswa lain mengemukakan penjelasan terhadap model, fakta, sifat-sifat,
pendapat. hubungan atau pola; 3) memperkirakan jawaban
dan proses solusi; 4) menggunakan pola hubungan
Adapun yang akan menjadi indikator kemampuan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi,
komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah generalisasi dan menyusun konjektur; 5)
kemampuan siswa untuk menyatakan hubungan mengajukan lawan contoh; 6) mengikuti aturan
benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide inferensi, memeriksa validitas argument,
matematika; menjelaskan ide, situasi, dan relasi membuktikan dan menyusun argument yang valid;
matematik secara tulisan dengan benda nyata, dan 7) menyusun pembuktian langsung, tak
gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa langsung, dan pembuktian dengan induksi
sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika. matematika.
Penalaran matematis merupakan salah satu Quick on the draw merupakan sebuah aktivitas
kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki siswa riset untuk kerja tim dan kecepatan. Tujuannya
dalam mempelajari matematika (NCTM, 2000). adalah menjadi kelompok pertama yang
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir untuk menyelesaikan satu set pertanyaan. Kegiatan
menarik suatu kesimpulan. Menurut Shufer dan pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw
Pierce (Dahlan, 2004), istilah penalaran sebagai di dalamnya dapat membantu siswa untuk
terjemahan dari Reasoning yang didefinisikan membiasakan diri belajar pada sumber, bukan guru
sebagai proses pencapaian kesimpulan logis dan sesuai dengan siswa yang memiliki
berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. karakteristik tidak dapat duduk diam selama lebih
Menurut Galloti (Maesaroh, 2007) penalaran dari dua menit. Quick on the draw akan
adalah cara transformasi informasi yang diberikan memberikan pengalaman mengenai macam-macam
dalam urutan tertentu yang menjangkau keterampilan membaca, yang didorong oleh
kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat kecepatan aktivitas, ditambah belajar mandiri dan
ditarik dari kasus-kasus yang bersifat khusus, kecakapan ujian yang lain, membaca pertanyaan
ataupun sebaliknya, dari hal yang bersifat umum dengan hati-hati, menjawab pertanyaan dengan
menjadi kasus yang bersifat khusus. tepat, serta membedakan materi yang penting dan
yang tidak (Ginnis, 2002:146-147).
195
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
Ginnis (2008:163) mengungkapkan bahwa terdapat Problem Solving artinya penyelesaian masalah.
9 langkah aktivitas quick on the draw, yaitu Jadi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPS)
sebagai berikut: dapat diartikan sebagai aktivitas berfikir keras
1. Siapkan satu set pertanyaan, misalnya sepuluh, secara berpasangan dalam menyelesaikan masalah.
mengenai topik yang akan dibahas. Tiap Pendekatan TAPPS ini lebih menekankan pada
kelompok memiliki satu set pertanyaan sendiri penyelesaian masalah. Pendekatan ini pertama kali
dan setiap pertanyaan harus di kartu terpisah. diperkenalkan oleh Claparade, yang kemudian
Tiap set pertanyaan sebaiknya di kartu dengan digunakan oleh Bloom dan Bloder untuk meneliti
warna yang berbeda. Letakkan set pertanyaan proses pemecahan masalah pada mahasiswa
tersebut di atas meja guru, angka menghadap perguruan tinggi. Selanjutnya pendekatan ini
ke atas dan angka nomor 1 diletakkan paling dikembangkan oleh Lochhead dan Whimbey untuk
atas, meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah
2. Bagi KE dalam kelompok-kelompok kecil. siswa.
Beri warna untuk tiap kelompok, sehingga
mereka dapat mengenali set pertanyaan mereka Berikut merupakan perincian langkah-langkah
di meja guru, pemecahan masalah yang dilakukan oleh problem
3. Tiap siswa dalam tiap kelompok diberi materi solver dan listener yang dikemukakan Stice
sumber yang terdiri dari jawaban untuk semua (1987),
pertanyaan, bisa berupa halaman tertentu dari 1. Dibentuk kelompok yang terdiri dari dua atau
buku teks yang biasanya. Jawaban sebaiknya tiga orang siswa yang berperan sebagai
tidak begitu jelas agar siswa berinisiatif untuk problem solver dan listener. Kemudian
mencari jawaban lengkapnya di buku teks, diberikan permasalahan,
4. Pada kata “mulai”, satu orang (orang pertama) 2. Problem solver mengemukakan semua
dari tiap kelompok berjalan ke meja guru, pendapat serta gagasan yang terpikirkan
mengambil pertanyaan pertama menurut warna kemudian mengungkapkannya dengan kata-
mereka dan kembali membawanya ke kata. Mengemukakan semua langkah yang
kelompok, dilakukan sebelum mulai menyelesaikan suatu
5. Kelompok tersebut berdiskusi mencari masalah,
jawaban pertanyaan dan kemudian jawaban 3. Listener membantu problem solver melihat apa
ditulis di lembar kertas terpisah, yang harus dikerjakan. Hal ini berarti seorang
6. Setelah selesai, jawaban diberikan kepada guru listener harus membuat agar problem solver
oleh orang kedua. Guru memeriksa jawaban. mengungkapkan apa yang problem solver
Jika jawaban akurat dan lengkap, pertanyaan lakukan,
kedua dari tumpukan warna mereka dapat 4. Listener ikut berpikir bersama problem solver,
diambil. Begitu seterusnya. Jika ada jawaban mengikuti setiap langkah dan mengerti setiap
yang tidak akurat atau tidak lengkap, guru langkah tersebut. Jika tidak mengerti, maka
menyuruh siswa tersebut kembali ke kelompok bertanya kepada problem solver,
dan mencoba lagi. Siswa yang menulis, 5. Listener mengikuti dan memeriksa langkah
mengambil pertanyaan, dan mengembalikan penyelesaian masalah yang diambil problem
jawaban harus bergantian, solver dengan cara memeriksa langkah atau
7. Saat satu siswa sedang mengembalikan perhitungan yang dilakukan oleh problem
jawaban, siswa yang lain menandai sumbernya solver, jika listener menemukan kesalahan
dan membiasakan diri dengan isinya, sehingga yang dibuat oleh problem solver, hindarkan
mereka dapat menjawab pertanyaan untuk mengoreksi, bantu problem solver
selanjutnya dengan lebih efisien, memecahkan masalah dengan cara
8. Kelompok yang menang adalah yang pertama memberikan pertanyaan penuntun yang
menjawab semua pertanyaan, mengarah ke jawaban yang benar,
9. Guru bersama siswa menjawab semua 6. Setelah problem solver dapat memecahkan
pertanyaan dan siswa membuat catatan tertulis. masalah, maka siswa bertukar posisi antara
yang bertugas sebagai problem solver dan
d. Pendekatan Thinking Aloud Pair Problem listener untuk menyelesaikan permasalahan
Solving (TAPPS) lain,
7. Langkah 2 sampai 6 terus berulang sampai
Dalam bahasa Indonesia Thinking Aloud artinya semua permasalahan dapat diselesaikan.
berfikir keras, Pair artinya berpasangan dan
196
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
197
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
Tabel 2. Hasil Uji Perbedaan Rataan Data Tabel 3. Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes
Pretes Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Kemampuan Komunikasi Matematis
Matematis Mann-
Aspek Mann- Whitney- Asymp.Sig. H0
Asymp.Sig. (1-tailed)
Kemampuan Whitney- H0 U
(2-tailed)
U Komunikasi
Komunikasi 140,000 0,000 Tolak
556,000 0,284 Terima Matematis
Matematis
Penalaran Hipotesis yang diuji untuk kemampuan
644,500 0,958 Terima komunikasi matematis yaitu:
Matematis
H0 : kemampuan komunikasi matematis siswa
KE tidak lebih baik atau sama dengan KK.
Hipotesis yang diuji untuk kemampuan awal
H1 : kemampuan komunikasi matematis siswa
komunikasi matematis yaitu:
KE lebih baik daripada KK.
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan
awal komunikasi matematis siswa yang
Kriteria pengujian, jika nilai probabilitas (Sig.)
memperoleh KE dan KK.
lebih dari 0,05, maka H0 diterima. Berdasarkan
H1 : Terdapat perbedaan kemampuan awal
Tabel 3, hipotesis nol ditolak, sehingga hipotesis
komunikasi matematis siswa yang
kedua atau hipotesis alternatif (H1) diterima.
memperoleh KE dan KK.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa yang
Kriteria pengujian, jika nilai probabilitas (Sig.)
memperoleh pembelajaran dengan aktivitas quick
lebih dari 0,05, maka H0 diterima. Dari Tabel 2,
on the draw melalui pendekatan thinking aloud
dapat dilihat bahwa hipotesis nol diterima. Artinya
pair problem solving lebih baik daripada yang
tidak terdapat perbedaan kemampuan awal
memperoleh pembelajaran biasa.
komunikasi matematis KE dengan KK.
Tabel 4. Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes
Hipotesis yang diuji untuk kemampuan penalaran
Kemampuan Penalaran Matematis
matematis adalah H0: Tidak terdapat perbedaan
Mann-
kemampuan awal penalaran matematis siswa yang Asymp.Sig.
Whitney- H0
memperoleh KE dan KK. H1: Terdapat perbedaan (1-tailed)
U
kemampuan awal penalaran matematis siswa yang
memperoleh KE dan KK. Penalaran
11,000 0,000 Tolak
Matematis
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa hipotesis nol
diterima. Artinya tidak terdapat perbedaan Untuk kemampuan penalaran matematis, hipotesis
kemampuan awal penalaran matematis KE dengan yang diujinya yaitu:
KK. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 : kemampuan penalaran matematis siswa
sebelum pembelajaran dilakukan siswa kedua kelas KE tidak lebih baik atau sama dengan KK.
(KE dan KK) memiliki kemampuan yang sama H1 : kemampuan penalaran matematis siswa
pada aspek kemampuan komunikasi maupun KE lebih baik daripada KK.
penalaran matematis. Kriteria pengujian, jika nilai probabilitas (Sig.)
lebih dari 0,05, maka H0 diterima.
3. Analisis Data Postes Kemampuan
Komunikasi dan Penalaran Matematis Berdasarkan kriteria pengujian, dapat dilihat pada
Tabel 3 bahwa hipotesis nol ditolak, sehingga
Analisis data postes dilakukan dengan hipotesis kedua atau hipotesis alternatif (H1)
penghitungan uji perbedaan dua rata-rata data diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
postes kemampuan komunikasi dan penalaran kemampuan penalaran matematis siswa yang
matematis KE dan KK menggunakan uji non memperoleh pembelajaran dengan aktivitas quick
parametrik Mann Whitney. on the draw melalui pendekatan thinking aloud
pair problem solving lebih baik daripada yang
memperoleh pembelajaran biasa.
198
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
Hipotesis peningkatan kemampuan komunikasi Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan pada
matematis yang diujikan yaitu: faktor-faktor yang dicermati dalam penelitian
H0 : peningkatan kemampuan komunikasi ini.Faktor-faktor tersebut meliputi pembelajaran
matematis siswa KE tidak lebih baik dengan aktivitas quick on the draw melalui
atau sama dengan KK. penedekatn TAPPS, peningkatan kemampuan
H1 : peningkatan kemampuan komunikasi komunikasi dan penalaran matematis.
matematis siswa KE lebih baik daripada
KK. a. Pembelajaran dengan Aktivitas Quick on
Kriteria pengujian, jika nilai probabilitas (Sig.) the Draw melalui Pendekatan TAPPS
lebih dari 0,05, maka H0 diterima.
Berdasarkan analisis terhadap data hasil penelitian
Pada Tabel 5 di atas terlihat hipotesis nol ditolak diperoleh bahwa siswa yang memperoleh
karena nilai sig. yang kurang dari 0,05. Oleh pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw
karena itu hipotesis alternatif (H1) diterima. melalui pendekatan TAPPS, peningkatan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi dan penalaran
peningkatan kemampuan komunikasi matematis matematisnya lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
aktivitas quick on the draw melalui pendekatan Aktivitas quick on the draw melalui pendekatan
TAPPS lebih baik daripada yang memperoleh TAPPS berpengaruh terhadap kemampuan
pembelajaran biasa. komunikasi dan penalaran matematis.
Tabel 6. Hasil Uji Perbedaan Rataan Secara umum pelaksanaan pembelajaran dengan
Peningkatan Kemampuan Penalaran aktivitas quick on the draw melalui pendekatan
Matematis TAPPS telah berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Beberapa hal yang peneliti temukan
Kemampuan Penalaran Matematis dalam pelaksanaan penelitian mengenai
pembelajaran dengan aktivitas quick on the draw
Mann-Whitney-U 9,500
melalui pendekatan TAPPS antara lain:
Asymp.Sig.(1-tailed) 0,000 1. Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu
peneliti dan guru matematika berdiskusi dan
H0 Tolak melakukan tinjauan pada pembelajaran yang
telah dan akan dilakukan. Selanjutnya, peneliti
Hipotesis peningkatan kemampuan penalaran memberi pengarahan-pengarahan kepada siswa
matematis yang diujikan yaitu: tentang pembelajaran yang akan dilakukan
sesuai dengan skenario yang telah disusun.
Pada kesempatan ini peneliti juga
199
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
menyampaikan pokok bahasan yang akan tanggapan dan masukan agar jawaban atas
diteliti. permasalahan yang diberikan pada LKS atau
2. Pada pertemuan pertama, peneliti mengawali kartu menjadi lebih tepat. Guru memandu
kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan jalannya diskusi siswa. Kemudian siswa
tujuan pembelajaran, memberikan apersepsi dan bersama guru membahas hasil diskusi
motivasi terutama menjelaskan manfaat materi kelompok dengan menunjukan jawaban yang
yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari. tepat. Siswa diberikan kesempatan untuk
Kemudian peneliti menyampaikan pentingnya menanyakan, menjelaskan atau menyimpulkan
memiliki kemampuan komunikasi dan hal-hal yang belum dipahami/diketahui.
penalaran matematis. Selanjutnya peneliti 6. Kemudian peneliti membimbing dan
membagi kelompok siswa dimana setiap mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman
kelompok terdiri dari 2 atau 3 orang yang akan akhir hasil kegiatan diskusi dan bersama guru
berperan sebagai problem solver dan listener menyusun kesimpulan yang tepat. Pada
dengan kemampuan yang heterogen. Siswa kegiatan penutup tersebut, siswa dan guru
diberikan penjelasan mengenai tugas problem melakukan kegiatan refleksi untuk melihat
solver dan listener. Kemudian peneliti kelebihan dan kekurangan dalam prses
membagikan LKS kepada setiap kelompok. pembelajaran, setelah itu siswa diberikan
3. Aktivitas quick on the draw melalui pendekatan pekerjaan rumah (PR).
TAPPS ini merupakan pembelajaran yang baru 7. Setelah pembelajaran selesai, siswa terlihat
bagi siswa, sehingga pada pertemuan pertama lebih bersemangat ketika kelompok mereka
dan kedua siswa masih belum terbiasa menjawab pertanyaan dan memberikan
mengikuti setiap langkah pada kegiatan pendapat dengan tepat. Beberapa siswa yang
pendahuluan. pada pembelajaran biasa hampir tidak pernah
4. Pada kegiatan inti, semua kelompok diberikan aktif dan lebih banyak diam tampak aktif dalam
pengarahan mengenai materi yang akan kelompoknya.
dipelajari, kemudian guru meminta semua
kelompok untuk bersama-sama menelaah soal Untuk mengetahui hasil belajar siswa dari dua
yang diberikan, kemudian menyelesaikan kelas yang menjadi sampel penelitian, maka
permasalahan yang diberikan pada LKS diberikan pretes dan postes.Pretes diberikan
maupun pada kartu. Masing-masing siswa sebelum pembelajaran bertujuan untuk
diminta merencanakan penyelesaian dari memperoleh temuan tentang kemampuan awal
permasalahan yang diberikan. Siswa yang komunikasi dan penalaran matematis siswa
berperan sebagai problem solver bertugas berkenaan dengan materi yang diberikan. Hasil
memberikan penjelasan setiap langkah yang pretes secara umum menunjukkan bahwa para
dilakukan selama penyelesaian masalah kepada siswa dari kedua kelas (KE dan KK) mempunyai
listener. Siswa yang berperan sebagai listener kemampuan yang relatif sama pada aspek
bertugas untuk mendengarkan dan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis.
memperhatikan setiap langkah yang dikerjakan Ini dapat dilihat pada analisis hasil pretes
oleh problem solver dalam memecahkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis
masalah. Jika ada hal yang tidak dipahami, pada Tabel 1.
maka listener dapat mengajukan pertanyaan
kepada problem solver. Jika ada kesalahan Setelah pelaksanaan pembelajaran yang berbeda
pengerjaan yang ditemukan oleh problem selesai, maka pada KE dan KK dilaksanakan
solver, maka listener dapat memberikan postes. Postes yang diberikan bertujuan untuk
pertanyaan penuntun kepada problem solver, mengetahui perolehan hasil belajar siswa setelah
tetapi listener jangan memberikan jawaban proses pembelajaran. Hasil rata-rata postes
yang tepat. berdasarkan pembelajaran yang dipilih dapat
5. Selanjutnya, setelah kegiatan mengerjakan LKS dilihat pada pada Tabel 1.
atau kartu selesai, maka guru memberikan
kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk b. Analisis Peningkatan Kemampuan
menyelesaikan tugasnya secara berlomba- Komunikasi dan Penalaran Matematis
lomba, dan bersiap untuk menyajikan hasil
diskusi kelompok di depan kelas. Siswa Berdasarkan data N-gain kemampuan komunikasi
menyajikan hasil diskusi kelompoknya di depan matematis siswa, diperoleh bahwa rataan N-gain
kelas, sedangkan siswa yang lain memberikan KK adalah 0,39 berarti termasuk dalam kategori
200
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
sedang dan rataan N-gain KE adalah 0,74 berarti daripada yang memperoleh pembelajaran
termasuk dalam ketegori tinggi. Selisih rataan gain biasa.
kemampuan komunikasi matematis antara KE dan 4. Peningkatan kemampuan penalaran
KK adalah sebesar 0,35. Selanjutnya, melalui uji matematis siswa yang memperoleh
statistik diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan pembelajaran dengan aktivitas quick on the
kemampuan komunikasi matematis siswa yang draw melalui pendekatan TAPPS lebih baik
memperoleh pembelajaran dengan TAPPS lebih daripada yang memperoleh pembelajaran biasa
baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti
Selanjutnya, data hasil peningkatan kemampuan mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
penalaran matematis dideskripsikan dan dianalisis. a. Bagi guru matematika, pembelajaran dengan
Kemampuan awal penalaran matematis siswa KK aktivitas quick on the draw melalui pendekatan
dan KE diperoleh dari hasil pretes dan dapat dilihat TAPPS sebaiknya digunakan sebagai salah
bahwa rataan pretes KK adalah 0,17 dengan satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk
simpangan baku 0,38, sedangkan untuk rataan diimplementasikan dalam pengembangan
pretes KE adalah 0,19 dengan simpangan baku pembelajaran matematika di kelas, terutama
0,46. Jika dilihat rataan kemampuan awal KE lebih untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
tinggi dibandingkan dengan KK, perbedaannya dan penalaran matematis siswa.
rataannya sebesar 0,02. Namun secara statistik b. Pembelajaran matematika dengan aktivitas
rataan pretes tersebut menunjukkan bahwa tidak quick on the draw melalui pendekatan TAPPS
terdapat perbedaan secara signifikan antara sebaiknya dapat diterapkan dalam jangka
kemampuan awal siswa KE dengan KK. waktu yang lebih lama, dengan tujuan agar
proses pembelajaran menjadi lebih optimal.
Berdasarkan data N-gain untuk kemampuan c. Untuk menerapkan pembelajaran dengan
penalaran matematis siswa, diperoleh bahwa rataan aktivitas quick on the draw melalui
N-gain KK adalah 0,26 berarti termasuk dalam pendekatan TAPPS, sebaiknya guru
kategori rendah dan rataan N-gain KE adalah 0,69 membuat sebuah skenario dan
berarti termasuk dalam ketegori sedang. Selisih perencanaan yang lebih baik, sehingga
rataan gain penalaran matematis antara KE dan KK pembelajaran dapat berjalan secara sistematis
adalah sebesar 0,43. Selanjutnya, melalui uji sesuai dengan rencana, dan diharapkan guru
statistik diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan menyediakan benda nyata atau model yang
kemampuan penalaran matematis siswa KE lebih sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan.
baik daripada siswa yang memperoleh d. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, tetapi
pembelajaran biasa. pada level sekolah tinggi atau rendah atau
terhadap jenjang pendidikan lainnya seperti
D. KESIMPULAN SD/MI, SMA sederajat, dan perguruan tinggi.
201
P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 2, November 2015
202