Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN YUSUF AL-QARDHAWI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

DAN HADIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah:


Studi Hadis Kontemporer

Penyusun:
Sandi Yulian Prastyo (E95217083)
Dosen Pengampu:
Hasan Mahfudh, M.Hum

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
SURABAYA
2019

1
PEMIKIRAN YUSUF AL-QARDHAWI
Oleh:
Sandi Yulian Prastyo (E95217083)
UIN Sunan Ampel Surabaya
Agustus 2019

Latar Belakang
Islam adalah jalan yang lurus dan suatu sistem yang menengahi dalam
segala aspek. Namun, pada kurun waktu belakangan ini, di tengah-tengah
keinginan untuk membangkitkan kembali Islam yang ortodoks, muncul berbagai
kelompok (kebanyakan dari para muda mudi) yang ingin menginterpretasikan
ajaran Islam sepenuhnya. Penghidupan kembali secara ketat dan menyeluruh,
tanpa memperhatikan konteks zaman pada saat ini. Sikap ini mendaparkan
tantangan keras dari aliran kelompok sekularisme dan atheis. Karena mereka tidak
ingin mensintesiskan antara bidang sosial dan agama.

Di tengah-tengah keramaian tersebut pada zaman sekarang ini, lantas


bagaimana dengan keeksistensian hadis Nabi Muhammad saw. pada keadaan
zaman seperti ini. Di samping terjadinya gerakan purifikasi, muncul pula ulama-
ulama kontemporer yang terkadang mendapat pandangan kurang menyenangkan
dari ulama-ulama Islam ortodoks. Rasa tidak senang itu muncul karena ulama
kontemporer mensintesiskan pemikiran modernis lalu menerapkannya pada Islam.
Salah satu ulama kontemporer yang menerapkannya adalah Muhammad Abduh
(w. 1905). Salah satu pemikiran Muhammad Abduh terhadap hadis yakni, beliau
ingin melepaskan belenggu yang terikat pada awal mula Islam terhadap hadis.
Muhammad Abduh ingin bagaimana Umat Islam itu maju dalam hal pemikiran
seperti barat. Akan tetapi Muhammad Abduh tidak meniru pola sekularisme,
liberalisme, dan materialisme Barat, Muhammad Abduh hanya ingin mengambil
cara pemikiran mereka kemudian mensintesiskan terhadap pemahaman hadis.

Hadis merupakan manhaj yang terinci bagi kehidupan seorang Muslim dan
masyarakat Muslim pada umumnya. Tujuan manhaj tersebut untuk menafsirkan

2
al-Qur’an dalam praktik atau Islam dalam penjabarannya secara kongkret. 1
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Yusuf al-Qard{awi sebagai salah satu
ulama dengan pemikiran kontemporer.

Rumusan Masalah

Pada pembahasan artikel ini, akan dipaparkan mengenai salah satu ulama
kontemporer yaitu Yusuf al-Qard{awi. Berdasarkan pada pemaparan latar
belakang masalah muncul pertanyaan “Bagaimana pemikiran Yusuf al-Qard{awi
terhadap Islam pada umumnya dan hadis pada khususnya?” Pertanyaan tersebut
akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini pada bagian selanjutnya.

Tujuan

Tujuan dibuatnya artikel ini untuk menggali pemikiran Yusuf al-Qard{awi


terhadap Islam pada umumnya dan hadis pada khususnya.

Biografi Yusuf al-Qard{awi

Desa Shafat at-Turab, Mahallah al-Kubra, Gharbiah, Mesir, 7 September


1926, adalah tempat tanggal lahirnya seorang ulama kontemporer yang dipandang
arif dalam bidang keilmuannya. Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah bin
Ali bin Yusuf, sedangkan Qardhawi merupakan nama keluarga yang diambil dari
tempat beliau berasal. Beliau lebih sering dikenal dengan nama Yusuf al-
Qard{awi ulama kontemporer yang berasal dari Mesir.

Dari daerah asalnya beliau merantau ke Kairo. Di Kairo beliau kuliah di


Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dengan masa lima tahun beliau
menyelesaikan pendidikan S1 dan mendapatkan ijazah sarjana pada 1953.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikan S2 dengan mengambil spesialis
pengajaran bahasa Arab di Fakultas Bahasa Arab. Beliau menyelesaikan
pendidikan S2 selama dua tahun dan lulus dengan mendapatkan gelar M.A, ijazah
internasional, dan sertifikat pengajaran. Tak berhenti di jenjang S2, pada tahun
1973, beliau berhasil menyelesaikan pendidikan S3 dan mendapat gelar Phd
(Doctor of Philosophy) dari Fakultas Ushuluddin. Beliau lulus dengan peringkat
1
Yusuf al-Qardhawi, Kayfa Nata’a>mal ma’a al-Sunah al-Nabawiyah. Terj. Muhammad al-Baqir
(Bandung: Karisma. 1993). 21.

3
summa cum laude dengan disertasi yang berjudul az-Zakat wa Atsaruha fi Hill al-
Masyakil al-Ijtimaiyah (Zakat dan Pengaruhnya dalam Memecahkan Masalah-
masalah Sosial Kemasyarakatan).2

Sebagai seorang ulama rakyat, Yusuf al-Qard{awi menghabiskan banyak


waktunya bersama dengan masyarakat. Memberikan kuliah dan khotbah di
masjid, menjadi Imam, ketua pendidikan dan pengajian Islam di universitas.
Beliau juga terlibat di berbagai macam aktifitas kemasyarakatan. Kesibukan dan
pengorbanan beliau menjadikan beliau senantiasa dihormati dan dihargai oleh
sebagian besar umat Islam di seluruh dunia.3

Sebagai seorang ulama yang menempuh jenjang pendidikan sampai pada


gelar doktor, Yusuf al-Qard{awi merupakan ilmuwan yang menguasai pelbagai
macam cabang ilmu pengetahuan. Karya-karya beliau mencapai 120 buku dalam
berbagai bidang ilmu keagamaan. Beliau selalu menghabiskan waktunya hingga
14 jam sehari di perpustakaan rumahnya untuk menulis. Beliau bukan hanya
menghasilkan tulisan akademik, tetapi beliau juga menyumbangkan pelbagai
makalah di dalam majalah dan surat kabar harian di berbagai negara. 4 Di
Indonesia sendiri buku terjemahan hasil karya Yusuf al-Qardhawi sudah
diterjemahkan kurang lebih sekitar 50 judul buku di antaranya:

1. Fiqih prioritas

2. Madrasah Tarbiyyah Hassan al-Banna

3. Sistem Masyarakat Islam dalam al-Qur’an dan Sunnah

4. Bagaimana Cara Memahami Hadis Nabi Muhammad saw.

5. Konsepsi Ilmu dalam Persepsi Rasulullah saw. (Kedudukan Ilmu dan


Ulama

Pemikiran Yusuf al-Qard{awi Secara Umum

2
Ahmad Rey Fahriza, Membedah Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Islam dan Demokrasi (Depok:
Universitas Indonesia. 2014). 5.
3
Zulkifli Hasan, Yusuf Qard{awi dan Sumbangan Pemkirannya, Jurnal GJAT, Vol. 3, Issue 1, Universiti
Sains Islam Malaysia, 54.
4
Ibid.

4
Fazlur Rahman5 adalah seseorang yang mempelopori pemikiran neo-
modernisme Islam, berpandangan bahwa seorang pemikir hebat ialah mereka
yang mempunyai kriteria tertentu. Kriteria tersebut ialah; (a) menemukan suatu
gagasan utama atau prinsip dasar utama yang mengandung segala realitas, lalu ia
menafsirkannya dengan jelas dan menjadikannya sesuatu yang baru dan penting;
(b) Gagasan pokok itu seterusnya mampu merubah pandangan kita dalam
berinteraksi dengan realitas tersebut; (c)mampu mengemukakan suatu
penyelesaian yang baru dan jitu terhadap segala permasalahan yang setelah lama
mengganggu pikiran manusia. Berdasarkan kriteria tersebut Yusuf al-Qardhawi
pastinya sudah memenuhinya.6

Beliau di dalam bukunya7 berpendapat mengenai Islam dan Demokrasi adalah


subtansi (hakikat) demokrasi yang sejalan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
Islam. Hakikat demokrasi yang dimaksud adalah yang sesuai dengan Islam,
seperti yang beliau jelaskan: “Bahwa rakyat memilih orang yang akan memerintah
dan menata persoalan mereka, tidak boleh dipaksakan kepada mereka (penguasa)
yang tidak disukainya. Mereka diberi hak untuk mengoreksi penguasa bila ia
keliru, diberi hak untuk mencabut dan menggantinya bila ia menyimpang, mereka
tidak boleh digiring dengan paksa untuk mengikuti berbagai system ekonomi,
sosial, dan politik yang tidak mere kenal dan tidak mereka sukai. Bila sebagian
dari mereka menolak, maka mereka tidak boleh disiksa, dianiaya, dan dibunuh.”8

Di lain corak pemikiran Yusuf al-Qard{awi, beliau juga menuangkan


pemikirannya terhadap sekularisme, yang mana sekularisme ini beliau anggap
tidak bersinergi dengan ajaran Agama Islam. Sekularisme adalah suatu tindakan di
bidang sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang tidak mau mensintesiskan
dengan bidang agama. Karena menurut mereka setiap bidang, mempunyai ruang
lingkupnya masing-masing, tidak bisa asal disintesiskan beitu saja.

5
Dikutip dalam Zulkifli Hasan,
6
Ibid. 57.
7
Buku Fiqih Negara dan Ijtihad Terbaru Seputar Demokrasi Multipartai, dikutip dalam Ahmad Rey Fahriza.
8
Ahmad Rey Fahriza, Membedah Pemikiran 8.

5
Sekularisme sendiri muncul sudah cukup lama akibat dari doktrin gereja yang
diterapkan di barat. Salah satu contoh dari doktrin Gereja yaitu adanya kurungan
terhadap kebebasan ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang menjadi sasaran
pihak Gereja adalah Galileo Galilei (w. 1642) seorang fisikawan yang berhasil
mengembangkan teori dari Nicholas Copernicus (w. 1543) yaitu teori heliosentris.
Galileo menjadi sasaran gereja karena menolak teori gereja terhadap perputaran
tata surya yaitu teori geosentris.

Yusuf al-Qard{awi mengatakan bahwa sekularisme muncul di Barat (Kristen)


disebabkan oleh pemisahan antara kekuatan Tuhan dan Negara.9 Faktor pemisah
antara kekuasaan dan agama inilah yang menyebabkan cepatnya perkembangan
sekularisme, apalagi di Barat telah terjadi apa yang disebut dengan trauma sejarah
terhadap Gereja, ketika Gereja berkuasa telah terjadi pengalaman yang
menakutkan, telah terjadi banyak perpecahan dan pertumpahan darah. Seperti
diungkapkan al-Attas, pada akhirnya umat Kristen mencari penguatan dari Bibel
dengan mengatakan bahwa dalam ajaran Kristen, terdapat ajaran tentang
sekularisasi. Tapi kenyataannya hal tersebut tidak benar dan itu hanya penafsiran
Barat terhadap Bibel saja, dan bukan dari ajaran Bibel sendiri. Karena sekularisasi
muncul dengan maksud untuk mendamaikan ketegangan antara filsafat dan
agama.10

Al-Qard{awi mengungkapkan bahwa di dalam Islam tidak ada pemisahan


antara Agama dan Negara. Al-Qur’an telah memaparkan tentang politik, bahkan
politik merupakan aktifitas Rasulullah saw. dan para Khulafa’ ar-Rashidin. Para
ulama telah mendefinisikanpolitik sebagai berikut: politik adalah untuk
melanjutkan peran Rasulullah saw. dalam penegakan agama dan pengaturan
dunia. Jelaslah sudah bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara Agama dan
Negara.11

9
M. Syukri Ismail, Kritik Terhadap Sekularisme, Pandangan Yusuf al-Qard{awi, Jambi, STAI YASNI
Muara Bungo. 18.
10
Ibid.
11
Ibid.

6
Di lain bidang pada buku karya beliau yang berjudul “Islam Ekstrem”, inti
pokok dari buku ini adalah bahwa Islam merupakan 12 jalan tengah dalam segala,
baik dalam hal konsep, akidah, ibadah, perilaku, hubungan dengan sesame
manusia maupun dalam perundang-undangan. Peryataan inilah yang dimaksud
dengan “Islam adalah jalan yang lurus” seperti yang sudah disebutkan di atas.

Islam mengajak kepada jalan tengah dan larangan untuk berbuat ekstrem
dalam beragama, karena dalam bentuk kegiatan ektrem dalam keberagamaan,
seseorang tersebut akan dibinasakan oleh agama itu sendiri, dan juga dapat
menimbulkan bencana yang biasa mengiringi sikap ekstrem dalam beragama.
Dikutip dalam buku beliau,13 Nabi Muhammad saw. pernah marah kepada seorang
sahabatnya, yakni Mu’adz ketika ia sedang sholat bersama orang banyak lalu
sangat memanjangkan bacaannya, sehingga salah seorang di antara mereka
mengadukan kepada Rasulullah saw. sampai beliau berkata kepadanya: “Apakah
engkau akan menimbulkan fitnah (bencana) hai Mu’adz?” Dan beliau mengulang
perkataan ini tiga kali. (H.R. Bukhari).

Bahwa umur manusia itu pendek, dan kebiasaan bersikap keterlaluan dalam
agama tidak mudah. Sebab manusia bersifat mudah bosan dan kemampuannya
pun terbatas. Bila sehari ia dapat bersabar atas sesuatu yang melampaui batas dan
menyulitkan, tak lama kemudian ia pun akan merasa kepayahan dengan adanya
sikap kelewatan dan menyulitkan itu, lalu memutuskan amal meskipun sedikit
saja daripadanya, atau kalua tidak, ia segera mengambil jalan lain yang bertolak
belakang.14 Dikutip dari buku beliau, “Bebankanlah olehmu perbuatan-perbuatan
yang kamu sendiri mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah SWT tidak
akan jemu kepadamu sehingga kamu jemu; dan sesungguhnya perbuatan yang
paling disukai Allah adalah yang dikerjakan secara continue, walaupun hanya
sedikit.” (H.R Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i dari Aisyah r.a).15

Pemikiran Yusuf al-Qard{awi Secara Khusus (Hadis)


12
Yusuf al-Qard{awi, Islam Ekstrem, Analisis dan Pemecahannya, Terj. Alwi A.M (Bandung: Mizan. 1985).
16.
13
Ibid. 22.
14
Ibid.
15
Ibid. 23.

7
Ada beberapa cara dan petunjuk yang digunakan dalam memahami as-
Sunnah an-Nabawiyyah dengan baik. Yusuf al-Qard{awi menyebutkan metode
tersebut di dalam bukunya16 yang berjudul kayfa nata’a>mal ma’a al-Sunah al-
Nabawiyah di antaranya: (a) Memahami as-Sunnah sesuai dengan petunjuk al-
Qur’an; (b) Memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakang, situasi
dan kondisi, serta tujuannya ketika diucapkan; (c) Membedakan sarana yang
berubah-ubah dan yang tetap; (d) Memahami antara ungkapan yang bermakan
sebenarnya dan yang bersifat majazdalam memahami hadis; (e) Membedakan
antara alam ghaib dan alam kasatmata; (f) Memastikan makna dan konotasi kata-
kata dalam hadis.

Sebagaimana contoh hadis yang terdapat di dalam buku karangan Yusuf al-
Qard{awi>, kayfa nata’a>mal ma’a al-Sunah al-Nabawiyah, di sana beliau
mengambil contoh hadis mengenai tas{wi>r (lukisan atau gambaran).17 Setelah
dilacak ternyata hadis tersebut terdapat di dalam kitab al-Bukha>ri>. Sebagaimana
bunyi hadisnya:

‫ فِي َدا ِر يَ َس ا ِر بْ ِن‬،‫وق‬ َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن ُم ْس لِ ٍم‬،‫ش‬


ٍ ‫ ُكنَّا م ع مس ر‬:‫ال‬
َََُْ ُّ ‫الح َم ْي ِد‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا األَ ْع َم‬،‫ َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن‬،‫ي‬ ُ ‫َح َّد َثنَا‬

ُ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬


‫ إِ َّن‬:‫ول‬ َ َ‫ ق‬،‫ت َع ْب َد اللَّ ِه‬
ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬
َ ‫ت النَّبِ َّي‬ ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬ ِ ِ ِ ‫ َفرأَى فِي‬،‫نُم ْي ٍر‬
َ ‫ص َّفته تَ َماث‬
َ ‫ َف َق‬،‫يل‬ ُ َ َ
ِ ِ ِ ِ
‫ص ِّو ُرون‬ ُ ‫َّاس َع َذابًا ع ْن َد اللَّه َي ْو َم القيَ َامة‬
َ ‫الم‬ ِ ‫أَ َش َّد الن‬
18

“Telah menceritakan kepada kami H{umaidi, telah menceritakan kepada


kami Sufya>n, telah menceritakan kepada kami al-A’mash, dari Muslim,
berkata: kami bersama Masru>q di kediaman Yasa>r bin Numair, melihat
barisan patung-patung, maka berkata: aku mendengar dari ‘Abdullah, berkata:
aku mendengar dari Nabi saw. beliau bersabda: ‘Sesungguhnya manusia yang
paling keras siksaanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang gambar
(patung).’”

16
Yusuf al-Qardhawi, Kayfa Nata’a>mal, pada bab III, 93-195.
17
Ibid. 196.
18
Abi> Yahya> Zakariyya>, Tufatu al-Ba>ri> Syarh S}ahi>h al-Bukha>ri> (Beirut: Da>r al-Kutub al-
Ilmiyyah. 2008). Juz 6. 48.

8
ِ ‫ ر‬،‫َن َع ْب َد اللَّ ِه بْن عُم ر‬
‫ض َي‬ َ ََ َ ٍ َ‫س بْ ُن ِعي‬
َّ ‫ أ‬،‫ َع ْن نَ افِ ٍع‬،‫ َع ْن عَُب ْي ِد اللَّ ِه‬،‫اض‬ ِ ِ ُ ‫يم بْ ُن‬
ُ َ‫ َح َّد َثنَا أَن‬،‫الم ْن ذر‬
ِ ِ
ُ ‫َح َّد َثنَا إ ْب َراه‬
ُّ ‫ص َنعُو َن َه ِذ ِه‬
‫الص َو َر ُي َع َّذبُو َن َي ْو َم‬ ِ َّ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
َ ‫ إِ َّن الذ‬:‫ال‬
ْ َ‫ين ي‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫ أ‬:ُ‫اللَّهُ َع ْن ُه َما أَ ْخَب َره‬
19
‫َحيُوا َما َخلَ ْقتُ ْم‬ ُ ‫ ُي َق‬،‫القيَ َام ِة‬
ْ ‫ أ‬:‫ال ل َُه ْم‬
ِ

“Telah menceritakan kepada kami Ibra>hi>m bin al-Mundhir, telah


menceritakan kepada kami Anas bin ‘Iyad}, dari ‘Ubaidillah, dari Na>fi’, dari
‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya mereka yang
membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat, dikatakan kepada
mereka: Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.’”

Hadis-hadis di atas menjelaskan mengenai hukuman yang akan diberikan di


akhirat kelak kepada orang yang membuat gambar, dan secara langsung
Rasulullah melarang untuk membuat gambar. Akan tetapi sebelum menarik
kesimpulan bahwasanya umat Islam dilarang untuk membuat gambar, alangkah
baiknya untuk mendalami makna arti kata S{u>rah.

Di dalam kamus Mahmud Yunus,20 kata S{u>rah berarti “gambar, rupa,


bentuk”, kemudian kata Mus{awwir berarti “tukang gambar”, kata Tas{wi>r
berarti “hal menggambar”, dan kata Tas{wi>rah jamak dari Tas{a>wi>r berarti
“gambar patung, lukisan”.

Berdasarkan asbabul wurud dari hadis-hadis gambar, diketahui patung atau


gambar yang disebut yaitu gambar atau patung tiga dimensi atau gambar mahluk
bernyawa yang ketika ditiupkan ruh kepadanya maka akan hidup.21

Sedangkan secara antropologis, keadaan masyarakat ketika hadis itu


disabdakan berada dalam situasi masyarakat trasnsisi dari kepercayaan animisme
dan politeisme ke kepercayaan monoteisme, oleh karena itu pelarangan itu sangat
relevan. Hadis itu sangat terkait dengan kebiasaan masyarakat dulu yang masih

19
Ibid.
20
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Ciputat: PT Mahmud Yunus wa Dhurriyyah. 2010). 223.
21
Iffa Yuliani, Pemahaman H{adis Tentang Gambar; Analisis Makna ‫ سورة‬Dalam H{adis (Semarang: UIN
Walisongo. 2016). 76.

9
rentan terhadap kemusrikan, yaitu kebiasaan menyembah patung-patung berhala
yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.22

Dengan demikian, gambar atau patung yang dimaksud di dalam hadis-hadis


tersebut yaitu gmbar makhluk yang bernyawa atau tiga dimensi, yang mana
adanya gambar atau patung tersebut dapat dikhawatirkan menyebabkan
masyarakat terjerumus pada praktik penyembahan berhala. Sehingga munculah
hukum yang mengharamkan perbuatan, pemasangan, maupun memiliki gambar
maupuun gambar tersebut dengan ancaman yang sangat berat di hari kiamat, serta
malaikat pembawa rahmat dan berkah tidak akan masuk kerumah yang ditinggali.

Dari paparan tersebut dapat diambil intisari, pemaknaan hadis ini berdasarkan
dua masa yaitu, pada masa pra-Islam (masa Nabi Muhammad) dan pada masa
sekarang.

1. Masa pra-Islam (masa Nabi Muhammad).

Dapat dipahami bahwa kondisi masyarakat pada masa itu barusaja


mengalami masa peralihan dari yang dulunya menyembah berhala kepada
agama Islam yang dibawakan Nabi, sehingga larangan tersebut sesuai
dengan masanya.

2. Masa sekarang.

Pada masa sekarang pemahaman hadis-hadis hukum gambar tidak relevan.


Karena masyarakat pada masa sekarang lebih mengedepankan nilai estetika
dan nilai jual terhadap suatu gambar, serta masyarakat sekarang berbeda
dengan masyarakat dahulu yang mana pada saat ini keimanan seseorang
tidak terpengaruh dengan hal-hal tersebut. Jika semua keraguan sudah
hilang, maka haram itupun akan berubah menjadi mubah.

Menurut Imam T{abari: “yang dimaksud dalam hadis tersebut yaitu orang-
orang yang mengambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia
mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau
22
Ibid.

10
tidak ada maksud seperti di atas maka dia tergolong orang yang berdosa sebab
menggambar saja.23

Kesimpulan

Dari uraian yang sudah dijelaskan di atas, dapat dipandang bahwa pemikiran
Yusuf al-Qard{awi terhadap Islam dan hadis bersifat moderat. Sebagai tokoh
ulama kontemporer, beliau biasa mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan
perpustakaan hingga 14 jam dalam sehari. Pemikiran beliau terhadap hadis bisa
dilihat pada pembahasan mengenai hadis Nabi Muhammad saw. tentang
tas{wi>r. Beliau melihat dalam sudut apa hadis itu muncul dan mengapa umat
Islam dilarang untuk membuat gambar atau lukisan. Dalam memahami hadis di
atas beliau memperhatikan makna konotasi dan denotasinya, kemudian melihat
dari sisi keilmuan antropologis sehingga tidak menimbulkan kebingungan dalam
memahami hadis.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qard{awi, Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Terj. Mu’ammal


Hamidi> (Surabaya: PT Bina Ilmu. 1993).

23
Yusuf al-Qard{awi, Halal dan Haram dalam Islam. Terj. Mu’ammal Hamidi> (Surabaya: PT Bina Ilmu.
1993). 96.

11
Al-Qardhawi, Yusuf. Kayfa Nata’a>mal ma’a al-Sunah al-Nabawiyah.
Terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Karisma. 1993).

Al-Qard{awi, Yusuf. Islam Ekstrem, Analisis dan Pemecahannya, Terj.


Alwi A.M (Bandung: Mizan. 1985).

Fahriza, Ahmad Rey. Membedah Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang


Islam dan Demokrasi (Depok: Universitas Indonesia. 2014).

Hasan, Zulkifli. Yusuf Qard{awi dan Sumbangan Pemkirannya, Jurnal


GJAT, Vol. 3, Issue 1, Universiti Sains Islam Malaysia.

Ismail, M. Syukri. Kritik Terhadap Sekularisme, Pandangan Yusuf al-


Qard{awi, Jambi, STAI YASNI Muara Bungo.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia (Ciputat: PT Mahmud Yunus wa


Dhurriyyah. 2010).

Yuliani, Iffa. Pemahaman H{adis Tentang Gambar; Analisis Makna ‫سورة‬


Dalam H{adis (Semarang: UIN Walisongo. 2016).

Zakariyya>, Abi> Yahya>. Tufatu al-Ba>ri> Syarh S}ahi>h al-


Bukha>ri> (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah. 2008). Juz 6.

12

Anda mungkin juga menyukai