Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA


DIRUANG ABIMANYU RSUD SANJIWANI GIANYAR

OLEH
NI KETUT MERTA ASIH
NIM: 20089142220

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN ANEMIA DIRUANG ABIMANYU RSUD SANJIWANI GIANYAR
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam darah.
(WHO,2015). National Institute of Health(NIH) Amerika 2011 menyatakan bahwa
anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup
(Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).
Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar sel
darah merah dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan masalah
kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen
ke jaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk
kelelahan dan stress pada organ tubuh. Anemia sebenarnya adalah sebuah tanda dari
proses penyakit bukan penyakit itu sendiri (Proverawati, A, 2011)

2. Penyebab
Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi, infeksi atau
ganguan genetik.Yang paling sering terjadi adalah anemia yang disebabkan oleh
kekurangan asupan zat besi.Kehilangan darah yang cukup banyak, seperti saat
menstruasi, kecelakaan dan donor darah berlebihan jugadapat menghilangkan zat besi
dalam tubuh.Wanita yang mengalami menstruasi setiap bulan berisiko menderita
anemia. Kehilangan darah secara perlahan-lahan di dalam tubuh, seperti ulserasi polip
kolon dan kanker kolon juga dapat menyebabkan anemia.(Briawan, 2014).
Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering timbul pada anak-anak
dan remaja.Aplastic anemia terjadi bila sel yang memproduksi butiran darah merah
tidak dapat menjalankan tugasnya.Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi,
kemoterapi atau obat tertentu.
Adapun jenis berikutnya adalah haemolityc anemia, yang terjadi karena sel darah
merah hancur secara dini, lebih cepat dari kemampuan tubuh untuk
memperbaharuinya. Penyebab anemia jenis ini bermacam-macam, bisa bawaan
seperti talasemia atau sickle cell anemia (Adriani & Wirjatmadi, 2014).
Menurut Dr. Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda Veretamala (2017) dalam
bukunya yang berjudul Gizi Anak Dan Remaja penyebab anemia antara lain :
a. Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi
Peningkatan kebutuhan zat besi pada massa remaja memuncak pada usia antara 14-
15 tahun untuk perempuan dan satu sampai dua tahun kemudian pada laki-laki.
Setelah kematangan seksual, terjadi penurunan kebutuhan zat besi, sehingga
terdapat peluang untuk memperbaiki kekurangan zat besi terutama pada remaja
laki-laki. Sedangkan pada remaja perempuan, menstruasi mulai terjadi satu tahun
setelah puncak pertumbuhan dan menyebabkan kebutuhan zat besi akan tetap
tinggi sampai usia reproduktif untuk mengganti kehilangan zat besi yang terjadi
saat menstruasi.Itulah sebabnya kelompok remaja putri lebih rentan mengalami
anemia dibanding remaja putra.
b. Kurangnya Asupan Zat Besi
Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya asupan dan buruknya
bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi, yang berlawanan dengan
tingginya kebutuhan zat besi pada masa remaja.
c. Kehamilan pada Usia Remaja Masih
Adanya praktik tradisional pernikahan dini di negara-negara di Asia Tenggara
juga berkontribusi terhadap kejadian anemia gizi besi. Pernikahan dini umunya
berhubungan dengan kehamilan dini, dimana kehamilan meningkatkan
kebutuhan zat besi dan berpengaruh terhadap semakin parahnya kekurangan zat
besi dan anemia gizi besi yang dialami remaja perempuan.
d. Penyakit Infeksi dan Infeksi Parasit
Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit di negara berkembang juga
dapat meningkatkan kebutuhan zat besi dan memperbesar peluang terjadinya
status gizi negatif dan anemia gizi besi.
e. Sosial-Ekonomi
Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan kejadian anemia, remaja yang
tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak memiliki pilihan dalam menentukan
makanan karena ketersediaannya yang lebih luas di bandingkan pedesaan. Hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menunjukan bahwa masyarakat pedesaan
(22,8%) lebih banyak mengalami anemia di bandingkan dengan masyarakat yang
tinggal di perkotaan (20,6%).
f. Status Gizi
Ditemukan hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia. Remaja dengan
status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali dibandingkan
remaja dengan status gizi normal. Hal tersebut juga di dukung oleh studi yang di
lakukan oleh Briawan dan Hardinsyah (2010) bahwa status gizi normal dan lebih
merupakan faktor protektif anemia.
g. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku
petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.
Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang
berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Pada beberpa penelitian terkait anemia
ditemukan pula pada mereka yang memiliki pengetahuan yang rendah terkait
anemia.

3. Patofisiologi
Perjalanan keadaan kurang gizi besi mulai dari terjadinya anemia sampai dengan
timbulnya gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa tahap :
a. Tahap I
Terdapat kekurangan zat besi di tempat-tempat cadangan besi (depot ion), tanpa
disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan konsentrasi besi dalam
serum (SI). Pada pemeriksaan didapat kadar ferritin berkurang.
b. Tahap II
Selanjutnya kemampuan ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang diikuti
dengan penurunan besi dalam serum (SII) dan jenuh (saturasi) transferrin. Pada
tahap ini mungkin anemia sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat
normokrom normositik.Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang kekurangan zat
besi (iron defici byent erythropoiesis).
c. Tahap III
Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang tambah nyata
dengan gambaran tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.
d. Tahap IV Hemoglobin (Hb) rendah sekali.
Sumsum tulang tidak mengandung lagi cadangan besi, kadar besi plasma (SI)
berkurang. Jenuh transferrin turun dan eritrosit jelas bentuknya hipokrom
mikrositik. Pada stadium ini kekurangan besi telah mencapai jaringan-
jaringan.Gejala klinisnya sudah nyata (Yuni, 2015)
Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi

Perfusi Perifer
Tidak Efektif

Defisit Nutrisi
4. Gejala Klinis
a. Anemia ringan
Anemia ringan dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, karena jumlah sel
darah merah yang rendah menyebabkan berkurangnya pengiriman oksigen ke setiap
jaringan dalam tubuh. Anemia ringan biasanya tidak menimbulkan gejala apapun,
tetapi anemia secara perlahan terus-menerus (kronis), tubuh dapat beradaptasi dan
mengimbangi perubahan, dalam hal ini mungkin tidak ada gejala.apapun sampai
anemia menjadi lebih berat. Menurut Proverawati, A (2011) gejala anemia
diantaranya :
1) Kelelahan
2) Penurunan energy
3) Kelemahan
4) Sesak nafas
5) Tampak pucat
b. Anemia Berat
Beberapa tanda yang menunjukan anemia berat pada seseorang (Proverawati, A,
2011) diantaranya :
1) Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan lengket dan berbau busuk,
berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika anemia karena kehilangan darah
melalui saluran pencernaan.
2) Denyut jantung cepat
3) Tekanan darah rendah
4) Frekuensi pernafasan cepat
5) Pucat atau kulit dingin
6) Kelelahan atau kekurangan energy
7) Kesemutan
8) Daya konsentrasi rendah
5. Dampak
Anemia memiliki dampak buruk pada kesehatan bagi penderitanya, terutama pada
golongan rawan gizi yaitu, anak balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui
dan juga pekerja. Menurtut (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017) dampak anemia
sebagai beritkut :
a. Menurunkan Daya tahan terhadap infeksi
Defisiensi zat besi menyebabkan menurunnya daya tahan terhadap penyakit
infeksi dan meningkatnya kerentanan mengalami keracunan. Pada populasi yang
mengalami kekurangan zat besi, kematian akibat penyakit infeksi meningkat
karena kurangnya zat besi berdampak pada system imun.
b. Mengganggu Produktivitas kerja
Selain itu, anemia juga berdampak pada produktivitas kerja dan juga menyebabkan
kelelahan .
c. Berdampak saat kehamilan
Anemia yang terjadi pada massa hamil berhubungan dengan kejadian BBLR
(Berat Bayi Lahir Rendah) dan peningkatan risiko kematian ibu dan bayi perinatal.
Selama kehamilan, anemia diasosiasikan dengan peningkatan kesakitan dan
kematian.Anemia tingkat berat diketahui merupakan faktor risiko kematian
ibu.Untuk janinnya sendiri, anemia selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
BBLR, kelahiran prematur, dan defisiensi zat besi serta anemia pada bayi
nantinya.

6. Klasifikasi
Menurut NACC (2009) dalam Permatasari (2016) berikut merupakan klasifikasi dari
anemia :
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi
dalam darah. Konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena pembentukan
sel darah merah terganggu, akibatnya ukuran sel darah merah menjadi kecil
(microcytic), kandungan hemoglobin menjadi rendah (hypochromic). Semakin
berat kekurangan zat besi dalam darah, makan semakin berat pula tingkat anemia
yang diderita.
b. Anemia Defisiensi Asam Folat.
Anemia defisiensi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau makrositik.
Dalam anemia defisiensi asam folat, keadaan sel darah merah tidak normal dengan
ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya
adalah asam folat dan atau vitamin B12 kurang di dalam tubuh. Kedua zat tersebut
diperlukan dalam pembentukan nucleoprotein untuk proses pematangan sel darah
merah dalam sumsum tulang.
c. Anemia Defisiensi B12
Anemia defisiensi B12 disebut juga pernisiosa, keadaannya dan gejala seperti
anemia gizi asam folat. Anemia jenis ini disertai gangguan pada sistem alat
pencernaan bagian dalam. Ketika kronis dapat merusak sel-sel otak dan asam
lemak menjadi tidak normal serta posisi pada dinding sel jaringan saraf juga
berubah. Dikhawatirkan, akan mengalami gangguan kejiwaan.
d. Anemia Defisiensi B6
Anemia defisiensi B6 disebut juga siderotic. Keadaannya mirip dengan anemia gizi
besi, tetapi jika darah diuji secara laboratorium, serum besinya normal.
Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukan) hemoglobin.

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik anemia menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu:
a. Tanda-tanda anemia umum :
1) Pucat
2) Takhikardi
3) Pulpus celer
4) Suara pembuluh darah spontan
5) Bising karotis
6) Bising sistolik anorganik
7) Pembesaran jantung.
b. Manifestasi khusus pada anemia :
1) Defisiensi besi: spoon nail, glossitis
2) Defisiensi B12: paresis, ulkus di tungkai
3) Hemolitik: ikterus, splenomegaly
4) Aplastik: anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut Nurarif & Kusuma (2015, hal. 37) terdiri dari
beberapa pemeriksaan diagnostik:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi
anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen
berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV dan MCHC), apusan darah
tepi.
2) Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trambosit, laju endap darah
(LED), dan hitung retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
keadaan system hematopoiesis.
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini untuk mengomfirmasi dugaan
diagnosis awal yang memiliki komponen berikut ini :
a) Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, feritin serum.
b) Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
c) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
d) Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
e. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat,
faal hati, biakan kuman.
f. Radiologi: tork, bone survey, USG, atau linfangiografi.
g. Pemeriksaan sitogenetik
h. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR= polymerase chain raction, FISH=
fluorescence in situ hybrization)
9. Therapy
1. Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dpsis 5mg/kgBB
sebelum makan atau 5 mg/KgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis. Diberikan
sampai 2-3 bulan sejak HB kembali normal
2. Pemberian Vitamin C 2x50mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi
3. Pemberian asam folat 2x5-10mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2013)
10. Pencegahan dan Penanggulangan
Menurut Zulaekah (2012), ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mengatasi
anemia, diantara nya :
a. Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi
Untuk meningkatkan asupan makanan sumber zat besi yaitu dengan pola makan
yang bergizi dan seimbang, yang terdiri dari aneka ragam makanan, terutama
sumber pangan hewani yang kaya akan zat besi (besi heme) dalam jumlah yang
cukup dan sesuai dengan AKG, contohnya adalah hati, ikan, daging dan ungags.
Begitu juga dengan sumber pangan nabati yang kaya akan zat besi (besi non-
heme), walaupun penyerapan lebih rendah dibandingkan dengan hewani. Contoh
pangan sumber nabati adalah sayuran yang berwarna hijau tua dan kacang-
kacangan. Namun untuk meningkatkan penyerapan zat besi dari sumber nabati
perlu mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk,
jambu. Penyerapan zat besi dapat dihambat oleh zat lain, seperti tannin, fosfor,
serat, kalsium, dan fitat.

b. Suplementasi zat besi


Suplementasi zat besi sangat perlu dikonsumsi oleh penderita anemia, karena
ketika keadaan dimana zat besi dari makanan tidak mencukupi kebutuhan
terhadap zat besi, maka dapat diperoleh dari suplementasi zat besi. Pemberian
suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu bertujuan untuk
meningkatkan simpanan zat besi didalam tubuh. Suplementasi Tablet Tambahan
Darah (TTD) pada remaja dan WUS adalah salah satu upaya pemerintah di
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan asupan zat besi. Dengan pemberian TTD
dengan dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan mampu meningkatkan
cadangan besi di dalam tubuh.
c. Hindari minum kopi, teh, atau susu sehabis makan karena hal tersebut dapat
mengganggu proses penyerapan zat besi dalam tubuh.
d. Transfusi darah.
Tambahan darah sesuai dengan kebutuhan akan cepat mengembalikan jumlah sel
darah merah dalam kondisi normal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan menurut (Sugeng Jitowiyono,2018).
a. Identitas klien dan keluarga
Nama, umur, TTL, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu, agama,
pendidikan, alamat
b. Keluhan utama
Biasanya kien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan,
kelemahan, pusing.
c. Riwayat kesehatan saat ini
Klien pucat, kelemahan, sesak napas, adanya gejala gelisah, diaphoresis,
takikardi, dan penurunan kesadaran.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Prenatal: apakah selama hamil ibu memiliki kebiasaan
merokok dan minum-minuman keras
2) Intranasal : lama persalinan, kondisi anak saat persalinan,
komplikasi persalinan, terapi yang diberikan, cara melahirkan,
dan tempat melahirkan
3) Postnatal : Keadaan anak setelah dilahirkan (usaha nafas,
kebutuhan resusitasi APGAR score, tangisan bayi, obat-obatan
yang diberikan setelah lahir, ada tidaknya trauma lahir, ada
tidaknya narcosis dan keluarnya urin/BAB
4) Penyakit yang pernah diderita sebelumnya seperti anemia
5) Riwayat hospitalisasi (injury/kecelakaan dan alergi)
6) Riwayat imunisasi
e. Riwayat pertumbuhan
f. Tingkat perkembangan
Yang dikaji dalam tingkat perkembangan adalah mulai dari perkembangan
sosial anak, motoric halus, bahasa dan motoric kasar anak
g. Riwayat sosial
Bagaimanakah hubungan anak dengan anggota keluarga dan
bagaimanakah hubungan anak degan teman sebayanya
h. Riwayat kesehatan keluarga
1) Sosial ekonomi
2) Lingkungan rumah
3) Riwayat anemia dalam keluarga
4) Riwayat penyakit-penyakit, seperti kanker, jantung hepatitis, DM,
asma, penyakit-penyakit infesi saluran pernapasan.
5) Genogram
i. Pola kesehatan
1) Pemelliharaan dan persepsi kesehatan
2) Nutrisi (makanan dan cairan)
3) Aktifitas
4) Tidur dan istirahat
5) Eliminasi
6) Pola hubungan
7) Kognitif
8) Konsep diri
9) Seksual
10) Nilai
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
Apakah klien tampak lemah sampai sakit berat.
2) Kesadaran :
Apakah klien tampak compas mentis kooperatif sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma.
3) Tanda-tanda vital :
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan faktor pada
sebagian besar gangguan hematologic, namun takikardia dan takipnea
mungkin harus diperlukan
4) TB dan BB
5) Kulit :
Apakah kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat
perdarahan dibawah kulit. Pada pasien anemia biasanya ditemukan
kulit pucat, kemerahan, icterus, purpura, petekie, ekimosis, tanda-
tanda pruritus (tanda garukan), sianosis atau warna kecoklatan akan
mungkin terlihat
6) Mata
Apakah ada kelainan bentuk mata, konjungtiva anemis, kondisi sclera,
terdapat perdarahan subkonjungtiva, keadaan pupil, palpebral dan
reflek cahaya. Pada pasien anemia mungkin akan terlihat sklera
ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina, atau pandangan kabur
7) Hidung
Apakah ada kelainan bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari
hidung, atau gangguan fungsi penciuman.
8) Telinga
Apakah ada kelainan bentuk fungsi pendengaran.
9) Mulut
Apakah ada kelainan bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah
kering, bibir pecah-pecah, atau perdarahan. Pada pasien anemia
mungkin ditemukan mukosa dan gusi yang pucat
10) Leher :
Apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid membesar,
dan kondisi distensi vena jugularis. Limfadenopati atau nyeri tekan
pada nodus limpe dapat dipalpasi
11) Thoraks :
Periksa pergerakan dada, adakah pernapasan cepat atau irama napas
tidak teratur. Pada jantung mungkin akan terdengar murmur dan
terdapat suara napas tambahan apabila terjadi gagal jantng kongesti
12) Abdomen :
Periksa apakah ada pembesaran hati, nyeri, bising usus, dan bias di
bawah normal.Pada pasien anemia mungkin ditemukan rasa nyeri
tekan pada abdomen, hepatomegaly atau splenomegali dapat
dipalpasi
13) Genetalia :
Pada laki-laki apakah testis sudah turun ke dalam skrotum dan pada
perempuan apakah labia minora tertutup labia mayora. Darah dalam
urine dan perdarahan menstruasi yang berlebihan atau abnormal
mungkin terlihat
14) Ekstremitas
Apakah klien mengalami nyeri ekstremitas, tonus otot kurang.
Pembengkakan sendi mungkin terlihat

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dalam penyakit anemia
pada anak adalah sebagai berikut :
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan (b/d) hiperglikemia,
penurunan konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah,
kekurangan volume cairan, penurunan aliran arteri dan atau vena, kurang
terpapar informasi tentang faktor pemberan (mis. merokok, gaya hidup
menoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas), kurang terpapar
informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes mellitus, hyperlipidemia),
kurang aktivitas fisik dibuktikan dengan (d/d) pengisian kapiler > 3 detik,
nadi perifer menurun atau tidak teraba, akram teraba dingin, warna kulit
pucat, turgor kulit menurun, parastesia, nyeri ekstremitas (klaudikasi
intermiten), edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle-brachial <
0,90, bruit femoral
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan (b/d) ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan imobilitas, gaya
hidup menoton dibuktikan dengan (d/d) mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi sehat, dyspnea saat/setelah aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan iskemia,
sianosis
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan (b/d) ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor
ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi), faktor psikologis (mis. stress,
keengganan untuk makan), berat badan menuru minimal 10% di bawah
rentang ideal, cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu
makan menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot
menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun,
rambut rontok berlebihan, diare
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan (b/d) gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kelemahan, gangguan
psikologis dana tau psikotik, penurunan motivasi/minat dibuktikan dengan
(d/d) menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat
melakukan perawatan diri kurang
e. Konstipasi berhubungan dengan (b/d) fisiologis (penurunan motilitas
gastrointestinal, ketidakadekuatan pertumbuhan gigi, ketidakcukupan diet,
ketidakcukupan asupan serat, ketidakcukupan asupan cairan, aganglionik
(mis. penyakit hircsprung), kelemahan otot abdomen), psikologis (konfusi,
depresi, gangguan emosional), situasional (perubahan kebiasaan makan
(mis. jenis makanan, jadwal makan), ketidakadekuatan toileting, aktivitas
fisik harian kurang dari yang dianjurkan, penyalahgunaan laksatif, efek
agen farmakologis, ketidakteraturan kebiasaan defekasi, kebiasaan
menahan dorongan defekasi, perubahan lingkungan dibuktikan dengan
(d/d) defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan
sulit, feses keras, peristaltic usus menurun, mengejan saat defekasi,
distensi abdomen, kelemahan umum, teraba massa pada rektal
f. Risiko cedera berhubungan dengan (b/d) faktor eksternal (terpapar
pantogen, terpapar zat kimia toksik, terpapar agen nosocomial,
ketdakamanan transportasi), faktor internal (ketidaknormalan profil darah,
perubahan orientasi afektif, perubahan sensasi, disfungsi autoimun,
disfungsi biokimia, hipoksia jaringan, kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh, malnutrisi, perubahan fungsi psikomotor, perubahan fungsi kognitif
g. Risiko infeksi berhubungan dengan (b/d) penyakit kronis (mis. diabetes
mellitus), efek prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan pemaparan
organisme pathogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, perubahan sensasi
pH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum
waktunya, merokok, statis cairan tubuh), ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder (penurunan hemoglobin, imunosupresi, leukopenia, suresi
respon inflamasi, vaksinasi tidak adekuat)

3. Perencanaan
NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN PERENCANAAN
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN (SIKI)
(SLKI)
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan  Perawatan Sirkulasi
efektif keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
perfusi tidak efektif nadi perifer, edema, pengisian
teratasi dengan kriteria kapiler, warna, suhu, ankle
hasil : brachial index)
1. Denyut nadi perifer 2. Identifikasi faktor risiko
meningkat gangguan sirkulasi (mis.
2. Warna kulit pucat diabetes, perokok, orang tua,
menurun hipertensi dan kadar kolesterol
3. Pengisian kapiler tinggi
membaik 3. Monitor panas, kemerahan,
4. Akral membaik nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
5. Turgor kulit membaik
Terapeutik
6. Tekanan darah sistolik
1. Hindari pemasangan infus atau
membaik
pengambilan darah di area
7. Tekanan darah
keterbatasan perfusi
diastolik membaik
2. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cedera
3. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh minyak
ikan omega 3)
2. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

 Manajemen Sensasi Perifer


Observasi
1. Monitor terjadinya paresthesia,
jika perlu
2. Monitor perubahan kulit
Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

 Edukasi Proses Penyakit


Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan faktor
risiko penyakit
2. Jelaskan proses patofisiologi
munculnya penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit
4. Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang
dirasakan
6. Informasikan kondisi pasien
saat ini
7. Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan gejala
memberat atau tidak biasa

 Terapi Oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah), jika perlu
4. Monitor kecemasan akibat
terapi oksigen
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas
2. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
3. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dana tau
tidur

2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan  Manajemen Energi


keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan 1. Identifikasi gangguan fungsi
intoleransi aktivitas tubuh yang mengakibatkan
teratasi dengan kriteria kelelahan
hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan
1. Frekuensi nadi emosional
meningkat 3. Monitor pola dan jam tidu
2. Saturasi oksigen 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
melakukan aktivitas Terapeutik
sehari-hari meningkat
1. Sediakan lingkungan nyaman
4. Keluhan lelah menurun dan rendah stimulus (mis.
5. Dispnea saat aktivitas cahaya, suara, kunjungan)
menurun 2. Lakukan latihan rentang gerak
6. Dispnea setelah aktif dan pasif
aktivitas menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang
7. Tekanan darah menenangkan
membaik 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
8. Frekuensi napas tidur, jika tidak dapat
membaik berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
 Terapi Aktivitas
Observasi
1. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
2. Monitor respon emosional,
fisik, sosial dan spiritual
terhadap aktivitas

Terapeutik
1. Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan
lingkungan atau
mengakomodasi aktivitas yang
dipilih
2. Fasilitasi aktivitas rutin (mis.
ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri sesuai
kebutuhan
3. Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
1. Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, sosial, spiritual dan
kognitif dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai

 Manajemen Lingkungan
Observasi
1. Identifikasi keamanan dan
kenyamanan lingkungan
Terapeutik
1. Atur posisi furniture dengan
rapid an terjangkau
2. Atur suhu lingkungan yang
sesai
3. Sediakan tempat tidur dan
lingkungan yang besih dan
nyaman
4. Izinkan keluarga untuk tinggal
mendampingi pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang upaya pencegahan
infeksi

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan  Manajemen Nutrisi


keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan defisit 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi teratasi dengan 2. Identifikasi alergi dan
kriteria hasil : intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
2. Pengetahuan tentang 4. Monitor asupan makanan
pilihan makanan yang 5. Monitor berat badan
sehat meningkat Terapeutik
3. Berat badan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum
4. Indeks Masa Tubuh makan, jika perlu
(IMT) membaik 2. Berikan makanan tingi serat
5. Frekuensi makan 3. Berikan makanan tinggi kalori
membaik dan tinggi protein
6. Nafsu makan membaik 4. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
5. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misal pereda nyeri, antimetik),
jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

 Edukasi Diet
Observasi
1. Identifikasi kemampuan
keluarga menerima informasi
2. Identifikasi tingkat
pengetahuan saat ini
3. Identifikasi kebiasaan pola
makan saat ni dan masa lalu
4. Identifikasi persepsi pasien dan
keluarga tentang diet yang
diprogramkan
Terapeutik
1. Persiapkan materi, media dan
alat peraga
2. Jadwalkan waktu yang tepat
untuk memberikan pendidikan
kesehatan
3. Berikan kesempatan pasien dan
keluarga untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan tujuan kepatuhan diet
terhadap kesehatan
2. Informasikan makanan yang
diperbolehkan dan dilarang
3. Anjurkan mempertahankan
posisi semi fowler (30-45o) 20-
30 menit setelah makan
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli gizi dan sertakan
keluarga, jika perlu
 Pemantauan Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi faktor yang
mempengaruhi asupan gizi
(mis. Pengetahuan,
ketersediaan makanan,
agama/kepercayaan, budaya,
mengunyah tidak adekuat,
gangguan menelan,
penggunaan obat-obatan atau
pascaoperasi)
2. Identifikasi perubahan berat
badan
3. Identifikasi kelainan pada kulit
(mis. Memar berlebihan, luka
sulit sembuh, dan pendarahan)
4. Identifikasi kelainan pada
rambut (mis. Kering, tipis,
kasar, dan mudah patah)
5. Identifikasi pola makan (mis.
Kesukaan, konsumsi makanan
cepat saji, makan terburu-buru)
6. Identifikasi kemampuan
menelan (mis. Fungsi motorik
wajah, refleks menelan)
7. Identifikasi kelainan rongga
mulut (mis. Peradangan, gusi
berdarah, bibir kering dan
retak, luka)
8. Identifikasi kelainan eliminasi
(mis. Diare, darah, lendir, dan
eleminasi tidak teratur)
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor asupan oral
11. Monitor hasil laboratorium
(mis. Kadar kolesterol,
albumin serum, transferrin,
kreatinin, hemoglobin,
hematokrit, dan elektrolit darah
Terapuetik
1. Timbang berat badan
2. Ukur antroprometrik tubuh
(mis. Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang dan
ukuran lipatan kulit)
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

 Manajemen Gangguan
Makan
Observasi
1. Monitor asupan dan keluarnya
makanan
Terapeutik
1. Timbang berat badan secara
rutin
2. Diskusikan perilaku makan dan
jumlah aktivitas fisik
(termasuk olahraga) yang
sesuai
Edukasi
1. Anjurkan membuat catatan
harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis. Pengeluaran
yang disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan

4 Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan  Dukungan Perawatan Diri


diri keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan perfusi 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
defisit perawatan diri perawatan diri
teratasi dengan kriteria 2. Monitor tingkat kemandirian
hasil : 3. Identifikasi kebutuhan alat
1. Kemampuan mandi bantu kebersihan diri :
meningkat berpakaian, berhias dan makan
2. Kemampuan Terapeutik
mengenakan pakaian 1. Sediakan lingkungan yang
meningkat terapeutik (mis. suasana
3. Kemampuan makan hangat, rileks, privasi)
meningkat 2. Siapkan keperluan pribadi
4. Kemampuan ke toilet (mis. parfum, sikat gigi, dan
(BAB/BAK) sabun mandi)
meningkat 3. Dampingi dalam melakukan
5. Verbalisasi keinginan perawatan diri sampai mandiri
melakukan perawatan 4. Fasilitasi kemandirian, bantu
diri meningkat jika tidak mampu melakukan
6. Minat melakukan perawatan diri
perawatan diri 5. Jadwalkan rutinitas perawatan
meningkat diri
7. Mempertahankan Edukasi
kebersihan diri 1. Anjurkan melakukan
meningkat perawatan diri secara konsisten
8. Mempertahankan sesuai kemampuan
kebersihan mulut
meningkat

5 Konstipasi Setelah dilakukan asuhan  Manajemen Konstipasi


keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan konstipasi 1. Periksa tanda dan gejala
teratasi dengan kriteria konstipasi
hasil : 2. Periksa pergerakan usus,
1. Kontrol pengeluaran karakteristik feses (konsistensi,
feses meningkat bentuk, volume, dan warna)
2. Keluhan defekasi lama 3. Identifikasi faktor risiko
dan sulit menurun konstipasi (mis. obat-obatan,
3. Mengejan saat tirah baring, dan diet rendah
defekasi menurun serat)
4. Konsistensi feses 4. Monitor tanda da gejala
membaik rupture usus dana tau
5. Frekuensi defekasi peritonitis
membaik Terapeutik
6. Peristaltik usus 1. Anjurkan diet tinggi serat
membaik 2. Lakukan masas abdomen, jika
perlu
3. Lakukan evakuasi feses secara
manual, jika perlu
4. Berikan enema atau irigasi,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan
2. Anjurkan peningkatan asupan
cairam, jika tidak ada
kontraindikasi
3. Latih buang air besar secara
teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu

6 Risiko cedera Setelah dilakukan asuhan  Pencegahan Cedera


keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan risiko 1. Identifikasi area lingkungan
cedera tidak menjadi yang berpotensi menyebabkan
actual dengan kriteria cedera
hasil : 2. Identifikasi obat yang
1. Kejadian cedea berpotensi menyebabkan
menurun cedera
2. Luka atau lecet Terapeutik
menurun 1. Sediakan pencahayaan yang
memadai
2. Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan lingkungan
ruang rawat (mis. penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan dan lokasi
kamar mandi)
3. Pastikan bel panggilan atau
telepon mudah dijangkau
4. Pastikan barang-barang pribadi
mudah dijangkau
5. Pertahankan posisi tempat tidur
di posisi terendah saat
digunakan
6. Pastikan roda tempat tidur atau
kursi roda dalam kondisi
terkunci
7. Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
8. Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang sesuai
(mis. tongkat atau alat bantu
jalan)
9. Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri

 Pencegahan Jatuh
Observasi
0. Identifikasi faktor risiko jatuh
(mis. usia >65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran,
defisit kognitif, hipotensi
ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan
penglihatan, neuropati)
1. Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan
institusi
2. Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan riiko jatuh
3. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis.Fall
Morse Scale, Humpty Dumpty
Scale) jika perlu
4. Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur ke
kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda dalam kondisi
terkunci
3. Pasang handrall tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meingkatkan
keseimbangan saat berdiri
3. Ajurkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

7 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan  Pencegahan Infeksi


keperawatan selama 3x24 Observasi
jam, diharapkan risiko 0. Monitor tanda dan gejala
infeksi tidak menjadi infeksi
actual dengan kriteria Terapeutik
hasil : 1. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit pada

2. Kemerahan menurun area edema


3. Cuci tangan sebelum dan
3. Nyeri menurun
sesudah kontak dengan pasien
4. Bengkak menurun dan lingkungan pasien
5. Kadar sel darah putih 4. Pertahankan teknik aseptic
membaik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien atau klien dengan mengacu pada rencana keperawatan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Implementasi merupakan tahap ke empat dari
proses keperawatan yang di mulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Tindakan meliputi tindakan mandiri dan kolaborasi.
5. Evaluasi
Masalah keperawatan yang akan ditemukan pada pasien dengan penyakit
anemia dikatakan tercapai apabila memenuhi evaluasi hasil sebagai berikut :
a. Denyut nadi perifer meningkat
b. Warna kulit pucat menurun
c. Pengisian kapiler membaik
d. Akral membaik
e. Turgor kulit membaik
f. Tekanan darah sistolik membaik
g. Tekanan darah diastolik membaik
h. Frekuensi nadi meningkat
i. Saturasi oksigen meningkat
j. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
k. Keluhan lelah menurun
l. Dispnea saat aktivitas menurun
m. Dispnea setelah aktivitas menurunTekanan darah membaik
n. Frekuensi napas membaik
o. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
p. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
q. Berat badan membaik
r. Indeks Masa Tubuh (IMT) membaik
s. Frekuensi makan membaik
t. Nafsu makan membaik
u. Kemampuan mandi meningkat
v. Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
w. Kemampuan makan meningkat
x. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat
y. Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat
z. Minat melakukan perawatan diri meningkat
å. Mempertahankan kebersihan diri meningkat
ä. Mempertahankan kebersihan mulut meningkat
ö. Kontrol pengeluaran feses meningkat
aa. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
bb. Mengejan saat defekasi menurun
cc. Konsistensi feses membaik
dd. Frekuensi defekasi membaik
ee. Peristaltik usus membaik
ff. Kejadian cedea menurun
gg. Luka atau lecet menurun
hh. Demam menurun
ii. Kemerahan menurun
jj. Nyeri menurun
kk. Bengkak menurun
ll. Kadar sel darah putih membaik
DAFTAR PUSTAKA

Zulaekah, Siti, 2012. Pendidikan Gizi dengan Media Booklet terhadap Pengetahuan
Gizi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 7, No.

Permatasari, Wahyu Mahar. 2016, Hubungan Antara Status Gizi, Siklus Dan Lama
Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Remaja 50 Putri Di SMA Negeri 3
Surabaya, skripsi, Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga, Surabaya.

Yuni, N. E. (2015). Kelainan Darah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kementrian Kesehatan R.I.2013.Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan.

Briawan, D. (2014). Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Jakarta: EGC.

Fikawati, S., Syafiq, A., & Veretamala, A. (2017). Gizi Anak Dan Remaja. Depok:
Rajagrafindo Persada

Adriani, M., & Wijatmadi, B. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai