Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN DASAR

TERAPI KOMPLEMENTER DALAM MENGATASI NYERI

Dosen Pengajar: Ns. Septiyanti, S.Kep., M.Pd

Disusun Oleh:

Anisa Putri

P0 5120219 050

1B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

PRODI DIII KEPERAWATAN


2020

Judul Artikel : Terapi Komplementer Untuk Manajemen Nyeri Dalam Perawatan Paliatif
Nama Penulis : Lingga Wardhanu
Tahun Terbit : 17 juni 2015
Nama jurnal : id.scribd.com-Manajemen Nyeri Kanker Dengan Terapi Komplementer
Rangkuman :

Nyeri kanker umumnya diobati dengan analgesik dan terapi farmakologis lainnya,
anestesi dan bedah saraf dan prosedur ablatif. Terapi ini sering tidak cukup untuk mengontrol
rasa sakit fisik, dan tidak menangani aspek emosional atau spiritual dari rasa sakit. Manajemen
farmakologis bukan satu-satunya cara untuk mengatasi rasa sakit kanker. Dalam survei terbaru
(Pain in Europe, 2003) dilaporkan bahwa dua pertiga pasien menyatakan bahwa obat tidak selalu
adekuat. Ketika obat gagal diperlukan langkah-langkah lain untuk meningkatkan kualitas hidup.
Banyak klinik nyeri sekarang bergerak ke arah penggunaan teknik non-invasif (Ali, 2003).
Penggunaan terapi komplementer setelah diagnosis kanker adalah fenomena yang
signifikan dan berkembang. Alasan untuk beralih ke terapi tersebut adalah takut kecanduan obat
penghilang rasa sakit, efek samping fisik dan mental seperti kebingungan, bersama dengan
keengganan untuk mengambil lebih banyak pil. Secara global banyak terapi sekarang dapat
ditemukan dalam perawatan rumah sakit, pusat-pusat kanker dan rumah sakit utama.
Sebuah survei terbaru dari National Center for Complementary and Alternative
Medicine (NCCAM) menemukan bahwa nyeri merupakan alasan umum mengapa orang-orang
beralih ke pengobatan komplementer dan alternative (CAM). Penggunaan CAM telah ada di
seluruh dunia, namun banyak perawat dan dokter yang tidak ada atau terbatas pengetahuannya
tentang keuntngan, resiko dan ketersediaan CAM. Perawat harus dapat menginformasikan
dengan baik dan nyaman agar pasien yang ingin menggunakan terapi komplementer ini lebih
yakin untuk melakukannya.
NCCAM mengelompokkan CAM menjadi empat domain:
1. Sistem medis alternatif
a. Akupuntur
Akupuntur merupakan salah satu komponen dari obat tradisional Cina. Hal ini
didasarkan pada keyakinan di qi (kekuatan hidup), yang merupakan energi yang mengalir
melalui tubuh sepanjang jalur yang dikenal sebagai meridian. Setiap ketidakseimbangan
dalam qi diduga mengakibatkan kesulitan atau penyakit. Ada 12 meridian utama diyakini
sebagai titik akupuntur yang sesuai dengan setiap bagian tubuh dan organ. Untuk
menyeimbangkan aliran qi, jarum sekali pakai yang sangat halus dimasukkan ke dalam
acupoints di bawah kulit. Dasar biologis dari qi belum ditemukan, namun diperkirakan
bahwa akupuntur menstimulus endorfin dan neurotransmiter lain di otak. Akupunktur
telah terbukti efektif untuk nyeri dan kemoterapi terkait mual dan muntah.
Risiko akupunktur berhubungan dengan ketidaknyamanan ringan. Hanya jarum
sekali pakai yang digunakan. Hal ini penting untuk mengetahui seorang praktisi
akupuntur yang berkualitas. Ahli akupunktur harus memiliki pengalaman sebelumnya
dengan pasien kanker. Di New York State ahli akupunktur harus memiliki lisensi dan
harus memiliki 40 sampai 50 jam pelatihan.

b. Akupresur
Akupresur adalah teknik pengobatan Cina tradisional yang didasarkan pada
ide-ide yang sama seperti akupunktur. Akupresur melibatkan penempatan tekanan fisik
dengan tangan pada titik-titik akupuntur yang berbeda pada permukaan tubuh.
Ada tiga titik akpresur yang perawat dapat gunakan atau ajarkan pada pasien
kanker untk menstimulasi diri. Titik pada usus besar dapat diakses oleh
pasien/keluarga/perawat. Lokasi bagian berdaging dari kedua tangan antara ibu jari dan
jari telunjuk dan kemudian tekan dengan ibu jari tangan berlawanan sampai pasien
merasakan tekanan. Titik perut terletak di sisi lateral lutut antara patella dan puncak tibia.
Titik mual dan muntah terletak dua inci proksimal ke puncak melintang dari pergelangan
tangan antara dua tendon. Tekan dengan ibu jari secara melingkar selama 1 sampai 2
menit.

2. Mind-body medicine
a. Meditasi
Meditasi adalah pengaturan perhatian oleh diri sendiri secara sengaja. Ada dua
kategori meditasi: konsentrasi dan kesadaran. Metode konsentrasi menumbuhkan
kemanunggalan perhatian dan mulai dengan mantra (suara diulang, kata, atau frase)
seperti dalam meditasi transendental. Praktek pengurangan stres berbasis kesadaran mulai
dengan pengamatan pikiran, emosi, dan sensasi tanpa penilaian yang muncul di bidang
kesadaran.
Meditasi telah membantu untuk pasien kanker yang sakit parah untuk
menghilangkan rasa sakit fisik dan emosional. Banyak pasien kanker meninggal
menemukan bahwa ketenangan dan tenang pada meditasi menimbulkan perasaan yang
mendalam dari penerimaan, kesejahteraan, dan kedamaian batin. Sebuah studi yang
dilakukan pada 51 pasien rawat jalan dengan nyeri kronis dengan program 10-minggu
menunjukkan penurunan 50% rasa sakit. Meditasi mengurangi tingkat stres yang
berpotensi dapat mengurangi pengalaman rasa sakit.

b. Hipnosis
Hipnosis adalah keadaan penuh perhatian, konsentrasi reseptif ditandai dengan
perubahan sensori, keadaan psikologis diubah, dan minim fungsi motorik. Instruksi yang
biasa diberikan menyarankan relaksasi fisik seperti mengambang bersama dengan
gambar yang mengalihkan perhatian dari rasa sakit. Hipnosis dapat diinduksi dalam
beberapa menit untuk mempertahankan analgesia yang sedang berlangsung dan relaksasi
dalam menghadapi tekanan emosional dan fisik.
Ada bukti, meskipun campuran, dari tinjauan sistematis bahwa hipnosis dapat
membantu mengurangi kecemasan dan nyeri pada pasien kanker yang terminal.

c. Guided imagery
Ini mengalihkan fokus mental dari rangsangan menyakitkan untuk pengalaman
yang lebih menyenangkan, gambaran, dan relaksasi. Guided imagery adalah intervensi
yang perawat dapat lakukan dengan pengaturan yang berbeda (rumah sakit, rumah,
hospice), dapat digunakan dengan pasien dan keluarga untuk mengurangi rasa sakit dan
kecemasan.

d. Pelatihan relaksasi
Pelatihan relaksasi melibatkan napas dalam, relaksasi otot progresif, dan
pencitraan. Modalitas ini telah menghasilkan penurunan yang signifikan dalam nyeri
secara subjektif pada pasien dengan kanker stadium lanjut.

e. Terapi distraksi
Terapi distraksi adalah teknik di mana rangsangan sensorik diberikan kepada
pasien dalam rangka untuk mengalihkan perhatian mereka dari pengalaman yang tidak
menyenangkan. Misalnya dengan melihat pemandangan alam, video game, dll.

f. Terapi musik
Terapi musik adalah pengunaan music yang diatur/dikontrol untuk perubahan
klinis. Terapi musik digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan. Ada
perbedaan antara penggunaan musik dan terapi musik. Terapi musik menggunakan bakat
dari seorang profesional terlatih yang memfasilitasi kontak pasien, interaksi, kesadaran
diri, dan ekspresi diri melalui alat musik. Sebuah sesi terapi musik dapat seperti
mendengarkan, bernyanyi, bermain drum, mengembangkan lirik, atau merekam untuk
keluarga. Musik yang disediakan oleh terapis musik telah terbukti lebih efektif daripada
penggunaan pra rekaman musik sendiri dalam mengurangi skor kecemasan.

g. Terapi Seni
Terapi seni menggunakan proses kreatif untuk memungkinkan kesadaran dan
ekspresi emosi individu. Untuk pasien kanker, seringkali sulit untuk mengungkapkan
secara verbal apa yang dirasakan seseorang tentang diagnosis, rawat inap, pengobatan,
penyakit berulang, keluarga, dan kematian. Ini adalah seni itu sendiri yang memfasilitasi
kesadaran emosi dan pengurangan gejala melalui penggunaan bahan-bahan seni.
Beberapa penelitian telah meneliti penggunaan terapi seni dalam mengendalikan gejala
kanker.
Dalam sebuah penelitian pasien kanker, sebagian besar dengan leukemia dan
limfoma, terapi seni menyediakan penurunan signifikan secara statistik pada rasa sakit
dan gejala umum lainnya, kecuali untuk mual. Dengan menggunakan garis tubuh dan
pastel berwarna dan spidol, pasien kanker yang membantu untuk memvisualisasikan rasa
sakit mereka, mengkomunikasikan emosi mereka, berurusan dengan citra tubuh, dan
mencari makna dan spiritualitas.

3. Manipulative and body-based practices


a. Pijat atau massase
Pada pasien kanker, sentuhan membuat koneksi, kenyamanan, dan peningkatan
kualitas hidup. Sentuhan berupa pijat menjadi bagian dari perawatan sehari-hari yang
diberikan kepada setiap pasien yang dirawat di rumah sakit.
Terapi pijat digunakan untuk meringankan gejala pada pasien kanker. Ini
menggunakan teknik manual menggosok, membelai, menekan, atau memijat jaringan
lunak tubuh untuk mempengaruhi seluruh tubuh. Pada suatu waktu, pijat itu diduga
menyebabkan penyebaran kanker dengan meningkatkan sirkulasi sistemik. Sampai saat
ini tidak ada bukti untuk mendukung ini. Sentuhan dapat menjadi intervensi terhadap
nyeri. Berbagai penjelasan untuk efektivitas pijat telah diusulkan: pengurangan
ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi, relaksasi umum, dan efek memelihara sentuh.
Pijat umumnya aman untuk pasien kanker, tetapi membutuhkan modifikasi
teknik khusus untuk pasien individu. Ada kontraindikasi khusus untuk pasien hamil. Hal
ini kontraindikasi pada daerah dengan metastase tulang (untuk risiko patah atau pecah
tulang) atau tumor (untuk risiko perdarahan); untuk pasien dengan jumlah trombosit dari
<50.000 (untuk risiko memar); di titik bekuan darah (untuk risiko melepas trombus dalam
vena), dan di situs bedah atau ruam. Pijat dalam jaringan tidak boleh diberikan pada
pasien dengan kanker; tekanan ringan adalah pijat yang paling tepat untuk pasien ini. Izin
terapis pijat terlatih yang telah memiliki pengalaman dengan pasien kanker.

b. Gentle massase
Untuk memberikan kenyamanan tempatkan telapak tangan seluas mungkin
dengan seluruh tangan berkontak dengan bagian tubuh pasien seperti lengan atau
punggung. Jangan menggunakan ujung jari atau jempol karena dapat memberikan banyak
tekanan terlalu spesifik. Tekanan harus ringan dan tersebar luas. Pilihan pola pijat bias
seperti lingkaran, dua lingkaran, oval, atau dua oval besar. Hal ini penting untuk
memindahkan tangan pada kecepatan dan tekanan yang konsisten.

c. Refleksi
Refleksi adalah terapi sentuh yang didasarkan pada keyakinan bahwa ada titik
refleks atau titik energi pada kaki, tangan, dan telinga yang sesuai dengan setiap kelenjar,
organ, dan bagian tubuh. Dengan stimulasi terampil dari daerah-daerah dan poin dengan
tangan, jari, dan teknik praktis, sistem tubuh yang difasilitasi untuk keseimbangan yang
lebih besar. Ini memfasilitasi pasien dalam keadaan yang lebih santai di mana mereka
dapat fokus pada kesehatan daripada penyakit. Hal ini digunakan untuk menstimulasi
relaksasi dan tidur, untuk mengurangi kecemasan, untuk mencegah dan mengurangi
neuropati perifer sekunder untuk kemoterapi, dan untuk mengurangi pengalaman rasa
sakit secara keseluruhan. Refleksi kaki adalah noninvasif, dapat dilakukan dalam
pengaturan apapun, tidak memerlukan peralatan, dan tidak mengganggu privasi pasien.

4. Energy medicine (Reiki)


Reiki adalah energi getaran atau halus paling sering difasilitasi oleh sentuhan yang
sangat ringan. Rei berarti yang universal atau energi tertinggi, dan ki berarti energi kekuatan
hidup. Terapi Reiki diduga mendukung kesejahteraan kita dan untuk memperkuat
kemampuan alami kita untuk menyembuhkan dengan mendorong keseimbangan dalam
tubuh, pikiran, dan jiwa. Reiki yang ditawarkan oleh seorang praktisi Reiki dilatih untuk
individu dan melibatkan penempatan tangan yang sangat ringan pada tubuh pasien: kepala
hingga ujung kaki, depan dan belakang, dan di titik nyeri jika ditoleransi. Sentuhan lembut
dari Reiki adalah menenangkan, dan menstimlasi relaksasi yang mendalam. Hal ini dapat
diberikan kepada setiap pasien karena sentuhan yang sangat ringan.
Sebagian besar pasien kanker dapat menerima Reiki. Karena itu adalah sentuhan
ringan, tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Selama pasien terbuka untuk menerima
sentuhan yang sangat ringan, dapat dilakukan.
Judul Artikel : Complementary Therapies for Chronic Pain Management
Nama Penulis Artikel : Jane Hart, M.D
Tahun Terbit : April 2008
Nama Jurnalnya : liebertpub.com
Rangkuman :

Chronic nonmalignant pain is defined by the American Pain Society (APS) as generally
considered to be pain that lasts more than 6 months, is ongoing, is due to non–life-threatening
causes, has not responded to current available treatment methods, and may continue for the
remainder of the person’s life.
According to the Chronic Pain in America Survey, most people who suffer from chronic
pain are: (1) currently in pain; (2) have experienced pain for more than 5 years; (3) have
flare-ups of their pain; (4) rate their pain as moderate (6 or 7 on a scale of 10); and have arthritic
or back pain.
Complementary therapies as adjuncts to a conventional treatment plan may help: (1)
reduce or eliminate chronic pain; (2) reduce the need for medications; (3) improve mood and
affect; (4) enhance a sense of well-being; (5) reduce stress and stress-related visits to physicians;
(6) improve functionality and the ability to perform activities of daily living; and (7) provide the
patient with a greater sense of control over his or her life

Acupuncture
Research has shown that acupuncture may reduce pain through a variety of mechanisms
including stimulation of the nervous system and the release of hormones that regulate pain, as
well as by reducing activation of areas in the brain associated with pain. The exact mechanism
by which acupuncture affects pain is not known.
Nevertheless, many reports describe physician recommendations of acupuncture for
chronic pain, and patients’ statements of benefits from acupuncture for back pain, arthritic pain,
headaches, temporomandibular joint (TMJ) syndrome, cancer pain, fibromyalgia, and other types
of chronic pain.
A retrospective study of people seeking acupuncture at the Stanford University
Complementary Medicine Clinic (Stanford, California) found that the majority (79%) did so for
conditions marked by chronic pain including back pain, degenerative disk disease, and
fibromyalgia. Most referrals to the clinic came from physiatrists/orthopedists and
pain-management specialists.
One study of the role of acupuncture in treating chronic headaches randomly assigned
401 primary-care patients with headache (predominantly migraine) disorders to receive 12
acupuncture treatments over a 3-month period or to have no acupuncture. The researchers found
that the acupuncture group made 25% fewer visits to physicians, used 15% less medication, and
had 15% fewer sick days than did the group not given acupuncture. The scientists concluded that
acupuncture may provide lasting beneficial effects for people with headache disorders, and,
particularly, patients with migraine headaches.

Massage
The exact mechanisms by which massage may affect pain are not known, but it may help
in managing chronic pain by directly relieving pain through muscle relaxation and indirectly
through stress-reducing mechanisms such as the enhancement of parasympathetic nervous
activity and activation of inhibitory mechanisms that suppress pain, increased relaxation, and
improve sleep.
A recent report in the Annals of Internal Medicine, of nonpharmacologic options for the
treatment of low back pain, found that 65% of primary-care physicians recommended massage
therapy to the patient population with this condition. The authors observed that massage appears
to be more effective for pain management when performed by trained massage therapists with
many years of experience.

Mind–Body Therapies
Astin and colleagues, in a review of the effects of mind–body therapies (e.g., relaxation
techniques, guided imagery, hypnosis, biofeedback, and cognitive behavioral therapy) for a
variety of chronic pain conditions, drew the following conclusions:
1. There is strong evidence that mind–body therapies have a moderately positive effect on
low back pain as compared with the control of wait-listing for treatment.
2. Moderately strong evidence suggests that mind–body therapies may help reduce pain and
physician visits in people with arthritis.
3. Strong evidence suggests that mind–body therapies may reduce headache frequency and
symptoms, and that a combination of biofeedback and relaxation techniques may be the
most effective complementary therapies for migraine and tension headaches
4. A variety of mind–body therapies may help reduce physical pain, nausea, and vomiting,
and improve quality of life for people with cancer, although the evidence is stronger for
this benefit in acute rather than in chronic pain
5. Findings for the benefits of mind–body therapies in fibromyalgia are equivocal.

Hypnosis
Hypnosis has been helpful in alleviating chronic pain caused by burns, cancer,
rheumatoid arthritis, and other conditions in adults and children. One review suggests that
hypnosis has been better than no treatment in decreasing pain and sometimes better than
conventional treatment for a variety of pain-related conditions. The review states that the effects
of hypnosis tend to be similar to those of progressive muscle relaxation and autogenic training—
both of which include hypnosis-like suggestion. According to the review, few studies have
compared hypnosis to placebo or minimally effective pain treatment, thus limiting the
conclusions that can be drawn about the specific effectiveness of hypnosis.
A review by Rogovik and colleagues indicates that in children, hypnosis may be
particularly helpful for treating chronic headaches, bowel irritability, and cancer pain. The
authors say that children are often easier to hypnotize and may respond better than adults to
hypnosis for conditions of acute and chronic pain

Yoga
Yoga may be useful for certain types of chronic pain. Because of its potentially rigorous
physical nature, however, yoga also has the potential to be harmful in chronic pain. A
high-quality study found that a 6-week program of Viniyoga yoga therapy was slightly better
than exercise and moderately better than a self-care education book at 12 weeks of follow-up of
patients with chronic low-back pain, and was superior to the self-care book at 24 weeks. At 24
weeks, 21% of yoga-treated patients reported use of medication, as compared with 50% in the
exercise and self-care book groups.

Expressive Writing
Expressive writing has been found to reduce pain in patients with cancer and in women
with chronic pelvic pain, as compared to controls who wrote about neutral topics. Expressive
writing entails writing about a stressful or traumatic event for about 20 minutes on three or five
occasions over consecutive days. Although expressive writing may also bring up distress, it has
been found to improve outcomes for people with a variety of conditions including chronic pain.
Benefits have included fewer stress-related visits to physicians; improved mood and affect; and
fewer days of hospitalization. Expressive writing should be done in conjunction with a
practitioner who is familiar with the process and can provide direction and support.
Judul Artikel : Terapi Komplementer dalam Keperawatan
Nama Penulis Artikel : Widyatuti
Tahun Terbit : Maret 2008
Nama Jurnalnya : Jurnal Keperawatan Indonesia
Rangkuman:

Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer
invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan
terapi lainnya (Hitchcock et al., 1999)
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat
klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama,
mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis
dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing,
terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya
berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya
terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori
kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan
bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik,
nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur &
akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color
healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang
dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat
penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock et al., 1999).
Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui
pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya
untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar
tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel,
memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer
(Snyder & Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan dalam
mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005).
Judul Artikel : Pengaruh Terapi Komplementer Meditasi Terhadap Respon
Nyeri Pada Penderita Rheumathoid Arthritis
Nama Penulis Artikel : Nona Putra Rukmana
Tahun dan Bulan Terbit : Mei 2018
Nama Jurnalnya : eprints.ums.ac.id
Rangkuman:

Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai terhitung sebesar 4,961 dengan nilai
signifikansi (p-value) 0,000, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pre test
tingkat nyeri dan post test tingkat nyeri. Selanjutnya nilai rata-rata post test ternyata lebih rendah
dari rata-rata post test (1,16< 4,22) sehingga disimpulkan bahwa pemberian terapi komplementer
meditasi efektif terhadap penurunan respon nyeri pada penderita rheumatoid artritis di Desa
Makam Haji Kartasura.
Penyakit reumathoid arthritis ini adalah salah satu penyakit autoimun yang ditandai
dengan sinovitis erosive simetrik terutama mengenai jaringan persendian. Selain itu, juga
melibatkan organ tubuh lainnya yang bisa disertai nyeri dan kaku pada sistem otot dan pada
jaringan ikat (Sudoyo, 2007).
Berbagai terapi untuk mengatasi nyeri pada penderita reumathoid arthritis adalah
kompres serai hangat, terapi jamu, kompres hangat aromaterapi lavender, itu termasuk terapi
komplementer. Terapi komplmeneter bersifat terapi dengan cara alamiah diantaranya dengan
terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi,
terapi back flower remedy, dan refleksologi dan meditasi (Handayani, 2013).
Dalam penelitian ini untuk mengatasi nyeri dengan menggunakan terapi komplmeneter
meditasi karena meditasi adalah suatu kondisi yang rileks untuk berkonsentrasi atau suatu
kondisi pikiran yang bebas dari segala pikiran, semua yang melelahkan, dan yang berfokus pada
Tuhan. Meditasi ini bisa menenangkan otak dan memperbaiki atau memulihkan tubuh sehingga
dengan kondisi demikian nyeri dapat berkurang (Widodo, 2013).
Hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh pemberian terapi komplementer
meditasi terhadap penurunan respon nyeri pada penderita rheumatoid artritis di Desa Makam
Haji Kartasura. Hasil penelitian ini ternyata didukung oleh hasil-hasil penelitian sebelumnya.
Penelitian Idwar (2015) yang meneliti pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan nyeri
rheumatoid arthritis pada lansia, menyimpulkan adanya pengaruh hipnoterapi terhadap
penurunan nyeri rheumatoid arthritis. Martiningsih (2012) meneliti penggunaan terapi
komplementer fish oil dalam menurunkan nyeri akibat inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi komplementer Fish Oil terbukti berpengaruh terhadap
penurunan nyeri akibat inflamasi pada pasien RA. Sedangkan penelitian Anne (2015) yang
meneliti pendekatan terapi komplementer dan dampaknya terhadap nyeri pasien nyeri sendi,
menyimpulkan bahwa pendekatan terapi komplementer membantu pasien dalam menurunkan
tingkat nyeri pasien akibat inflamasi sendi.
Judul Artikel : Terapi Komplementer Alternatif Akupresur Dalam
Menurunkan Tingkat Nyeri
Nama Penulis Artikel : Enggal Hadi Kurniawan
Tahun dan Bulan Terbit : November 2016
Nama jurnalnya : Nurseline Journal-Narrative Review
Rangkuman :

Terapi komplementer alternatif akupresur tidak dapat dipisahkan dengan filosofi


pengobatan tradisional Cina yaitu teori yin-yang, teori energi vital (qi), teori lima unsur dan teori
meridian. Teknik akupresur yang dilakukan sebagai terapi harus berdasarkan filosofi pengobatan
tradisional Cina, jika tidak akan menyebabkan akupresur salah dalam terapi sehingga efek yang
diinginkan tidak terjadi. Kesalahan dalam teknik akupresur inilah kemungkinan yang
menyebabkan penelitian yang dilakukan Kwan & Li (2013), Aghdam et al. (2012), dan haidari
belum dapat memberikan efek yang diinginkan yaitu penurunan tingkat nyeri.
Akupresur bila dilakukan sesuai dengan filosofi pengobatan tradisional Cina oleh seorang
yang terampil akan dapat menurunkan tingkat nyeri akut maupun kronik. Pomeranz & Stux
(1989) dalam Chernyak & Sessler 2005 menjelaskan mekanisme akupunktur analgesia secara
komprehensif. Dasar dari teorinya adalah tiga mekanisme yang berkontribusi terhadap
akupunktur analgesia:
1) Akupunktur menstimulasi saraf afferen tipe I dan tipe II atau serat A-delta di otot yang akan
mengirim impuls menuju traktus anterolateral di medula spinalis. Di medula spinalis, nyeri
dihambat pada presinaptik oleh pelepasan enkephalin dan dynorphin, mencegah pesan nyeri
menaiki traktus spinothalamik.
2) Akupunktur menstimulasi struktur otak tengah dengan mengaktivasi sel-sel di
periaqueductal gray matter dan inti raphe. Kemudian akan dikirim sinyal menurun melewati
traktus dorsolateral, yang menyebabkan pelepasan monoamin noreepineprin dan serotonin di
medula spinalis. Neurotransmiter ini akan menghambat nyeri pada presinaptik dan
postsinaptik dengan menurunkan transmisi sinyal melewati traktus spinothalamic.
3) Stimulasi pada kompleks pituitarihypotalamik menyebabkan pelepasan sistemik dari
beta-endorfin kedalam aliran darah dari kelenjar pituitari. Pelepasan beta-endorfin di sertai
dengan pelepasan hormon adrenokortikotropik
Proses penurunan nyeri dengan intervensi akupresur juga dapat dijelaskan menggunakan
teori holistik. Akupresur baik stimulasi maupun sedasi tergantung keadaan yin dan yang pasien.
Akupresur pada titik akupunktur akan memberikan efek lokal yaitu penurunan rasa nyeri pada
daerah sekitar titik penekanan. Energi akupresur pada titik akupunktur akan mengalir melalui
aliran meridian menuju target organ. Stimulasi maupun sedasi target organ akan memberikan
efek perubahan biokimia, fisiologis, dan persepsi/rasa. Perubahan biokimia dapat berupa
peningkatan kadar endorfin, perubahan fisiologis dapat berupa aktivitas aliran darah dan
oksigen, sedangkan perubahan persepsi/ rasa dapat berupa penurunan tingkat nyeri (Adikara
2015).

Anda mungkin juga menyukai