Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Permasalahan Palatif Care Pada Neonatus


Perawatan paliatif dapat mendukung kenyamanan fisik, psikososial, dan
spiritual bagi anak dan keluarga karena tujuan utamanya adalah memberikan
kenyamanan secara langsung sehingga perawatan pada anak dengan HIV AIDS dapat
lebih komprehensif dengan manajemen terapi yang diberikan secara farmakologis dan
non-farmakologis (Conserve et al., 2015; Nakawesi et al., 2014).
Dengan demikian pemberian terapi ARV sebagai upaya curative dipadukan
dengan palliative dapat memberikan pelayanan yang paripurna dalam perawatan pada
anak HIV/AIDS. Tingginya angka tranmisi infeksi vertical dari ibu ke anak
menimbulkan permasalah dalam perawatan pada anak karena pada keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga memilki permasalahan yang sama baik emosional, sosial,
spiritual dan budaya dalam masyarakat, sementara dalam asuhan pada anak peran
keluarga sangat penting karena kesehatan anak baik fisik, emosi, kognitif dan sosial
anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana fungsi keluarga (Hokenbbery & Wilson,
2013).
Melalui asuhan berpusat kepada keluarga, seorang perawat akan memberikan
kepercayaan kepada orang tua sebagai orang yang paling ahli dalam perawatan anak.
Seringkali pemberi layanan paliatif menemani anggota keluarga untuk konsul ke
dokter karena mereka merasa terisolasi dari pasangan atau anggota keluarga lain yang
tidak mengetahui status kesehatan mereka. Pemberi layanan paliatiaf dapat terus
menerus melakukan pertemuan yang mengedukasi keluarga (Nakawesi et al., 2014).
Family Health International (FHI) mempromosikan model palliative care
dengan pendekatan yang komprehensif bersifat holistik meliputi perawatan klinis,
dukungan psikososial, dukungan sosial ekonomi, dan dukungan hak asasi dan hukum
(Family Health International, 2009).
Tenaga profesional yang terlibat dalam perawatan paliatif harus membangun
komunikasi yang efektif dengan keluarga selama perawatan sebagai bentuk dukungan
psikososial dan spiritual. Komunikasi efektif dalam memberikan informasi tentang
keseriusan penyakit, mengakui keahlian keluarga terkait kondisi dan kebutuhan anak,
memperhatikan budaya, etnik, agama dan ras mempengaruhi pemahaman keluarga
tentang penyakit kronis pada anak. Selanjutnya, memberikan informasi yang jelas
tentang diagnosis, prognosis, pilihan penanganan, dan resiko/manfaat dan normalisasi
dimana rutinitas anak dengan penyakit kronis disesuaikan dengan rutinitas keluarga
dapat meningkatkan kualitas hidup anak (Hosckenberry & Wilson, 2013; Naicker et
al., 2016).
Perawatan paliatif pada anak memelukan pendekatan interprofessinal
collaborative practice. Pratik interdisiplin terlibat dalam pelayanan seperti pasien dan
keluarga, dokter, perawat, psikolog, pekerja sosial dan rohaniawan (untuk pasien
berduka). Beberapa kondisi saat ini yang sering terjadi adalah beberapa kasus anak
dengan kondisi yang tidak dapat disembuhkan meninggal di rumah sakit, seringkali di
fasilitas perawatan intensif di mana komponen perawatan paliatif sudah ditawarkan
saat diagnosis dan berlanjut sepanjang perjalanan penyakit.
Mengintegrasikan perawatan paliatif dengan pelayanan home care dapat
menjadi model dalam pelayanan paliatif pada anak dengan HIV/AIDS. Memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dalam keluarga dibantu oleh tenaga kesehatan professional
dapat memperluas cakupan pelayanan kesehatan pada anak (Chambell, 2011;
International Children’s Palliative Care Network, 2013; Naicker et al., 2016).
B. Jenis – Jenis Tindakan Teraupetik
1. Komunikasi Terapeutik
a) Pengertian Komuikasi Terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan
secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi
interpersonal.
Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah
kemampuan atau keterampilan bidan untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpesonal antara bidan dengan pasien, dalam hubungan
ini bidan dan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.
b) Tujuan Komunikasi Terapeutik
1) Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban
perasaan serta pikiran.
2) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
3) Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
diri sendiri.
Menurut Stuart, tujuan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien :
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat pada diri
sendiri.
2) Identitas diri yang jelas dan integritas diri yang tinggi.
3) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim,
saling tergantung dan mencintai.
4) Peningkatan fungsi dan kemampuan yang memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis.
c) Manfaat Komunikasi Terapeutik
1) Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-pasien.
2) Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah
serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan bidan.
3) Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu
pasien mengatasi masalah yang dihadapi.
4) Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri
pasien.
d) Ciri Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Terjadi antara bidan dengan pasien.
2) Mempunyai hubungan akrab dan mempunyai tujuan.
3) Berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan.
4) Bidan dengan aktif, mendengarkan dan memberikan respon
pada pasien.
e) Unsur Komunikasi Terapeutik
Adapun komunikasi terapeutik mempunyai unsur sebagai berikut :
1) Ada sumber proses komunikasi.
2) Pesan disampaikan dengan penyandian balik (verbal & non
verbal).
3) Ada penerima.
4) Lingkungan saat komunikasi berlangsung.
f) Prinsip Komunikasi Terapeutik (Menurut Carl Rogers)
1) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus mengenal dirinya sendiri,
2) Komunikasi ditandai dengan sikap menerima, percaya dan
menghargai,
3) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus paham, menghayati nilai
yang dianut pasien,
4) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus sadar pentingnya
kebutuhan pasien,
5) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus menciptakan suasana
agar pasien berkembang tanpa rasa takut,
6) Bidan sebagai tenaga kesehatan menciptakan suasana agar
pasien punya motivasi mengubah diri,
7) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus menguasai perasaannya
sendiri,
8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan konsisten,
9) Bidan harus paham akan arti empati,
10) Bidan harus jujur dan berkomunikasi secara terbuka,
11) Bidan harus dapat berperan sebagai role model,
12) Mampu mengekspresikan perasaan,
13) Altruisme (panggilan jiwa) untuk mendapatkan kepuasan
dengan menolong orang lain,
14) Berpegang pada etika,
15) Tanggung jawab
g) Teknik Menjalin Hubungan dengan Pasien
Syarat dasar komunikasi menjadi efektif (Stuart, 1998) adalah :
1) Komunikasi ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan
penerima pesan.
2) Komunikasi dilakukan dengan saling pengertian sebelum
memberi saran, informasi dan masukan.
h) Jenis Komunikasi Terapeutik
1) Mendengar dengan penuh perhatian
Usaha bidan mengerti pasien dengan cara mendengarkan
masalah yang disampaikan pasien. Sikap bidan : pandangan ke
pasien, tidak menyilangkan kaki dan tangan, menghindari gerakan
yang tidak perlu, tubuh condong ke arah pasien.
2) Menunjukkan penerimaan
Mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku
yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Sikap bidan :
mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan
umpan balik verbal.
3) Menanyakan pertanyaan yg berkaitan
Tujuan : mendapatkan informasi yang spesifik mengenai
masalah yang disampaikan pasien.
4) Mengulang ucapan pasien dengan kata-kata
Pemberian feedback dilakukan setelah bidan melakukan
pengulangan kembali kata kata pasien.
5) Mengklarifikasi
Tujuan : untuk menyamakan pengertian.
6) Memfokuskan
Untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan
lebih spesifik dan dimengerti.
7) Menyatakan hasil observasi
Bidan memberikan umpan balik pada pasien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga pasien dapat
menguraikan apakah pesannya diterima atau tidak.
8) Menawarkan informasi
Memberi tambahan informasi merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan untuk pasien.
9) Diam
Memberikan kesempatan pada bidan untuk
mengorganisasikan pikiran dan memproses informasi.
10) Meringkas
Pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Manfaat : membantu, mengingat topik yang telah dibahas
sebelum melanjutkan pembicaraan.
11) Memberikan penghargaan
Teknik ini tidak digunakan untuk menyatakan hal yang baik
dan buruk.
12) Menawarkan diri
Menyediakan diri Anda tanpa respon bersyarat atau respon
yang diharapkan; Memberi kesempatan kepada pasien untuk
memulai pembicaraan; Memberi kesempatan kepada pasien untuk
berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
13) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Hal ini mempunyai tujuan memberi kesempatan pasien
untuk mengarahkan seluruh pembicaraan, menafsirkan diskusi,
bidan mengikuti apa yg sedang dibicarakan selanjutnya.
14) Menempatkan kejadian dan waktu secara berurutan.
15) Menguraikan kejadian secara teratur akan membantu bidan dan
pasien untuk melihat dalam suatu perspektif.
16) Menemukan pola kesukaran interpersonal klien.
17) Menganjurkan klie untuk menguraikan persepsi
18) Bidan harus dapat melihat segala sesuatu dari perpektif pasien.
19) Perenungan
Memberikan kesempatan untuk mengemukakan dan
menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

i) Tahap Interaksi dengan Pasien


A. Pre interaksi
Tahap Pre interaksi adalah masa persiapan sebelum
mengevaluasi dan berkomunikasi dengan pasien. Pada masa ini
bidan perlu membuat rencana interaksi dengan pasien yaitu :
melakukan evaluasi diri, menetapkan tahapan hubungan/ interaksi,
merencanakan interaksi.
B. Perkenalan
Tahap Perkenalan adalah kegiatan yang dilakukan saat
pertama kali bertemu. Hal yang perlu dilakukan bidan adalah:
memberi salam; memperkenalkan diri; menanyakan nama pasien;
menyepakati pertemuan (kontrak); melengkapi kontrak;
menyepakati masalah pasien; mengakhiri perkenalan.
C. Orientasi
Fase ini dilakukan pada awal setiap pertemuan kedua dst.
Tujuan : memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat
dengan keadaan pasien dan mengevaluasi hasil tindakan yg lalu.
Hal yang harus diperhatikan : memberi salam; memvalidasi
keadaan psien; mengingatkan kontrak.
D. Fase kerja
Merupakan inti hubungan bidan-klien yang terkait erat
dengan pelaksanaan rencana tindakan kebidanan yang dilaksanakan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tindakan kebidanan :
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien tentang
diri, perasaan, pikiran dan perilakunya (tujuan kognitif).
2) Mengembangkan, mempertahankan,dan meningkatkan
kemampuan pasien secara mandiri menyelesaikan masalah
yang dihadapi (tujuan afektif & psikologi).
3) Melaksanakan terapi/ klinis kebidanan.
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan.
5) Melaksanakan kolaborasi.
6) Melaksanakan observasi dan pemantauan.
E. Fase terminasi
Merupakan akhir dari setiap pertemuan bidan dengan
pasien. Klasifikasi terminasi :
1) Terminasi sementara : akhir dari tiap pertemuan bidan
dengan pasien; terdiri dari tahap evaluasi hasil, tahap tindak
lanjut dan tahap untuk kontrak yang akan datang.
2) Terminasi akhir : terjadi jika pasien akan pulang dari rumah
sakit atau bidan selesai praktik. Isi percakapan antara bidan
dengan pasien meliputi tahap evaluasi hasil, isi percakapan
tindak lanjut dan tahap eksplorasi perasaan.
F. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik dapat mengalami hambatan diantaranya :
1) Pemahaman berbeda.
2) Penafsiran berbeda.
3) Komunikasi yang terjadi satu arah.
4) Kepentingan berbeda.
5) Pemberian jaminan yang tidak mungkin.
6) Bicara hal-hal yang pribadi.
7) Menuntut bukti, penjelasan dan tantangan.
8) Mengalihkan topik pembicaran.
9) Memberikan kritik mengenai perasaan pasien.
10) Terlalu banyak bicara.
11) Memperlihatkan sifat jemu dan pesimis.
12) Komunikasi Terapeutik dalam Kebidanan
13) Komunikasi terapeutik dalam kebidanan meliputi :
G. Pengkajian
Menentukan kemampuan dalam proses informasi;
mengevaluasi data tentang status mental pasien; mengevaluasi
kemampuan pasien dalam berkomunikasi; mengobservasi kejadian
yang terjadi; mengidentifikasi perkembangan pasien; menentukan
sikap pasien; mengkaji tingkat kecemasan pasien.
H. Rencana tujuan
Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri;
membantu pasien menerima pengalaman; meningkatkan harga diri
pasien; memberi support; tenaga kesehatan dan pasien sepakat untuk
berkomunikasi secara terbuka.
I. Implementasi
Memperkenalkan diri pada pasien; memulai interaksi dengan
pasien; membantu pasien mendapatkan gambaran pengalamannya;
menganjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan; menggunakan
komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
J. Evaluasi
Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan
memenuhi kebutuhan; komunikasi menjadi lebih jelas, terbuka, dan
terfokus pada masalah; membantu menciptakan lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan.
K. Perawatan
Bila Anda merasa mengalami parenting stress, Anda dapat
melakukan hal berikut untuk mengurangi kecemasan dan stres Anda.
Lebih sering berkomunikasi dan mengutarakan kecemasan Anda
kepada pasangan Anda Berdiskusi dengan orangtua lain (teman atau
keluarga) mengenai masalah yang mereka hadapi sehari-hari sebagai
orangtua.
Hal ini membantu Anda memahami bahwa masalah ini tidak
Anda hadapi sendiri. Rawat diri Anda dengan makan makanan
bernutrisi, tidur cukup dan berkualitas, serta berolahraga.
Kurangi pemicu stres dan pikiran negatif, seperti berita-berita
negatif atau orang-orang yang sering menuduh dan berkata-kata kasar.
Hal ini dapat mengurangi tingkat stres yang tidak perlu.
Menghabiskan waktu di lingkungan luar yang alami dapat
mengurangi rasa tertekan, kemarahan, kebingungan, dan depresi. Anda
bisa juga mencoba olahraga aerobik untuk meningkatkan mood dan
meredakan kecemasan
2. Mind-body medicine
a) Meditasi
Meditasi adalah pengaturan perhatian oleh diri sendiri secara sengaja. Ada
dua kategori meditasi: konsentrasi dan kesadaran. Metode konsentrasi
menumbuhkan kemanunggalan perhatian dan mulai dengan mantra (suara
diulang, kata, atau frase) seperti dalam meditasi transendental. Praktek
pengurangan stres berbasis kesadaran mulai dengan pengamatan pikiran, emosi,
dan sensasi tanpa penilaian yang muncul di bidang kesadaran.
Meditasi telah membantu untuk pasien kanker yang sakit parah untuk
menghilangkan rasa sakit fisik dan emosional. Banyak pasien kanker meninggal
menemukan bahwa ketenangan dan tenang pada meditasi menimbulkan perasaan
yang mendalam dari penerimaan, kesejahteraan, dan kedamaian batin. Sebuah
studi yang dilakukan pada 51 pasien rawat jalan dengan nyeri kronis dengan
program 10-minggu menunjukkan penurunan 50% rasa sakit. Meditasi
mengurangi tingkat stres yang berpotensi dapat mengurangi pengalaman rasa
sakit.
b) Hipnosis
Hipnosis adalah keadaan penuh perhatian, konsentrasi reseptif ditandai
dengan perubahan sensori, keadaan psikologis diubah, dan minim fungsi motorik.
Instruksi yang biasa diberikan menyarankan relaksasi fisik seperti mengambang
bersama dengan gambar yang mengalihkan perhatian dari rasa sakit. Hipnosis
dapat diinduksi dalam beberapa menit untuk mempertahankan analgesia yang
sedang berlangsung dan relaksasi dalam menghadapi tekanan emosional dan fisik.
Ada bukti dari tinjauan sistematis bahwa hipnosis dapat membantu mengurangi
kecemasan dan nyeri pada pasien kanker yang terminal.
c) Guided imagery
Ini mengalihkan fokus mental dari rangsangan menyakitkan untuk
pengalaman yang lebih menyenangkan, gambaran, dan relaksasi. Guided imagery
adalah intervensi yang perawat dapat lakukan dengan pengaturan yang berbeda
(rumah sakit, rumah, hospice), dapat digunakan dengan pasien dan keluarga
untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan.
d) Pelatihan relaksasi
Pelatihan relaksasi melibatkan napas dalam, relaksasi otot progresif, dan
pencitraan. Modalitas ini telah menghasilkan penurunan yang signifikan dalam
nyeri secara subjektif pada pasien dengan kanker stadium lanjut.
e) Terapi distraksi
Terapi distraksi adalah teknik di mana rangsangan sensorik diberikan
kepada pasien dalam rangka untuk mengalihkan perhatian mereka dari
pengalaman yang tidak menyenangkan. Misalnya dengan melihat pemandangan
alam, video game, dll.
f) Terapi musik
Terapi musik adalah pengunaan music yang diatur/dikontrol untuk
perubahan klinis. Terapi musik digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan. Ada perbedaan antara penggunaan musik dan terapi musik. Terapi
musik menggunakan bakat dari seorang profesional terlatih yang memfasilitasi
kontak pasien, interaksi, kesadaran diri, dan ekspresi diri melalui alat musik.
Sebuah sesi terapi musik dapat seperti mendengarkan, bernyanyi, bermain drum,
mengembangkan lirik, atau merekam untuk keluarga. Musik yang disediakan oleh
terapis musik telah terbukti lebih efektif daripada penggunaan pra rekaman musik
sendiri dalam mengurangi skor kecemasan.
a. Terapi Seni
Terapi seni menggunakan proses kreatif untuk memungkinkan kesadaran
dan ekspresi emosi individu. Untuk pasien kanker, seringkali sulit untuk
mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan seseorang tentang diagnosis,
rawat inap, pengobatan, penyakit berulang, keluarga, dan kematian. Ini adalah
seni itu sendiri yang memfasilitasi kesadaran emosi dan pengurangan gejala
melalui penggunaan bahan-bahan seni. Beberapa penelitian telah meneliti
penggunaan terapi seni dalam mengendalikan gejala kanker.
Dalam sebuah penelitian pasien kanker, sebagian besar dengan leukemia
dan limfoma, terapi seni menyediakan penurunan signifikan secara statistik pada
rasa sakit dan gejala umum lainnya, kecuali untuk mual. Dengan menggunakan
garis tubuh dan pastel berwarna dan spidol, pasien kanker yang membantu untuk
memvisualisasikan rasa sakit mereka, mengkomunikasikan emosi mereka,
berurusan dengan citra tubuh, dan mencari makna dan spiritualitas.

C. ASKEP
1. Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup
kedalam empat fase, yaitu :
a. Fase prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit
b. Fase akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
c. Fase kronis : klien bertempur dengan penyakit dan pengobatnnya, Pasti terjadi.
Klien dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik, psikologis
maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal pada pasien dan keluarga
pasien antara lain :
1) Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
2) Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltic, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi
penyakit retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau
kondisi penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit.
3) Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, BB kurang, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
4) Problem suhu : Ekstremitas dingin.
5) Problem Sensori : Refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, sensasi menurun.
6) Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk meningkatkan kenyamanan.
7) Masalah Psikologis : Keluarga pada klien biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis
lain yang muncul pada keluarga klien antara lain ketergantungan, hilang control
diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan,
kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
8) Perubahan Sosial-Spiritual : Keluarga pada klien merasa bersalah, terisolasi
akibat kondisi terminal pada anaknya. Sebagian beranggapan bahwa kematian
anaknya sebagai jalan menuju kehidupan kekal. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan dengan anaknya dan mengalami penderitaan
sepanjang hidup.

Faktor-faktor yang perlu dikaji :


a) Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik
yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
b) Faktor Psikologi
Perubahan Psikologis juga menyertai keluarga pasien dalam kondisi terminal.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien
terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih,
depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada keluarga pasien
terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat
harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada keluarga pasien
terminal.

c) Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi keluarga pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini keluarga pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi
penyakit anaknya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada
perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda keluarga klien mengisolasi
diri, sehingga keluarga klien dapat diberikan dukungan social bisa dari teman
dekat, kerabat yang lain untuk selalu menemani keluarga klien.
d) Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien dan keluarga klien akan
proses kematian, bagaimana sikap keluarga pasien menghadapi saat-saat terakhir.
Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaan. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah keluarga
pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
e) Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian pasien dan keluarga
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi keluarga klien menjelang ajal. Latar belakang budaya
mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi
kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap
kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi
menghakimi harus dihindari.
f) Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan.
Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien dan keluarga
yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual keluarga klien
menjelang kematian pasien dapat terpenuhi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian. ( D.0080 )
b. Berduka b.d antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti. ( D.0081)
c. Distress spiritual b.d kejadian hidup yang tidak diharapkan. ( D.0082)

3. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1 Ansietas b.d SLKI : SIKI :
ancaman terhadap Setelah dilakukan asuhan Reduksi ansietas
kematian keperawatan diharapkan 1.1 Identifikasi saat
masalah dapat teratasi tingkat ansietas
dengan kriteria hasil: berubah
- verbalisasi 1.2 Ciptakan suasana
kebingungan keluarga teraupetik untuk
menurun menumbuhkan
- verbalisasi khawatir kepercayaan
akibat kondisi yang 1.3 Gunakan
dihadapi menurun pendekatan yang
- perilaku gelisah tenang dan
menurun meyakinkan
- perilaku tegang 1.4 Motivasi
menurun megidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
1.5 motivasi untuk
menguatkan
dukungan keluarga
atau orang terdekat
1.6 Diskusikan strategi
koping yang apat
digunakan

2 Berduka b.d Setelah dilakukan asuhan


antisipasi keperawatan diharapkan 2.1 Identifikasi fungsi
kematian keluarga masalah dapat teratasi marah, frustasi,dan
atau orang yang dengan kriteria hasil: amuk pada
berarti. ( D.0081) - verbalisasi harapan keluarga pasien
meningkat 2.2 Fasilitasi
- perasaan perasaan mengungkapkan
sedih menurun perasaan cemas,
- verbalisasi perasaan marah, atau sedih.
bersalah atau 2.3 Lakukan sentuhan
menyalahkan orang untuk memberikan
lain menurun dukunga ( mis:
- pola tidur membaik merangkul,
menepuk)
2.4 Anjurkan
mengungkapkan
pengalaman
emosional
sebelumnya dan
respon yang biasa
digunakan
2.5 Ajarkan
penggunaan
mekanisme
pertahanan yang
tepat
2.6 Rujuk untuk
konseling, jika
perlu.

3 Distress spiritual Setelah dilakukan asuhan 3.1 Identifikasi


b.d kejadian keperawatan diharapkan perasaan khawatir,
hidup yang tidak masalah dapat teratasi kesepian, dan
diharapkan dengan kriteria hasil: ketidakberdayaan
( D.0082) - perilaku marah 3.2 Identifikasi
pada tuhan pandanagn tentang
menurun spiritual dan
- verbalisasi harapan.
perasaan bersalah 3.3 Berikan
menurun kesempatan
- koping membaik mengekspresikan

- kemampuan perasaan tentang

beribadah penyakit dan

membaik kematian
3.4 Berikan
kesempatan
mengekspresikan
dan meredekan
amarah secara
tepat
3.5 Yakinkan bahwa
perawat bersedia
mendukung
3.6 Anjurkan
berinteraksi
dengan anggota
keluarga yang lain,
teman, atau orang
lain
3.7 Ajarkan metode
relaksasi,
meditasi, dan
imajinasi
terbimbing
3.8 Atur kunjugan
dengan rohaniawan
( mis. Ustadz,
pendeta, romo,
biksu)

Anda mungkin juga menyukai