Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DAN KERAGAMAN NILAI BUDAYA LOKAL ACEH,


BALI SERTA TIONGHOA-SUNDA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mandiri


Mata Kuliah Kepemimpinan Budaya Lokal
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. H. Abubakar, M.Ag.

Oleh

Tri Arfayanti
NIM 19013262

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN 2020

0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada


di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak
dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah
tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal
tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah
dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan,
pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan
dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di
Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga
menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.
Seperti surah annisa ayat 58,

ِ )‫ إِ) )َّن هَّللا َ) يَ) )أْ) ُم) ُر) ُك) ْم) أَ) ْ)ن) تُ) ) َ)ؤ) ُّد) و)ا) ا)أْل َ) َم) ا)نَ))ا‬ 
)‫ت) إِ)لَ) ٰ)ى) أَ) ْه) لِ) هَ) )ا) َو) إِ) َذ) ا‬
)‫س) أَ) ْ)ن) تَ) ْ)ح) ُك) ُم)))) و)ا) بِ)ا) ْل) َع)))) ْد) ِل) ۚ) إِ) )َّن هَّللا َ) نِ) ِ)ع) مَّ) ا‬ِ )‫َح) َك) ْم) تُ) ْم) بَ) ْي) َ)ن) ا)ل)ن)َّا‬
ِ )َ‫يَ) ِ)ع) ظُ) ُك) ْم) بِ) ِه) ۗ) إِ) )َّن هَّللا َ) َك) ا) َ)ن) َس) ِم) ي) ًع) ا) ب‬
)‫ص) ي) ً)ر) ا‬
Yang terjemahannya mengatakan “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Jadi, meskipun Indonesia memiliki beragam suku bangsa dan
kepemimpinan, alangkah menyenangkannya jika kita memiliki pemimpin-
pemimpin daerah yang adil serta memberikan keteladanan bagi masyarakatnya.
Kemudian berkembang dan meluas menjadi agama-agama besar di Indonesia
turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan

1
kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu
negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang
tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga
keanekaragaman budaya dalam konteks kepemimpinan, peradaban, tradisional
hingga ke modern, dan kewilayahan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kebudayaan Indonesia?


2. Seperti apa keberagaman budaya di Indonesia?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberagaman Kebudayaan
Indonesia, terutama Aceh, Bali dan Tionghoa Keturunan ?
4. Bagaimana kepemimpinan masyarakat lokal di Indonesia, terutama Aceh,
Bali dan Tionghoa Keturunan?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud kebudayaan Indonesia


2. Untuk mengetahui Seperti apa keberagaman budaya di Indonesia
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberagaman
Kebudayaan Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan masyarakat lokal Indonesia,
terutama Aceh, Bali dan Tionghoa Keturunan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Sebelum kita memahami keberagaman kebudayaan Indonesia, terlebih
dahulu patut kiranya kita memahami arti kebudayaan itu sendiri, kata
kebudayaan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian kebudayaan di artikan sebagai hal hal yang bersankutan
dengan budi dan akal. Kata kebudayaan dalam bahasa inggris diterjemhkan
dengan istilah culture. Dalam bahasa Belanda di sebut cultuur. Kedua bahasa ini
di ambil dari bahasa latin colore yg berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, dan mengembangkan tanah. Dengan demikian culture atau
cultuur diartikan sebagai segala kegiatan manusia untuk mengolah dan
mengubah alam. ada pula yang berpendapat bahwa kata budaya dari budi daya
yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa, dan rasa.
2.1.1. Definisi kebudayaan menurut para ahli
1. Melville J. Herkovits
Memandang bahwa kebudayaan suatu yang superorganic
karena kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi yang
tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota
masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan
kelahiran.

2. Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi


Merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat.

3. E. B Taylor
Mengidentifikasikan bahwa kebudayaan sebagai komplikasi
(jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat serta kebiasaan-
kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.

3
4. Andes Eppink
Kebudayaan merupakan keseluruhan pengertian, nilai, norma,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial, dan religius.

5. Koentjaraningrat
Kebudayaan merupakan sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka memenuhi kehidupan manusia dengan
cara belajar.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebudayaan


Fischer menyatakan bahwa pembentukan kebudayaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, sbb:
1. Lingkungan Geografis (Adaftif)
2. Induk Bangsa (Integratif)
3. Kontak Antar Bangsa dengan Berbagai Kebudayaan (Dinamis)
Hal ini dipaparkan sesuai gejala yang disampaikan oleh Fischer
berdasarkan sifat-sifat budaya serta kondisi Indonesia saat ini, sifat-sifat dari
kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Geografis (Adaftif)

Kebudayaan bersifat adaptif, artinya kebudayaan selalu mampu


menyesuaikan diri, sifat adaptif ini akan melengkapi manusia pendukungnya
dengan menyesuaikan diri pada hal-hal seperti kebutuhan fisiolologis badan
mereka sendiri, lingkungan fisik-geografis dan lingkungan sosial.

2. Induk Bangsa (Integratif)

Kebudayaan bersifat Integratif artinya kebudayaan memadukan semua


unsur dan sifat-sifatnya menjadi satu, bukan sekumpulan kebiasaan yang
terkumpul secara acak-acakkan saja. Karena itulah kebiasaan yang dimiliki
dalam suatu kebudayaan tidak dapat dengan mudah dimasukan kedalam
kebudayaan lain.

4
3. Kontak Antar Bangsa dengan Berbagai Budaya (Dinamis)

Kebudayaan bersifat dinamis artinya kebudayaan itu selalu berubah dan


terus bergerak mengikuti dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat.
Dinamika kehidupan sosial budaya terjadi sebagai akibat dari interaksi
manusia dengan lingkungan sekitar, penafsiran-penafsiran atau interpretasi
yang berubah tentang norma-norma, dan nilai-nilai sosial budaya yang
berlaku

2.3. Keberagaman Budaya Indonesia


Keragaman budaya adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia .
keragaman budaya Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat di pungkiri
keberadaanya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain
kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari
berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan
dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada di daerah tersebut.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia
mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah
pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai
jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok
sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di
dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya
telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada
saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti
yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia.
Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya
elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain
bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal
ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.
Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal terbesar
di pulau – pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan

5
kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir,
dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan.
Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok
sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan
dengan budayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada
di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di
Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga
mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa di katakan bahwa Indonesia
adalah salah satu Negara dengan tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat
heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok
sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban,
tradisional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaan Indonesia dapat dikatakan
mempunyai keunggulan di bandingkan dengan Negara lainnya. Indonesia
mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah
pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai
jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang di rangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan di jalin tidak hanya meliputi antar kelompok
sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di
dunia. Labuhnya kapal-kapal portugis di banten pada abad pertengahan misalnya
telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada
saat itu. Hubungan antar pedagang Gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti
yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia.
Singungan-singungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya
elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain
bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya local di
tengah-tengah singgungan antar peradaban itu.

2.4. Bukti Sejarah


Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup
secara berdampingan ,saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel.
Misalnya kebudayaan kraton atau kerjaan yang berdiri sejalan secara paralel
dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat terentu. Dalam

6
konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban
dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan
kebudayaan berburu meramu yang jauh hidup terpencil. Hubungan-hubungan
antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai “Bhineka
Tunggal Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamanya bukan
hanya mengacu kepada keanekaragaman kemlompok sukubangsa semata namun
kepada konteks kebudayaan.
Didasari pula bahwa dengan jumlah kemlompok sukubangsa kurang lebih
700’an suku bangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok
masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia
adalah masyarakat majemuk yang sesunguh nya rapuh. Rapuh dalam artian
dengan keragaman perbedaan yang di milikinya maka potensi konflik yang di
punyai juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat akan terjadi pendorong untuk mempekuat isu konflik yang muncul di
tengah-tengah masyarakat dan keragaman kebudayaan

2.5. Faktor-Faktor Penyebab Keberagaman Budaya Indonesia


Ada 3 (tiga) faktor utama yang mendorong terbentuknya keberagaman
budaya Indonesia sebagai berikut:

1. Latar Belakang Historis


Dalam perjalanan sejarah menyebutkan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari Yunani (wilayah Cina Bagian Selatan). Sebelum tiba
di Nusantara mereka berhenti di berbagai tempat dan menetap dalam jangka
waktu yang lama, bahkan mungkin hingga beberapa generasi. Selama
bermukim di tempat-tempat tersebut, mereka melakukan adaptasi dengan
lingkungannya. Mereka mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan-keterampilan khusus sebelum melakukan perjalanan. Dengan
perbedaan pengalaman dan pengetahuan telah menyebabkan timbulnya
perbedaan suku bangsa dengan budaya yang beranekaragam di Indonesia.

2. Perbedaan Kondisi Geografis


Perbedaan-perbedaan kondisi geografis telah melahirkan berbagai
suku bangsa dan keberagaman budaya Indonesia. Hal itu berkaitan dengan :

7
Pola kegiatan ekonomi, Perwujudan kebudayaan yang ada contohnya:
nelayan, pertanian, kehutanan, dan perdagangan. Sehingga mereka akan
mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan lingkungan
geografis mereka tanpa mengganggu kebudayaan yang lainnya.

3. Keterbukaan terhadap Kebudayaan Luar


Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat
dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Pengaruh asing pertama yaitu ketika orang-orang India, Cina, dan
Arab di susul oleh bangsa Eropa. Bangsa tersebut datang membawa
kebudayaan yang beranekaragam.
Daerah-daerah yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir paling
cepat megalami perubahan. karena:
Dengan semakin banyaknya sarana dan prasarana transportasi,
Hubungan antar kelompok semakin intensif dan
Semakin sering mereka melakukan pembauran
Sementara daerah-daerah yang terletak jauh dari pantai umumnya
tidak banyak terpengaruh budaya luar, sehingga kebudayaannya berkembang
dengan corak khas.
Contoh: jakarta salah satu contoh kota pelabuhan, memiliki corak
kebudayaan yang cukup beragam yaitu dengan adanya Budaya Betawi
memiliki sedikit budaya Cina, Arab, dan India. Hal ini diakibatkan oleh
beragamnya orang yang datang/singgah di kota ini sehingga terjadinya
pembauran kebudayaan.

2.6. Manfaat Keberagaman Budaya


Tidak semua negara memiliki keberagaman budaya seperti yang dimiliki
oleh negara Indonesia. Dengan demikian, keberagaman budaya memberikan
manfaat bagi bangsa kita.

Beberapa manfaat keberagaman budaya, sebagai berikut :


1. Dalam bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa
daerah dapat memperkaya perbendaharaan istilah dalam bahasa Indonesia.

8
2. Dalam bidang pariwisata, potensi keberagaman budaya dapat dijadikan
objek dan tujuan pariwisata di Indonesia yang bisa mendatangkan devisa.
Masalah yang Timbul Akibat Keberagaman Budaya

Secara sosiologis, masyarakat multikultural adalah masyarakat yang


memiliki keanekaragaman budaya.

Menurut Naskun, adanya keanekaragaman budaya tersebut membuat


masyarakat multikultural memiliki karakteristik umum sbb :
1. Adanya sub-sub kebudayaan yang bersifat saling terpisah.
2. Kurang berkembangnya sistem nilai bersama atau konsensus.
3. Berkembangnya sistem nilai masing-masing kelompok sosial yang dianut
secara relatif rigid dan murni.
4. Sering timbul konflik-konflik sosial atau kurangnya integrasi.

Menurut Pierre L. Van den Berghe, masyarakat multikultural memiliki


karakteristik umum sebagai berikut:
1. Terjadinya segmentasi dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering
memiliki sub-kebudayaan yang satu sama lain berbeda.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga yang
bersifat nonkomplementer.
3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap
nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif, seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok
yang satu dengan yang lainnya.
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan ketergantungan
di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.
Keberagaman merupakan suatu keadaan yang dapat mendatangkan
fenomena baru yang positif dan negatif (tidak diinginkan). Namun jika
keduanya kita telusuri dan kita kaji lebih jauh, merupakan gejala-gejala yang
wajar terjadi dalam masyarakat. Selain membawa manfaat, keberagaman
budaya pun memiliki dampak negatif dengan dasar berbeda-beda itu tidak
dapat bergaul satu sama lainnya. Potensi terpendam untuk terjadinya konflik

9
karena ketegangan antar suku bangsa dan golongan tidak bisa diabaikan
begitu saja.

Menurut J. Ranjabar, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya


konflik pada masyarakat Indonesia sbb:
1. Apabila terjadi dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lain.
Contoh: konflik Aceh dan Papua.
2. Apabila terdapat persaingan dalam mendapatkan mata pencaharian hidup
antara kelompok yang berlainan suku bangsa. Contoh: konflik yang
terjadi di sambas.
3. Apabila terjadi pemaksaan unsur-unsur kebudayaan dari warga sebuah
suku terhadap warga suku bangsa lain. Contoh: konflik yang terjadi di
sampit.
4. Apabila terjadi potensi konflik terpendam, yang bertikai secara adat.
Contoh: konflik antar suku di papua.
5. Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik, sbb:
a. Konflik Rasial
Konflik yang diakibatkan dari perbedaan-perbedaan dalam diri
mereka terhadap individu dan ras lainnya. Pertentangan rasional
bukan saja disebabkan oleh perbedaan ciri-ciri fisik saja, tetapi
kadang-kadang juga diperuncing oleh perbedaan dan benturan dalam
hal sosial, ekonomi, politik, atau karena jumlah ras tertentu lebih
banyak dari ras lainnya.
b. Konflik Antar Suku Bangsa
Bahasa yang digunakan menjadi perbedaan antar suku bangsa,
ada juga perbedaan adat istiadat dalam pergaulan sehari-hari,
kesenian yang dikembangkan, sistem kekerabatan yang dianut, dan
penguasaan tekhnologi.
Konflik ini terjadi terlebih jika keduanya mengalami
kemunduran dalam beberapa hal, misalnya dalam hal ekonomi yang
diikuti oleh kecurigaan-kecurigaan terhadap suku tertentu atas
penguasaan sumber-sumber ekonomi politik.

10
c. Konflik Antar Agama
Keanekaragaman agama yang dianut seringkali mendatangkan
perbedaan-perbedaan, baik dalam cara berpakaian, bergaul,
peribadatan, adat pernikahan, hukum waris, kesenian, dan atribut-
atribut keagamaan lainnya.
Jika para pemeluknya tidak menghayati secara mendalam dan
benar inti dari ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama-agama
mereka, akan sangat potensial untk terjadinya konflik, bahkan sampai
pada tingkat konflik politik. Konflik seperti ini juga sangat
dipengaruhi oleh keseimbangan jumlah penganut agama tertentu
dalam suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia terdri dari ratusan
suku bangsa yang tersebar di lebih dari 13 ribu pulau. Setiap suku
bangsa memiliki identitas sosial, politik, dan budaya yang berbeda-
beda. Seperti bahasa yang berbeda, adat istiadat serta tradisi, sistem
kepercayaan, dan sebagainya. Dengan identitas yang berbeda-beda
ini, kita dapat mengatakan bahwa Indonesia memiliki kebudayaan
lokal yang sangat beragam.

2.7. Beberapa Contoh Keberagaman Budaya Lokal dan Kepemimpinannya


Indonesia

2.7.1. Kebudayaan Lokal


Berikut ini pembahasan mengenai beberapa contoh budaya lokal di
Indonesia:
1. Kebudayaan Lokal Masyarakat Aceh
Yang termasuk ke dalam budaya aceh yaitu daerah yang
tergabung ke dalam bagian utara pulau Sumatera, juga meliputi
wilayah Simeuleu, We, Breuh, dan pulau-pulau lain yang ada di
sekitarnya. Desa bagi orang Aceh disebut Gampong. Setiap gampong
terdiri atas 100-500 rumah.

2. Kebudayaan Lokal Masyarakat Bali


Ada dua (2) bentuk masyarakat bali, yaitu masyarakat Bali Aga
dan Bali Majapahit. Masyarakat Bali Aga, masyarakat yang kurang
mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa-Hindu dari Majapahit dan

11
umumnya mendiami daerah-daerah pegunungan. Sedangkan
Masyarakat Bali Majapahit, pada umumnya tinggal di daerah-daerah
dataran dan menjadi mayoritas Bali.

3. Kebudayaan Lokal Masyarakat Tionghoa Keturunan


Pengaruh budaya Tionghoa dapat dilihat dalam sastra Melayu-
Tionghoa lokal, yang berasal dari akhir abad ke-19. Salah satu karya
paling awal dan paling komprehensif mengenai hal ini,
buku Claudine Salmon, 1981, sastra dalam bahasa Melayu oleh orang
Tionghoa yang berjudul "Sebuah Bibliografi Beranotasi Sementara",
mencantumkan lebih dari 3.000 karya. Sampel sastra ini juga
diterbitkan dalam koleksi enam volume yang berjudul "Kesastraan
Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia" (Sastra Melayu
Tionghoa dan Bangsa Indonesia).

Kho Ping Hoo atau Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo


adalah seorang penulis Indonesia keturunan Tionghoa. Dia terkenal
di Indonesia dikarenakan fiksi seni bela diri pada latar belakang
Tionghoa atau Jawa. Selama 30 tahun kariernya, setidaknya terdapat
120 cerita telah diterbitkan (menurut Leo Suryadinata). Namun,
majalah Forum mengklaim setidaknya Kho Ping Hoo memiliki 400
cerita dengan latar belakang Tionghoa dan 50 cerita dengan latar
belakang Jawa.

Adapun sastra Jawa-Tionghoa yang mana ditulis oleh


kaum Peranakan, sastra Tionghoa ditulis dalam bahasa dan aksara
Jawa, ataupun sebaliknya

2.7.2. Kepemimpinan Masyarakat Lokal di Indonesia

Hampir setiap daerah di Indonesia, memiliki sistem kepemimpinan


dengan konsep-konsep kekuasaannya yang sangat dipengaruhi oleh latar
belakang kebudayaan daerahnya dan pengaruh agama yang dianut oleh
masyarakat pendukungnya. Aturan adat dan sistem norma adat,
merupakan wujud kebudayaan, karena di samping mencakup pengertian
norma adat juga mengandung unsur-unsur yang meliputi seluruh tingkah-

12
laku kegiatan hidup manusia. Berikut ini pembahasan mengenai beberapa
contoh kepemimpinan lokal masyarakat di Indonesia:

1. Kepemimpinan Lokal Masyarakat Aceh


Masyarakat Aceh mengenal peribahasa yang sesungguhnya
menggambarkan jati diri/watak dari masyarakatnya., yang disebut
pula dengan hadis maja atau narit maja . Menurut Ali dkk narit
maja menduduki tingkat kebenaran nomor tiga dalam masyarakat
Aceh. Tingkat kebenaran pertama adalah Wahyu Allah Swt. Tingkat
kebenaran kedua adalah Hadis Rasulullah Saw. Tingkat kebenaran
ketiga adalah Narit maja atau Peutitih peteteh. Karena kebenaran
narit maja berada di bawah Hadis Nabi, maka orang-orang
menyebutnya dengan atau hadih maja. Narit maja adalah tutur
perkataan orang-orang tua zaman dahulu yang dapat dijadikan
nasihat, petunjuk, petuah, ajaran, dan larangan itu pada umumnya
berkaitan dengan agama Islam, adat Istiadat, pendidikan, dan
kehidupan masyarakat. Narit yang tidak mengarah ke arah
keluhuran budi tidak disebut narit/hadih maja.
Dalam sistem budayanya, masyarakat Aceh memiliki prinsip-
prinsip kepemimpinan yang selaras dengan prinsip harmoni
kehidupan di jagad raya. Hukum alam, fakta empris, dan kesadaran
logis untuk hidup berperaturan merupakan prinsip utama yang
diyakini sebagai poros kemaslahatan. Sebuah negeri, wilayah,
kampung haruslah ada pimpinannya yang diatur dengan peraturan
dan hukum. Kalau prinsip-prinsip ini tidak ada, kehidupan menjadi
kacau balau disebut tidak berbudaya (no culture) bahkan lebih jauh
lagi disebut tidak beradab (uncivilized). Di Aceh secara tradisional
dikenal tiga syarat minum dari seorang pemimpin, yaitu:
1. cerdas,
2. berani,
3. jujur.
Jika salah satu syarat tidak terpenuhi gugur semua syarat lain
atau gagal/tidak terpenuhi sebagai pemimpin. Jelas syarat ini

13
diwarisi dari keislaman. Ketentuan ini dinisbatkan kepada tungku
tempat menyerang periuk. Jadi hanya dua tungku pastilah gagallah
acara menyerang/menanak.
Dalam pandangan hidup orang Aceh pemimpin merupakan
orang yang paling berat tanggung jawabnya. Ia juga harus memiliki
tingkat kesabaran yang tinggi karena seorang pemimpin harus
“tahan banting” dan tidak gampang menyerah atau berputus asa.
Selain itu, seorang pemimpin harus mampu menerima berbagai
kritik, baik yang sifatnya konstruktif maupun yang sifatnya
destruktif, sekaligus harus pula memahami karakter masyarakat
yang dipimpinnya secara baik. Tanpa kesabaran dan rela menerima
kritikan tajam, seorang pemimpin di Aceh tidak bertahan lama,
gagal, dan tidak berharga.

Jadi, terdapat nilai-nilai budaya Aceh yang terkait dengan


kepemimpinan. Nilai-nilai menjadi bagian dari karakter pemimpin
yang diidamkan, Selain itu, nilai-nilai budaya tersebut menjadi suatu
pedoman yang dipakai di dalam menetapkan kepemimpinan dalam
masyarakat. Ajaran Islam telah merasuk ke dalam budaya
masyarakat Aceh sehingga kepemimpinan pun didasarkan kepada
nilai-nilai Islami. Ada nilai-nilai dualistis dalam kepemimpinan
masyarakat Aceh, yaitu antara kepemimpinan duniawi dan
kepemimpinan agama. Sifat dualistis tidak hanya pada tingkatan
kerajaan,tetapi juga merambah pada tingkatan paling rendah, yaitu
gampong. Semuanya berorientasi kepada ketertiban dan

14
keharmoniasan, serta saling diuntungkan. Bentuk/wujud
kepemimpinan pada masyarakat Aceh memiliki kekhasan tersendiri,
sehingga tidak dapat disamaratakan dengan daerah lain. Upaya
penyamarataan, seperti melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1979
tentang pemerintah desa tidak akan membawa kebaikan. Kiranya
perlu dikembangkan keberagamaan (kebhinekaan) dan mengurangi
keragamaan (keekaan)

2. Kepemimpinan Lokal Masyarakat Bali


Pada masa kerajaan di Bali juga mengenal berapa kitab hukum
yaitu Agama, Adi-Agama, dan Kutara Agama yang berasal dari
Majapahit (Djelantik, l909) dan diperkirakan bersumber dari kitab
Manawa Dharmacastra yang berasal dari India (Pudja dan Sudharta,
l973). Dilihat dari sumber-sumber sastra dan hukum itu menjadi
santapan rohani dan tatanan hidup kemasyarakatn di kalangan elite
tradisional, dapat diketahui betapa besar pula pengaruh kebudayaan
Majapahit ke dalam masyarakat Bali.
Kedudukan raja dalam masyarakat tradisional memiliki
kekuasaan yang berdasarkan otoritas tradisional yang diterimanya
sebagai hak turun-temurun. Pihak penguasa memberi perlindungan
dan pengayoman pada rakyatnya, sedangkan rakyat memberikan
pelayanan, penghormatan, dan kesetiaan pada raja atau kepala
sukunya atau penguasa peguyubannya. Di samping memiliki otoritas
tradisional, masih ada bentuk hubungan kekuasaan yang bersumber
pada kualitas pribadi berupa supernatural dalam wujud kewibawaan
yaitu otoritas kharismatik yang menimbulkan kesetiaan pengikutnya
(Albrow, l989:26-38; Wolf, l973:l-20; Legg, l983:l0). Kedudukan
raja yang memiliki otoritas kharismatik sangat menarik bila
dihubungkan dengan konsep kosmologinya Heine Geldern, tentang
negara dan kedudukan raja di Asia Tenggara (Geldern, l982).
Dimulai dengan menawarkan pengertian pokok tentang kesejajaran
antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara jagat raya dan dunia
manusia. Hal ini melahirkan suatu kepercayaan kosmos-magis atau

15
kosmos-religius. Konsep ini akhirnya menimbulkan suatu
kepercayaan bahwa ibu-kota kerajaan atau istana (puri) bukan saja
sebagai pusat politik dan kebudayaan, tetapi juga sebagai pusat
magis kerajaan. Status raja kemudian disejajarkan dengan
kedudukan dewa, sehingga melahirkan “kultus dewa raja”, yang
diharapkan dapat memberi perlindungan, keselamatan dan
kesejahteraan bagi semua rakyatnya. Konsep kultus dewa raja ini,
dikenal juga dengan konsep divine kingship dari Heine Geldern. Hal
ini juga diterapkan oleh Clifford Geertz dalam tulisannya Negara:
The Theatre State in Nineteenth- Century Bali (l980), adalah suatu
ide politik yang dapat mengatur perilaku dan institusi sosial politik.
Dalam studi peradaban kuno dapat diketahui bahwa kesadaran
kolektif tentang dunia dan alam semesta yang kosmos-sentris sangat
menentukan gambaran (image) mereka tentang ruang dan waktu.
Ruang dan waktu dianggap sebagai daya kekuatan yang misterius
dan maha besar yang menguasai apa saja, yang mengatur dan
menentukan kehidupan di dunia fana, dan juga kehidupan para dewa
(Cassirer, l990:63). Terhadap kesejajaran antara makrokosmos dan
mikrokosmos, antara jagat raya dan manusia, menurut istilah di Bali
disebut bhuwana agung dan bhuwana alit, orang Bali percaya bahwa
manusia berada di bawah pengaruh tenaga-tenaga yang bersumber
pada penjuru mata angin, pada bintang-bintang dan planet-planet.
Kekuatan ini dapat menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan,
atau sebaliknya dapat membikin kehancuran tergantung pada
individu, masyarakat atau negara dalam menyelaraskan kehidupan
dan kegiatannya dengan jagat raya. Guna mengupayakan keselarasan
itu dapat ditempuh melalui petunjuk-petunjuk para ahli astrologi
untuk mengetahui serta menetapkan hari baik dan hari naas atau
buruk.( Swellengrebel, l960:36-53). Kepercayaan terhadap kosmos-
magis ini juga berkembang di Asia Tenggara. (Geldern, l982:2-
5).Beberapa jenis upacara yang dilakukan oleh orang Bali atau
masyarakat Bali sebagai wujud pengulangan seperti upacara ke

16
sanga atau tabuh gentuh, (tahun baru Isaka) melahirkan pandangan
kosmogonik tentang bergeraknya waktu secara siklus. Mengenai
gambaran waktu yang siklus ini sudah lama dikenal, disebut
mahayuga atau di Bali dikenal dengan caturyuga terdiri dari
Kertayuga atau Krtayuga, yaitu zaman keemasan, Tretayuga,
Dwaparayuga, dan Kaliyuga, yaitu zaman yang mendekati zaman
kehancuran atau kiamat di mana kemerosotan moral manusia sudah
tidak dapat dikendalikan lagi (lihat Tjatoerjoega (naskah), Gedong
Kirtya No. IIb l436; Resi Sasana Catur Yuga (naskah), Gedong
Kirtya, No.884).

Nilai-nilai kepemimpinan yang dianut oleh masyarakat bali


melandasi konsep kekuasaan yang mencerminkan Astabrata, yaitu:
1. Watak satria (jujur, berani dan bertanggung jawab),
2. Sakti, (kekuatan batin yang luhur dan suci),
3. Wibuh ( kaya dan berjiwa sosial),
4. Wirya (memiliki ketenangan batin),
5. Wibawa (berwibawa, disegani karena jujur dan rendah hati),
6. Pradnyan (berpengetahuan, pandai, dan berpandangan luas), dan
7. Wicaksana (adil dan bijaksana).
Dari ajaran Astabrata dapat dipetik intinya bahwa hubungan
antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara raja dengan rakyat
merupakan jalinan hubungan yang betul-betul harmonis antara
kecintaan dan kesetiaan dalam mewujudkan kesejahteraan lahir-
batin. Untuk memenuhi kebutuhan di bidang kerohanian masih
diperlukan seorang rohaniwan yaitu seorang pendeta (Bhagawanta)
sebagai penasehat raja dalam mengendalikan pemerintahan.

3. Kepemimpinan Lokal Masyarakat Tionghoa Sunda


Kepemimpinan Konfusius atau kepemimpinan ala Tionghoa
keturunan adalah kepemimpinan Chinese dalam kerangka nilai
Konfusius. Kepemimpinan Konfusius dikembangkan dari perpektif
Konfusius atau norma-norma yang diajarkan dan dipraktekkan
selama kurang lebih 3000 tahun. Kepemimpinan Konfusius

17
menurut Cheung dan Chan (2008) memiliki sejumlah
karakteristik yang mencerminkan Kebajikan, Pembelajaran,
Harmonisasi, Peraturan,Inovasi, dan dasar pemikiran Konfusius
(Cheung dan Chan, 2008). Dari lima prinsip utama dalam
Konfusius yaitu: ren, chun tzu, li, te, wen, menurut Hill (2006)
kepemimpinan Tionghoa dipengaruhi 3 prinsip Konfusius yaitu
te (mengacu pada kekuasaan oleh aturan laki-laki (power of man
rules)), ren (menekankan pada hubungan yang ideal antar individu
yang didasarkan pada kebajikan, humanis, dan cinta kasih),dan yi
(mengacu pada aturan-aturan yang berkaitan dangan perilaku yang
baik, sesuatu yang seharusnya dilakukan) (Hill, 2006). Menurut
Cheng (2011) terdapat 10 karakteristik kepemimpinan
berdasarkan nilai-nilai Konfusius klasik yaitu: pemahaman yang
mendalam mengenai ren (kemanusiaan), menjalankan aturan
dengan kebajikan, memiliki kebajikan (kekuatan untuk
membangkitkan kesadaran dan mempengaruhi orang lain untuk
melakukan hal yang sama), mampu menegaskan keyakinan
individu dan kolektif dalam menjalankan kebijakan dan berelasi,
interaksi dan hubungan timbal balik berdasarkan pada instrospeksi
diri dan kepedulian terhadap orang lain, hadir sebagai contoh
yang menginspirasi dan membentuk kepercayaan dan rasa
hormat, adil dan berbudi, mampu menyelesaikan konflik dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, memiliki keberanian
dalam menghadapi krisis dan bertahan untuk mendidik penerus yang
potensial, praktek pengunduran diri yang bijak (Cheng, 2011).
Karakter kepemimpinan masa kini yang mencerminkan ideologi
Konfusius menurut McDonald (2011), adalah: (1) Terlihat tenang,
personal yang rendah hati yang memperoleh penghargaan
berdasarkan ’sense of ; relationship’ yang dipandang dari perspektif
orang lain adalah kebapakan dan spiritual; (2) Pemimpin yang
pluralistik dan holistik yang mencari kesempatan untuk
meningkatkan hubungan yang harmonis yang mengintegrasikan

18
seluruh fraksi yang ada; (3) Sementara mereka bekerja keras dan
ambisius, mereka tidak terlihat agresif; (3) Mereka akan
mengarahkan dan mencapai hasil sambil memproyeksikan atmosfir
kesabaran. (McDonald,2011)

Kepemimpinan Konfusius Sunda adalah Kepemimpinan


yang mengutamakan nilai-nilai moral yang mengayomi yang
memiliki keterbukaan dalam silih asah, menjalankanprinsip-
prinsip hubungan yang selaras dan harmonis berlandaskan pada
nurani yang welas asih dan nilai silih asih humanistis, memiliki
semangat belajar seumur hidup yang mawas diri serta memiliki
moralitas silih asuh, yang memiliki tujuan untuk mewujudkan ,
nyaman, dan terlindungi bagi seluruh bawahannya dan
menciptakan kesadaran untuk maju dan bertumbuh kembang
bersama.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan bersama yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia yang merupakan puncak tertinggi dari kebudayaan-kebudayaan
daerah. Kebudayaan nasional sendiri memiliki banyak bentuk karena pada
daasarnya berasal dari jenis dan corak yang beraneka ragam, namun hal itu
bukanlah menjadi masalah karena dengan hal itulah bangsa kita memiliki
karakteristik tersendiri.
Untuk memelihara dan menjaga eksisitensi kebudayaan bangsa kita, kita
bisa melakukan banyak hal seperti mengadakan lomba-lomba dan seminar-
seminar yang bernafaskan kebudayaan nasional sehigga akan terjagalah
kebudayaan kita dari keterpurukan karena persaingan dengan budaya luar. Dan
dalam menyikapi keberagaman yang ada kita harus bisa bercermin pada inti
kebudayaan kita yang beragam itu karena pada dasarnya segalanya bertolak pada
ideologi pancasila.
Untuk menghadapi dampak negatif keberagaman budaya tentu perlu
dikembangkan berbagai sikap dan paham yang dapat menikis kesalahpahaman
dan membangun benteng saling pengertian. Gagasan yang menarik untuk
diangkat dalam konteks ini adalah multikulturalisme dan sikap toleransi dan
empati.
Sedangkan dalam mengkaji konsep-konsep kekuasaan dan sistem
kepemimpinan di Indonesia pada masa sekarang tidak dapat mengabaikan
tentang sumber-sumber kepemimpinan pada masa kerajaan, karena nilai-nilai
kepemimpinan pada masa itu masih relevan diterapkan sampai saat ini.
Hampir setiap kerajaan di Indonesia yang mengalami kejayaan dari periode
abad XIV sampai abad XIX sangat kaya dengan nilai-nilai kepemimpinan dan
konsep kekuasaan, merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang sangat
tinggi nilainya. Kekayaan budaya itu ternyata kurang mendapat perhatian dari
pemimpin-pemimpin yang hidup pada masa “modern” yang cendrung neolib,
transaksional. Kurang visioner, sehingga terpukau mempelajari konsep-

20
konsep kekuasaan dari dunia barat yang kadang-kadang tidak cocok dengan
alam budaya bangsa Indonesia. Guna menanggulangi krisis kepemimpinan
yang bersumber pada KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) sehingga
menyebabkan krisis ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan, perlu mencari
figur pemimpin yang cocok dengan aspirasi masyarakat Indonesia dan
berbudaya Indonesia, sehingga ke depannya muncul figur pemimpin
memahami sosio-kultural bangsanya berkan peranan saudara menjadi
pahlawan muda di masa depan.

1. Kebudayaan dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu


buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi
atau akal. Kebudayaan juga berada sari bahasa inggris, budaya adalah
culture sedangkan dalam bahasa Belanda cultuur, jadi dapat dimaknai
bahwa budi daya berarti daya (usaha) dari budi, yaitu berupa cipta, karsa,
dan rasa.

2. Kebudayaan memperkaya khasanah bangsa

3. Pemimpin setiap daerah memiliki kekhasan masing-masing namun


mewujudkan tujuan yang sama yaitu memberi perlindungan, keselamatan dan
kesejahteraan bagi semua rakyatnya.

4. Kepemimpinan Aceh, Bali dan Tionghoa Keturunan memiliki dualisme


kepercayaan yaitu duniawi dan Surgawi

Tabel Pola Kepemimpinan Aceh, Bali dan Tionghoa Keturunan

No Uraian Aceh Bali Tionghoa


Keturunan (Sunda)

1 Beraliran Agama Islam Hindu Dharma Konghuchu

2 Dualisme Allah SWT Sang Widhi Yasa Tian Di Ren “Shang


Kepemimpinan (Tuhan) “Sang Widi Wasa” Di Ren” (Tuhan)
(Tuhan)
(Surgawi dan

21
Duniawi) Sultan Raja Raja

3 Rujukan Nasihat Imam Mukmin Bhagawanta Biksu/ Ba Cheng


(Ulama) (Pendeta) (Pendeta)

4 Ideologi hadis maja atau Astabrata (10 Konfusius (Kong Fhu


Pemimpin narit maja Dewa) Tze
(Quran dan
Hadist)

5 Visi adat Adat ngon hukom Moksartham Wanmei de zhihui


lagee zat ngon Jagaddhitaya Ca shi, zai renhe
sifeuet Iti Dharmah qingkuang xia
women dou nenggou
(hukum adat (mencapai
yunyong wu jian shi,
berdasarkan zat kebahagiaan lahir
na jiushi buyao
(Tuhan)) dan bhatin,
rangbu, kangkai,
menegakkan
zhencheng, chengyi
kebenaran dan
he youshan.
keadilan)
(Kebijaksanaan yang
sempurna adalah
ketika kita dalam
keadaan apapun
mampu menerapkkan
lima hal yaitu tidak
bergeming ,
kemurahan jiwa,
ketulusan,
kesungguhan hati,
dan kebaikan.)
6 Nilai-nilai a. Cerdas, a. Satria (jujur, Lima sifat yang
Kepemimpinan
b. Berani, berani dan mulia (Wu Chang)
c. Jujur bertanggung terdiri dari:

22
d. Hormat a. Ren/Jin: cinta
jawab),
kepada ulama kasih, rasa
b. Sakti,
e. Jiwa kebenaran,
(kekuatan
kebangsaan kebajikan, tahu
batin yang
f. Melindungi diri, halus budi
luhur dan
kaum lemah pekerti (sopan
suci),
(wanita) santun) serta
c. Wibuh ( kaya
dapat menyelami
dan berjiwa
perasaan orang
sosial),
lain.
d. Wirya
b. I/Gi, yaitu: rasa
(memiliki
solidaritas,
ketenangan
senasib
batin),
sepenanggungan
e. Wibawa
dan rasa mrmbela
(berwibawa,
kebenaran.
disegani
karena jujur c. Li atau Lee,
yaitu: sopan
dan rendah
santun, tata
hati),
krama, dan budi
f. Pradnyan
pekerti.
(berpengetahu
an, pandai, dan d. Ce atau Ti, yaitu:
bijaksana atau
berpandangan
kebijaksanaan
luas), dan
(wisdom),
g. Wicaksana
pengertian dan
(adil dan
kearifan.
bijaksana).
e. Sin, kepercayaan,
rasa untuk dapat
dipercaya oleh
orang lain serta

23
dapat memegang
janji dan
menepati janji.
Penjabaran dari 5
sifat mulia yang
menjadi dasar bagi
seorang pemimpin
Konfusius Sunda
tersebut adalah:
1) Moral
mengayomi
2) Nurani welas asih
3) Semangat belajar
seumur hidup
yang mawas diri
4) Hubungan
kemanusiaan
yang selaras dan
harmonis
5) Silih asih
humanistis
6) Keterbukaan
dalam silih asah
7) Moralitas silih
asuh

5. Bahasa Mandarin yang menjadi wacana sebagai salah satu syarat kelulusan
bagi siswa SLTA/MA adalah baik berdasarkan sejarah dan kebhinekaan. Hal
ini disebabkan dalam sejarahnya tionghoa memang sudah menguasai semua
sektor dan keberadaannya sudah menyebar keberbagai daerah di Indonesia.
Interpensi politik dan ekonomi menjadi sasaran utama yang ingin di kuasai.

24
Sejarah mengatakan bahwa Tionghoa telah banyak memberikan kontribusi
yang besar bagi kemajuan bangsa Indonesia sehingga sangat wajar bagi
pemikiran orang-orang Tionghoa untuk menuntut adanya timbal balik bagi
kontribusi yang diberikan kepada Indonesia selama ini baik dalam jabatan,
kedudukan, kekuatan prestise dan prestasi. Disebabkan semakin banyak hal-
hal yang kurang berkenan bagi bangsa kita dan merusak tatanan ideologi
bangsa kita. Salah satunya adalah Partai Komunis Indonesia yang
bertentangan dengan salah satu bunti pancasila, sila ke-1 “Ketuhanan Yang
Maha Esa” sedangkan PKI tidak mengenal adanya Tuhan. Maka dari itu
pemerintah berusaha agar bangsa Indonesia tidak dibodohi oleh kaum
Komunis yang mayoritasnya adalah kaum Tionghoa dengan cara kaum muda
Indonesia harus mampu memahami bahasa mereka yakni “Bahasa China atau
Mandarin”.

3.2. Saran
 Peran pemerintah harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik
nasional yang dapat mengakomodasikan apresiasi masyarakat yang
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
 Peran masyarakat meminimalkan perbedaan yang ada dan berpijak pada
kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh setiap budaya daerah.
 Perlunya memperbaiki kepemimpinan di Indonesia pada masa sekarang
agar tidak mengabaikan tentang sumber-sumber kepemimpinan pada masa
kerajaan, karena nilai-nilai kepemimpinan pada masa itu masih relevan
diterapkan sampai saat ini.
 Perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap perpecahan yang dibuat secara
sengaja dari bangsa pendatang.

25
DAFTAR PUSTAKA
Adia Wiratmadja, G.K., l975. Leadership: Kepemimpinan Hindu. Magelang: (tt)
Babad Blahbatuh (manuskrip)
Cassirer, Ernest. l990. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia.
Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi 1. Jakarta : UI Press
Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan
Mertha Sutedja, Wayan. 1978. Dasar-Dasar Kepemimpinan Tradisionil di Bali.
Denpasar: Sumber Mas Bali.
M. Hakim Nyak Pha. 2000. “Adat dan Penegakan Disiplin Masyarakat”, dalam
Haba No. 13/2000 . BandaAceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Banda Aceh.
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Tionghoa-Indonesia
http://fakhrihsan.blogspot.com/2017/02/ilmu-budaya-dasar-lokal-di-
indonesia.html
https://www.academia.edu/3450216/SISTEM_KEPEMIMPINAN_PADA_ETNIS
_ACEH_DI_ACEH_System_Leadership_in_Acehnese_in_Aceh_
https://www.researchgate.net/publication/322003746_MODEL_KEPEMIMPINA
N_ETNIS_TIONGHOA_DI_JAWA_BARAT_SURVEI_PADA_PERHI
MPUNAN_FUQING_DI_JAWA_BARAT

26
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah kehadiran Allah SWT hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah

yang berjudul “Kepemimpinan dan Keragaman Nilai Budaya Lokal Aceh,

Bali serta Tionghoa - Sunda”

Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah

banyak membantu.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk

itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu

penulis harapkan.

Palangka Raya, April 2020

Penulis

27
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi.................................................................................................... 3
2.1.1. Definisi kebudayaan menurut para ahli………………………….. 3
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebudayaan................................... 4
2.3 Keberagaman Budaya Indonesia............................................................. 5
2.4 Bukti Sejarah........................................................................................... 6
2.5 Faktor-Faktor Penyebab Keberagaman Budaya Indonesia..................... 7
2.6 Manfaat Keberagaman Budaya............................................................... 8
2.7 Beberapa Contoh Keberagaman Budaya Lokal dan Kepemimpinannya
Indonesia................................................................................................. 11
2.7.1 Kebudayaan Lokal.......................................................................... 11
2.7.2 Kepemimpinan Masyarakat Lokal di Indonesia............................. 12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 20
3.2 Saran........................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai